"Bagaimana sayang, apa kamu menyukainya?." Dirga memperlihatkan sebuah cincin pertunangan yang begitu bagus, yang bisa dipastikan memiliki harga yang sangat fantastis.
Acha mengangguk mengiyakan karena cincin pertunangan itu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Karena rencananya hari ini, Dirga ingin memperkenalkan Acha sebagai calon istrinya. Setelah mereka dapat menyelesaikan pendidikan S1. Pertunangan dan pernikahan pun sudah mereka rencanakan dengan sangat matang, tanpa adanya pihak keluarga yang mengetahuinya. Baik dari keluarga Acha atau pun kelurga Dirga.
"Coba di jari manis mu, sayang?." Dirga tersenyum lebar seraya meraih tangan kiri Acha lalu memasangkan cincin berlian tesebut.
"Sangat pas sekali sayang." Dirga mengecup punggung tangan Acha sampai berulang kali.
"Iya sayang sangat indah." Balas Acha sambil memamerkan cincin yang sudah melingkar di jari manisnya pada Dirga.
"Jangan pernah melepasnya untuk alasan apa pun, ok." Dirga meraih kedua tangan Acha dan diletakkan di pundaknya.
Cup
Dirga menarik pinggang Acha lalu keduanya saling berciuman lembut. Hal yang sudah biasa mereka lakukan semenjak mereka mendeklarasikan sebagai sepasang kekasih.
Kebahagian Acha dan Dirga di sambut baik dan hangat oleh sahabat mereka yaitu Raisa. Raisa tempat berkeluh kesah bagi kedua belah pihak, baik dari sisi Dirga dan Acha. Karena mereka sudah bersahabat semenjak sama-sama di bangku kuliah, empat tahun silam.
Rencananya hari ini, mereka mau menemui orang tua Dirga untuk menyampaikan apa yang menjadi tujuan mereka selama ini.
Sesampainya di rumah kedua orang tuanya Dirga, ternyata mereka juga sudah menunggu kepulangan Dirga karena ada hal penting yang ingin disampaikan pada Dirga.
"Ma, Pa, aku ingin bicara hal yang penting dengan kalian." Ucap Dirga setelah duduk bersebelahan dengan Acha di ruang keluarga.
"Kami juga ingin bicara hal yang penting dengan mu dan Acha." Balas Mama sambil meminta Dirga dan Acha untuk berpindah posisi duduk menjadi di depan Papa.
Acha dan Dirga saling pandang lalu fokus pada Mama dan Papa Dirga.
"Hal penting apa yang ingin kamu bicarakan?." Tanya Papa seperti biasa bersikap angkuh.
"Hubungan ku dengan..."
Mama dan Papa Dirga pun menatap mereka dengan cukup intens. Walau pun mereka sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan dua sejoli ini. Tapi sepertinya Mama tidak ingin kalah start dari mereka jadi Mama segera memotong perkataan Dirga.
"Sudah-sudah, biar kan Mama yang bicara dulu!." Kata Mama Dirga dengan berapi-api, karena semangat bercampur rasa senang yang luar biasa.
Dirga mengangguk mengiyakan, sebab memang begitu peraturan yang berlaku di dalam rumah yang sudah dibuat oleh sang Papa.
"Hubungan mu dengan Raisa. Mama sangat merestuinya sayang. Nanti malam kita akan datang memenuhi undangan makan malam dari keluarga calon mertua mu. Dan kamu akan bertunangan dengan Raisa." Tutur Mama begitu senang. Senyum yang sangat lebar diperlihatkan Mama, sambil menatap Dirga, Acha dan Papa bergantian.
Hati Acha hancur berkeping seketika, ketika restu orang tuanya Dirga ternyata untuk Raisa, sahabatnya. Angannya pun terhempas seketika, ketika tidak ada jalan lagi menuju kebahagian bersama sang kekasih. Acha pun sudah harus menyiapkan dirinya jika akhirnya jalan perpisahan yang mereka tempuh.
"Ma...?" Pinggang Dirga di cubit pelan oleh Acha, sebagai tanda Dirga harus diam tidak bicara apa pun, mengenai hubungan mereka pada Mama dan Papa.
"Bagaimana menurut mu, Acha?." Acha yang hendak menjawab pun langsung menutup mulutnya kala Mama Dirga kembali berbicara.
