Shena yang baru saja pulang bekerja terperangah saat di jalan arah pulang, dia melihat laki-laki dan perempuan di depannya tengah saling berbagi saliva.
Tangan laki-laki itu pun tidak tinggal diam, mere._.mas dan memutar dua gunung kembar milik sang perempuan. Shena langsung menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Apa yang dia lihat begitu menyakitkan, karena orang yang ada di hadapannya adalah orang yang dia kenal. Laki-laki itu adalah Samuel, kekasihnya yang sudah bersama dengannya satu tahun belakangan ini.
"Samuel!" teriak Shena dengan mata yang berkaca-kaca.
Mendengar namanya dipanggil, Samuel langsung melepaskan pagu_ tannya, kemudian membalikkan badannya dan dia cukup terkejut saat melihat Shena tengah berdiri di belakangnya dengan wajah memucat dan mata yang berkaca-kaca.
"Shena?" gumam Samuel. Dia pun mendorong tubuh wanita yang tadi bibirnya tengah dia nikmati kemudian berjalan mendekat pada Shena.
"Sayang, ini tidak seperti apa yang kamu lihat. Aku bisa jelaskan semuanya, okey!" kata Samuel.
Plaaaaaakkkk
Satu tamparan keras mendarat dengan indah di pipi kiri Samuel. "Apa yang mau kamu jelaskan, hah?! kamu mau katakan bagaimana kamu begitu menikmati bibir sepupuku itu, iya? atau bagaimana kamu memainkan dua gunung kembarnya? begitu?" bentak Shena dengan lantang.
Shena sama sekali tidak menyangka jika orang yang dia cintai tega berkhianat padanya, padahal selama ini semuanya terlihat baik-baik saja, Shena pun selalu menuruti keinginan Samuel.
Sementara itu, mata hitam Samuel terkejut saat mendengar jika wanita yang beberapa menit lalu bibirnya tengah dia nikmati adalah sepupu Shena. Bahkan Samuel tidak tau akan hal itu, Samuel memutar tubuhnya dan menoleh pada Hanastasya.
"Hana? kamu sepupu Shena?" tanya Samuel pada Hana. Samuel benar-benar tidak tau jika Hana dan Shena adalah sepupu.
Hana tidak menjawab dan itu menjelaskan jika itu memang benar. Samuel terdiam untuk beberapa saat, kemudian memutar tubuhnya kembali menghadap Shena.
"Shena, dengarkan ...."
"Kita putus! dan jangan pernah temui aku lagi!" ujar Shena tepat saat Samuel baru saja membuka mulutnya, kemudian dia pun pergi, melangkahkan kakinya dengan gontai.
"Shena!" panggil Samuel dan hendak menyusul Shena. Namun, dirinya ditahan oleh Hana. "Kamu mau ke mana? kamu tidak perlu kejar dia. Aku tau aku salah karena tidak jujur sama kamu soal status aku dan Shena. Tapi kamu juga tidak bisa mundur dari aku setelah apa yang kita lakukan, kamu ingat kan?" kata Hana dengan suara yang tajam.
"Aku tau, tapi aku mau ...."
"Mau apa? bukannya kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu bosan dengan pacarmu karena dia munafik? jangan pernah berpikir cari alasan untuk lari dari tanggung jawab, Samuel!" potong Hana dengan tegas.
Samuel terdiam dengan wajah datarnya menatap Hana, dia menghela napas berat, kemudian melepaskan cekalan lengan Hana dan pergi meninggalkan wanita itu yang masih termangu.
"Samuel, kamu mau ke mana? Kita belum selesai bicara!" teriak Hana karena Samuel langsung pergi begitu saja tanpa menjawab dirinya.
Samuel menoleh ke belakang, dan kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Hana. Melihat tubuh tegap laki-laki itu semakin jauh, Hana mendengus kesal, kemudian dia pun melangkahkan kaki pergi dari tempat itu untuk kembali ke rumah.
***
Di rumah, Hana melihat Shena tengah duduk di teras sambil menatap kosong ke kolam ikan yang ada di halaman rumah itu. "Kamu sudah tau kan sekarang bagaimana hubungan aku sama pacar kamu itu? dan aku minta kamu buat jangan ganggu Samuel lagi! dia itu bosan sama kamu. Sebaiknya kamu sadar diri dan jangan ganggu kita!" hardik Hana tidak tau diri.
