NovelToon NovelToon

TO HEAVEN

1

“Dari sekian manusia yang ada di dunia ini, kenapa hanya kamu yang membuat aku sekarat karena sakit ini?”

Helaan napas yang kasar itu pun menjadi pengiring akhir cerita yang dibaca oleh gadis itu. Ia menutup novel yang sejak tadi membuatnya mengutuk alur cerita yang menyiksa si pemeran figuran itu.

“Gue heran sama penulis cerita novel ini, kenapa harus memberikan penderitaan kepada salah satu tokoh yang diciptakannya? Minimal dikasih pengganti jodohnya kek! Si laki-lakinya bahagia dengan perempuan yang dia cintai, lah terus si perempuan yang tersakiti itu gimana? Nangis mulu, sabar mulu, ngalah mulu. Sepenting apa sih cinta pemeran utama itu njing!” omel gadis itu sembari memukul cover novel yang ada di tempat tidurnya itu.

Gadis yang tengah mengutuki penulis serta alur cerita novel pun bangkit dari tempat tidurnya, ia membawa novel yang dibacanya itu, lalu membuangnya ke dalam tong sampah yang berada di sudut kamar tidurnya.

“Cerita sampah!” lalu ia meninggalkan kamar tidurnya dengan perasaan dongkolnya.

**

Angin laut itu berhembus dengan sedikit kencang, malam begitu pekat dan airmatanya tidak kunjung berhenti sejak tadi. Gadis mungil itu mengusap kembali airmatanya yang jatuh, rambutnya hitam legam itu dibelai oleh angin laut, ia menatap laut dengan beban yang dirasakannya.

“Tuhan, Kaela lelah dengan semua perasaan ini. Kaela lelah untuk menanggung sesak ini terus-menerus. Kaela mau merasakan ketenangan, Kaela lelah…” isak tangis gadis mungil ini sungguh menyesakkan hatinya. Ia terlalu sakit untuk menanggung semuanya.

“Tolong untuk kali ini saja, biarkan Kaela tidur. Kaela mau tidur sebentar saja, agar rasa sesak yang sekarang dirasakan dapat hilang untuk sementara waktu. Kaela mohon..”

Kaela – gadis mungil itu- berdiri dari duduknya di bangku yang menghadap ke laut, dengan badannya yang lemah, ia berjalan untuk kembali ke rumahnya. Entah Tuhan mendengarkannya atau masih betah untuk mengatur kehidupannya untuk menanggung beban yang dia rasakan,tetapi kilat di langit menggambarkan bahwa badai besar akan segara datang.

‘Kamu lelah, Kaela?’

Kaela mendengar namanya terpanggil, ada suara yang sangat jelas sehingga membuatnya menghentikan langkah kakinya.

‘Kamu mau beristirahat, Kaela?’

Kaela mengangkat kepalanya seketika, ia mencari siapa yang menyebut namanya itu. “Siapa di sana?!” tanya Kaela dengan sedikit kuat karena suara ombak laut yang keras itu.

‘Aku akan membantu mu untuk istirahat, menggantikan dirimu yang telah lama terluka.’

Kaela melihat kembali di sekelilingnya dengan sedikit gemetar, tidak ada satu pun di sekitarnya. “Siapapun itu, jangan pernah membuatku takut!”

‘Aku mengasihanimu, Kaela. Aku akan menggantikanmu, kau beristirahatlah. Tugas mu sudah selesai.’

Kaela  yang hendak kembali meneriaki suara itu pun seketika merasakan kesakitan yang luar biasa, ia terasa dikuliti. Pedih, perih, dan sangat sakit yang ia rasakan. Kaela terjatuh ke pasir yang ada di bawahnya dengan keras.

“T-tolong..” Dan mata itu tertutup.

**

“Novel gue mana, Rhea?”

Rhea yang terpanggil itu pun segera memukul meja belajar temannya yang berada di barisan tepat di belakangnya. Suara pukulan itu membuat Chika terkejut bahkan membolakan kedua matanya.

“Anjing!” ucap Chika terkejut.

“Rekomendasi novel lo yang lebih anjing! Nyesal gue minta rekomendasi novel ke lo, bangsat!” balas Rhea terlihat kesal. Ia bahkan menyentil punggung tangan Chika dengan sedikit keras.

Chika segera membalasnya dengan memukul kepala Rhea dengan buku tulisnya, “balikkin novel gue! Lo udah minjam, terus ngata-ngatain gue segala pula. Sini!”

Rhea bersedekap dada sembari menatap Chika dengan sengit, “ udah gue buang cerita sampah itu. Gak layak buat dijadikan bacaan!” balas Rhea dengan tatapan sengitnya kepada Chika.

Chika yang mendengar itu seketika berdiri dari duduknya, “APA LO BILANG? NOVEL GUE, LO BUANG? RHEAAA! LO TAHU NGGAK GUE BELI ITU PENUH PERJUANGAN! LO TAHU NGGAK, NJING!” Amuk Chika sembari menarik rambut Rhea dengan kuat.

“AAAA… SAKIT, CHIKAA! LEPASIN!” teriak Rhea dengan kuat pula. Mendengar teriakan yang kuat itu, teman-teman kelas mereka yang berada di luar pun seketika masuk ke kelas dan melihat dua perempuan yang tengah berkelahi.

“Tebak, kali ini siapa yang menang?”

“Hmm… sepertinya Chika.”

“Yok, seperti biasa, kumpul duitnya dulu.”

“Kali ini taruhan berapa?”

“10 ribu aja. Yang megang Chika siapa?”

“Gue..gue megang Chika, kali ini gue taruhan 20 ribu untuk Chika.”

“Eh, gue juga ikut dong. Gue megang Rhea! Juara berturut-turut nggak akan pernah mengecewakan.”

