"Paula Papa gak setuju dengan apa yang kamu mau," tegas seorang pria yang tak lain adalah ayah dari Paula.
"Paula pengen hidup mandiri Pa, Paula gak mau selama hidup Paula, Paula gak ngapa-ngapain," kekeh anaknya.
"Sudahlah Pa biarkan anak kita melakukan apa yang dia mau," ibunya Paula terlihat membela dirinya.
Paula mengangguk setuju, "Ayolah Pa, dua bulan saja atau satu bulan aja," pinta Paula memasang wajah memelas.
"Ya sudah, tapi awas kalau sampai kamu nanti pulang kenapa-napa. Papa akan buat perhitungan."
Paula kegirangan sambil memeluk papa nya, "Makasih papa ku yang baik hati."
Jadi Paula meminta pada ayahnya untuk keluar dari rumah ini dan bekerja, kehidupan sempurna nya sangat membosankan bagi Paula. Terlahir dari keluarga yang sudah kaya raya membuat ia bosan, orang lain mah ingin kaya dia malah bosan kayak.
Kini dirinya pergi ke kamar untuk membereskan bajunya yang akan ia bawa keluar, ia juga pergi dari rumahnya akan di temani oleh asisten pribadinya.
"Dika, tolong pilihin baju yang keliatan kayak orang biasa dong," ujar Paula kebingungan menatap bajunya yang amat banyak.
"Lebih baik beli lagi aja, baju ini semua bermerek, orang yang tau merek mana mungkin percaya kamu miskin kalau pake baju ini."
"Oh gitu yah, ya udah deh kita mendadak beli aja."
________
Paula dan Dika pergi mencari sebuah apartemen, walaupun Paula ingin pura-pura miskin tapi ia tetep kekeh ingin tinggal di apartemen. Dika pergi ke Mall untuk membeli beberapa baju, sementara Paula berkeliaran di apart nya, "Wah gak nyangka gue bisa tinggal sendiri juga," Paula kegirangan.
Tak lama setelah itu Dika datang dengan membawa barang yang Paula butuhkan untuk besok hari pertama Paula kerja, dengan bantuan ayahnya Paula langsung bisa masuk kerja di perusahaan perdagangan.
"Beli baju segini banyak cuman 5 juta? Wah baru tau," Paula membuka dan memberantakkan belanjaan tersebut.
"Jangan di berantakin," Dika tampak pusing.
"Sorry," Dengan senyuman tanpa dosanya Paula membereskan kembali semua barang itu, sayang nya niat baik Paula sia-sia, gadis itu hanya menumpuk baju-baju juga yang lainnya.
"Jangan gitu, nih saya ajarkan caranya membereskan semuanya dengan benar," Dika melipat baju-baju tersebut lalu menyusunnya ke dalam lemari.
Paula mengangguk mengerti, ia juga mulai mencontoh Dika membereskan dan menata barang-barangnya yang lain juga. Selesai membereskan semua itu ia tiduran di kasur, "Ternyata ini sangat melelahkan," gumamnya sembari menatap atap.
__________
Paginya Paula telah siap dengan pakaian yang di pilihkan Dika untuknya, kini Dika mengantarkan Paula menaiki taksi. Paula bersikeras tidak ingin naik mobil pribadinya, karena Dika khawatir bos nya kenapa-napa jadi ia mengikuti taksi itu dari belakang.
Tak lama sampailah mereka di perusahaan yang di maksud ayahnya Paula, Paula di antar masuk oleh teman ayahnya itu, "Pokoknya nanti bilang aja kalau aku dari kampung, jangan bilang kalau aku orang kayak," ucap Paula di perjalanan menuju ruangannya yang berada di lantai 10.
"Baik semua beres."
Paula sempat belajar manajemen di luar negeri jadi ini bukanlah hal yang sulit baginya, Paula di perkenalkan sebagai karyawan baru di sana. Paula berada divisi pemasaran, "Ira, tolong ajarkan Paula," ucap teman ayahnya itu.
"Baik," balas Ira.
"Paula kau ikuti saja arahan Ira."
"Baik."
Paula langsung duduk di mejanya dan Ira menjelaskan apa saja yang harus Paula lakukan, "Baik saya sudah paham, terimakasih."
