Tepat 16 tahun silam, lahirlah seorang putri cantik dari keluarga Smith yang diberi nama Marry Smith.
Dia adalah gadis cantik, yang tumbuh dengan baik hingga menjelma menjadi gadis dewasa seperti saat ini.
"Marry" Suara lembut Riana Jane mengisi setiap sudut rumah.
Riana Jane adalah ibu dari Marry Smith, pernikahan campuran antara kedua orang tuanya memberikan ciri khas tersendiri bagi Marry. Gadis ini memiliki warna kulit yang putih sama seperti sang ayah, tapi rambutnya berwarna hitam mewarisi sang ibu.
Dan yang paling indah dari anggota tubuh Marry ialah, warna dari netra Marry yang lain dari sang ayah dan ibu. Netranya kebiruan, seperti mewakili tenangnya lautan bagi siapapun yang menatapnya.
*
*
*
"Yah bu, Marry datang" ucap Marry.
Ia berjalan lebih dekat dengan sang ibu.
"Cepat katakan padanya, jika dirimu harus segera pergi ke sekolah sayang," tutur Riana dengan senyum lembutnya.
Sang ibu yang sudah mengetahui sejak lama kelebihan sang putri, telah terbiasa dengan tingkah laku aneh Marry setiap harinya.
"Apa kau mendengarnya?"
"Em emmm, menurutlah pada ibuku!" terang Marry .
Ia berbicara sambil menunduk didepan sebuah kursi kosong didepannya, makhluk itu tak kasat mata tapi Marry selalu berkomunikasi dengan baik padanya.
"Cukup Ab!" teriak Marry sambil menarik kembali rok panjang yang terlihat tertarik oleh sesuatu yang tak dapat terlihat jelas.
Ab, adalah panggilan dari teman kecil Marry yang bernama Abigail. Makhluk kecil tersebut selalu menjahili Marry disetiap harinya. Tak jarang juga, Marry sering menghabiskan waktu hanya untuk bermain dengannya.
Smith yang tengah menikmati secangkir teh diruang tamu, melihat kondisi Marry seusai berteriak.
"Apa semua oke?" tanya Smith.
"Dia tak ingin aku pergi ayah," ujar Marry dengan wajah kesal.
Abigail yang sejak tadi berdiri disamping Marry memandang wajah teman gadisnya itu dengan pandangan sedih. Ia terus menatap wajah Marry tanpa berpaling sedikitpun.
"Ajak saja kalau dia menginginkannya," imbuh Smith santai sambil menyeruput teh panas miliknya.
"Tapi ayah, Marry takut dia akan jahil disana nanti" jelas Marry.
Mendengar ucapan Marry, mata Abigail yang sudah berkaca-kaca lantas memegangi kedua telinganya disana. Ia berjanji pada Marry takkan berbuat hal aneh selama dirinya ikut bersama dengannya.
"Huft!"
"Baiklah Ab,"
"Dirimu selalu beruntung jika ada ayah dirumah," ucap Marry pada Abigail.
Layaknya seorang saudara kandung, Abigail tidak pernah ingin jauh-jauh dari Marry sepanjang hari. Keduanya bahkan seperti sendok dan garpu yang tak pernah bisa dipisahkan.
"Mari kita berangkat," Ajak Smith.
Sang ayah yang telah menyiapkan mobil saat itu, membukakan pintu mobil untuk putri cantiknya Marry dan Abigail.
Selayaknya orang normal pada umumnya, baik Smith ataupun Riana menanggapi dengan positif setiap tingkah laku sang putri.
"Jangan lupa bekalmu sayang,"
"Love you!" seru Riana sambil mengecup putrinya.
Rutinitas seperti ini selalu Riana lakukan untuk Marry setiap harinya, karena Riana tahu Marry tidak akan pernah memiliki saudara kandung lainnya. Yang berarti dia akan menjadi anak tunggal sepanjang hidupnya.
Sebuah kejadian nahas menimpa Riana, dan mengakibatkan rahim dari ibu Marry tersebut harus diangkat. Dengan kata lain, Riana tidak akan pernah bisa mengandung kembali selama-lamanya. Hal inilah yang membuat Riana ataupun Smith sepakat untuk mencurahkan seluruh kasih sayangnya hanya untuk Marry.
15 menit setibanya disekolah.