“Gue juga! Rhea hero gue. Gue taruhan 21 ribu kali ini.”

“Widih! Gila..”

Dan semakin banyak mengerubungi kelas mereka, bukan menengahi perkelahian itu tetapi memasang taruhan untuk perkelahian itu. Ternyata perkelahian mereka membawa ladang penghasilan untuk teman-teman sekelasnya.

Di sisi lain, Chika semakin brutal menarik kuat rambut Rhea, ia bahkan sudah mulai mencakar sahabatnya ini hingga berdarah di pipi Rhea.

“DASAR MANUSIA NGGAK TAHU DIUNTUNG! NYESAL GUE PINJAMIN  KE LO!” teriak Chika dengan wajahnya memerah.

“LO MANUSIA NGGAK ADA OTAK! NOVEL APAAN YANG LO PINJAMIN KE GUE, NJING! BALIKIN AIRMATA GUE! CEPAT!” tak kalah brutal, Rhea mencoba menendang Chika, tetapi Chika dapat menghindari tendangan itu.

Meja-meja yang tadinya rapi, kini sudah berantakan. Teman-teman sekelas mereka pun bersorak-sorak seperti menonton adu ayam.

Chika yang sudah kepalang emosi, tanpa ia dapat mengontrol dirinya, ia mendorong Rhea dengan kuat.

BRUK!

Sorak-sorakan teman-teman kelas mereka pun hening seketika. Begitupun dengan Chika, ia membolakan kedua matanya saat melihat Rhea terjatuh ke lantai dengan kedua matanya tertutup.

“Darah! Kepala Rhea berdarah!” teriak salah satu teman sekelas mereka. Darah mengalir ke lantai kelas mereka.

Chika seketika menjatuhkannya dirinya ke lantai itu, ia mencoba membangunkan Rhea. “Rhea… Rhea… bangun…Rhea,” ucap Chika panik.

Tubuh itu tidak merespon, “Rhea!”

**

Kini, penggantimu akan menyelesaikannya.

**

Membuka kedua matanya sembari menyesuaikan cahaya matahari mulai menyadarkannya. Ia pun merasakan angin kecil menyapa dirinya, bahkan mendengar suara deburan ombak yang menghanyutkan dirinya semakin nyaman.

“Ha? Ombak? Kenapa tiba-tiba ada ombak? Ada pemindahan laut, kah?”batinnya tersadar.

Warna biru laut menyapa dirinya saat membuka kedua matanya dengan jelas. Aroma lavender terhidu olehnya, bahkan gantungan bintang di langit-langit kamarnya bergerak. Ia mengernyitkan dahinya bingung.

“Kaela, kamu sudah sadar?” suara parau itu menyadarkan dirinya yang masih memproses ingatannya.

“Kaela? Coba lihat, ini angka berapa?”

Dan tiba-tiba dia melihat jari tangan itu di hadapannya, ada apa ini? Gadis yang dipanggil Kaela itu pun melihat ke arah si empunya tangan. “Lah dia siapa, anjir?”

“Kaela, Mama khawatir sayang. Kamu sudah tidak sadarkan diri selama seminggu, mama takut kamu pergi ninggalin mama. Mama nggak sanggup, sayang.” Dan tiba-tiba memeluk gadis itu dengan suara tangisannya.

Gadis yang tengah di peluk itu pun semakin bingung, nama dia Rhea, bukan Kaela. Apa dia salah rumah?

“B-bu maaf mengganggu nangisnya. Cuma, saya bukan Ka—” ucapannya terpotong saat sebuah suara menghentikannya.

‘Rhea Alyesha.’

Rhea membolakan kedua matanya, ia mencoba melihat di sekelilingnya, hanya ada beberapa orang, tetapi sama sekali tidak ada yang membuka mulutnya. Mereka terlihat menahan haru tangis karena tangisan wanita paruh baya yang tengah memeluknya.

‘Selamat datang di dunia Kaela. Kaela Faleesha.’

Rhea mencoba mencari siapa pemilik suara itu, tetapi nihil. Hanya suara isak tangis mereka yang terdengar di hadapannya saat ini.

‘Aku memanggilmu, aku merestuimu,dan aku menjadikanmu Kaela Faleesha. Banyak hal di hadapanmu sebuah kehidupan baru yang akan kamu jalanin.’

“Kaela, mama nggak mau kamu sakit lagi, sayang. “ Bisik wanita paruh baya itu dengan sedihnya.

Rhea memejamkan kedua matanya, “sebenarnya gue di mana?”

**

“Post Traumatik atau sering disebut Amnesia traumatik. Kehilangan ingatan karena faktor benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan ingatannya akan hilang sementara waktu atau mungkin permanen. Berhubung kasus Kaela ini ditemukan di luar, bisa dikarenakan benturan saat terjatuh.”

Rhea memutar kedua bola matanya dengan malas, “ Dokternya ngaco banget, lupa ingatan pala lo meledak! Gue aja masih ingat jelas score Indonesia lawan Singapura. Harus dicabut nih tanda izinnya nih.” Batin Rhea dengan kesal.

Wanita paruh baya itu hanya terisak sedih saat mendengar ucapan dokter itu. Kenapa harus anak gadisnya ini menanggung semua ini?

“Ibu tidak perlu khawatir, ada beberapa terapi yang dapat membantu Kaela kembali. Saya juga akan merespkan obat untuk membantunya juga.”

Rhea yang mendengar kata terapi dan obat membuatnya menegakkan tubuhnya dari baringnya tadi. Seketika orang-orang di sekelilingnya terkejut, Rhea pun merubah ekspresinya menjadi tersenyum tidak sampai mata.

