NovelToon NovelToon

Mimpi Untuk Kembali: The God Of The Tower

0.Mimpi Adalah Awal

[Prolog]

Dalam kegelapan tiada ujung ia tengelam dalam kesendirian.

Tiada harapan, tiada cahaya maupun jalan untuk kembali.

Semua telah lenyap bagaimana mimpi buruk yang telah selesai dan menghilang tanpa jejak dalam ingatan, tak teringat namun membekas pada pikiran bagaikan luka. Yang dapat ia lakukan kini hanyalah bertanya pada dirinya sendiri.

'padahal aku tidak ingin ini terjadi..'

'mengapa takdir harus berjalan sekejam ini..?'

'semua telah lenyap.. mengapa.. hanya aku'

'mengapa hanya aku sendiri yang dapat melihat akhir dari mimpi buruk ini..'

Ia ingin menyerah namun ia tahu ia harus kembali. Kembali untuk memulai mimpi yang ia mulai, kembali ke masa lalu untuk menyelamatkan semua yang ia sayangi.

'benar.. aku harus kembali..'

Sebuah jam saku putih di tangannya perlahan memutar jarumnya ke arah yang berlawanan dari yang seharusnya, memutar balikkan waktu ke masa lampau.

'Benar, akan ku ubah takdir mengerikan ini!!'

"Kau pikir kami akan membiarkanmu?"

Sebuah tangan spiritual muncul dan dengan suara yang begitu berat ia memberikan peringatan "Seorang irregular seperti mu tidak seharusnya ada" kilau cahaya mengelilingi pemuda itu bersamaan dengan bayangan ular yang melilit tubuhnya.

'kau pikir aku peduli?! Kalian para pemimpin hanya bisa memanfaatkan orang lain dari belakang. Sosok seperti kalian tidak pantas di sebut sebagai dewa!!'

"Sekali pembangkang tetap pembangkang ya. Kalau begitu kita lihat apa yang bisa kau lakukan bila kami menghapus ingatanmu"

"moga jalanmu selalu di penuhi oleh rintangan, wahai irregular yang sengsara"

"Terperangkap lah dalam lucid dream mu sendiri"

.

.

.

Lucid dream..

Sebuah kejadian dimana saat kalian tertidur dan bermimpi kalian mengetahui bahwa itu adalah sebuah mimpi, bahkan tak jarang kalian bisa mengendalikan mimpi itu sesuka kalian. Mimpi yang selama ini orang ketahui hanya berporos pada tiga jenis mimpi yaitu, sweet dreams atau mimpi indah, nightmare atau mimpi buruk dan lucid dream. Padahal nyatanya mimpi itu terbagi menjadi tujuh jenis.

Setiap mimpi punya waktu dan ciri khas khas tersendiri saat kalian menyaksikan nya. Tak jarang seseorang bahkan sulit membedakan antara satu mimpi dengan mimpi lainnya, seperti supranatural dream dan nightmare.

Mimpi selalu dianggap adalah bunga tidur yang muncul apa bila kita telah memasuki kondisi dimana pikiran kita telah sepenuhnya dalam kondisi tertidur pulas namun otak kita masih bekerja.

Tapi benarkah mimpi hanyalah sebatas itu?

Dulu kupikir mimpi hanyalah sebuah khayalan yang dapat ku kendalikan, hingga suatu hari aku kehilangan kemampuan itu. Dan membuatku terjebak dalam dunia abstrak ini untuk waktu yang lama hingga aku sendiri tak ingat akan diriku sebelum ada di sini. Satu hal yang ku ingat pasti ialah namaku.

"Novan"

.

.

.

.

Teriakan terdengar, tangis pun telah pecah. Gadis itu sekali lagi mendapatkan perlakuan tak sepantasnya dari kedua orang tuanya, tubuhnya penuh dengan lebam, darah mengucur dari beberapa luka, tangisnya menggema dalam kamar yang gelap, begitu orang tuanya telah pergi tangis tak kunjung reda karena pikirannya kini mengingatkannya pada kejadian tak mengenakan di sekolahnya. Sengsara, mungkin itulah yang kini ia rasakan.