"Aku akan menjemputmu nanti sayang," ucap Smith dari dalam mobil .
Marry pun mengangguk patuh.
Dan dia berjalan memasuki lobi sekolah sambil menggandeng Abigail disana, sekali lagi jika hal tersebut akan terlihat aneh bagi orang awam yang melihatnya.
Dan benar saja, sepanjang ia berjalan menuju ruang kelas beberapa anak diantaranya memperhatikan tingkah Marry dengan mencibir.
"Lihatlah, dia sangat aneh"
"Yah, dia memang aneh. Seringkali aku mendengarnya berbicara sendiri,"
Dua orang gadis yang tengah menatap Marry, tengah menggunjingnya.
"Kau dengar itu ab!"
"Dunia luar begitu kejam bukan," terang Marry yang berbicara setengah berbisik pada teman kecilnya tersebut.
Merasa tak terima teman gadisnya di olok oleh teman sekolah lainnya, Abigail pun nekat memberikan pelajaran pada keduanya.
Abigail pun beraksi dengan cepat, dengan cepat kedua tali sepatu masing-masing gadis tersebut di ikatnya satu dengan yang lain.
"Bruukkk" Keduanya terjatuh secara bersamaan ketika hendak berjalan.
"Akh!"
"Ihhh!!" Protes keduanya yang saling bersamaan.
"Siapa yang berulah seperti ini pada kita, menyebalkan" gerutu salah seorang dari teman beda kelas Marry.
"Apa kau tak mendengar kata ayah ab, jangan bertingkah aneh disini" Tegur Marry padanya.
Ia mengangguk dan menyampaikan protesnya, jika ia tak terima jika Marry mendapatkan perlakuan seperti itu.
Saat ini keduanya telah sampai diruangan kelas, didalam sana pun terdapat seorang penghuni kelas yang lengkap memakai seragam sekolah.
Dia adalah seorang wanita, rambutnya panjang dan hanya sibuk bernyanyi di ujung kelas tanpa teman seorangpun.
"Dia Maria ab, tolong bersikaplah manis padanya" pinta Marry.
Belum sampai Marry melanjutkan perkataannya disana, Abigail sudah menghampiri Maria dan menarik bajunya.
"Ab!" seru Marry sambil menepuk jidatnya.
Maria yang sejak tadi asyik bernyanyi, seketika terhenti saat mengetahui Abigail tengah memanggilnya. Dia tak merasa terusik, justru Maria begitu menyenangi Abigail disana.
Karena Abigail berparas tampan meski umurnya masih terbilang sangat kecil, Abigail adalah hantu kecil berambut pirang dan berasal dari keluarga ningrat pada tahun penjajahan jaman belanda dulu.
Sedangkan Maria, adalah pelajar sekolah itu sendiri yang telah menjadi korban kekerasan seksual dari seorang guru yang hingga saat ini masih mengajar disekolah itu.
Bahkan seringkali Maria bercerita pada Marry, jika ia tidak akan pernah puas selama dendamnya belum terbalaskan. Nyawa harus dibalas dengan nyawa, tapi entah mengapa hingga saat ini Maria hanya ingin menghantui pria itu dengan rasa bersalah saja yang semakin besar.
Saat ini, ruangan kelas telah penuh dengan murid. Dan mata pelajaran pertama yang akan berlangsung hari itu adalah sejarah. Kebetulan, guru yang mengajar di bidang mata pelajaran ini adalah kekasih dari Maria seorang murid yang telah tewas ditangannya sendiri.
Flashback Maria.
Setelah jam pulang ekstrakurikuler sekolah usai, Maria yang waktu itu hendak pulang harus tertunda karena hujan angin yang begitu lebat.
Deru angin hingga guyuran air hujan yang tiada henti saat itu, membasahi sebagian tubuh Maria disana.
Dan diwaktu yang bersamaan, Frans guru sejarah sekolah itu tengah melintas dihadapan Maria.
Siapa yang tak mengenal guru paling tampan disekolah itu, bahkan banyak dari murid perempuan kala itu sangat menyukainya.
"Kenapa belum pulang?" tanya Frans.
"Tunggu hujan reda pak," jawab Maria polos.
Akibat guyuran air hujan, membuat sebagian baju Maria basah dan bisa terlihat jelas baju lapisan paling dalam miliknya oleh tatapan kotor mata Frans saat itu.
... Bersambung 🖤
......................
