"pagi sayang" sapa tama mengecup pucuk kepala istrinya dan putrinya yang berusia 6 tahun
"Sayang aku gak ikut sarapan gak apa-apa ya? Aku ada meeting penting pagi ini" lanjut tama
"Kalau sudah bosan dengan masakan aku bilang saja mas, aku gak akan repot-repot masakin kamu lagi kalau ujungnya gak pernah kamu makan sama sekali" sahut jingga istri tama
"Bukan seperti itu maksud mas ji, mas cuma...." Tama menjeda ucapannya
"Bia sayang temen-temen bia di sekolah suka sama masakan mami kan?" Tanya jingga kepada sang putri tanpa memperdulikan ucapan tama
"Kalau begitu bantu mami masukin semua makanan ini ke dalam kotak ini ya, kita bagikan sama teman-teman di sekolah bia mereka pasti senang" lanjut jingga melihat sabia menganggukan kepalanya
Tanpa memperdulikan keberadaan tama jingga memasukan semua hasil masakannya ke dalam kotak yang sudah dia siapkan di bantu dengan sabia putrinya, tama hanya menarik nafasnya melihat sikap jingga yang semakin hari semakin dingin kepadanya tama sadar jika sikap jingga berubah karena dirinya yang sangat jarang meluangkan waktu untuk sang istri dan putri semata wayangnya bahkan hanya untuk sekedar sarapanpun tama sudah tidak pernah mempunyai waktu
"Biar mas antar" ucap tama melihat jingga sudah selesai memasukan semua masakannya ke dalam kotak
"Tidak usah, aku mau mobil sendiri" tolak jingga
"Ji jangan bersikap seperti ini tolong mengerti dengan pekerjaan mas saat ini yang memang sedang sibuk" tama mencekal tangan jingga yang mulai berjalan meninggalkan ruang makan
"Selesaikan saja meeting kamu yang tidak pernah selesai-selesai itu mas, jangan pedulikan aku dengan sabia" jingga menepis tangan tama yang mencekalnya cukup erat
"Ji please jangan berdebat di depan sabia"
"Siapa yang berdebat? Aku hanya bicara fakta, proyek kamu pasti sangat menguntungkan bukan sampai tiga bulan terakhir ini kamu meeting tanpa henti"
"Aku bekerja keras juga buat kamu dan sabia tolong mengerti"
"Aku mengerti makanya aku mencoba tidak ingin terlalu banyak mengaturmu mulai sekarang, lakukan saja apa yang menurut kamu benar mas jangan jadikan aku dan sabia sebagai beban buat kamu"
Sudah tiga bulan terakhir ini hubungan antara jingga dan tama memang sedikit tidak harmonis karena kesibukan tama dengan pekerjaannya yang sama sekali tidak bisa meluangkan waktu untuj jingga maupun sabia
Jingga maharani sudah tujuh tahun ini menyandang gelar sebagai istri dari pengusaha sukses bernama pratama adnan yang kerap di panggil tama dan saat ini mereka sudah di karunia seorang putri yang sangat cantik dan menggemaskan yaitu sabia almahira yang saat ini sudah bersekolah di salah satu TK yang paling terkenal di kota surabaya
Meskipun pernikahan mereka yang di awali dengan sebuah perjodohan dan tanpa ada rasa cinta di antara mereka namun selama ini jingga selalu berusaha menjadi istri sekaligus ibu yang baik sampai rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya di hati jingga maupun pratama
"Mami, mami marahan ya sama papi?" Tanya sabia saat mereka sudah berada di jalan menuju sekolah bia
"Tidak sayang, mami tidak marahan sama papi" jawab jingga lembut
"Tapi barusan bia lihat mami marah-marah sama papi" ucap bia
"Itu bukan marah-marah nak mami hanya bilang sama papi jangan sibuk kerja terus nanti papi sakit karena kecapean" elak jingga
"Mami gak bohong sama bia kan?" Selidik sabia