Aku hanya terdiam, tak dapat bergerak, hanya menyaksikan dirinya.

Tubuhnya merintih, matanya telah bengkak dengan pipi yang berhiaskan air mata. Pintu yang tadinya terbuka kini tertutup, hanya menyisakan kegelapan bagi dirinya. Gadis itu, Arin tampak hanya terus menangis dan meremas gaun putihnya yang kini tampak kotor. Menangis dan terus menangis hingga ia tak tahu sudah berapa lama ia menangis, lelah terasa tangis pun berhenti.

Ketukan pintu terdengar, suara asing muncul menyapanya dari balik pintu itu.

Dengan langkah pelan ia mendekat, menyentuh kenop pintu dan kemudian memutarnya sebelum akhirnya tanpa ia sadari ia telah membuka sebuah jalan menuju permainan takdir tiada akhir. Tempat dimana diriku pernah berada.

Akankah kami bertemu?

.

.

.

.

Another pov..

Aku membukanya, cahaya samar-samar terlihat. Suara itu masih bisa kudengar, memanggil ku dan bertanya.

"Apa kau siap?"

Seakan mengajakku untuk pergi ke suatu tempat.

Cklek-

Pintu sepenuhnya terbuka, udara hangat menerpaku, dedaunan berwarna ungu tampak berhamburan kesana-kemari. Indah, hanya itulah yang dapat aku pikirkan.

Padang rumput ungu yang tak beraturan, pepohonan berbatang hitam dengan dauh berwarna pink dan bukit-bukit batu yang terhiasi bunga dan lumut yang berwarna selaras dengan konsep rerumputan yang ungu lembut. Suara alam seakan terdengar jelas, angin menggoyangkan semua dedaunan dengan lembut seakan menyapaku dengan hangat.

Aku melangkah ke luar, selangkah demi selangkah. Menyentuh daun ungu itu dan kemudian menatapnya, lembut dan indah. Begitu ku berbalik pintu itu telah hilang, menyisakan diriku yang kini seakan terjebak dan seakan mencoba memutus hubunganku dengan dunia luar.

"Selamat pagi"

Suara yang sama terdengar, begitu ku menengok seorang pria berjas coklat gelap dengan topi khas zaman 19-an yang terlilit pita hijau menyapa. Rambut pirang nya tampak tertutup oleh topi tapi masih dapat ku lihat sementara mata hijau zamrud nya menatapku dengan hangat dari tempat itu.

"Siapa?" Tanyaku dengan nada yang benar-benar rendah, aku sudah kehilangan bakat untuk bersosialisasi dengan seseorang. Meskipun terdengar lelah, disini aku sama sekali tak merasakan lelah maupun sakit, bekas lukaku juga seakan hilang tak tersisa. "Apakah ini mimpi?" Tanyaku menatap dedaunan yang ku pegang.

"Atau aku sudah mati?"

"Apa yang kau bicarakan Arin? Kau disini, di rumahmu, ephemeral" saat ku liat ia pemuda itu tersenyum sembari berjalan ke arahku. "Mengapa sikapmu jadi aneh? Ayolah kita bermain-main! Jangan bilang kau sudah melupakan ku?"

"Anda.. siapa..?" Aku terus bertanya, seakan mencari sebuah jawaban dalam kepalaku sendiri.

"Ini aku, temanmu. Nanaru"

"Nanaru..?"

Hanya dengan mendengar namanya saja aku tahu aku seperti pernah mendengarnya, ia berjalan semakin dekat dan begitu aku mengedipkan mataku sesaat tiba-tiba hanya ada seekor kelinci di depanku. "Tuan Nanaru?" Aku menengok ke sekitar, tak ada siapapun selain kelinci bermata hijau di depanku yang mulai meloncat-loncat ke arahku seakan mengajakku bermain.