"Dirga dan Raisa sangat cocok kan?. Mereka pasangan yang serasi ya?, kamu sebagai sahabat mereka, sangat mendukung bukan dengan hubungan mereka?." Mama menuntut sebuah jawaban yang sanggup menyenangkan hatinya. Dan Acha pun mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Mama.
Dirga segera membawa Acha pulang setelah pembicaraan yang begitu menyakitkan untuk keduanya. Cinta yang harus terkubur karena restu yang tidak dapat mereka.
Acha dan Dirga sama-sama terdiam, ketika mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan rumah Acha. Mereka begitu kecewa dengan keadaan yang tidak memihak pada mereka, dimana tiba-tiba saja mereka harus menemui jalan yang begitu terjal untuk hubungan mereka.
"Kenapa kamu tidak membiarkan aku untuk menjelaskan hubungan kita pada Mama dan Papa?. Pasti mereka akan sangat mengerti kita, sayang." Sesal Dirga, kenapa tadi dirinya hanya diam saja mengikuti kemauan Acha.
"Itu kan sudah menjadi kesepakatan kita, kalau aku yang mereka pilih untuk mendampingi mu, maka kita akan membicarakan semuanya pada mereka. Tapi kalau bukan, sebaiknya kita diam dan segera mengakhiri hubungan ini."
Deg
Jantung Dirga berhenti seketika, kala kata perpisahan itu keluar meluncur dari mulut wanita yang sangat dicintainya.
"Aku akan mengatakan dengan jujur pada Mama dan Papa mengenai hubungan kita. Aku sudah siap untuk menanggung apa pun kedepannya." Dirga sudah bertekad untuk memperjuangkan cintanya pada Acha.
Acha segera keluar dari dalam mobil Dirga tanpa mengucapkan apa pun. Berjalan gontai menuju rumahnya yang cukup mewah tapi tidak semewah rumah Dirga dan Raisa.
Malam pun datang, Dimana malam ini Dirga dan Raisa akan bertunangan, untuk mengikat kedua keluarga menjadi satu.
"Maaf Ma, Pa, Om, Tante, aku enggak bisa menerima pertunangan ini. Aku dan Raisa hanya bersahabat baik aja, tidak lebih." Dirga dengan suara yang lantang berbicara di depan semuanya.
"Raisa juga tahu hal tersebut, kalau saat ini aku sudah sangat mencintai wanita lain. Dan itu Acha." Sambung Dirga mengakuinya.
Semua pasang mata menatap tajam pada Dirga, dengan begitu beraninya Dirga menolak Raisa di depan mereka. Tanpa Dirga tahu kekuasan apa yang dimiliki oleh kedua orang tua Raisa.
Bahkan Raisa harus kalah saing dari Acha yang notabene nya anak seorang pegawai kepala keuangan.
Acara makan malam di rumah Raisa pun kacau, karena ulah Dirga yang sudah memberikan penolakan tanpa memberikan kesempatan Raisa untuk berbicara.
Kemudian Dirga pun meninggalkan rumah Raisa dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah Acha.
Sampai di rumah Acha, Dirga segera berlari ketika melihat rumah itu sudah gelap gulita. Kepanikan mulia menyerang Dirga, hal-hal yang menakutkan mulai membayanginya.
"Acha...Acha..." Dirga memanggil Acha sembari menggedor daun pintu rumah Acha dengan sangat kencang. Tapi belum juga ada respon dari dalam rumah Acha.
"Acha...Acha..." Dirga kembali memanggil nama Acha tanpa menghentikan gedoran pada daun pintu rumah Acha.
"Jam segini tidak mungkin Acha tidak ada di rumah?. Pergi kemana?." Dirga duduk di atas kursi yang ada di sana. Memikirkan banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi. Melirik jam yang masih menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Nungguin Neng Acha ya?." Tanya seorang pria paruh baya yang melintas di rumah Acha.
Dirga segera berdiri dan menghampiri pria itu, "Iya Pak saya nunggu Acha. Saya sudah mengetuk pintu tapi tidak ada yang keluar. Sepertinya Om Mirwan juga sedang tidak ada di rumah."
"Iya mereka sudah tidak tinggal di sini lagi!."