“Mama, Ka-kaela udah nggak apa-apa, kok. Memang butuh waktu untuk mengingat semuanya, tapi tanpa perlu terapi dan obat, Kaela yakin Kaela bisa mengatasi itu semua. Jadi, Mama nggak usah sedih dan risau, termasuk hmm.. tante dan om sekalian.” Ucap Rhea dengan mencoba meyakinkan.

Dokter yang hendak berbicara pun seketika terdiam, saat salah satu tangan Rhea memberi isyarat untuk diam. “Saya yakin, saya akan ingat semuanya. Terima kasih.” Rhea menegaskannya dengan tatapan tajam ke arah dokter itu.

Mama Kaela tersenyum sedih sembari mengusap rambut anak gadisnya dengan sayang, “mama percaya dengan Kaela, Kaela pasti bisa melewati semua ini. Kita akan mulai dari awal ya, sayang.”

Rhea menganggukkan kepalanya sembari tersenyum terpaksa kepada orang di sekitarnya. “Walau gue nggak tahu sekarang ada di mana, gue harus bisa amankan tempat yang gue tinggalin. Gue akan cari tahu, siapa gue sebenarnya?” batin Rhea dengan serius.

“Sayang, mama antar dulu dokternya keluar. Kamu istirahat ya, di sini. Jangan banyak berpikir ya.” Dan Rhea hanya menganggukkan kepalanya sembari memberikan senyumannya.

Semua yang ada di sekitarnya pun telah pergi meninggalkan dirinya di kamar ini sendiri.

“Anjinglah! Kenapa tiba-tiba gue jadi Kaela sih, bangsat? Seingat gue, gue kelahi sama Chika terus nggak kerasa kebentur dengan meja, habis itu gelap. Kenapa bangun-bangun jadi Kaela?” ucap Rhea sembari melihat kamar tidur ini.

Ia berdiri dari duduknya, ia melihat banyak foto-foto di pajang di dinding warna biru laut ini. Seorang laki-laki yang tersenyum hingga membentuk mata bulan sabit, tengah merangkul seorang gadis mungil yang tampak bahagia. Rhea menyipitkan sedikit matanya saat membaca tulisan dibingkai foto itu.

“Jeno Janurio. Ck.. namanya familiar, kayak pernah gue temui, tapi di mana?” Rhea bermonolog. Ia mencoba menemukan asal usul nama yang ia familiar menurutnya.

Sembari berpikir, ia kembali menjelajahi kamar tidur ini. Rhea menyusuri barang-barang yang ada di dalam kamar tidur ini, dan terlihat beberapa rak buku terpajang juga. Ia melihat ada sebuah buku kecil yang berwarna biru laut itu. Rhea menyunggingkan senyumannya.

“Suka banget kayaknya sama biru laut, Kaela.”

Rhea membuka buku kecil itu, ia membuka asal buku itu hingga ia memberhentikannya pada salah satu halaman.  Rhea mengernyitkan dahinya.

15/03/2020

Aku terjebak dengan rasa sakit ini. Aku mendapatkan kabar bahwa Jeno, sahabatku telah memiliki seorang kekasih hati. Aku sakit sekali, aku ingin mengatakan bahwa aku cemburu, aku mencintainya lebih dahulu, tapi kenapa aku tidak pernah dianggap? Aku patah hati saat melihat senyuman Jeno begitu lembut saat menceritakan gadis itu. Apa cinta sesakit itu?

Rhea merasakan dadanya terasa sakit, ia merasakan ada yang meninju keras dadanya. “Kenapa tiba-tiba dada gue sakit banget?” gumam Rhea dengan kebingungan melanda.

Aku mau menghilang saja rasanya, saat melihat Jeno mulai memeluk gadis itu, bahkan tanpa sengaja aku pernah melihat Jeno mencium bibir gadis itu.

Rhea seketika terjatuh dari berdirinya, airmatanya juga terjatuh. Dadanya semakin sakit, buku yang ia pegang pun terjatuh ke lantai kamarnya. “Ke-kenapa ini?” Rhea memukul dadanya sedikit kuat untuk menghilangkan sesak itu.

Ia bahkan meraba pipinya yang terasa basah, “gue nangis?” tanya Rhea yang mulai lemah.

‘Selamat datang di dunia Kaela, Rhea.’

Rhea seketika menegakkan kepalanya kembali, suara itu kembali. “Siapa lo sebenarnya? Kenapa gue harus di sini?!” desis Rhea dengan kedua matanya yang memerah karena sesak di dadanya.

‘Aku adalah pencipta dunia yang sekarang kamu tempati. Dunia ini ada karena aku menginginkannya.’

Rhea berdiri dari jatuhnya, ia mengepalkan tangannya. “Hidup gue bukan karena lo menginginkannya! Kembalikan gue ke tempat gue berasal.” Ucap Rhea dengan emosinya.

‘Gantilah Kaela, maka kamu akan kembali ke tempat asal kamu berada. Jadilah Kaela.’

“BANGSAT! SIAPA LO SEBENARNYA, ANJING!” bentak Rhea dengan emosinya. Suara itu menghilang.

Ia pun tanpa sadar melihat cermin di dalam kamar tidur ini, wajahnya dan tubuhnya sama dengan dirinya. Yang berubah hanya panggilannya, dan bentuk rambutnya. Matanya memerah karena masih menahan sakit yang secara tiba-tiba melanda karena membaca tulisan itu.

“Apa mau lo, Kaela?”

**

2

Chika melihat sahabatnya, Rhea tengah terbaring lemah dengan kepala yang dililit oleh perban putih itu, suara alat-alat penunjang kehidupannya pun bersuara dengan nyaringnya. Chika melihat sahabatnya begitu sangat lemah, tidak ada tatapan tajam yang menatap dirinya lagi.

Airmatanya jatuh, ia menangis di punggung tangan sahabatnya ini, “maafin gue, Rhe. Maafin gue,” isak Chika dengan begitu sedihnya.

“Gue mohon bangun.”