"Sama-sama," Ira duduk kembali ke meja nya yang berada di samping Paula.
Kemudian datanglah seorang pria muda di temani seorang wanita yang sepertinya adalah asisten pria itu, semua karyawan di sana bangun untuk menyapa kedatangan pria itu. Paula celingak-celinguk karena semua bangun ia ikutan bangun juga.
"Jadi siapa karyawan baru di sini?" tanya pria itu berdiri di depan ruangan.
"Saya pak," Paula angkat tangan.
"Baiklah," setelah itu pria tersebut kembali meneruskan langkahnya menuju ruangan kerja miliknya yang berada di samping ruangan ini.
Semua karyawan di sana kembali duduk di kursi mereka, "Dia CEO nya?" tanya Paula pada Ira.
"Iya, tapi kamu pokoknya jangan macam-macam sama dia. Galak soalnya," balas Ira pelan.
"Oke," karena ruangan CEO itu terdapat kaca jendela Paula terus saja menatap pria tersebut.
Dia bernama Revano, seorang CEO muda yang terkenal akan angkuh nya. Parasnya begitu menawan dan tubuhnya kekar berisi, semua tampak menyukai Revano sayangnya sifat dia tidak sebagus fisiknya.
Revano belum menikah karena sepertinya tipe dia sangatlah tinggi, asisten pribadi bernama Niki ia sejak lama sudah mengagumi Revano sayangnya Revano tidak pernah mau melirik dirinya sedikitpun.
"Tuan ini berkas yang harus anda tanda tangani," Niki menyimpan berkas di meja Revano.
Revano mengambil berkas itu dan membacanya, "Hari ini ada jadwal rapat kan?"
"Iya Tuan, untuk iven bulan depan."
"Bawa tiga orang dari divisi pemasaran, bawa juga karyawan baru itu agar belajar."
"Baik Tuan saya akan sampaikan," Niki berjalan keluar ruangan.
"Hari ini ada rapat, kalian bertiga ikut, Paula kau juga ikut," Niki menunjuk Paula.
"Saya?" Paula menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, Tuan Revano sendiri yang minta. Katanya agar kau bisa belajar dengan cepat, melihat data diri kamu yang non pengalaman."
"Baik."
"Rapatnya akan di mulai nanti jam 9, kalian masih punya waktu untuk bersiap-siap. Kita akan membahas iven yang akan di adakan bulan depan, kalian mengerti? Jika tidak ada yang mengerti boleh bertanya."
"Mengerti," jawabnya serentak.
"Baik kalau begitu saya tinggal," Niki kembali ke ruangannya.
Yang akan ikut rapat adalah Paula, Ira, Gilang juga Fahmi. Paula segera menghampiri Ira, "Jadi apa yang harus saya lakukan nanti?" tanyanya.
"Ini rapat pertama kita untuk iven bulan depan, jadi tugas kita nanti hanya mendengarkan apa yang akan di sampaikan di sana. Barulah setelah itu kita harus menyusun rencana untuk pemasarannya nanti.
"Oke makasih," Paula tersenyum lalu duduk di kursi.
__________
Sudah jam sembilan, kini waktunya rapat telah tiba Paula terus bersama Ira sambil membawa buku catatan ban bal poin. Untuk mencatat hal penting di sana, mereka pergi ke ruangan rapat di sana sudah terdapat banyak orang yang sedang menunggu CEO mereka datang.
Revano datang bersama Niki, ia duduk di tempatnya sedangkan Niki berdiri di depan untuk menjelaskan susunan rencana yang di buat Revano.
"Baik semuanya, jadi minggu depan perusahaan akan mengadakan sebuah iven besar untuk memperkenalkan produk baru kita," Rapat di mulai dan di akhiri dengan lancar semua divisi mendapatkan tugasnya masing-masing.
Sepulang rapat Paula kembali ke kursinya ia menyenderkan tubuhnya ke senderan kursi, "Ah lelahnya," Gumam Paula.
"Ini belum seberapa, tapi tenang aja nanti juga bakalan terbiasa," ujar Ira.
"Siap-siap nanti setelah jam makan siang kita ada rapat juga," tambah Ira.