"Maksudnya?."
"Tadi Neng Acha dan Pak Mirwan keluar dari rumah ini dengan membawa banyak koper. Tapi para tetangga tidak ada yang tahu kemana mereka pergi."
"Tidak mungkin Pak, tadi sore saya baru dari sini. Saya yang mengantarkan Acha pulang ke rumah ini."
"Iya silakan saja kalau mau menunggu, karena rumah ini juga sudah ada yang membelinya." Pria paruh baya itu segera pergi dari sana ketika Dirga kembali memangil nama Acha berulang kali. Namun sepertinya Dirga mulai mempercayai apa yang dikatakan oleh pria paruh baya itu.
"Kemana kamu pergi?. Kenapa juga harus pergi?. Apa yang membuat mu sampai harus pergi?." Dirga menitikkan air mata untuk pertama kali dalam hidupnya hanya karena seorang Acha, cinta pertama dalam hidupnya.
Flashback Off
Lima belas menit setelah kepergian Dirga dari depan rumah Acha, Papa Dirga dan Papa Raisa datang ke rumah Acha. Hanya untuk meminta Acha supaya segera mengakhiri hubungan mereka.
"Kami sudah tahu dari lama, kamu memiliki hubungan yang sangat serius dengan Dirga. Tapi sayang kami sudah memilih wanita lain yang sangat cocok dengan Dirga, yaitu Raisa putri kami. Yang sekelas dengan level Dirga dan keluarganya. Jadi kami harap kamu mau pergi meninggalkan Dirga." Ucap Papa Raisa mewakili kedua keluarga besar mereka.
"Tanpa diminta pun saya sudah memutuskan hubungan kami."
"Kami tidak main-main Acha, kamu sangat tahu pasti apa yang bisa kami bisa lakukan pada mu. Bahkan pada Papa mu sekalian." Papa Dirga bersuara.
Papa Mirwan yang sedari tadi pun keluar dari dalam kamar saat mendengar putrinya sedang diintimidasi oleh kedua bos besar itu. Salah satunya Papa Dirga yang menjadi Pemilik perusahaan dimana dirinya bekerja
"Lebih baik juga Pak Mirwan ikut mendengar apa yang kami sampaikan." Papa Dirga meminta Pak Mirwan untuk duduk bersama mereka. "Sebaiknya Pak Mirwan membawa Acha pergi jauh dari sini. Jangan sampai kami melakukan hal yang lebih kejam dari sekedar memecat Pak Mirwan dari peusahaan. Kami juga yang akan mengurus keberangkatan kalian, tentunya dengan memberikan sejumlah uang untuk kalian memulai usaha nanti di tempat yang baru."
"Kenapa kami harus pergi dari sini?, kalau saya sudah memutuskan hubungan dengan putra anda?."
"Aku tidak yakin kalau Dirga bisa menerima ini, kalau kamu masih ada di negara ini?."
"Baik lah kami akan pergi dari sini!." Papa Acha tidak bisa membiarkan mereka dalam bahaya terlebih Acha yang masih memiliki banyak mimpi untuk diwujudkannya.
"Kami hanya memberikan waktu dua jam untuk kalian bisa pergi dari negara ini. Atau kami sendiri yang akan meminta kalian dengan paksa untuk meniggalkan negara ini." Tegas Papa Raisa sambil mengeluarkan uang yang begitu banyak. Meninggalkan satu orang suruhan mereka, untuk mengurus semua keberangkatan mereka berdua dan memastikannya mereka sudah pergi dari negara ini.
"Aku tidak akan pernah menemui mu selama hidup ku, Dirgantara Prayoga." Batin Acha sambil menghapus air matanya dengan kasar.
Flashback and.
Beberapa tahun kemudian....
London, Inggris.
Acha menatap gedung-gedung pencakar langit yang mengelilingi gedung tempatnya bekerja. Posisi jabatannya saat ini tidak main-main, seorang CEO dari PT. AXEL Group, dari perusahaan yang dibangun dan dirintisnya sendiri.
Bukan tanpa perjuangan, air mata, kesakitan, kesendirian dan kesepian, Acha bisa meraih ini semua. Tekanan yang begitu tinggi yang didapatnya dari mereka orang-orang di masa lalunya.