**

Rhea membuka kedua matanya dengan napasnya memburu, ia melihat di sekelilingnya berwarna biru laut itu masih terlihat jelas. Rhea memejamkan kedua matanya dengan lelah, ia bermimpi Chika menangisinya.

Rhea membuka kedua matanya kembali lalu menyandarkan punggungnya di kepala ranjangnya ini, ia melihat keluar jendela kamarnya, malam telah tiba dan angin laut semakin memberikan tiupannya semakin menjadi. Dan ia masih belum mengetahui, kehidupan apa yang harus dijalaninnya ini, tapi yang ia rasakan tadi siang itu adalah rasa sesak yang menjalar di dalam dirinya. Jeno Janurio. Nama itu mengingatkannya pada sebuah novel yang ia baca, yang membuatnya membuang novel itu karena kekesalannya pada tokoh itu yang selalu memberikan kesakitan pada salah satu tokoh novel figuran bernama Kaela Faleesha.

Rhea seketika terpaku, Kaela Faleesha?

“Gak mungkin gue berada di dalam dunia novel itu.” Gumam Rhea sembari menggelengkan kepalanya. Ini gila jika benar-benar berada di dalam novel itu.

Rhea mendengar suara pintu kamarnya terbuka, ia melihat seorang laki-laki tinggi dengan seorang perempuan memasuki kamarnya. Laki-laki itu menggenggam tangan seorang perempuan yang bersama memasuki kamar tidurnya, terlihat serasi.

Rhea menatap seorang laki-laki yang baru saja ia tandai, Jeno Janurio. Tampak tampan dengan kulit putihnya dan kedua mata yang seperti sabit saat tersenyum, rambut hitam legamnya terlihat sedikit berantakan dan bibir tipisnya yang sedikit mengurai senyuman kepadanya.

“Kaela, gimana kabar kamu?” seorang perempuan cantik bersama Jeno terdengar khawatir kepada dirinya.

“Sorry, baru datang jengukin lo. Tadi kita singgah untuk beli lo buah-buahan dan obat-obatan herbal biar lo cepat pulih,” sahut suara berat itu dengan lembut.

Rhea menyunggingkan senyumnya, ia menatap kedua pasangan di hadapannya ini. “Selamat datang Jeno Janurio dan Karina Adisha.” Sambut Rhea dengan tatapannya ke arah pasangan itu.

‘Benar, gue lagi di novelFriendzoneitu. Novel yang menyiksa Kaela karena perasaannya kepada Jeno, sahabatnya sendiri. Karena cinta si pemeran utama, Kaela harus berkorban dengan memendam kembali perasaannya sampai ia mati. Jeno bangsat! Jeno anjing! Lo yang punya hubungan, kenapa Kaela yang kesakitan ?! Ini juga, penulisnya kek tai! Yang begini aja, dikasih ke gue.’

Jeno memberikan senyuman manisnya kepada Rhea, lalu hendak mengusap puncak rambut gadis itu tetapi Rhea seketika menghindar. Jeno sedikit mengernyitkan dahinya.

“Eh, by the way kalian udah makan belum? Mama tadi masak banyak katanya, mama buat syukuran karena anaknya baru sadar. Gih, sana makan.” Balas Rhea dengan senyuman manisnya, ia tidak mau Jeno menyentuh tubuh Kaela. Ada rasa benci yang tumbuh di hati Rhea saat ini.

Jeno pun mengurungkan niatnya untuk menyentuh Kaela, ia pun tersenyum kepada Karina, kekasihnya. “Kamu mau makan, sayang?” tanya Jeno dengan lembut sembari mengusap pipi Karina dengan lembut.

Rhea melihat itu pun seketika menatap sengit kepada dua sejoli se neraka itu, ‘Kaela, dengan senang hati gue terusin hidup lo. Kerasa banget sakitnya lo lihat pasangan ini, mana kaga tahu diri lagi mesra-mesra di kamar sahabatnya sendiri. Najis!’ batin Rhea dengan penuh dendam.

“Hmm.. Aku mau ambil minum aja deh, Jen. Kamu mau minum juga, nggak?” tawar Karina dengan lembut.

Jeno menganggukkan kepalanya, “aku temani, ya?” balas Jeno dengan senyumannya.

Karina menggelengkan kepalanya, “kamu di sini aja, aku bisa kok sendiri.” Jeno pun melihat kepergian kekasihnya keluar dari kamar tidur Kalea.

“Lo masih marah sama gue, Kae?” Suara Jeno yang berat itu mengalihkan atensi Rhea dari jendela kamarnya.

Rhea paham yang dimaksud dengan Jeno, permasalahan mengenai Kaela mengungkapkan perasaannya pada Jeno karena sudah tidak tahan lagi memendamnya, tetapi Jeno hanya diam dan keesokannya, ternyata sudah memiliki kekasih. ******.

‘Ini cowo sejenis Jeno ini enaknya di apain ya, Kaela? Di kebiri boleh, ngga?’

Rhea mulai memasuki dirinya ke dalam peran drama, ia mengernyitkan dahinya sedikit, berpura-pura lupa mengenai permasalahan itu. Padahal dia sudah mengetahui seluk-beluk di novel itu.

“Maksudnya? Sorry Jeno, gue banyak nggak ingatnya. Soalnya kata Mama, gue kena amnesia traumatis, jadi ya, memori gue kebanyakan hilang.” Jawab Rhea dengan suara yang sengaja ia lembut-lembutkan.

Jeno terkejut, ia bahkan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya itu. “L-lo juga lupa tentang persahabatan kita juga?” tanya Jeno dengan tidak percaya.

‘Cuih! Kalau bisa lo dihapus dari dunia per-novelan ini, anjing! Benci banget gue sama lo! Kaela! Lo aneh banget, bisa suka sama cowok kayak gini.’