"Rapat apa lagi?" tanya Paula menatap Ira.
"Kita rapat untuk rencana pemasaran kita, rapatnya juga cuman divisi pemasaran doang."
"Oke."
_________
Kini waktunya makan siang, Paula dan Ira makan siang di kantin kantor mereka tampaknya mulai berteman.
"Kamu baru lulus kuliah?" tanya Ira.
"Iya, baru aja lulus jadi aku mutusin buat kerja."
"Dari kampung? Pak Drian bilangnya gitu soalnya," Drian adalah teman ayahnya Paula yang tadi pagi mengantarkan Paula.
Paula mengangguk.
"Terus kuliah karena beasiswa?"
Paula kembali mengangguk.
Tiba-tiba ada dua orang yang ikut makan di sana, "Gak papah kan gabung?" tanyanya.
Paula dan Ira langsung mengangguk tak masalah mereka ikutan bergabung, "Kenalin nama aku Caca, aku sama di divisi pemasaran."
"Aku Niko, sama juga di divisi pemasaran."
"Paula," Paula tersenyum pada mereka.
"Eh gimana kalau nanti malam kita party? Buat menyambut karyawan baru kita," usul Niko.
"Wah seru tuh," Timpa Caca setuju.
"Gimana mau kan?" tanya Caca menatap Paula.
"Boleh," Paula setuju.
"Hore, kita parti di kafe biasa aja," usul Ira.
"Boleh tuh, entar kita ajak yang lainnya juga. Mereka pasti setuju-setuju aja sih. Entar pulang rapat kita langsung OTW," ujar Caca.
Selesai makan siang mereka kembali ke ruangan kerja, saat hendak mulai kerja tiba-tiba Niki menghampiri Paula, "Belikan kopi," titahnya.
"Kopi?" Tanya Paula bingung, masalahnya ini bukanlah pekerjaan dirinya.
"Iya, Tuan Revano yang minta."
"Saya yang belikan?" Paula menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, lalu siapa memangnya? OB kita sedang tidak masuk."
"Baik."
Paula dengan berat hati langsung ke kantin membelikan kofi americano untuk Revano, tapi ia kebingungan saat tidak punya uang tunai di dompetnya. Ponselnya ketinggalan di mejanya, sementara di dompet hanya ada black card, kini ia bingung bagaimana cara bayarnya. Kalau ia mengeluarkan kartu itu takutnya ke bongkar, tadi Niki tidak memberinya uang untuk beli kofi ini.
"Gak punya uang buat bayar?" tanya Niko yang tiba-tiba ada di sana dan mengagetkan Paula.
Paula gelagapan dan kemudian mengangguk, "Bukan gak punya uang sih lebih ke-" ucapan Paula di potong oleh Niko.
"Ya udah biar aku yang bayar," Niko langsung membayarnya.
"Makasih yah."
Mereka berdua berjalan ke ruangan kerjanya, Paula segera mengantarkan kofi itu pada Niki, "Oke," ucap Niki setelah mendapatkan kofi nya dari Paula.
Paula duduk di kursinya, "Niki emang kayak gitu apalagi sama karyawan baru, jadi harap di maklum," ucap Ira.
"Gak papah," balas Paula yang walaupun pada dasarnya ia sangat kesal pada Niki.
"Nanti aku kembalikan yah uangnya," ucap Paula pada Niko.
"Gak usah gak papah," Niko kasihan pada Paula jadi ia merasa uangnya tidak perlu di balikan, mereka di sini kan taunya Paula adalah gadis miskin dari kampung.
__________
Sore pun tiba kini divisi pemasaran tengah melakukan rapat, Gilang sebagai ketua di divisi ini sekarang tengah melakukan kalimat pembuka.
"Baik apakah ada ide lain dari kalian?" tanya Gilang pada rekan-rekan kerjanya.
Paula angkat tangan.
"Baik Paula, silahkan," Gilang mempersilahkan Paula bicara.
"Bagaimana kalau acara nanti kita undang seorang penyanyi untuk lebih memikat orang-orang," usulnya.
"Ide yang bagus, ada usulan dari yang lainnya?" tanya Gilang kembali.