Sebuah pilihan, yang sudah membawanya dalam posisi puncak karir yang sangat gemilang. Namun tidak dengan kisah percintaannya.
"Kamu tidak makan siang?." Suara pria yang begitu lembut membuyarkan lamunannya. Lamunannya yang begitu pahit, jika harus terus dikenang. Tapi bukan hal mudah juga bagi Acha untuk melupakannya.
"Papa..." Acha melihat sudah ada banyak makanan khas Indonesia yang tersaji di atas meja kerjanya. Beberapa makanan yang menjadi kesukaannya, bersamaan dangan orang yang ingin dilupakannya tapi sampai sekarang masih bertahta dihatinya yang paling tinggi.
"Apa Papa yang memasak ini semua?." Acha bangkit dan mendekati meja kerjanya. Yang diikuti oleh Papa Mirwan.
"Bukan Papa, tapi Marvel yang sudah meminta koki perusahaan untuk membuatnya khusus untuk mu."
"Marvel?. Dimana dia?." Acha mencicipi makanan yang selalu sukses membuatnya merasa sangat lapar. Dan seketika pandanganya tertuju pada Marvel yang baru masuk.
"Aku di sini cantik!." Serunya sambil membawa piring kosong untuk mereka makan.
"Kapan kamu balik dari Jakarta?."
"Kemarin malam cantik, dan besok lusa kita akan kembali ke Jakarta?."
"Kenapa bisa secepat itu?, ada urusan apa kita di sana?, kamu saja sendiri yang menghandle proyek di Indonesia. Aku sudah tenang di sini." Acha bernegosiasi pada Marvel, karena sejujurnya dirinya belum siap jika harus kembali ke sana. Dengan hati yang masih terpaut dalam terhadap Dirga.
Atas desakan Marvel dan wejangan dari sang Papa, akhirnya Acha memberanikan diri untuk bisa mulai menghadapi masalah yang selalu dihindarinya. Dengan catatan hanya beberapa hari saja sampai masalah proyek mereka deal semua.
🍁
🍁
🍁
Malam ini, Acha dan Marvel sudah berada di Jakarta, Indonesia. Untuk membicarakan kontrak kerja sama antara PT. AXEL Group dengan PT. Kencana Group. Ada juga beberapa dengan pihak perusahaan lain.
Acha dan Marvel menempati kamar hotel secara terpisah. Kamar hotel yang sudah difasilitasi oleh pihak PT. Kencana Group.
"Rasanya tidak ada yang berubah, semuanya masih sama, berdiri ditempatnya semula." Gumam Acha dengan pandangan jauh lurus ke depan. Memandangi hamparan langit yang terasa begitu luas dari tempatnya sekarang.
Acha segera membaca beberapa dokumen, yang baru tadi diberikan oleh Marvel saat mereka sampai di kamar hotel. Ada beberapa pengajuan kerja sama dengan keuntungan yang memang dicarinya untuk memperluas lagi lini bisnisnya. Lalu sudah dipilih tiga pengajuan yang menurutnya memenuhi standar perusahaannya.
"Besok aku harus tampil segar dan prima. Semoga saja besok berjalan lancar. Aamiin." Acha segera mematikan lampu kamar hotel. Sebab kegelapan salah satu teman setianya selama di London.
Malam yang sama di salah satu rumah besar di Jakarta. Keramaian terjadi karena keceriaan anak perempuan yang begitu lucu, cantik dan menggemaskan.
"Hole...Papa...pulang!." Teriak seorang anak perempuan yang begitu lucu dengan baju tidur bergambar Hello Kitty. Berlari kearah sang pria gagah yang masih lengkap dengan setelan kerjanya, karena pria tersebut merentangkan kedua tangan untuk menyambutnya.
"Putri Papa sudah wangi sekali!." Anak itu tersenyum senang kala sudah berada di dalam gendongan sang Papa.
"Mas Dirga mau makan atau mandi dulu?." Tanya seorang wanita yang usianya tidak jauh dari pria tersebut.
Ya, pria gagah itu adalah Dirga. Anak perempuan tadi adalah Irish anak kandung Dirga dengan Raisa. Mereka memiliki kehidupan yang bisa dibilang sangat harmonis.
"Mandi aja, aku sudah sangat lelah." Jawab Dirga menyerahkan tas kerja pada Raisa.