Tekan subscribe untuk terus ikuti kelanjutan kisahnya yah, terimakasih 😘🙏
"Hujan reda ya?" Tiru Frans mengulangi perkataan Maria.
Murid perempuannya itupun hanya mengangguk patuh.
"Mari ikut saya, tunggu dan duduklah diruangan guru saja. Agar kamu tidak basah kuyup disini," Pinta Frans .
Sebenarnya, lelaki itu hanya ingin mencari sebuah alasan saja untuk mengelabui Maria disana. Dengan polosnya, gadis itupun mengikuti gurunya berjalan tepat dibelakangnya.
Saat itu, semua guru sudah hampir pulang seluruhnya. Hanya tersisa penjaga sekolah saja, didepan gerbang.
"Duduk, ayo duduk jangan malu-malu." pinta Frans.
Ia masih terlihat sibuk dengan tumpukan beberapa buku murid yang berjejer di mejanya kala itu, dan itu tak membuat kecurigaan sama sekali dibenak Maria.
Maria sesekali tampak kedinginan disana, akibat kipas diruangan guru begitu kencang menerpa tubuhnya.
"Oh ya, akan saya matikan kipasnya." Terang Frans.
Sikapnya yang begitu perhatian dan lembut, membuat Maria semakin nyaman dan terlena.
"Pakai ini, agar tubuhmu hangat," Ujar Frans.
Ia pun membantu Maria, untuk mengenakan jaket miliknya. Frans memakaikan jaket itu dari arah belakang tubuh Maria, dan benar saja ketika ia dibalik punggung Maria mata jahatnya tengah memperhatikan salah satu anggota tubuh Maria.
"Ssttt" Sentuhan yang tak terelakkan itu pun terjadi, tepat pada telapak tangan Frans menyentuh bagian paling sensitif milik Maria.
"Akh!" Pekik Maria .
"Ah, maaf maafkan saya!" Sahut Frans gugup.
Dengan pipi merona dan gugup, Maria menggelengkan kepalanya dihadapan Frans.
Frans adalah lelaki yang lihai dalam urusan bercinta, ia mampu mengetahui dimana letak titik lemah seorang perempuan. Melihat gestur tubuh Maria, Frans yang sudah bersiap dari tadi kini mulai menyeret sebuah bangku kayu disebelahnya untuk duduk tepat di samping Maria.
"Kemarikan tanganmu, aku akan menghangatkannya." Pinta Frans.
Kedua tangan Maria kini sudah berhasil dalam penguasaan dirinya, tangan yang sangat dingin itupun di dekapnya berulang kali hingga terasa hangat.
Bagaimana tidak, Maria pun sangat terbawa suasana yang begitu romantis dan tak pernah ia dapati selama hidupnya.
Kedua mata mereka berdua kini saling bertautan satu dengan yang lain, pandangan itu semakin dalam dan mulai mendekat. Di dukung dengan cuaca yang begitu dingin akibat hujan deras yang tak kunjung reda, membuat keduanya semakin intim didalam ruangan tanpa seorang pun.
"Paakk," Pekik Maria kala Frans kini telah menguasai tubuhnya.
"Diamlah, aku akan memulainya perlahan agar kamu tak merasakan sakit sedikitpun." Rayunya.
Maria pun menutup kedua matanya sambil menggeliat ketika ia merasakan ada sesuatu yang mengganjal di bawah. Terasa perih baginya, karena itu adalah kali pertama untuknya. Dan benar saja, ia pun mengalami satu hal yang paling berharga di hidupnya kini telah direnggut.
Mahkota itu terlihat mengalir darah segar disana, Frans yang terlena dengan semua permainannya saat itu tak sadar jika dirinya telah membenamkan sebuah benih saat itu.
Keduanya lemas seketika, dan terbaring diruangan itu bersama-sama.
*
*
*
3 bulan semenjak kejadian.
"Pak tolong , bapak harus bertanggung jawab!" seru Maria sambil terus mengikuti Frans .
"Tidak, tidak akan pernah!" sahut Frans tegas.
"Tapi pak, aku tidak mau hamil tanpa seorang suami." Rengek Maria kembali.
Kala itu, kedekatan keduanya yang seringkali tercipta sedikit mengundang tanya bagi guru-guru disana.
"Ada apa Frans, kenapa Maria mengikutimu sejak tadi." Tanya Meliana.