"Tidak sayang" sahut jingga yang masih fokus dengan setir mobilnya
Sudah tiga bulan terakhir ini tama sudah tidak pernah lagi sarapan di rumah bahkan makan malam pun sering tama lewatkan bersama jingga dan sabia karena setiap tama pulang kerja selalu di atas pukul sepuluh malam bahkan tidak jarang tama pulang lewat tengah malam
Bukan tidak curiga namun jingga sudah malas berdebat dengan alasan yang sama karena setiap jingga bertanya alasan tama selalu menjawab dengan jawaban yang sama dan tidak membuat jingga sepenuhnya percaya seperti kata pepatah feeling seorang istri sangatlah kuat dan sekarang feeling jingga mengatakan jika ada sesuatu yang tama sembunyikan darinya
Mobil jingga sudah berhenti di parkiran sekolah sabia, jingga selalu berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan sabia meskipun banyak sekali kecurigaan yang bersarang di pikirannya saat ini
Jingga tidak ingin membuat sabia curiga dengannya karena meskipun sabia masih berusia enam tahun tapi sabia termasuk seorang bocah yang cukup cerdas, sabia bisa menangkap jika melihat ada kejanggalan di antara kedua orang tuanya maka dari itu jingga maupun tama selalu bersikap seolah hubungan mereka baik-baik saja di hadapan putri mereka
Jingga menuntun sabia berjalan menuju ke kelasnya dengan tangan kirinya sementara tangan kananya sudah menenteng paper bag yang berisi makanan yang ingin jingga bagikan untuk teman-teman sabia
"Wah tante itu bawa apa?" Tanya salah satu teman sabia
"Pasti tante bawa makanan lagi buat kami kan?" Sahut teman sabia lagia dengan antusias
"Betul sekali, tante membawa banyak makanan untuk kalian. Kalian harus menghabiskannya ya" ucap jingga berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan teman-teman sabia
"Horeeeeee... Sabia mami kamu memang baik" teriak helena teman yang paling dekat sabia
"Tentu saja mami aku paling baik sedunia" sahut sabia memeluk jingga
jingga bersyukur di tengah hubungannya yang sedang tidak baik-baik saja dengan sang suami masih ada sabia yang membuat dirinya mempunyai kekuatan untuk mempertahankan rumah tangganya
suara bel berbunyi, sabia dan semua teman-temannya masuk ke dalam kelas untuk belajar sedangkan jingga menunggu di depan kelas dengan para orang tua murid yang lain
jingga menatap sendu ponselnya yang sejak tadi tidak ada pesan ataupun panggilan masuk dari tama berbeda dengan dulu jika tama sudah sampai di kantor tama langsung mengabari jingga agar jingga tidak khawatir
"kenapa kamu berubah mas? ada apa?" gumam jingga dengan seribu pertanyaan di dalam benaknya
"aku rindu kebersamaan kita yang sudah tiga bulan ini tidak pernah aku rasakan lagi, aku dan bia kesepian selama ini mas, sekarang aku merasa asing dengan suamiku sendiri" batin jingga bermonolog
jingga hanya bisa menahan semua kejanggalan yang dia rasakan di dalam hatinya tanpa berbicara langsung dengan tama, jangankan untuk sekedar mengobrol untuk bertemu saja rasanya sulit bahkan selama tiga bulan terakhir ini tama sudah tidak pernah lagi menyentuh jingga sama sekali
sempat jingga berpikir untuk memata-matai dan membuntuti kemanapun tama pergi untuk memastikan apa yang dia pikirkan selama ini namun hatinya menolak sebelum jingga benar-benar menemukan alasan tama berubah jingga akan diam dan terus berpura-pura baik-baik saja
"aku rindu mas, sangat rindu"
#hallo para readers ini karya kelima othor, semoga semuanya suka ya...