"Iya Mas Dirga, air panasnya sudah aku siapkan." Keduanya berjalan menuju kamar mereka.
"Irish sama Mama ya?, Papa mau mandi!." Raisa mengulurkan tangannya untuk menggendong Irish yang ternyata masih betah dalam gendongan sang Papa.
"Papa mau mandi sayang!, cium nih badan Papa?, bau asem kan?." Dirga menempelkan lengannya pada hidung Irish.
Irish spontan menggelengkan kepalanya berulang kali, "Enggak Pa, Papa enggak bau. Wangi Pa!."
Ketiganya tertawa renyah, apalagi Dirga. Dia tidak pernah membayangkan bisa merasakan kebahagiaan ditengah kekecewaan yang beberapa tahun ini menemaninya.
Raisa juga merasa hangat, ketika bisa mengembalikan senyum Dirga yang sempat menghilang beberapa tahun silam. Semua ini tidak bisa dipungkiri karena kehadiran Irish di tengah-tengah mereka.
Mereka tidur bertiga dalam satu ranjang yang sama, walau pun tanpa adegan panas, namun cukup membuat Raisa bahagia.
Keesokan paginya...
Pagi-pagi sekali, Marvel sudah mengetuk pintu kamar Acha. Dia mengajaknya untuk sarapan bersama di bawah sambil membicarakan beberapa pertemuan yang akan mereka hadiri.
"Kamu sudah baca semua dokumennya cantik?." Marvel menuangkan kopi panas pada secangkir gelas.
Acha yang sedang menuangkan nasi goreng pun harus menoleh kearah Marvel, "Sudah, namun ada beberapa yang tidak akan kita ambil tanpa bertemu dan mendengarkan presentasi mereka." Acha kembali menambahkan ayam goreng sebagai lauknya.
"Kenapa?." Marvel menunggui Acha yang masih mengelilingi meja yang berisi penuh dengan beraneka ragam makanan.
Acha menyendok karedok sebelum mereka pada akhirnya duduk untuk menyantap makanannya.
"Mana saja yang tidak ingin kamu temui?." Marvel meletakkan satu gelas teh pahit di samping Acha.
"Ada dua atau tiga yang aku tolak dan tidak ingin melakukan pertemuan dengan pihak mereka." Acha mulai menyantap nasi goreng yang menjadi makanan kesukaannya.
"Tapi tidak dengan PT. Kencana Group kan?." Selidik Marvel sambil menaikkan satu alisnya.
"Iya salah satunya itu." Marvel meletakkan sendok lalu mendekatkan diri pada Acha.
"Tapi kenapa?." Tanya Marvel yang hanya mendapatkan sikap acuh dari Acha.
"Apa karena nama pemilik yang tertera dalam proposal itu?." Bisik Marvel sambil menatap mata Acha. Mata yang belum pernah berubah dari semenjak dia mengenalnya, mata yang selalu saja penuh dengan kemarahan, sakit hati dan kesedihan.
"Aku tidak pernah berharap akan bertemu dengannya lagi?. Masih banyak perusahan lain yang bisa memberikan keuntungan besar pada kita." Acha berusaha menelan makanan yang terasa ada duri didalamnya, kala hati dan bibir tidak pernah bisa berjalan bersamaan.
"Tapi kan kamu tahu sendiri, kalau yang mengundang kita itu adalah mereka, Acha!. Bagaimana kamu menjadi tidak profesional seperti ini?." Marvel melemparkan tissue ke dalam piringnya, jujur saja dia sangat kecewa pada Acha. Padahal dia sudah sangat bekerja keras untuk mendapatkan kesempatan ini.
Acha tidak lagi meneruskan sarapannya, selera makannya sudah menghilang dengan topik pembahasan yang sangat ingin dihindarinya. "Kalau kamu ingin mengambil projek itu, aku tidak akan ikut terlibat didalamnya." Tegas Acha sebelum meninggalkan Marvel.
Saat ini, Dirga sudah berada di kantor bersama Ruslan, Asistennya.
"Kau sudah atur semua untuk pertemuan malam ini?." Dirga menatap dokumen yang memperlihatkan nama jelas seorang wanita.