Meliana adalah salah satu guru disekolah itu, yang mengajar mata pelajaran bahasa. Meliana terkenal sebagai guru paling sexy dan memiliki wajah paling cantik disekolah, wajar jika ia begitu banyak diminati oleh murid lelaki sekolah itu termasuk juga dengan Frans.
Tapi sayangnya, Frans tak pernah bisa membuat Meliana bertekuk lutut dihadapannya.
"Entahlah, dia hanya ingin bertukar cerita saja padaku," kelit Frans .
"Sejak kapan dirimu beralih menjadi guru bimbingan konseling," Goda Meliana sambil menurunkan kacamata cat eye miliknya.
"Sudahlah, jangan ikut campur!" Sentak Frans.
Para guru ,termasuk juga Meliana melihat ada yang ganjal pada guru sejarah tersebut. Frans begitu terlihat sensitif belakangan ini, dan dirinya juga sering tak tenang jika disinggung tentang Maria.
Ketika jam sekolah berakhir.
Antara Maria dan Frans terlihat pertengkaran begitu hebat disana, sama seperti waktu kali pertama keduanya bercinta. Kondisi sekolah saat itu sangat sepi.
"Anda harus bertanggung jawab pak, jika tidak aku akan mengadukan perbuatan bapak kepada kepsek!"
Mendengar ancaman itu, membuat Frans semakin naik pitam. Keringat dingin juga mengucur diwajahnya begitu deras.
"Jangan, jangan lakukan itu!" Frans panik .
"Kalau begitu, tanggung jawablah pak," teriak Maria.
Kata-kata itu semakin terngiang di telinganya dan membuat Frans semakin frustasi. Ketika dirinya merasa terpojok, sambil berulang kali memegang kepalanya ia tengah mencari-cari sesuatu benda disana. Sampai pada akhirnya, ia mengambil sebuah botol kaca berukuran cukup besar.
Tanpa berlama-lama, ia hentakkan botol itu sekuat tenaganya mengarah pada kepala Maria.
"Praaakkk!" Suara pecahan botol itu tepat mengenai bagian kepala Maria.
Maria pun terjatuh seketika ke lantai, karena panik Frans dengan cepat memeriksa kondisi Maria. Masih ada sisa nafas dari gadis itu, tapi kepalanya mengeluarkan banyak darah segar saat itu. Lelaki itu lalu mengambil seutas sapu tangan miliknya untuk membekap wajah Maria. Hanya dalam hitungan menit, nyawa Maria kini telah tiada.
Frans kemudian berlalu sambil membawa sebuah cangkul milik seorang penjaga sekolah, dan ia mulai membuat sebuah lubang dengan cara membuka salah satu keramik dalam ruangan kelas tersebut.
Ketika lubang itu telah selesai ia gali, kini saatnya ia memasukkan seluruh tubuh Maria disana. Dan segera menutupinya kembali dengan cara di semen rata keramik lantai tersebut.
Ia meletakkan galianya paling ujung dideretan bangku paling belakang, hingga ia pastikan takkan ada seorangpun yang akan tahu. Frans pun pergi dan segera pulang dari sekolah itu, dengan rasa cemas dan dihantui rasa bersalah begitu besar.
*
*
*
Jam pelajaran berlangsung.
Marry selalu melihat seluruh gerak gerik Frans ketika ia mulai memasuki ruangan kelasnya. Bukan hanya bisa berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata saja, Marry pun mampu membaca isi pikiran orang dan melihat peristiwa yang telah usai dan yang akan datang.
Ia selalu melihat Frans tak nyaman ketika sedang mengajar, karena wajar saja Maria selalu bergelayutan dibadan Frans setiap kali memasuki kelasnya.
Itu membuat Frans mudah lelah dan sangat tak nyaman ditubuhnya, terasa berat dan melelahkan.
Tapi, ada yang aneh dalam penglihatan Marry kala itu. Sebuah kejadian lengkap yang melintasi pikirannya membuat ia sedikit terganggu. Cuplikan bayangan itu mulai terisi penuh dalam kepalanya.
"Ada apa Marry?" tanya Frans yang mengamati dirinya sejak tadi.
Karena Frans menilai, sejak tadi Marry tak cukup tenang selama mengikuti pelajaran.
...Bersambung 🖤
...****************...