Rhea pun menundukkan kepalanya, seakan-akan ia merasa bersalah. Padahal, dia ingin menutup matanya agar tidak emosi melihat laki-laki yang tengah menatapnya.

“Maaf, gue lupa. Yang gue ingat hanya nama lo dan Karina, tapi mengenai kenangan dan sebagainya, gue nggak ingat.”

Pintu kamar terbuka kembali, dan Karina datang dengan minuman ada di nampan yang dibawanya. Jeno melihat kehadiran kekasihnya pun seketika merubah ekspresinya menjadi tersenyum.

“Gimana? Udah sampai mana pembicaraan kalian berdua?” tanya Karina yang sudah memberi gelas minumnya kepada Jeno. Jeno menerimanya tetapi tatapannya kepada sahabatnya yang diam sembari tersenyum. Tatapan yang Jeno lihat itu, seperti tatapan benci? Atau dirinya salah.

“Maaf sekali lagi, Jen. Gue nggak bisa ingat masa-masa persahabatan itu.” Rhea mencoba memberikan kemampuan acting-nya. Ia telah mencoret Jeno sebagai manusia yang akan dijauhinya, ia tidak akan membuat Kaela terluka seperti itu lagi. Kaela yang sekarang adalah perempuan yang tidak akan mengemis cinta, bahkan berkorban demi penyatuan dua pasangan se neraka ini.

“JENO! TANGAN KAMU BERDARAH!”  teriak Karian terkejut, gelas kaca yang dipegang Jeno tampaknya pecah di genggaman Jeno.

Jeno tersadar seketika, ia melihat tangannya berdarah. Darah menetes ke lantai kamar tidur Kaela, Rhea hanya menatap dingin kepada darah itu.

“Kamu kenapa, sih? Astaga! Ayo, diobatin!” omel Karina dengan khawatirnya. Jeno menatap Kaela yang tampak tidak lagi seperti dahulu, tidak ada tatapan hangat itu di sana.

“Kita sekalian pulang saja. Kae, gue pulang dulu. Cepat sehat ya, biar bisa ketemu di sekolah lagi. Ayo, Karina, kita pulang,” ucap Jeno dengan suara beratnya, ia menatap sebentar ke arah Kaela, lalu pergi meninggalkan kamar tidur dengan darahnya yang berjatuhan.

Rhea bersedekap dada sembari menatap darah itu di lantai. “Kesakitan lo, Kaela, akan gue obatin dengan kebahagiaan yang akan gue kasih ke lo.”

**

Jeno hanya melihat tangannya di bungkus oleh perban putih itu, sedangkan Karina sibuk mengurus biaya pengobatan kekasihnya itu.

“Usahakan jangan terkena air dulu ya, dan 4 hari lagi diganti perbannya.”

Jeno pun menganggukkan kepalanya dengan singkat, ia pun menatap tangannya yang diperban itu dengan pikirannya yang sedikit kusut.

“Maaf sekali lagi, Jen. Gue nggak bisa ingat masa-masa persahabatan itu.”

Ucapan Kaela membuatnya tidak dapat fokus, apa amnesia itu berlangsung lama? Apa Kaela benar-benar melupakan dirinya sebagai sahabat? Dan menjadi orang asing.

“Sayang, hari ini biar aku nyetir mobil kamu, aku takut lukanya makin parah. Oke?” Suara Karina menyadarkan Jeno dari pikirannya yang kusut itu, Jeno menegakkan kepalanya dan tersenyum kepada kekasihnya.

“Makasih, sayang.”

**

“Gila, sekolahnya gede banget.” Rhea terpukau dengan sekolah Kaela, benar-benar megah. Ia berjalan memasuki gerbang sekolahnya yang terlihat lebih besar lagi, ala-ala kerajaan. Tak henti-hentinya ia bergumam kagum.

“Bukan maen sekolah lo, Kae.” Rhea tersenyum melihat dunia novel yang ia baca, kini di visualisasikan dan  melebihi ekspetasinya. Sungguh indah.

Ia berjalan menuju kelasnya, sebelum berangkat sekolah, mamanya mengingatkan bahwa dia berada di kelas 11 IPS 2, sesuai dengan kelas di dunia lamanya.

“Kaela.”

Rhea mendengar nama Kaela terpanggil, suara itu, suara yang ia benci. Ia membenci pemilik suara itu, karena dialah Kaela menyerahkan tugasnya ke Rhea. Rhea berpura-pura tidak mendengarkannya, ia tidak mau lagi berurusan dengan si paling pemeran utama.

“Kaela! Tunggu!”

Rhea semakin mempercepat jalannya, tetapi entah kenapa dia dapat menyusulnya dengan cepat bahkan mencekal tangannya. Rhea melihat Jeno yang berada di sampingnya dengan napasnya memburu, Rhea melepaskan genggaman tangan Jeno dengan cepat.  Jeno pun kembali terkejut, ia masih belum terbiasa.

“Eh,kenapa, Jen? Ada urusan apa?” tanya Rhea yang memulai aktingnnya menjadi seorang Kaela yang lemah lembut.

“Gue kira lo masih istirahat, kalau tahu gitu, kenapa nggak minta barengan aja perginya?  Rumah kita kan satu komplek,” balas Jeno dengan senyuman khas mata bulan sabitnya itu.

‘Ya, terus? Kenapa, njing?! Udah dibikin tanda-tanda menjauh, masih juga sok-sok dekatin. Nyakitin elit, ngobatin sulit! Cuih.’

Rhea menggelengkan kepalanya, sembari menundukkan kepalanya, ia mulai kembali dramanya. “Gue masih belum kenal lo, Jeno. Gue nggak nyaman ada di dekat lo, gue ngerasa canggung kalau dekat lo.” Ucap Rhea memberi alasan dengan gayanya yang seakan-akan takut.