"Sudah Pak Dirga, di Hotel Berlian kita akan mengadakan pertemuan dengan tamu dari London." Ruslan memperhatikan wajah Dirga yang tidak seperti biasanya.
"Ok, kau harus pastikan kalau mereka sudah di jamu dengan baik di Hotel kita?." Dirga menutup dokumen itu ketika Raisa masuk setelah mengetuk pintu.
"Maaf kalau aku menggangu kalian?." Ucapnya mendekati Dirga lalu berdiri disampingnya.
"Kamu baru mengantarkan Irish?." Dirga menoleh sambil tersenyum kearah Raisa.
"Iya Mas Dirga, aku hanya mampir sebentar."
Dirga hanya mengangguk.
"Ya sudah lanjutkan lagi kerjanya, aku ada janji dengan Mama mau shopping sebelum jemput Irish." Pamit Raisa sambil mengecup pipi Dirga. Lalu dia keluar dengan menutup pintunya kembali.
"Baik Pak Dirga, saya bisa pastikan kalau pihak Hotel sudah mengerjakan apa yang anda perintahkan." Balas Ruslan.
"Kalau tidak ada lagi yang ingin anda bicarakan, saya pamit untuk mengerjakan yang lain." Ruslan bangkit berdiri, lalu pergi setelah Dirga mengiyakan.
Mata Dirga berkaca-kaca kala dia membuka kembali dokumen yang bertuliskan Salsabila Anastasya Putri.
"Aku sudah lama menanti hari ini, aku sudah bekerja keras untuk mencari keberadaan mu, hingga takdir sendiri yang membawa mu kembali ke sini." Gumamnya lirih.
Sementara itu, Marvel yang sudah tidak bisa membujuk Acha lagi untuk menghadiri pertemuan pertamanya dengan pihak PT. Kencana Group. Padahal waktu sudah sangat mepet, yang bisa dipastikan mungkin saja jika pemilik perusahaan itu sudah sampai di tempat pertemuan.
"Sekali ini saja!, tolong jangan kecewakan aku sebagai partner bisnis mu." Mohon Marvel pada Acha yang masih bersikap santai.
"Maaf aku tidak bisa!." Tolak Acha cukup tegas.
"Kamu sungguh sangat mengecewakan ku." Gumam Marvel namun bisa di dengar jelas Acha. Tapi Acha tetap tidak mempedulikannya.
Marvel segera pergi dari kamar Acha dengan membawa semua dokumen, dari pada harus membuang waktu dengan wanita keras kepala itu. Lebih baik dia segera menemui mereka.
Kalau saja dirinya tidak mencintai Acha, mungkin sudah lama dirinya pergi jauh dari hidup wanita berhati batu itu. Tapi sayang kedua kakinya seperti dirantai, untuk tetap setia berada di sisi wanita yang belum juga membalas perasaannya.
Benar saja dugaannya, mereka sudah duduk di tempat pertemuan.
"Selamat malam, mohon maaf kalian harus menunggu." Ucap Marvel sambil mengulurkan tangan.
"Pemilik perusahannya tidak ikut bersama anda?." Tanya Dirga to the points dengan mengacuhkan tangan Marvel yang masih terulur kearahnya.
Marvel menurunkan tangannya lalu terkepal di dalam saku celana.
"Iya, malam ini pemilik perusahaan belum bisa menghadiri meeting kali ini. Jadi saya sebagai wakilnya." Marvel duduk di sana tanpa dipersilakan oleh pemilik meja.
"Tapi maaf yang bos kami butuhkan adalah kehadiran dari pemilik perusahaan dan wakilnya. Bukan hanya wakilnya saja?." Ruslan menegaskan apa yang menjadi keinginan bos nya.
"Tapi mohon maaf sekali, namun tidak untuk malam ini." Marvel tidak bisa membiarkan dirinya di desak seperti ini oleh siapa pun lagi. Cukup Acha yang sudah memperlakukan dirinya seperti budak yang tidak berharga.
"Tapi bos kami maunya pemilik perusahaan yang datang sendiri, untuk keuntungan yang tidak sedikit." Ucap Ruslan tidak bisa memberikan penawaran lagi pada perusahaan kliennya.