"Apa.. tadi hanya halusinasi?" Aku membungkuk, ku belai kepala kelinci kecil itu, bulunya yang lembut seakan berhasil memenangkan ku "imut... Dan hangat.. tempat yang indah" aku menatap ke arah langit. Awan bergradasi oranye mulai terlihat, senja telah datang.

Entah apa yang ada di kepalaku namun seketika aku berkata "ayo pulang Naru" seakan aku teringat akan sesuatu. Aku mengangkat kelinci itu, berjalan menyusuri Padang bunga dan hutan hingga entah bagaimana caranya aku sampai pada sebuah gubuk kayu indah yang terhiasi bunga.

Kelinci itu melompat turun, kemudian mendekati sebuah pot bunga tempat dimana sebuah kunci emas terlihat. Aku mengambilnya dan kemudian membuka pintu itu.

Cklek-

Ruangan terang terlihat, ruang yang sederhana dan hangat menyambut diriku, di depan sana perapian menyala, makanan tersaji di atas meja dan seorang pria yang sama seperti sebelumnya terduduk di kursi sembari memangku kelinci-kelinci kecil kemudian menyapaku dengan hangat.

"Arin! Selamat pulang!"

Aku terdiam namun tak lama kemudian senyum terukir pada wajahku. Entah mengapa aku tetap ingin berada di sini dan mengatakan

"Aku pulang"

.

.

.

.

"Aturan pertama, jangan pernah menganggap tempat ini rumahmu."

.

.

.

.

Entah sudah berapa lama aku berada di sini, namun yang pasti aku mulai sepenuhnya melupakan rumah lamaku- bahkan aku tidak tahu bagaimana aku bisa kembali, tidak ada yang kuingat, tidak ada pula keinginanku untuk kembali ke tepat yang ku sebut rumah itu, bagiku ini adalah rumahku. Pagi ini aku berencana akan mencari berry di hutan bersama Naru si kelinci bermata hijau, ia adalah salah satu 'teman-teman' Nanaru sementara Nanaru saat ini tengah pergi bekerja.

Aku tidak tahu apa pekerjaannya namun begitu subuh tiba ia akan berpamitan kemudian mengajakku ke sebuah stasiun kereta yang terletak di sebelah Utara rumah kami lalu sebuah kereta besar akan menjemputnya dan kemudian melaju kencang pada rel sebelum kemudian hilang tertelan kabut berkilau. Setelah itu barulah aku akan memulai rutinitas ku yaitu menjelajah dan mengumpulkan makanan.

Naru tampak tenang berada dalam keranjang yang ku bawa sementara kini kami telah tiba di sebuah hutan.

"Saatnya mencari berry!" Ujar Ku dengan senang dan mulai berlari kesana-kemari.

Dunia yang indah, tempat yang tenang benar benar sebuah negeri impian dambaan semua orang.

Tapi aku tidak tahu kalau negeri seperti ini bukan hanya milikku.

Cklek-

Sebuah pintu tiba-tiba muncul dan terbuka di depanku, seseorang terlihat dari balik sana. Tanpa sadar tubuhku berlari ke depan pintu, seakan penasaran siapa yang ada di dalam sana.

Seorang pemuda berambut hitam terlihat dan saat itu juga aku berkata.

"Siapa?"

"?!"

Kira kira kini apa yang akan terjadi pada kehidupan ku?

Siapa dia?

[Prolog end]

1. Pelarian

Namaku Arin, dan aku hanyalah seorang gadis kecil biasa, kurasa."Saatnya mencari berry!" Ujar Ku dengan senang dan mulai berlari kesana-kemari.

Dunia yang indah, tempat yang tenang, benar benar sebuah negeri impian dambaan semua orang. Setidaknya itulah yang Nanaru, katakan padaku dahulu, ia sudah seperti keluargaku sendiri meskipun ia sendiri yang mengatakan ia hanya kebetulan menemukanku dan memutuskan akan merawatku.

"Semua orang.. sampai saat ini aku belum pernah bertemu dengan orang lain selain Nanaru... Kira-kira bagaimana caranya agar bisa punya banyak teman seperti di buku-buku cerita ya.. Naru, apa kau tahu sesuatu?" Kelinci itu hanya terdiam sibuk memakan berry.