Ira angkat tangan.
"Baik Ira, silahkan."
"Kalau seandainya kita mengundang penyanyi berapa penyanyi yang akan kita undang? Lalu siapa penyanyinya. Kita harus mengundang penyanyi yang dapat menarik banyak orang-orang."
"Tapi kalian setuju tidak kalau kita undang seorang penyanyi ke acara kita nanti?" tanya balik Gilang.
Semuanya tampak setuju.
"Baik kalau begitu kita simpan ide itu, kini kita lanjutkan siapa artis yang akan kita undang. Ada usulan?" Tanya Gilang yang tidak bisa memutuskan semuanya sendiri.
"Ariel, sepertinya dia cocok. Penyanyi muda yang saat ini sedang terkenal-terkenalnya," usul Caca.
"Boleh, tapi menghubungi dia akan agak sulit. Karena sedang naik daun kita akan kesulitan mendapatkan jadwal yang pas," ujar Gilang. "Apakah ada opsi lain?"
"Kita hanya akan mengundang satu penyanyi?" tanya Niko.
"Bagaimana kalau dua?" tanya Paula.
"Boleh, satu pria dan satu wanita," timpa Gilang.
"Untuk artis pria bagaimana kalau Kelvin? Dia juga artis muda yang sedang naik daun sekarang," usul Caca kembali.
"Mendapatkan Kelvin akan agak lebih susah, kabarnya ia tidak sembarangan menerima tawaran manggung," Gilang sedikit kebingungan.
"Bagaimana kalau kita serahkan semua itu pada Paula," usul Niki yang tiba-tiba datang ke ruangan tersebut bersama Revano.
Mereka seketika dengan kaget menatap Niki, "Diakan anak baru, apa tidak terlalu berat menyerahkan itu padanya? Apalagi harus mendapatkan jadwal mereka," tanya Niko kasihan pada Paula.
"Saya akan kasih bonus jika kau dapat mendapatkan mereka berdua," timpa Revano menatap Paula.
Paula hanya diam saja, karena sejujurnya ia mengenal Kelvin juga Ariel. Mereka berdua adalah temannya, mendapatkan jadwal mereka akan sangat mudah baginya.
"Tapi-" Paula kebingungan.
"Bagaimana setuju atau tidak?" tanya Niki sedikit menantang.
"Kita akan tunggu jawaban mereka setuju atau tidak besok," ucap Revano yang langsung pergi bersama Niki.
"Kita bakal bantu kontak mereka, kamu tenang aja," Ira mencoba membantu Paula.
Paula tersenyum pada Ira juga pada yang lainnya, "Tenang aja, aku bisa dapetin mereka kok. Kita lanjut aja sama yang lainnya, urusan penyanyinya biar aku yang urus."
"Yakin?" Gilang tidak yakin pada ucapan Paula.
"Serius kalian tenang aja."
Walaupun sedikit tak yakin mereka kembali melanjutkan rapat mereka membahas hal lain.
_________
Sepulang dari kantor mereka langsung mengadakan party kecil-kecilan di kafe, "Wah seru juga yah, aku gak pernah lakuin ini sebelumnya," ucap Paula kegirangan.
Ira merasa kasihan pada Paula karena tidak pernah merasakan party, "Di kampung gak ada yang kayak gini yah?" tanyanya.
Paula segera menatap Ira, padahal maksudnya Paula tidak pernah merasakan suasana party di kafe kecil yang menurutnya jauh lebih asik daripada di kafe atau restoran mewah yang selalu tertutup.
Teman-teman Paula kan kebanyakan artis dan penyanyi jadi ketika party mereka selalu memesan restoran privat agar tidak di ganggu fans.
"Nikmatin aja yah, kita di sini traktir kamu kok," ucap Niko yang ikutan prihatin.
Paula tersenyum kegirangan, "Makasih yah."
Tanpa Paula sadar sebenarnya di sana ada Dika yang selalu setia mengikuti ia kemanapun ia pergi.
"Jangan kebanyakan makan, makanan gak sehat nanti ketahuan Tuan besar bisa marah," Dika mengirim pesan pada Paula yang tak sama sekali Paula baca sangking asik sama teman barunya itu.