...Subscribe dulu yuk😘...
...•••Berikut visualisasi seorang Marry Smith•••...
Bayangan itu semakin terlihat jelas dengan perlahan, kejadian demi kejadian terekam jelas. Bahkan suara dalam bayangan otak Marry samar terdengar jelas.
"Vony..." sahut Marry sambil terus memejamkan kedua matanya.
Sedangkan semua teman kelasnya tengah memperhatikan tingkah aneh Marry saat itu.
Mendengar ucapan Marry, Frans semakin berkeringat dingin setelah muridnya itu menyebut mantan kekasihnya sewaktu SMA.
"Hei, ada apa denganmu Marry." ujar Frans.
Ia terus mengguncangkan pundak Marry berulang kali bahkan semakin keras.
"Sadarlah, ada apa denganmu!" Teriak Frans gugup.
"Tidak, tidak mungkin Vony merasukinya." batin Frans.
Otaknya jauh melayang pada peristiwa kelam itu, dimana arwah Vony yang tak tenang mencoba merasuki salah satu murid dikelasnya sewaktu mata pelajaran.
Murid itu tiba-tiba saja menerobos maju ke depan dan mencoba mencekik leher Frans sekuat tenaga, beruntung beberapa guru datang untuk menyelamatkan nyawanya.
*
*
*
"Pak, mungkin Marry tengah kesurupan!" ujar salah satu murid kelasnya.
"Cepat, cepat kalian panggilkan dukun." pinta Frans semakin ngawur.
Setelah semua kepanikan itu terjadi, Marry kini telah tersadar dari penglihatan buruknya. Peluh keringat membasahi wajahnya saat itu, karena apa yang baru saja ia lihat menguras sebagian seluruh tenaganya.
"Pak, tolong lepaskan Maria. Jangan ia tersiksa lebih lama seperti Vony!" terang Marry dengan menunjuk gundukan ubin yang terlihat datar.
Beberapa diantara murid mulai mengikuti arah tangan Marry kemana ia menunjuk, sedangkan yang lainnya masih sibuk mengamati wajah Marry yang berkeringat serta bernafas sengal.
"APA KAU GILA!"
"Siapa Maria, aku tak mengenalnya." tegas Frans setengah panik.
"Jujur saja, kau mengenalnya dengan baik pak. Bahkan dia murid kelas ini, dan dia sekarang tengah didekatmu." jelas Marry semakin terang.
"Dia gila, dia gila!" teriak Frans menggema diruang kelas.
Sebagian murid wanita yang panik, mencoba berhamburan keluar dan diantara mereka tengah mencari bantuan.
Benar saja, Frans yang tak terima dengan ucapan Marry lantas memberikan perlawanan kepada muridnya itu untuk membuatnya terdiam.
Frans mencoba membungkam mulut Marry serapat mungkin hingga ia sulit bernafas.
"Berjanjilah."
"Berjanjilah padaku, bahwa kau akan menutup mulut lancangmu itu. Atau jika tidak, aku akan membunuhmu juga." ujar Frans dengan sorot mata penuh dendam.
Pemberontakan Marry tak berarti disana, tubuhnya terlalu kecil untuk melawan tubuh Frans yang lebih besar darinya. Meskipun sekuat tenaga ia mendorong tubuh gurunya itu, sedikitpun tangan Frans tak bergeser dari mulutnya.
Dengan refleks, Marry menendang kemaluann Frans dengan sekuat tenaganya. Alhasil, ia berhasil lolos dari cengkraman Frans. Pria itu berguling-guling dilantai hingga meringis kesakitan, dan beberapa kali berteriak sekuat mungkin untuk menahan rasa sakit.
Kini hampir seluruh siswa sudah berada diluar kelas, dan dengan kompak mereka mengunci gurunya itu didalam kelas.
"SIALLL!"
"Buka pintunya!" teriak Frans didalam.
Setelah cukup lama menunggu disana, beberapa mobil polisi telah berdatangan disekolah itu untuk melakukan penangkapan pada Frans.
"Tenanglah Marry, dirimu sekarang jauh darinya."
"Ibu pastikan, ia takkan menyentuhmu lagi," seru salah seorang guru yang bernama Meliana.
Meliana juga termasuk saksi dalam kasus ini, karena dulu baik Frans maupun Maria juga sempat menjalin hubungan sebelum peristiwa nahas ini menimpa Maria.