Keesokan paginya.
Gita mengetuk pintu kamar keponakannya dengan pelan, tak berselang lama terdengar suara kunci diputar dari dalam. Lalu, keluarlah Shena yang masih memakai baju yang semalam dengan rambut acak-acakan, juga dengan mata yang sedikit sembab.
"Tante," sapa Shena ramah pada Gita.
Mata Gita membola saat melihat mata sembab Shena. "Sayang, kamu kenapa? kenapa mata kamu bengkak? apa kamu habis menangis?" tanya Gita dengan panik sambil menyentuh wajah sang keponakan dengan kedua tangannya.
Shena meringis karena sudah melupakan kejadian semalam, semalam dia menangis terlalu lama, tentu saja itu akan membuat matanya bengkak dan merah.
"Tidak apa-apa Tante, semalam aku nonton video, dan video itu sangat sedih. Tanpa sadar aku juga ikut menangis," bohong Shena, dia tidak ingin bibinya merasa khawatir.
"Yakin?" Ulang Gita bertanya, dia ingin memastikan sebelum percaya dengan Shena. Shena mengangguk seraya memberikan sebuah senyuman manis pada bibinya itu.
Gita ikut tersenyum saat melihat Shena yang tersenyum. "Yasudah kalau begitu, kamu cepat mandi dan bersiap, di bawah ada tamu yang ingin bertemu denganmu," kata Gita membuat Shena langsung mengerutkan keningnya.
Shena menoleh ke dalam kamarnya untuk melihat jam yang tergantung di dinding. "Masih pagi lho Tante, tapi sudah ada tamu yang datang?" ujar Shena bingung. "Lagi pula ini kan hari libur Tan," sambungnya kemudian.
"Mereka tamu datang dari jauh, ayok kamu cepat mandi dan bersiap, lalu turun ke bawah secepat mungkin!" sahut Gita. Bibirnya masih melengkung membentuk senyuman sambil menatap sang keponakan. Entah apa yang terjadi, tapi pagi ini Gita terlihat sangat bahagia sekali.
"Tapi aku tidak membuat janji dengan siapa pun. Lalu, mereka itu siapa?" tanya Shena lagi, Shena adalah gadis cantik yang ceria dan sangat pintar. Dia bekerja di salah satu perusahaan ternama di kota M.
"Mereka adalah sahabat Mira, dan mereka datang untuk bertemu dengan kamu, ayok buruan kamu bersiap dan segera turun ke bawah! jangan lupa dandan yang cantik, okey!" Gita mendorong pelan keponakannya untuk masuk ke dalam kamar dan bersiap.
Shena yang memang seorang gadis penurut hanya bisa mengangguk, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi dan bersiap. Lagi pula, Shena sangat penasaran dengan tamu yang sangat ingin bertemu dengannya itu.
Apalagi itu adalah sahabat dari mendiang ibunya, Shena sudah kehilangan ibunya sejak dia dilahirkan, sedangkan sang ayah meninggal saat dia berumur 3 bulan. Sejak saat itu dia dirawat dan besarkan oleh Gita dan Pram. Pram adalah suami Gita, juga kakak kandung ibu Shena.
***
Tak butuh waktu lama, akhirnya Shena sudah selesai mandi dan bersiap, lalu dia pun segera turun ke lantai bawah karena tidak ingin membuat tamunya menunggu terlalu lama. "Nah, itu Shena," kata Gita sambil menunjuk Shena yang tengah melangkahkan kakinya satu demi satu di anak tangga.
Sontak semua mata yang ada di ruang tamu itu mengalihkan pandangan menatap ke arah yang Gita tunjuk. "Shena sayang, sini Nak!" panggil Gita seraya mengulurkan tangannya dan menepuk kursi di samping pria asing yang Shena sendiri tidak mengenalnya.
Shena tersenyum dan menghampiri Gita yang sedang duduk bersama dengan tamunya itu. "Sayang, ini namanya Tante Grace, dan ini Sean, anak Tante Grace." Pram selaku paman Shena langsung memperkenalkan tamunya.