"yah sudahlah.. mungkin dunia ini hanya ada aku, kau, Nanaru dan teman-teman hewan yang lainya, hihi ya kan?" aku memang mengatakan itu dengan riangnya dan karena aku tidak tahu kalau negeri seperti ini bukan hanya milikku.

Cklek-

Sebuah pintu tiba-tiba muncul dan terbuka di depanku, seseorang terlihat dari balik sana. Tanpa sadar tubuhku berlari ke depan pintu, seakan penasaran siapa yang ada di dalam sana.

"...."

"Siapa?"

"Halo?" Aku mencoba mendekatinya "Anda datang dari mana?" aku mencoba mendekat, namun ketika aku mendekatinya, sekilas namun pasti aku melihat sebuah ular raksasa yang berwarna merah melilitnya, membuatku kemudian berteriak takut.

"Ular!!"

Dan saat aku melangkah mundur, tiba-tiba beberapa sulur bergerak ke arahnya, melilitnya dengan kuat hingga tak dapat mendekat ke arahku untuk sekedar bertanya.

"hey- Apa yang kau lakukan?!"

Pemuda berambut hitam dengan jaket merah itu terus memberontak kala sulur sulur pohon tiba-tiba melilit nya.

"Hey! Apa-apaan nih?!-"

Suaranya yang keras kembali menakuti ku dan saat itu juga pepohonan hutan seakan marah dan semakin menjeratnya, bahkan tak memberikan ruang untuk bergerak mendekat, tubuhnya terangkat tak menyentuh rerumputan.

"Maksudnya apa ini?!!!" Ia semakin panik, dari balik semak-semak seekor serigala kemudian muncul dan mendekatiku, di atas sang serigala seekor kelinci berbulu putih terduduk dan mulai bergerak seakan menunjukan sikap tak suka pada pemuda itu.

"hey apa—"

"Tolong jangan marah... A-arin cuman mau kenalan.."

"Mana ada kenalan dengan cara mengikat orang?!"

Bentakannya membuatku ciut namun berbalik hal dengan semua yang ada di sekitar, mereka tampak semakin marah. Ia semakin terjerat, amarahnya semakin besar bahkan ia telah berkali kali mencoba memutus sulur itu dengan kasar.

"Hey! apa kau tidak bisa melepaskan ini?!"

Tanpa sadar air mataku keluar secara spontan membuat suasana seketika hening bahkan pemuda itu seakan terkejut. Aku sendiri tidak mengerti dengan diriku sendiri, mengapa menangis, mengapa aku gemetar, seakan saat ini aku tengah berhadapan dengan Monster.

Novan pov:

Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya anak ini lakukan, hanya dengan perasaanya ia dapat mengendalikan lingkungan sekitarnya? apa itu masuk akal?!

Namun lebih daripada itu matanya yang mengeluarkan air mata terasa menggores sesuatu dalam diriku "maaf apa aku menakuti mu?" ujar diriku padanya.

Tak ada jawaban, tubuhnya gemetar, air mata masih keluar dari kelopak mata hijau cerahnya. Tidak peduli sekeras apa para hewan hutan menenangkan ya ia terus menangis.

Sulur-sulur pohon yang mengikat diriku itu perlahan melepaskan diri, aku itu kemudian berjalan ke arahnya. Erangan waspada terdengar dari serigala namun aku terus mendekat, dan ketika aku tepat berada di depan ya, aku bisa merasakan anak ini begitu rapuh.

"M-maaf.. tolong.. jangan menangis..." aku menyentuh kepalanya, mengusapnya dengan pelan sembari menenangkan nya.

Tangis nya terhenti namun tidak dengan tubuhnya yang masih gemetar. Tanpa peringatan aku mengangkat nya memeluk dirinya dan mengelus punggungnya dengan lembut layaknya seorang kakak yang sedang menenangkan adiknya.