jangan lupa dukungannya
happy reading#
sepulang sekolah jingga membawa sabia jalan-jalan terlebih dahulu di sebuah mall, jingga ingin melupakan sejenak permasalahannya dengan tama meskipun saat pulang ke rumah nanti masalah itu akan teringat kembali dan mungkin akan bertambah semakin rumit
sabia yang begitu senang di ajak bermain di sebuah play zone oleh jingga berlari-lari kesana kemari untuk mencoba permainan yang dia inginkan
dulu setiap weekend jingga dan sabia selalu menghabiskan wakti dengan berjalan-jalan bersama tama entah itu bermain di wahana permainan, makan di restoran atau hanya sekedar jalan-jalan saja namun sekarang semua itu sudah tidak pernah jingga dan sabia rasakan lagi semenjak tiga bulan terakhir
"mami aku mau itu" tunjuk kepada permainan capit boneka
"boleh sayang, ayok" jingga menuntun tangan sabia untuk bermain apa yang sabia inginkan
"seandainya kamu ada disini mas, pasti suasana nya akan semakin terasa bahagia" batin jingga melihat sabia yang begitu antusias
"yeayyyyyy mami, bia dapat" teriak sabia sambil menunjukan boneka gajah yang dia dapatkan
"anak mami hebat, kamu senang sayang" jingga tersenyum dan mengelus puncak kepala sabia
"senang, tapi bia lapar" sahut sabia mengelus perutnya yang sudah keroncongan
"putri cantiknya mami mau makan apa?" tanya jingga merasa sangat gemas dengan semua tingkah yang di lakukan putri cantiknya
"bia mau makan pizza boleh?"
"boleh sayang, lets go"
jingga dan sabia berjalan menuju salah satu gerai pizza yang berada di mall itu, sabia begitu antusias menceritakan kembali tentang dirinya yang sangat senang bermain di play zone tadi jingga mendengarkan setiap kalimat yang terucap dari mulut putrinya hanya bisa tersenyum merasa sangat bahagia memiliki putri seperti sabia yang pintar, cantik dan menggemaskan
"papi" teriak sabia melihat tama yang berjalan melewati gerai pizza yang mereka kunjungi
"bia kamu disini sayang?" tama berjalan menghampiri sabia dan jingga setelah berpamitan kepada rekan bisnisnya
"papi bia dapat boneka, lihat lucu kan?" sabia menunjukan boneka gajah yang dia dapatkan dari hasil permainan capit boneka
"iya lucu sama kayak kamu" sahut tama mencubit gemas kedua pipi gembul sabia
"kamu pergi kenapa gak ijin dulu sama mas?" tanya tama kepada jingga yang sibuk dengan ponselnya
"kamu kan sibuk pasti gak akan ada waktu untuk sekedar bermain ponsel apalagi berharap kabar dariku" jawab jingga dingin
"tapi setidaknya mas tahu dimana kalian berada ketika sedang di luar rumah"
"memangnya kamu masih peduli sama kami? bahkan dari pagi saja kamu sama sekali tidak menanyakan keberadaan aku maupun sabia"
"ji jangan mulai"
"sudahlah aku lapar mau makan, bia sayang ayok kita makan pizza nya sudah datang" ajak jingga menuntun sabia untuk duduk kembali
"papi gak ikut makan sama kita?" tanya sabia menatap tama penuh harap
"papi sibuk sayang gak ada waktu buat makan sama kita" bukan tama yang menjawab melainkan jingga
"papi mau kok makan sama bia dan mami" ucap tama membuat jingga mengerutkan keningnya
"tumben" sinis jingga
tanpa memperdulikan sindiran dari jingga, tama duduk di sebelah sabia yang sedang memakan pizza nya denga lahap bukannya ikut makan tama malah memperhatikan jingga yang seakan tidak menganggap kehadirannya di antara dirinya dan sabia, jingga hanya fokus dengan ponselnya sesekali menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sabia lontarkan