"Hallo Tante," sapa Shena ramah pada Grace, sedangkan pada Sean. Dia hanya mengulas senyum tipis, Shena memang sangat dingin pada pria lain selain teman-temannya dan Samuel.
Sepertinya Sean juga menyadari keengganan Shena, karena saat melihat itu, Sean pun memalingkan wajahnya ke arah lain dengan acuh tak acuh. "Dia cantik sekali ya Pram, Mirip sekali dengan Mira," ujar Grace sambil menatap wajah Shena saksama dengan sebuah lengkungan senyum.
"Iya, dia memang sangat mirip dengan Mira, melihat Shena, aku memang seperti melihat Mira." Pram berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari Shena dan masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Grace dan mendiang Mira dulunya adalah sahabat di negara A. Mereka berdua ke mana-mana selalu bersama, tak jarang Grace pun sering sekali main juga tidur di rumah Pram dan Mira.
Akan tetapi, di tahun kedua mereka kuliah, Grace tiba-tiba saja menikah dan pindah ke negara K. Lalu, Mira yang memang sangat pandai bergaul bertemu dan berteman dengan Gita.
Beberapa bulan kemudian Gita terlibat cinta dengan Pram, dan setelah lulus kuliah satu tahun, Gita pun menikah dengan Pram. Setahun kemudian Mira juga menikah dengan pria bernama Dimas.
Hanya saja, kebahagiaan itu tak berselang lama, karena Mira meregang nyawa sesaat setelah melahirkan Shena. Dimas sangat terpukul saat itu, dan karena itu pulalah. Dimas pindah dari negara A ke negara M saat ini.
Pram selaku kakak ipar merasa khawatir dengan Dimas dan sang keponakan, sehingga dia dan Gita mengikuti Dimas. Apa yang mereka takutkan benar terjadi, tidak lama setelah Mira meninggal, Dimas pun sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia meninggalkan Shena yang saat itu masih berumur 3 bulan.
Lalu, sejak saat itu Pram dan Gita merawat Shena dengan penuh kasih sayang, kebetulan mereka pun saat itu belum memiliki anak. Sehingga satu tahun kemudian Gita hamil dan melahirkan anak perempuan.
Kebahagiaan Pram dan Gita saat itu bertambah berkali-kali lipat, dan mereka pun membesarkan anak juga keponakan mereka dengan penuh kasih sayang juga tanpa pilih kasih.
"Paman, Tante, di mana Hana?" tanya Shena, karena tidak biasanya wanita itu tidak keluar di saat ada orang yang bertamu.
"Dia sudah keluar pagi-pagi sekali, katanya mau joging sama temannya," jawab Gita. Shena mengangguk dan ber-oh saja mendengarnya.
Cukup lama ruangan itu hening karena kediaman orang-orang yang ada di sana, hingga akhirnya Pram pun bersuara. "Shena, kedatangan Tante Grace dan Sean saat ini sebenarnya untuk membahas perjodohan kamu dan Sean," ujar Pram menjelaskan maksud dari kedatangan Grace.
Shena cukup terkejut dengan ucapan sang paman, dia pun menolehkan wajahnya menghadap Pram. Mata coklat itu menatap Pram dengan bingung. "Dulu ibumu dan Tante Grace sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dan Sean. Bahkan sebelum ibumu meninggal, dia juga sempat berpesan untuk mempertemukan kamu dengan Tante Grace." Seolah mengerti kebingungan Shena, Pram pun menjelaskan kembali.
"Benar, kita dari masih muda sudah membuat janji ingin menjodohkan anak-anak kita, agar persahabatan kita tidak terputus. Selain itu, dia juga sangat berjasa padaku," timpal Grace dengan suara bergetar.
"Ma, apa kita bisa langsung pulang? ada masalah yang harus aku urus," kata Sean setibanya dia di ruang tamu. Saking rumitnya kabar yang Sean terima, dia jadi lupa dengan rencananya untuk membujuk Grace agar tidak buru-buru dalam pernikahannya itu.
Melihat wajah Sean yang serius, Grace pun mengangguk. Lalu, dia menatap Shena. "Shena sayang, tante ada beberapa kenalan yang memiliki gaun pengantin yang sangat indah, besok pagi kamu dan Sean bisa pergi untuk melihat dan mencobanya, okey!" kata Grace. Sean dan Shena benar-benar dibuat sakit kepala dengan ucapan Grace.