'ini aneh, aku seakan pernah melakukan ini'

"Cup cup.. maafin kakak ya.. jangan takut dong.." aku menggendongnya dengan hati hati, bahkan samar samar mulai terdengar ia menyanyikan lagu yang lembut, lagu yang bahkan tak ku ketahui asalnya, namun tak dapat ku lupakan.

.

.

.

.

Ia tertidur dalam pelukanku, gadis mungil bergaun putih ini seakan-akan menjadi sangat tenang. Masih teringat dalam pikiranku saat ia seketika bergetar ketakutan sesaat setelah aku hendak menyentuh pundaknya, setelah tiba di tempat aneh ini.

Tatapannya, gerakannya bahkan suaranya yang bergetar seakan menunjukkan jelas ia memiliki suatu ketakutan yang besar atau mungkin lebih tepatnya trauma. Sebenarnya siapa anak ini, dimana ini dan mengapa aku ada di sini.

Ku tatap pepohonan sekitar tampaknya kini mereka telah kembali menjadi terdiam tenang, para kelinci yang mengelilingi ku secara serentak tertidur pulas sementara sang serigala dengan Kelinci di kepalanya tampak tenang duduk di samping ku.

Diriku terduduk pada akar pohon besar di sana, bersandar pada batang kayu putih besar itu sembari terus mengelus pundak gadis kecil ini. Angin hangat menerpa wajahku, cahaya mentari yang menyilaukan seakan tertutup oleh dedaunan pohon seakan tak membiarkan kami berdua tersengat panasnya sang surya.

Aku melamun, pikiranku terus berputar di tempat yang sama. Tak satupun yang kuingat kecuali namaku dan sosok seorang anak laki-laki sebaya dengan gadis ini yang terus berlarian kesana-kemari dan memanggil namaku.

"Kak Novan!!"

"Kakak!!"

Suaranya menggema pada kepalaku, tanpa sadar mataku menyipit seakan siap ikut terjun dalam alam mimpi. Namun sebelum sempat itu terjadi tangan mungil gadis dalam pelukan ku tiba-tiba bergerak menyentuh leherku. Mata Hijau muda cerahnya tampak seperti boneka, rambut coklatnya yang pucat terterpa oleh angin yang berhembus pelan.

"Apa s-sakit? Ma-maafin Arin..." Ujarnya gemetar.

'Ah apa yang ia maksud adalah bekas luka di leherku?' pikirku yang kemudian menggeleng. "Apa kau singgah disini?" tanyaku dengan selembut mungkin.

Ia mengangguk dan kemudian mulai menjawab "Ini rumah Arin! Arin biasanya main di sini sama Naru!" ia tersenyum sembari menunjuk seekor kelinci bermanik mata hijau, warna mata yang unik. "Kalau kakak tinggal dimana?" tanyanya polos.

"A-aku? Kakak tidak tahu... Mungkin di suatu tempat yang jauh..." Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya ya..

"Tempat yang jauh? Tempat yang seperti apa?! Apa di luar sana sama dengan disini?" tanyanya.

"Tidak. Disana langit berwarna kelabu, tempat yang sangat bising dan ramai. penuh dengan kekejaman dan aturan. Tempat yang ku benci..." Aku sendiri tak dapat membayangkan nya, namun entah mengapa hanya itu yang dapat ku jelaskan, seakan dari semua memori yang hilang penggambaran akan yang namanya dunia itu yang paling membekas.

"Kedengarannya menarik! Dimana itu?! Apa aku bisa kesana?" Aku terperanjat kaget, ah benar dia masih anak-anak, mana mungkin mengerti.

"Mengapa kamu mau kesana?"

"Karena aku bosan disini. Aku kesepian, bukankah kakak bilang di sana ramai? apa kakak bisa membawaku ke sana? Bisakah aku punya teman? "

"Kamu-" belum sempat aku bertanya asalnya, sebuah teriakan terdengar dari kejauhan. Angin berhembus dengan gugurnya dedaunan berwarna pink di sekitar kami.

"Arin!! kamu ada dimana?!"