"maafkan aku ji, aku sadar sikapmu berubah pasti karena aku yang tak pernah meluangkan waktu selama tiga bulan ini untuk kamu dan sabia tapi aku berjanji setelah urusanku selesai aku akan kembali fokus pada keluarga kecil kita, aku sangat mencintai kamu dan sabia" batin tama bermonolog sambil terus menatap wajah cantik jingga
"kenapa memandangku seperti itu?" tanya jingga ketus
"kamu semakin cantik mas makin cinta" jawab tama tanpa mengalihkan pandangannya dari jingga
"bullshit" ucap jingga bukannya senang mendapat pujian dari tama jingga malah merasa muak
"maafkan mas selama tiga bulan ini tidak terlalu memperhatikan kamu dan sabia, tolong mengerti posisi mas yang sebagai pemimpin perusahaan tanggung jawab mas sangat besar"
"ya"
"kamu marah?" tanya tama
"menurut kamu?" jingga menatap tama tajam sedangkan tama hanya bisa menghela nafasnya
"kita lanjutkan obrolam kita nanti malam di rumah aku harus kembali ke kantor sekarang"
"hhmm"
"bia sayang papi harus kembali ke kantor, bia gak apa-apa kan pulang berdua sama mami?" tanya tama kepada sabia
"tidak apa-apa oi, bia sudah biasa berdua sama mami tanpa papi" jawab bia polos membuat tama merasa bersalah
"ya sudah papi berangkat ya, kalian hati-hati pulangnya kalau sudah sampai rumah kabarin papi ya" tama mengecup puncak kepala sabia dan jingga bergantian kemudian pergi meninggalkan mereka berdua dengan rasa bersalah yang bersarang di dalam hatinya
"mami gak apa-apa kan papi pergi?" tanya sabia menatap jingga dengan lekat
"gak apa-apa sayang nanti juga ketemu lagi di rumah, sekarang bia mau langsung pulang atau jalan-jalan lagi?" tanya balik jingga kepada sabia
"bia mau beli duku es krim mi habis itu pulang" pinta sabia
"baiklah apapun yang tuan putri inginkan mami akan laksanakan" sahut jingga tersenyum kemudian mengecup kedua pipi sabia
setelah jalan-jalan dan menghabiskan waktu dengan putri tercintanya jingga tiba di rumah pukul 17:20
keduanya langsung membersihkan diri dan beristirahat
jingga yang awalnya sempat berpikiran untuk menyiapkan makan malam untuk tama seketika mengurungkan niatnya mengingat tama yang sudah tiga bulan terakhir ini tidak pernah lagi menyentuh hasil masakannya meskipun ada asisten rumah tangga yang jingga pekerjakan namun jika urusan memasak dari sejak pertama kali menikah jingga lebih suka melakukannya sendiri
"bu mau masak buat makan malam?" tanya bi idah melihat jingga yang sidah berdiri di dekat meja makan
"engga bi, tolong bikinin cemilan sama jus mangga ya bi nanti bawa ke kamar bia" pinta jingga
"baik bu" sahut bi idah
"tumben ibu gak siapin makan malam buat bapak biasanya gak pernah absen sehari pun" batin bi idah
"oh iya bi mulai besok bibi yang siapin sarapan juga ya" lanjut jingga sedikit berteriak
"baik bu" sahut bi idah
jingga masuk ke dalam kamar sabia melihat sang putri sedang asyik mewarnai sampai kedatangan jingga tak di sadari oleh sabia
"putri mami lagi gambar apa?" tanya jingga duduk di samping sabia
"mami lihat bia gambar ini bagus tidak?" jawab sabia menunjukan hasil karyanya
jingga menatap nanar gambar yang di perlihatkan oleh sabia tanpa di jelaskan jingga sudah sangat paham gambar yang di buat oleh putri cantiknya