Kepalan tangan Dirga menonjok dinding tembok yang ada di area parkiran, hingga terjadi berulang kali. Sampai rasa sakit ditangannya tidak tidak terasa sama sekali. Padahal sudah ada becak darah yang menempel di dinding. Harga dirinya begitu terluka karena penolakan Acha atas proposal yang dibuatnya dengan susah payah. Bahkan Acha tidak sudi bertemu dengannya walau hanya untuk urusan pekerjaan.
"Apa perlu saya bertindak tegas untuk mengusir mereka dari Hotel malam ini juga?." Ruslan sudah berdiri di hadapan Dirga.
Dirga menggeleng lemah sambil menundukkan kepalanya sangat dalam. Menyelami perasaanya yang kembali terluka karena Acha.
Tanpa bicara apa pun Dirga masuk ke dalam mobil, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
Ruslan mengikuti mobil Dirga dari belakang, memastikan Bosnya itu baik-baik sampai rumah.
Tidak berselang lama, Ruslan kembali membawa mobilnya, meninggalkan rumah Dirga saat sudah memastikan Dirga sampai rumah dengan selamat.
Dirga langsung masuk kedalam kamar, dimana sang istri Raisa sudah tertidur pulas.
Dirga menggoyang kasar tubuh Raisa, sampai Raisa bangun dan beringsut duduk di atas kasur.
"Cepat, puaskan aku!." Dirga berdiri tepat di depan Raisa. Membiarkan dirinya untuk kesekian kalinya di jamah oleh Raisa.
Raisa yang tahu betul, kalau saat ini Dirga sedang diliputi kemarahan. Dengan cepat meloloskan semua pakaiannya. Lalu berjalan menuju Dirga untuk melakukan apa yang dimintanya saat ini.
Setelah puas bermain dengan Raisa tanpa adanya kelembutan. Dirga segera bangkit lalu membersihkan dirinya dan memikirkan apa yang sudah terjadi di Hotel.
"Acha...Acha..." Dirga kembali menonjok dinding kamar mandi dengan sangat kencang.
Dirga keluar dari kamar menuju ruang kerjanya yang ada dilantai bawah. Ruangan yang menjadi tempat favoritnya. Tanpa mempedulikan Raisa yang terisak.
Sesampainya di bawah, Dirga membuka laci yang selalu dikuncinya, "Salsabila Anastasya Putri" Gumamnya lirih sambil memandang satu lembar foto dimana Acha tersenyum dengan almamater kebesarannya.
Dirga mematikan lampu ruang kerjanya, masih dengan menggenggam foto Acha yang diletakkan di atas dadanya.
"Begitu sakit Cha!, begitu sakit rasanya berada di posisi ku. Aku sudah sangat hancur Cha, kehancuran yang dimulai dari mu, sahabat mu dan keluarga ku sendiri, Cha." Tetesan air mata Dirga mengalir dari ekor matanya, dengan kepalanya yang menengadah keatas. Menatap kegelapan di ruangan kerjanya, yang menjadi sahabatnya paling setia selama ini.
"Semuanya terasa gelap tanpa mu, Acha. Tapi sayang kamu sendiri yang sudah menjadikan dunia ku gelap." Lirihnya lagi.
Sedangkan di tempat berbeda, Acha menikmati pemandangan malam kota Jakarta dari dalam kamar Hotel. Kesendirian yang sudah lama dijalaninya menjadikan sebagian hati Acha menjadi keras seperti batu.
Acha ingin melupakan semua orang dari masa lalunya. Tapi saat ini dirinya belum bisa sepenuhnya melupakan, apalagi terhadap mereka yang mengharuskan pergi dari kotanya sendiri.
Ting
Sebuah pesan yang cukup panjang masuk dari Marvel. Dimana Marvel mengatakan kalau buntut dari kejadian dirinya yang tidak bisa atau lebih tepatnya tidak mau untuk menemui pemilik PT. Kencana Group. Sebagai gantinya Acha di minta untuk datang sendiri ke kantor PT. Kencana Group untuk menjelaskan alasan penolakannya terhadap proposal yang belum dilihatnya sama sekali. Termasuk kemarahan pemilik PT. Kencana yang merasa sangat tidak dianggap seperti bentuk pelecahan terhadap PT. Kencana.
Acha membalas pesan Marvel tersebut dengan hanya satu kalimat yaitu tidak. Karena sampai kapan pun Acha tidak mau menemuinya.