"Ma, kenapa begitu buru-buru? Kami saja ...."
"Apa yang buru-buru? bahkan pernikahan kalian ini sudah mundur lama sekali. Kita tidak baik menunda lagi, lagi pula mama bisa mempersiapkan semuanya dengan cepat, kalian tidak usah khawatir!" ujar Grace memotong ucapan Sean.
Sean menggelengkan kepalanya tidak tau harus mengatakan apa lagi, dia menoleh menatap Shena. Gadis itu pun terlihat tidak berdaya. "Yasudahlah, kalau gitu ayok kita pulang dulu, karena aku ada urusan," ajak Sean.
Grace beranjak dari duduknya dan berpamitan. "Kalau gitu saya pergi dulu ya Jeng Gita, Pram. Nanti kita bisa lanjut bahas persiapan pernikahan mereka lewat telepon."
"Baik, nanti aku di sini juga akan menyiapkan hal yang harus kita lakukan," sahut Pram. Grace tersenyum dengan sangat lebar, membuat Sean yang melihatnya merasa tersentuh.
Baru kali ini dia melihat sang ibu sebahagia itu. Lalu mereka semua pun beranjak dari duduk untuk mengantar Grace dan Sean hingga ke depan rumah.
Di luar rumah, Shena membantu membukakan pintu mobil. "Ah, kamu benar-benar baik dan cantik. Aku tidak sabar menikahkan kamu dengan Sean," ucap Grace dengan kekehan kecil diakhir kalimat seraya naik ke dalam mobil.
'baik? cantik? aku rasa Mama harus periksa ke Dokter mata dan jantung,' batin Sean seraya melirik Shena.
Pram dan Gita pun tersenyum mendengar ucapan Grace. Setelah berbincang sebentar tentang pernikahan Sean dan Shena, kemudian mobil itu pun mulai melaju meninggalkan kediaman Pram.
"Tante, Paman, aku tidak mau dijodohkan dengan laki-laki itu," rengek Shena, sejak awal dia ingin menolak, tapi melihat wajah Grace, dia merasa sedikit tidak enak.
Jadi, cara untuk menolak perjodohan ini adalah dengan merengek pada Pram. Pram tersenyum melihat wajah imut Shena. "Sayang, paman kali ini tidak bisa membantu, Grace itu sahabat baik mamah kamu. Perjodohan ini pun sudah dibuat oleh keduanya, paman bisa apa?"
"Tapi aku tidak suka pada pria itu, bahkan dia juga sepertinya tidak menyukaiku," kata Shena, dia masih membujuk Pram.
Gita terkekeh dan merangkul pundak Shena. "Shena, ibumu menjodohkan kalian pasti ada alasannya, dan apa pun alasannya, itu pasti demi kebaikan kamu. Ini adalah permintaan atau keinginan yang dia mau, apa kamu tega menolaknya?" tutur Gita lembut.
"Benar Shena, ini adalah keinginan mendiang ibumu, apa kamu tidak mau menurutinya? Dan soal suka, nanti setelah kalian sering bersama, rasa suka itu akan tumbuh dengan sendirinya," timpal Pram.
Shena benar-benar pusing, dia memilih tidak menjawab ucapan Pram dan Gita. Menundukkan kepalanya melihat jam di ponsel, kemudian masuk ke dalam rumah untuk pergi bersiap.
***
Tak berselang lama, Shena sudah turun dari lantai atas membawa tas selempang kecil berwana biru. "Tante, Paman, aku mau pergi, aku ada janji sama teman," ujar Shena.
"Apa kamu tidak makan dulu? tadi kamu belum sempat makan," kata Gita khawatir.
"Aku nanti makan di luar," jawab Shena singkat, dia masih merasa kesal pada paman dan bibinya, karena mereka tidak ingin membantunya.
"Baiklah, kalau gitu kamu harus hati-hati, dan jangan pulang malam-malam, karena besok pagi kamu harus mencoba gaun pengantin," pesan Gita sambil menahan tawanya, dia tau jika Shena tengah menahan kesal pada dia dan Pram. Shena tidak menjawab, dia langsung melangkahkan kakinya keluar rumah.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!