"maafkan mami sama papi sayang" batin jingga dengan netra yang sudah mulai berembun
tama pulang pukul 23:00 sangat terlihat rasa lelah di wajah tampannya
dia berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum, tama melirik ke arah meja makan yang bersih tanpa ada makanan sedikitpun tama hanya menghela nafasnya ternyata jingga benar-benar merealisasikan ucapannya tadi pagi yang tidak akan pernah lagi menyiapkan sarapan ataupun makan malam untuk tama, tama merasa semakin bersalah kepada sang istri yang selama ini selalu setia mendampinginya, istri yang awalnya sama sekali tidak dia cintai namun sekarang tama teramat sangat mencintai jingga dan putri mereka sabia, tama tidak ingin pernikahannya hancur hanya karena kebodohannya selama ini tama menyesal benar-benar menyesal kenapa saat itu mengambil keputusan yang membuat dirinya serba salah
"maafkan aku ji, aku tahu kamu sangat kecewa sama aku seandainya kamu tahu aku benar-benar berada di posisi yang sangat sulit saat ini, aku mohon bersabarlah sebentar lagi aku janji akan menebus semua waktu yang telah hilang di antara kita" batin tama dengan netra yang mulai berembun
tama berjalan menuju kamarnya di lantai atas, pertama kali yang dia lihat adalah jingga yang sudah tertidur dengan memunggunginya sudah tidak ada lagi sambutan hangat dari seorang jingga untuk tama sekedar melepas penatnya setelah seharian bekerja, senyuman yang dulu selalu membuat tama merasa menjadi pria beruntung karena memiliki istri seperti jingga kini sudah hilang berganti dengan sikap dingin jingga kepada dirinya, tama sadar sikap dingin jingga juga berawal dari dirinya yang sudah tidak sehangat dan seromantis dulu kepada jingga bahkan sudah tiga bulan terkahir ini tama sudah tidak pernah memberikan nafkah batin untuk jingga hanya sekedar kecupan di kening yang tama berikan saat jingga tertidur dan ketika tama ingin berangkat kerja
"mimpi indah istriku" ucap tama mengecup puncak kepala jingga penuh kasih sayang
tanpa tama tahu sebenarnya jingga belum tidur jingga hanya berpura-pura karena tidak ingin berdebat dengan tama karena alasan yang itu-itu saja, ada rasa khawatir di dalam hatinya ketika sudah larut malam tapi tama belum pulang ke rumah tanpa sadar jingga meneteskan airmatanya, jingga rindu tama yang dulu tama yang selalu bersikap manis kepadanya dan selalu memprioritaskan dirinya dan sabia di atas apapun. sampai saat ini jingga masih bertanya-tanya alasan apa yang membuat tama berubah
"apa ada wanita lain yang kamu sembunyikan di belakang aku mas" batin jingga dengan terus meneteskan airmatanya
jingga berusaha untuk memejamkan matanya tapi tetap saja tidak bisa pikiran-pikiran buruk selalu menghantui otaknya sampai suara ponsel tama membuat jingga penasaran siapa yang menelfon tama hampir tengah malam seperti ini
jingga membiarkan ponsel tama terus berdering sampai tama menjawab panggilan itu sedikit menjauh dari jingga
"***ada apa? sudah aku bilang jangan menghubungiku saat aku di rumah"
"............................"
"aku sudah sampai, sudahlah jangan memberikan pertanyaan konyol lagi dan satu lagi jangan sekali-kali lagi kamu menghubungiku saat aku di rumah aku tidak ingin jingga curiga, paham***???"