Jeno menatap Kaela dengan tatapan yang sulit dimengerti, entah kenapa hatinya terasa aneh. Sahabatnya menatapnya seperti orang asing.

“Kae—”

“Woi, Kaela! Akhirnya kekasih hatiku datang ke sekolah juga.” Ucapan Jeno terhenti saat melihat seorang laki-laki tinggi dengan wajah berbinar melihat Kaela yang selama ini sakit, sudah bisa masuk ke sekolah.

Rhea membolakan kedua matanya, ‘Ini Na Jaemin? Sahabat kecilnya juga! Ganteng banget ya Tuhan, aish! Dunia fiksi ini tidak pernah mengecewakan diriku. I lope you, Author-nim.’

“NANA… I MISS YOU,” pekik Rhea sembari berlari untuk memeluk Jaemin yang semakin semangat berlari.

“Kaela ku sayang, my bunny, my sweetheart, my lovely pillow, sudah lama tidak melihat lemak pipi kamu yang semakin menjadi. Gimana kabarnya, cinta?” tanya Jaemin yang memeluk gemas Kaela.

Rhea merasakan pelukan hangat Jaemin bagaikan pelukan ibunya, hm.. jadi rindu ibu. “Aku juga kangen Nana. Aku baik, Nana. Nana gimana kabarnya?” tanya Rhea sembari mendongakkan kepalanya untuk melihat Jaemin yang tinggi.

‘Ada salah satu karakter yang gue sukai di novel Friendzone itu, yaitu Na Jaemin. Sahabat Kaela sejak kecil juga, se frekuensi, dan selalu seperti seorang ibu untuk Kaela. Tapi, gue ga kebayang seganteng ini, Cok!’

“Aku selalu baik dong apalagi kalau udah lihat pipi kamu, duh.. cubit jangan, ya?” Tanpa perlu di kasih izin, Jaemin sudah mencubitnya dengan gemas.

Rhea tertawa gembira, dari hal yang ia syukuri memasuki dunia novel ini, ia bersyukur memiliki sahabat seperti Jaemin.

Jeno melihat interaksi Kaela dengan Jaemin membuatnya segera menghampiri kedua sahabat itu. Di dalam novel Friendzone Jeno tidak berteman dekat dengan Jaemin, ia hanya diperkenalkan Kaela bahwa dirinya memiliki sahabat kecil lainnya.

“Kaela, lo ingat Jaemin?” tanya Jeno dengan salah satu tangannya di masukkan ke dalam saku celana sekolahnya.

Rhea menahan untuk tidak memutar kedua bola matanya. Ia pun menganggukkan kepalanya dengan cepat, “ingat dong. Sahabat kecilku yang lucu, dan kiyowo ini. Na Jaemin, Nanaku sayang. “ Jawab Rhea sembari memberikan senyuman manisnya kepada Jaemin, Jaemin menganggukkan kepalanya sembari mengusap puncak rambut gadis mungil itu.

“Kok bisa? Sama gue lupa berikut dengan kenangannya. Kalau sama dia? Lo ingat sedetail mungkin, gitu?”

“Yoi.”

Rhea sudah melingkarkan tangannya kepada Jaemin, lalu tersenyum manis. “Kita se kelas, kan? Yuk barengan masuk kelas,” ajak Rhea dengan senang.

“Let’s go! Duluan ya, Jen. Bye.” Balas Jaemin dengan lucunya.

Jeno mengepalkan tangannya yang diperban itu, darah kembali muncul dibalik perban itu. Menatap kepergian sahabatnya bersama sahabat lainnya.

**

Bersambung

3

Jaemin menaikkan salah satu alisnya ke atas saat melihat sahabatnya ini menatapnya dengan senyuman manisnya.

“Kae, aku tahu kalau aku ganteng, tapi ini sudah terhitung 2 menit kamu lihat aku. Ada apa, sayang? Merindukan cubitan di pipi kamu? Aku dengan senang hati mencubitnya,” goda Jaemin dengan senyumannya.

Rhea dengan gemasnya memegang kedua pipi Jaemin, ia memegang karakter favoritnya. Bisa kah dirinya membawa karakter ini ke dunianya?

“Kamu itu lucu banget, sih! Jadi pacar aku, yuk?” tawar Rhea dengan semangatnya, bahkan ia menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Jaemin mendengar itu seketika tertawa hingga memukul sedikit keras meja belajarnya, bahkan Rhea yang tepat di hadapannya pun terkena sedikit saliva Jaemin. ‘Gak apa-apa, yang penting ganteng.’ Batin Rhea dengan pasrah.

Akhirnya Jaemin menghentikan tawanya sembari mengusap pipi sahabatnya seperti seorang ibu mengusap ingus anaknya. “Kamu kalau lagi amnesia gini seperti nggak tahu diri, ya. Tapi nggak apa-apa, karena aku sayang Kaela.” Balas Jaemin dengan tawa gelinya.

Rhea menepuk dadanya seakan sakit, ia tertolak. ‘Pantes ditolak, lagian judul novelnya aja Friendzone, anying!’ Batin Rhea.

Jaemin menggelengkan kepalanya dengan senyuman manisnya sembari mengacak puncak rambut Kaela dengan lembut, lalu mulai mengalihkan atensinya ke arah luar kelasnya.

“Tapi, Kae, kamu nggak mau ketemu Jeno?” tanya Jaemin sembari membuka buku pelajaran yang akan di pelajari nanti.

Rhea yang mendengar nama itu disebut membuatnya dengan malas hanya menggelengkan kepalanya, ia pun mulai mengeluarkan buku-bukunya dari tas.

Jaemin sedikit mengernyitkan dahinya, “tumben, lagian yang hilang kan ingatan kamu doang, bukan perasaan kamu,” lanjut Jaemin yang kini kembali menatap ke arah luar kelasnya.