Aneh, tubuhku seakan bergerak sendiri, dengan bulu kuduk yang merinding aku mengendong anak ini dan segera bersembunyi di balik pohon. Seorang pria berlari ke tanah lapang dekat dengan kami, sebuah topi terpasang rapi pada kepalanya sebelum kemudian ia melepasnya, menunjukan rambut pirangnya yang rapi dan tampak sangat cocok dengan pakaian jas coklat, dengan sebuah pita hijau di kerah kemeja putihnya, yang terbalut oleh jas coklat. Dengan pelan aku meletakkan jari telunjukku pada bibirku, memberikan isyarat untuk diam.

"Arin..? Kamu disana? Oh aku tahu! Apa kau mengajakku main petak umpet?" pemuda itu berbicara sendiri, seakan menunggu jawaban. "Arin... Ayolah keluar. Hari ini pekerjaanku selesai dengan cepat. Dimana kau?" gadis dalam pelukanku beberapa kali hendak menjawab namun ia urungkan niatnya.

Suatu perasaan takut menjalar pada tubuhku, seakan mengatakan untuk lari saat ini juga. Pemuda itu kemudian mulai mencari dan saat hanya punggungnya yang dapat ku lihat aku kemudian berlari secepat mungkin sembari menarik gadis ini. Kurasa ia mendengar langkahku, hanya perlu waktu sampai ia berhasil mengejar.

"K-Kak kita mau kemana..?" Ia bertanya dengan takut.

Aku tidak bisa menjawabnya, sulit bagi diriku juga untuk mencerna semua ini. Namun sesuatu dalam diriku berkata kami harus kabur sekarang juga.

Hanya satu hal yang terbesit di benak ku saat ini, lari dan jangan biarkan ia menangkap kami, tempat ini bukanlah tempat yang aman.

"Arin!!"

Aku terus berlari, berlari dan berlari hingga tak menyadari bahwa sebuah sulur ada di hadapanku. Aku terjatuh sementara Arin berlari di depanku kemudian ikut berhenti. Di belakang sana pemuda itu berhasil mengejar "Kau kan-" mata kami saling bertemu sebelum akhirnya aku kembali bangkit dan segera menarik Arin.

Di depan sana sebuah gerbang kereta bernuansa hitam seakan menunggu kami memasukinya, mesin perlahan berjalan dan kakiku semakin kencang berlari ke arah sana, begitu aku berhasil memasukinya aku merentangkan tanganku keluar "Arin!" aku menarik gadis itu masuk ke dalam kereta yang telah bergerak cepat tepat sebelum tangan pemuda berambut pirang itu menggapainya.

Bruk-

Tubuhnya terbanting masuk menimpaku, sementara pintu kereta mulai tertutup. di luar sana tepat sebelum pintu tertutup bisa ku lihat pemuda itu menatapku dengan tajam, mata hijaunya seakan memancarkan aura dendam yang mendalam. Sementara itu samar-samar di balik tubuhnya sosok-sosok hitam bermunculan.

"K-kakak gak apa apa?"

Aku mengangguk sembari mencoba menenangkan degup jantungku, sementara itu Arin mulai menengok ke sekitar, ia tampak baik baik saja. Hanya satu hal yang kini ku harapkan, semoga Arin tidak melihat apa yang barusan ku lihat, semoga kami bisa sampai ke tempat lain yang lebih aman.

Namun disisi lain aku terus bertanya.

'Mengapa aku begini?'

"Kak..."

"Y-ya?" Aku menjawabnya dengan cepat, berharap tak terlalu menimbulkan kecurigaan.

"Mengapa diluar jendela hanya ada kegelapan?"

"Huh?"

[Bersambung]

2. Kereta

Sejauh mata memandang hanya ada kegelapan, sekeras apa mencari tak ada orang lain di sana kecuali kami. Kami telah menelusuri kereta ini beberapa saat dan itulah kesimpulannya, gerbong-gerbong yang kosong, kursi masinis yang kosong, serta pemandangan gelap gulita tak berujung.

Apa kami terjebak?

.

.

.

.