"............................"
tama mematikan panggilan dengan kasar, jingga yang bisa mendengar percakapan tama yang entah dengan siapa seketika menimbulkan kecurigaan di pikiran jingga, jingga semakin penasaran apa yang sedang tama sembunyikan darinya dan siapa orang yang menelfon tama sampai tama terlihat emosi seperti itu ingin sekali jingga bangun dan menanyakan siapa yang telah menelfon suaminya tengah malam seperti ini namun gengsinya cukup tinggi untuk itu, jingga lebih memilih diam dengan rasa penasaran yang begitu mengusik pikirannya
sedangkan di sebuah apartemen yang terbilang cukup mewah terlihat seorang wanita dan seorang pria tengah bercengkrama
"sejak kapan kamu akan terus membuat hidupnya tersiksa seperti itu ras? bukannya kamu sangat mencintainya?" tanya pria itu
"sampai dia merasakan sakit hati yang aku rasakan selama ini, dulu aku memang sangat mencintainya tapi tidak dengan sekarang" jawab wanita itu penuh keyakinan
"sebenarnya apa yang kamu cari? jika memang sudah tidak mencintainya lagi lebih baik lepaskan dia biarkan dia bahagia bersama dengan keluarganya" ucap pria itu lagi
"tidak semudah itu, aku akan membuat hidupnya hancur sehancur-hancurnya aku ingin dia merasakan bagaimana di jadikan pilihan kedua padahal sudah jelas aku yang lebih dulu menemaninya bila perlu aku akan membuat istrinya yang sok cantik itu ikut menderita"
"jangan terlalu mengikuti emosi ras, dia tidak bersalah dalam masalah ini dia hanya berusaha menjadi anak yang berbakti karena tidak menentang permintaan orang tuanya disini justru suamimu yang tidak punya pendirian yang harusnya di salahkan itu adalah suamimu disini"
"aku tidak peduli mau siapapun yang salah jika orang itu sudah mengusik hidupku maka tidak akan pernah aku lepaskan"
"tidak baik menyimpan dendam, ikhlaskan saja aku yakin kamu pasti akan mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari dia"
"aku tidak peduli, aku benci posisi ini, aku benci keadaan ini aku memang yang pertama tapi statusku tidak di akui oleh negara terutama oleh keluarga besarnya, apa kamu bisa merasakan bagaimana sakitnya hatiku saat ini?"
"bukannya aku tidak merasakan aku hanya tidak ingin sahabatku terjebak karena rasa dendam itu sendiri, tapi terserah kamu saja yang jelas aku sudah mengingatkan"
pria itu pergi begitu saja meninggalkan wanita yang sudah setengah mabuk itu sendirian, bukan tidak peduki dengan keadaan sang sahabat tapi pria itu sudah terlalu mendengarkan rasa dendam yang terus bersarang di hati sahabatnya bahkan wanita itu nekad membuat kebohongan besar hanya untuk menjerat suami siri nya untuk melupakan istri sahnya, benar-benar membuat kepalanya pusing setengah mati
pagi menjelang saat bangun jingga merasakan ada sebuah tangan yang memeluknya begitu erat siapa lagi pemiliknya jika bukan tama
perlahan jingga melepaskan pelukan itu karena ingin membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim
namun bukannya melepaskan oelukannya tama semakin mengeratkan pelukannya
"biarkan seperti ini dulu sayang,aku rindu" ucap tama dengan mata yang masih terpejam
"aku mau sholat mas nanti waktu subuhnya keburu habis" sahut jingga terus berusaha melepaskan pelukan tama
"kita sholat berjamaah" putus tama beranjak dari tempat tidur mengajak jingga untuk sama-sama ke kamar mandi
jingga termenung dengan perlakuan tama pagi ini, bukannya tidak senang namun jingga merasa ada yang aneh dengan suaminya setelah sekian lama tidak pernah mengajaknya beribadah bersama-sama pagi ini jingga di kejutkan dengan sikap tama yang mulai kembali seperti dulu
"hey kenapa melamun? ayok ambil air wudhu dulu" ajak tama mengecup bibir jingga sekilas membuat jingga merona
"ii...iya mas" sahut jingga terbata
"udah nikah lama juga masih tetep aja malu-malu, bikin gemesss" tama mencubit hidung mancung jingga sampai terlihat memerah
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!