Rhea mengalihkan tatapannya ke arah pintu kelasnya, dan terlihat di sana Jeno bersama Karina tengah berbincang dengan mesranya. ‘Anjing! Kenapa dada gue sakit, bangsat?’ batin Rhea yang merasakan dadanya terasa sakit.

“Apa jangan-jangan Kaela masih ada di sekitar gue, makanya gue bisa ngerasain sakitnya?” ucap Rhea dalam hatinya.

“Kae, kamu nggak apa-apa? Kok nangis, sih? Sakitnya kambuh, ya?” pertanyaan Jaemin menyadarkan Rhea dari rasa sesak yang dialaminya, bahkan dia tidak sadar bahwa airmatanya sudah terjatuh.

“Na, kenapa dada aku sakit, ya?” tanya Rhea yang kini sudah mulai menangis. Jaemin yang melihat itu segera membawanya ke dalam pelukannya, terlihat raut wajah Jaemin yang khawatir kepada sahabatnya ini.

Jaemin mengusap punggung mungil sahabatnya ini dengan lembut, ia mengetahui bahwa Kaela mencintai Jeno sebegitu besarnya, ia tahu penyebab rasa sakit yang dirasakan oleh Kaela. “Aku ada di sini untuk kamu. Kamu jangan lihat lagi yang di luar dulu, ya? Dah.. nggak apa-apa kok,” bisik Jaemin dengan begitu menenangkan.

Rhea sebenarnya tidak mau menangis, tapi entah kenapa kali ini dirinya tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. “Ya ampun, Kae. Lo segitu sakitnya, ya? Sampai-sampai harus se sesak ini?”

Terdengar sandungan lagu dari Jaemin yang mengalun, lagu twinkel little star tapi entah kenapa itu menenangkannya. “Kenapa amnesia nggak hapus perasaan kamu juga ya, Kae?” gumam Jaemin dengan sangat pelan.

**

“Kaela, kamu kenapa, sayang?”

Kaela mengalihkan atensinya dari laut di depannya itu, airmatanya sudah terjatuh begitu saja. Ia melihat Jaemin menatapnya dengan raut wajah khawatirnya. “Nana … Jeno, Na.. Jeno jahat,” adu Kaela dengan tangisannya yang terdengar begitu sesak.

Jaemin dengan cepat membawa Kaela ke dalam pelukannya, tubuh mungil itu begitu rapuh hingga tak bertenaga hanya untuk membalas pelukannya. Begitu mendengar panggilan telepon sahabatnya ini, ia segera berangkat untuk menemui Kaela.

“Apa yang dibuat Jeno? Kamu diapain sama dia? Biar aku hajar nanti dia!” Ucap Jaemin dengan amarahnya.

Kaela menggelengkan kepalanya, terisak dengan begitu kuat. “Jangan, Na… Aku sayang dia, ak-aku yang salah.. harusnya aku sadar diri, karena dia sudah punya pacar.”

Jaemin memejamkan kedua matanya, airmatanya juga ikut terjatuh. Begitu sakitnya hati Jaemin saat mendengar pernyataan sahabatnya ini saat mengatakan bahwa Jeno sudah memiliki pasangan, ia jelas tahu juga bahwa Kaela sempat mengungkapkan perasaannya kepada Jeno, ia juga yang membantu dan mendukung Kaela untuk itu semua.  Dan sekarang ia menyesal.

“Dah, nggak apa-apa. Aku di sini untuk kamu.” Bisik Jaemin dengan suara beratnya itu. Ia pun mulai mengusap punggung mungil itu, dengan mulai menyandungkan lagu yang ia tahu.

**

Rhea tersenyum manis saat melihat Jaemin sudah mendatangi meja kantin dengan dua piring makanan yang dipesan tadi. ‘Aduh, pangeranku datang. Dia jalan aja kayak disambut dengan bunga-bunga di sekelilingnya.’

“Ini makanan kesukaan kamu, dan hari ini aku yang traktir kamu. Habisin, ya,” ucap Jaemin sembari memberikan piring makanannya itu ke arah sahabatnya itu. Mata Rhea berbinar senang apalagi mendengar kata ditraktir.

“Terima kasih, Nanaku,” balas Rhea dengan semangatnya. Jaemin tertawa kecil, baru kali ini ia melihat Kaela begitu mengekspresikan kesenangannya, bahkan terlihat menggemaskan.

Jaemin mulai menyuapkan makanannya saat Kaela sudah memulai makannya dengan lahap. Ia juga baru melihat Kaela begitu lahap ketika makan, pipi itu terlihat semakin menggembung. Kesenangan Jaemin untuk mencubit pipi itu, sebelum ia mencubitnya, ia mengurungkannya saat melihat Jeno dan Karina menghampiri meja kantin itu.

“Makanannya enak banget, Na. Aku mau tam—”

“Hai, Kaela … eh, ada Jaemin juga. Boleh gabung, nggak?” ucapan Rhea terpotong saat melihat Karina dan Jeno sudah ada di sekitarnya. Rhea yang tengah mengunyah pun seketika menghentikan kunyahannya.

Jaemin menatap tidak suka ke arah Jeno, ia teringat Kaela menangis karena pria sialan itu.

‘Napa harus dekat-dekat gue, sih?!’ batin Rhea dengan kesalnya.

“Nggak boleh … hehehehe.” Jawab Rhea dengan ketawanya di ujung kalimatnya. Jaemin yang mendengar penolakan itu pun tertawa, bahkan ia hampir tersedak.

Jeno menatap Jaemin yang tertawa puas itu, ia terkejut mendengar ucapan Kaela yang menolak mereka untuk bersama di meja kantin ini. Karina juga ikut terkejut selain karena tawa Jaemin, ia juga terkejut mendengar penolakan Kaela. Biasanya, dengan lembut Kaela berbicara dan menyambut mereka.