Naru tertidur pulas di pangkuan Arin sedangkan Arin terus menatap ke luar jendela, gelap. Jangankan pepohonan aku saja tak dapat melihat bintang, seakan yang ada di luar sana bukanlah dunia melainkan suatu tempat yang hampa tak ada apapun disana kecuali kekosongan yang siap menelanmu.

"Uh.."

"Hm? Kakak kenapa? Kok meringkuk di sana?"

"G-gak apa-apa, jangan ke sini!"

Sial, mengapa perutku terasa sakit. Tak hanya itu tubuhku terasa pegal bahkan pusing menyerang kepalaku.

"oh, kakak lapar?"

Ah anak ini ternyata salah paham..

ia merogoh keranjang anyaman yang tak sengaja terbawa ke dalam kereta saya kami melarikan diri, menemukan sebuah berry berwarna merah cerah di sana ia pun mengambilnya.

"Ini" ia menyodorkan berry itu padaku. Sudah ku coba untuk menolak namun ia bersikeras memberikan buah itu padaku hingga akhirnya ia mau menerima beberapa buah itu dan memakannya dengan pelan.

Ia kemudian hanya tertawa sementara Naru yang juga melihat itu kemudian mengangkat telinganya seakan turut tertawa. Aku hanya hanya menghela nafas sembari menggaruk rambutku dengan tangan kiri sementara tangan kananku terdapat beberapa buah berry segar. Secara mengejutkan, ketika aku memakan buah itu entah mengapa rasa sakit hilang tanpa membekas.

Aneh.

Arin POV:

Sudah sekitar 6 jam sepertinya kami berada di kereta ini dan masih tak ada tanda-tanda kereta akan berhenti maupun menuju ke mana, hanya ada kegelapan seakan kami terus melintasi alam tanpa penghuni. Kak Novan yang telah terjaga cukup lama kemudian menguap, dari sebelahnya aku menyaksikan rasa kantuk menguasainya, memaksanya untuk menutup mata dan tertidur. Mungkin karena kelaparan ia memilih tidur atau ia sudah tak dapat menahan rasa lelahnya.

Aku hanya termenung diam menatap ke arah lampu hias yang indah, aku tak dapat tertidur. Merasa bosan aku pun pergi ke arah gerbong kereta lain dan menyusuri setiap tempat yang belum ku jelajahi dengan teliti, benar-benar tak ada apapun selain ornamen hiasan, bangku, lemari dan laci kosong, vas berisi bunga, lampu gantung atau benda-benda lain yang tak dapat dipisahkan dari kereta itu, tak ada benda yang menunjukkan seakan seseorang pernah ada disini.

Ketika ku tiba di gerbong selanjutnya aku menunduk untuk mencari apa ada sesuatu di bawah meja sebelum akhirnya tanpa ku sadari sebuah suara mengagetkan ku "mencari sesuatu?" Seorang pria berjas hitam dengan topi pesulap tampak telah duduk di kursi tempat meja yang sedang ku jelajahi, suara memekik dari mulutnya yang tertutup oleh sebuah karung kertas coklat dapat membuat bulu kuduk seseorang berdiri karena merinding, tangan kirinya yang terbalut sarung tangan putih tampak memegang sebuah buku berwarna coklat sementara kedua lubang pada pada bungkus kertas di kepalanya menampakan dua buah bola mata berwarna ungu.

"Anu.. kapan dan dimana pemberhentian selanjutnya?" Tanyaku, pria itu tampak terkejut sesaat sebelum akhirnya memikirkan sesuatu.

"Kalau aku tidak salah.... tunggu darimana kau berasal gadis cantik?" Tanyanya yang dengan cepat menatapku namun belum sempat ku jawab Naru kelinciku segera melompat ke arahku dan dari kejauhan kak Novan datang dengan berlari panik.

"Arin!!!"

"Oho benar.. rupanya itu benar kau" hanya sesaat aku menatap kak Novan wajah pria itu telah ada di samping telingaku "benar.. kalau tidak salah kau seharusnya tidak disini.. hahahaha!!" tangan yang terbalut sarung tangan putih kini telah berganti dengan tangan kanan yang kini terhiasi oleh kuku-kuku tajam nan hitam dari ujung kuku hingga ke dalam jasnya itu seakan siap untuk menusuk leherku dari sebelah kanan.