Sepulang party Paula segera masuk mobilnya yang di dalam mobil sudah ada Dika, "Kenapa tidak membalas pesan ku tadi? Nanti Tuan besar-" Paula memotong ucapan Dika.
"Sudah aku lelah jangan banyak bicara, aku lelah ingin tidur cepetan pulang," potong Paula sambil memejamkan matanya.
"Baik."
Sesampainya di apartemen Paula langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah dari kamar mandi ia tiduran di kasur sembari mencoba menelpon Ariel dan juga Kelvin.
Paula melakukan Vidio Call pada mereka, "Hay gays," sapa Paula sembari melambaikan tangan pada mereka.
"Tumben telpon jam segini?" tanya Ariel.
"Iya, gak biasanya, tapi keknya itu bukan di kamar lu deh. Kamar siapa?" tanya Kelvin yang sudah hapal seperti apa kamar Paula.
Paula tersenyum, "Gue pindah ke apartemen dan gue juga kerja."
"What?" Ucap Ariel dan Kelvin berbarengan dengan wajah kaget mereka.
"Seriusly?" tanya Ariel kurang percaya.
"Serius tau."
"Bokap sama nyokap lu gak marah emangnya?" tanya Kelvin yang tau juga bagaimana kedua orang tua Paula memperlakukan Paula bak putri raja.
"Yah mereka awalnya nolak permintaan gue, tapi dengan wajah memelas gue akhirnya mereka setuju dan membiarkan gue lakuin ini," jelas Paula.
"Keren, orang mah pengen hidup kayak, lu malah mau jadi kek gini," Kelvin menggelengkan kepalanya tidak habis pikir dengan apa yang Paula lakukan.
"Bosen," balas Paula dengan santainya.
"Yah iya sih, tapi ada apa sih telpon kita gak kayak biasanya aja?" tanya Ariel.
"Bulan depan kantor bos gue mau ngadain iven peluncuran produk baru mereka, kalian di undang buat tampil mau kan?" tanya Paula.
"Tanggal berapa? Gue sih ayok aja, kalau pun ada yang bentrok gue bakalan milih lu," timpa Kelvin.
"Tanggal 17."
"Kebetulan gak ada jadwal di tanggal itu, gue siap," ujar Ariel.
"Gue juga siap, entar tinggal ngomong sama manajer gue," timpa Kelvin.
"Oke makasih yah, nanti kalau itu tinggal chat gue lagi aja," balas Paula.
"Oke."
"Ya udah gue matiin yah, gue mau tidur capek banget seharian kerja," pamit Paula.
"Oke, tidur yang nyenyak."
Paula mematikan sambungan telponnya, ia menyimpan ponselnya di meja lalu mulai memejamkan mata. Sementara Dika tidur di apartemen sebelahnya, di tempat lain Revano masih berada di kantor dengan Niki.
"Saya yakin wanita itu akan gagal mendapatkan Ariel dan Kelvin, jadwal mereka sangat penuh. Kau bisa carikan penyanyi lain?" Revano menatap Niki yang berada di depannya.
"Baik Tuan saya akan coba cari Penyanyi lain, nanti saya kabari jika saya sudah mendapatkannya," balas Niki.
"Ya sudah, saya mau pulang," Revano bangun dari duduknya.
___________
Paginya Paula kembali ke kantor tepat waktu, Ira segera menghampiri Paula untuk menanyakan sesuatu, "Jadi gimana? Gak dapet kan?" tanyanya.
Paula tersenyum, "Udah kalian tenang saja, Ariel dan Kelvin sudah setuju untuk datang ke sini bulan depan. Maksud saya manajer mereka sudah bilang iya."
Ira dan semua yang ada di ruangan itu memasang wajah tak percaya, "Gak lagi bercanda kan?" tanya Niko.
"Iya gak usah bercanda, bulan kemarin saja kita kesulitan menghubungi mereka," Ira masih tak percaya.
Paula tersenyum lagi, "Beneran ini buktinya," Paula mengirim konfirmasi dari kedua manajer Ariel dan Kelvin.