Pagi-pagi sekali Acha sudah meninggalkan kamar hotel. Acha sendiri yang sudah memajukan pertemuan dengan beberapa perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaanya.
"Maaf kalau saya harus memajukan jadwal pertemuan kita." Ucap Acha saat mereka sudah berada di tempat yang sudah di sepakati.
"Tidak masalah Ibu Acha, justru kami merasa senang bahwa anda sendiri yang ingin menemui kami dan membicarakan kontrak kerja sama kita." Balas pemilik peusahaan.
Kontrak kerjasama sudah disepakati dan ditandatangani. Acha segera pamit dari sana karena masih ada pertemuan yang lainnya.
Acha merasa lapar ketika berjalan melewati sebuah restauran capat saji. Akhirnya Acha pun mampir untuk mengisi perutnya.
Acha langsung duduk setelah membawa banyak makanan dan minuman dengan memilih meja yang paling pojok.
Drt Drt
Acha tidak menghiraukan ponselnya yang terus saja bergetar. Paling itu dari Marvel, pikirnya. Tanpa banyak berpikir ini itu, Acha langsung saja mulai melahap satu persatu makanannya dengan lahap sampai habis.
"Kenyang banget..." Acha mengelap bibirnya dengan tissue kala kentang menjadi makanan terakhirnya.
Usai merapikan kembali dokumen dan pakainya, Acha segera keluar dari restauran cepat saji tesebut. Melanjutkan perjalannya untuk menuju tempat pertemuan selanjutnya.
Namun ditengah perjalanannya, Acha dihadang oleh pria yang tidak ingin ditemuinya.
"Salsabila Anastasya Putri Prayoga."
Tatapan keduanya saling beradu untuk beberapa detik sampai Acha kesusahan untuk menelan ludahnya sendiri.
Dirga pun demikian adanya, kerongkongannya terasa kering, lidahnya terasa kelu, ketika melihat kembali wanita yang menjadi cinta pertama namun bukan wanita pertama yang memiliki raganya.
"Sampai kapan kamu akan bersembunyi dari ku?."
"Tidak ada yang bersembunyi dari mu?." Acha ingin menerobos sisi kanan dan kiri Dirga namun sayang Acha belum bisa menembusnya. Karena memang tubuh tegap yang dimiliki Dirga, sehingga terlihat semakin mapan dan matang.
"Ikut dengan ku?." Dirga mencekal lengan Acha dengan kuat tanpa menyakitinya.
"Tidak!. Aku harus segera menemui beberapa klien. Mereka sudah menunggu ku." Acha menghempas tangan Dirga namun sepertinya tidak akan bisa.
Dirga begitu menyukai pertengkaran yang terjadi pagi. Karena dengan begitu dirinya bisa mendengar suara Acha yang sangat dirindukannya. Ocehan Acha seolah menjadi penyemangat untuk dirinya bisa memperbaiki keadaan mereka dari sebelumnya.
Kedua sudut bibir Dirga tertarik ke atas, ketika Acha berusaha melepaskan diri darinya namun justru malah mengikis jarak diantara mereka.
"Apa kamu begitu merindukan aku?, sehingga kamu ingin berdekatan dengan ku." Dengan percaya dirinya Dirga mengatakan hal itu pada Acha. Karena sejatinya dirinya juga sangat merindukan wanita yang kini sudah berada didepannya.
"Aku minta lepaskan aku!. Aku harus segera pergi!. Kamu sudah membuang banyak waktu ku dengan percuma!." Ketus Acha menatap Dirga dengan sorot mata yang penuh dengan kerinduan. Dan Acha yakin juga bahwa Dirga bisa mengetahui itu.
"Tidak, aku ingin kita berdua pergi dari sini dan membicarakan tentang kita yang belum selesai?." Dirga mengelus lembut wajah dengan tangan satunya lagi. Dan Acha menepisnya dengan kuat tapi Dirga tidak menghiraukannya.
"Kamu jangan ngaco!. Semua urusan kita sudah selesai beberapa tahun silam. Yang ada hanya kamu dan aku sebagai rekan bisnis dan itu aku tidak ingin menjalin kerjasama dengan perusahaan mu." Acha memukul telak Dirga, sehingga Dirga tidak menanggapinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!