“Kenapa? Karena lo ngerasa canggung sama gue?” tanya Jeno dengan tatapan dinginnya ke arah Kaela.

Rhea menganggukkan kepalanya dengan semangat sembari menepuk punggung lebar Jaemin yang sejak tadi terbatuk-batuk, karena ketawanya. “Yoi.” Jawab Rhea dengan santainya.

Jaemin sudah menggelengkan kepalanya, tanda ia menyerah dengan percakapan antar dua manusia itu. Ia sudah tidak sanggup lagi tertawa.

“Sorry, Karin. Lo tahu kan, kalau Kaela lagi ada sedikit larinya. Jadi, harap dimaklumi.” Jaemin secara tidak langsung menyetujui penolakan Kaela.

Rhea mulai dengan berpura-pura menyentuh dahinya seakan-akan menggambarkan dirinya tengah pusing karena penyakit amnesianya. “Iya, nih. Maaf ya, kalian cari tempat lain dulu.” Balas Rhea dengan suaranya yang terdengar seperti mengusir.

Karina pun memberikan senyuman manisnya kepada Jeno, Jeno yang sejak tadi menatap tingkah laku kedua manusia di hadapannya itu pun mengalihkannya ke arah Karina. “Kita cari tempat yang lain ya, sayang?” ajak Karina dengan lembut.

Rhea yang melihat adegan mesra itu pun hanya memutar kedua bola matanya dengan malas. Ia kembali mengunyah.

“Nana, aku mau bilang, kalau aku mau tambah. Boleh, nggak?” tanya Rhea kunyahannya, ia tidak lagi memperdulikan kedua pasangan neraka itu.

Jaemin menganggukkan kepalanya,”of course, untuk Kaela, kamu hari ini harus makan banyak. Karena jarang sekali kamu makan nambah.” Jawab Jaemin dengan senyuman bahagianya.

Jeno melirik ke arah Kaela yang sama sekali tidak lagi ada sapaan atau lanjutan percakapan ke arah mereka. Jeno menggenggam piring makannya dengan kuat tanpa ia sadari. “Kenapa kita harus cari tempat yang lain? Ini kan tempat sahabat aku, sayang. Kalau dia ngerasa canggung, seharusnya intesitas kita bersama makin diperbanyak biar tidak semakin canggung.”

‘What the hell?! Ini orang kenapa dah? Bukannya dia juga risih ya, kalau Kaela selalu ngikutin dia ke mana-mana? Di novel aja, sempat-sempatnya peringatin Kaela buat jangan dekat-dekat dulu karena Karina cemburu dan dia juga terganggu waktu berduanya.’

Rhea pun melempar tatapan tajamnya kepada Jeno, ia benar-benar kesal dengan laki-laki itu.”Lo kenapa sih, anjing?! Masalah lo sama gue apa? Banyak meja di sekitaran sini, ya, carilah tempat lain!” bentak Rhea yang sudah mulai emosi. Ini benar-benar bukan Kaela, Kaela tidak sebar-bar ini kalau berbicara bahkan emosi.

Jaemin membolakan kedua matanya saat Kaela sudah berdiri dari duduknya, berikut dengan Karin menjatuhkan rahangnya saat mendengar umpatan Kaela yang begitu keras, bahkan murid yang ada di kantin ini pun mulai mengalihkan atensi mereka ke arah Kaela.

Jeno mengernyitkan dahinya, “lo yang kenapa, Kaela?! Kenapa lo jadi kasar gini ngomong sama gue? Seburuk itu amnesia lo, sampai-sampai tata krama lo hilang juga?” balas Jeno dengan rahangnya yang mulai mengeras.

Rhea tertawa kecil dengan sinis, ia mulai memukul meja kantin itu dengan keras. Jaemin terkejut, ia benar-benar terkejut. Kaelanya yang lembut dan rapuh, kenapa jadi seperti preman gini?

“Lo mending pergi dari hadapan gue, sebelum gue lempar piring gue ke arah lo. Dari tadi, nguji kesabaran gue mulu, heran!” ucap Rhea dengan penuh penekanan.

Karina mencoba menarik Jeno agar tidak terpancing emosinya, “Jen, udah dong. Kita ada tempat lain yang bisa kita duduki, ayo.. jangan kelahi gini,” bisik Karina dengan lembut.

Jeno tidak menanggapinya, ia bahkan mendekatkan dirinya kepada Kaela yang menantangnya dengan tubuh mungil itu. “Lempar! Lempar ke gue sekarang!” pancing Jeno dengan emosinya.

Rhea menyugar rambutnya dengan emosinya yang sudah tidak dapat lagi ia kontrol, ia mengambil piring di meja kantin itu, hendak melemparkannya ke arah Jeno tetapi seketika pergerakannya ditahan Jaemin.

“Kaela, tenang.”

Rhea menatap dengan penuh amarah ke arah Jeno, ia menahan pergerakannya karena Jaemin menahannya. “Kalau bukan karena Nana, udah habis gue buat muka lo! Ada untungnya juga gue lupa ingatan, ternyata Tuhan sebaik itu menghapus kenangan buruk gue dan lo! Loser!” desis Rhea diakhiri dengan senyuman sinisnya.

Jaemin menatap Jeno yang terdiam, dan mulai membawa Kaela untuk bersiap untuk pergi. “Kita balik ke kelas, kalian bisa di sini.” Dan Jaemin membawa Kaela untuk pergi.

Jeno mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras dan menatap piring Kaela yang sudah berhamburan makanannya. Ia tidak menyangka bahwa sahabatnya berubah total.

“Jeno, kita perlu bicara!” Dan Karina pun menyadarkan Jeno dari keterdiamannya.

**

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!