Semua yang ada di ruangan bertepuk tangan memberikan selamat, mereka tak menyangka kalau Paula akan berhasil melakukannya. Saat sedang asik tiba-tiba Niki dan Revano datang, "Ada apa ini?" tanya Revano.
"Ariel dan Kelvin setuju untuk menghadiri acara kita bulan depan," jelas Gilang.
"Seriusan?" Niki menatap Paula tak percaya.
"Serius, ini chat dari kedua manajer mereka," Paula menunjukkan buktinya.
"Hebat," Revano sedikit memuji keberhasilan Paula, karena memang mendapatkan kedua orang itu sangat sulit.
Revano dan Niki masuk ke ruang kerjanya, "Hebat juga tuh anak baru," gumam Revano.
Niki terlihat sangat kesal, bagaimana bisa Paula melakukan itu padahal dirinya kemarin gagal.
"Sialan," umpat Niki dalam hatinya.
Di luar mereka masih kegirangan dengan keberhasilan Paula, "Hebat juga, gimana caranya sih?" tanya Niko.
"Rahasia," canda Paula sembari ketawa-ketawa.
"Oke, sekarang kita fokus pada yang lainnya. Paula kau bisa buat brosur?" tanya Gilang.
"Bisa."
"Buat brosur semenarik mungkin untuk acara nanti, kau buat beberapa nanti saya pilih mana yang cocok."
"Baik."
__________
Saat jam makan siang tiba-tiba di jalan menuju kantin Paula tak sengaja menabrak Revano yang juga sedang berjalan menuju kantin, "Sorry," ucap Paula sembari menundukkan badannya.
"Kamu kalau jalan bisa liat gak? Hati-hati dong. Berantakan kan jadinya," bentak Niki yang langsung merapihkan jas Revano.
"Sudah tidak usah," Revano menghempas tangan Niki.
"Maaf, saya benar-benar tidak sengaja."
"Lain kali jangan jalan sambil ngobrol," tegas Revano kembali melanjutkan langkahnya di ikuti oleh Niki di belakang.
"Untung aja mood pak Revano lagi bagus, kalau enggak bisa mati kamu tadi nabrak dia," ujar Caca.
"Emang kenapa?" tanya Paula kebingungan.
"Yah pasti marah besarlah, ah udah ah kita ke kantin aja yuk udah laper nih aku."
______
Revano dan Niki pergi rumah Revano tadi orang tua Revano menghubunginya dan meminta mereka untuk makan siang bersama, sesampainya di sana mereka langsung pergi ke ruang makan tapi ada pemandangan tak enak yang membuat Revano kembali meninggalkan ruang makan.
Ibunya Revano yang melihat anaknya kembali pergi langsung mengejarnya, "Tunggu," ia menahan tangan anaknya.
"Kenapa ada dia di sini?" tanyanya dingin.
"Kakak mu baru datang dari Amerika, dia ingin makan siang bersama tolong jangan pergi," pinta ibunya.
"Ya sudah kalian lanjutkan saja acara makan siangnya," balas Revano dingin.
Tiba-tiba kakaknya menghampiri Revano, "Mau sampai kapan kau bersikap kekanak-kanakan seperti ini?" tanyanya yang membuat mood Revano semakin jelek.
"Sampai kau hilang dari hidupku," tegak Revano yang menatap tajam kakaknya.
Kakak Revano bernama Renaldi Atau biasa di panggil Aldi saja. Aldi tinggal di Amerika untuk kerja, hubungan di antara mereka memang sedang tidak baik-baik saja sejak 5 tahun kebelakang.
Entah apa yang membuat mereka seperti ini, tapi Revano sangat membenci kakaknya bahkan hanya untuk melihatnya saja ia tidak mau.
"Kalau kau ingin makan siang bersama keluargamu lakukanlah, aku pergi," Revano pergi dari sana, Niki mengikuti Revano keluar dari rumah.
"Sudah lah Ma, kita lanjutkan makan siang kita. Revano memang masih belum mengerti," Aldi menarik tangan ibunya untuk kembali makan siang.
"Kau sudah coba minta maaf padanya," tanya ayahnya.
"Sudah Pa, sudah berapa kali aku minta maaf padanya tapi dia tetap bersikukuh untuk tidak memaafkan ku," jelas Aldi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!