"Menjauh dari Arin—"

"Atau apa? Hahahaha kau tidak bisa apa apa— tunggu, aku juga mengenalmu.." seakan amarahnya muncul pria itu kemudian mendekatkan kukunya semakin dekat pada leherku "kau serangga nakal yang masuk ke dalam alam kami! Oho aku tahu kau pasti juga ingin menghancurkan sistem kami makanya kau mengambil anak ini ya?!" namun setelah ia mengatakan itu dia menarik tangannya "yah apapun itu itu bukan urusanku sih hahahaha!" Tawa melengkingnya kemudian disusul oleh guncangan yang tiba-tiba datang.

"Apa pun itu ini akan menarik, bukan begitu nak?" Ia menatapku "hahaha ya ya ya. Kalau begitu mari bertemu kembali di lain tempat. Semoga mimpi indah menyambut kalian" ujarnya sebelum goncangan besar kembali terjadi dan ia menghilang dalam satu kedipan mata.

Langit yang gelap juga seakan mulai berawan putih, burung burung berterbangan di luar sana seakan terbang mengiringi kereta hitam yang kami tumpangi menuju ke suatu tempat. Sebuah suara kencang kemudian terdengar, seekor paus berwarna biru tampak melayang di atas kereta bersama dengan segerombolan ikan ikan bersayap, seakan belum cukup gerombolan kuda bersayap melintas dengan cepat menuju ke suatu tempat.

Tak ada batasan, tak ada penghalang itulah arti dari tempat itu, itulah arti dari mimpi. Mimpi menghadirkan semuanya, mimpi mengubah semuanya.

Sebuah pulau melayang menyambut di depan sana, menara-menara kaca yang indah berdiri tegak di setiap sisi pulau, kapal-kapal melayang tampak bertengger pada sisi-sisi pinggirnya. Bersamaan dengan semakin dekatnya kereta menuju pulai itu semakin banyak hal menakjubkan yang muncul.

"Luar biasa.." kak Novan hanya dapat terpukau.

"Ini lebih indah dari rumah kita Naru!" Teriakku yang kemudian memeluk Naru dengan senang "oh kelinci bersayap!" Teriakku.

"Mana ada kelinci bersayap—"

Segerombolan kelinci dengan sayap tampak mendekat ke arah jendela kereta, seakan menyambut mereka kemudian menatap sekilas ke arah kami "lupakan, ini dunia aneh" ujar kak Novan.

"Kak! Garuda!"

"Ada berapa banyak hewan aneh disini, jangan bilang disini juga ada Leviathan"

"Bukankah itu terlalu besar?"

"Hahaha"

Tawa lepas dari kami, tempat yang indah itu terasa benar-benar menghilangkan semua rasa tegang yang kami alami, meluapkan semua memori kelam milik kami. Kereta telah memasuki pulau itu, rel-rel yang tadinya melayang kini benar-benar menempel pada bebatuan putih yang tersusun rapi, sejauh mata memandang pepohonan oranye dan kuning menyambut dan sesekali kami melihat kembali hewan-hewan menakjubkan.

"Sepertinya kita sudah sampai" kereta berhenti dan kemudian seluruh pintu gerbong terbuka, di luar sana sebuah stasiun kereta berwarna putih dan emas menyambut.

"Sangat luas! Hahaha!" Aku berlari keluar bersama dengan Naru dalam keranjang anyaman ku, kak Novan tampak berjalan di belakang. Di sekeliling kami hanya ada keheningan, melangkah ke luar stasiun kami pun disambut oleh rerimbunan pepohonan yang sama seperti awal kami tiba, berjalan mengikuti jalan berbatuan yang rapi kami pun dari kejauhan melihat sebuah kota yang indah sebelum akhirnya kami menyadari seseorang memanggil kami.

"Penyusup...?"

[Bersambung]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!