Setelah dirinya diringkus oleh beberapa polisi, Frans yang keluar dengan tatapan mengerikan tengah menjadi pusat perhatian seluruh anak muridnya disana.
Terlebih lagi Marry, ia memperhatikan dengan seksama wajah anak muridnya tersebut.
"Marry, tunggu aku. Akan ku balas semua ini," teriaknya sesaat memasuki mobil polisi.
Setelah kepergiannya, beberapa polisi lainnya melakukan olah tempat kejadian perkara. Marry yang menjadi kunci utama pembunuhan itu, dipanggil oleh pihak berwenang. Agar ia menunjukkan dimana tempat Maria dikuburkan.
"Yah, lantai itu." tunjuk Marry.
Setelah cukup mendapatkan bukti, para anggota kepolisian itu membongkar beberapa ubin lantai kelas itu.
Dan, setelah cukup lama menggali sebuah gundukan tanah yang berbentuk aneh telah ditemukan. Setelah dibongkar kembali, yah itu adalah jasad Maria yang tega disemen oleh Frans dulunya.
Semua berteriak ketika mendapati kenyataan itu benar adanya, dan ketika semua itu berlangsung Marry memilih untuk menjauh dan menenangkan dirinya disebuah pohon beringin sekolah yang cukup besar.
Pohon itu terletak ditengah-tengah taman sekolah, disana para murid biasanya menghabiskan waktu untuk sekedar bercerita ataupun membaca buku.
Ditaman itu, terdapat sebuah anyunan kayu kecil yang hanya muat untuk satu orang saja. Dan disana Marry menghabiskan waktu hingga jam pulang. Karena kejadian hari itu, seluruh jam mata pelajaran dikosongkan terlebih dahulu. Bahkan pihak sekolah memutuskan beberapa waktu akan meliburkan muridnya sementara.
Saat tubuh Marry berayun ke depan dan belakang, tiba-tiba angin bertiup kencang hingga beberapa daun dari pohon beringin itu berjatuhan dipangkuannya.
"Marry Smith, terimakasih." ucap Maria yang sudah terlihat lebih riang.
Gadis itu terlihat bergelayut riang diatas pohon, dan sesekali menyungingkan senyuman kepada Marry.
"Syukurlah kalau dirimu semakin bahagia," sahut Marry.
"Aku bahagia, aku bahagia." terangnya dengan tertawa lepas.
Setelah berterimakasih pada Marry, ia pun pergi dan menghilang begitu saja dari atas pohon tepat diatas kepala Marry.
Sebuah keadilan telah Marry berikan kepadanya, dan kini jiwa Maria telah bebas seutuhnya tanpa perlu bergentayangan lagi.
"Ab ..." seru Marry ketika gerakan ayunan miliknya ditahan oleh bocah kecil tersebut.
Dia tertawa semakin lepas ketika wajah kesal Marry tergugat sempurna menghadap dirinya.
"Baiklah, waktunya pulang." jelas Marry.
Tapi Abigail masih saja diam ditempat sambil melipat kedua tangannya ke dada dan berjingkrak disana.
"Eh, kenapa. Ada apa Ab?. tanya Marry bingung.
Abigail yang kesal tengah menunjuk jam Marry, agar gadis itu melihatnya kembali.
"Astaga, maafkan aku ya Ab..." pinta Marry dengan memegang kedua telinganya tanda permohonan maaf.
Seperti anak kecil pada umumnya, Abigail kecil sering kali meminta jatah susu kepada Marry setiap harinya.
"Baiklah, aku akan mengambilnya untukmu!" terang Marry sambil membuka tas dan mengambil sebuah susu coklat kesukaan Abigail.
Bocah kecil itu memberi tepukan dengan semangat ketika Marry mulai menunduk, dan membukakan susu itu dengan sebuah pipet kecil berwarna putih. Selama ini, Abigail meminumnya melalui tangan Marry. Ia tak pernah bisa meminumnya sendiri.
Dia lantas menepuk-nepuk perut kecilnya, pertanda ia tengah kekenyangan.
"Tin tin ..." suara klakson mobil ayah Marry.
Sambil melambaikan tangan, Marry bergerak dan mendekat pada sang ayah.
"Ayah." seru Marry bahagia.
"Ada apa sekolah mu sayang, kenapa banyak sekali mobil polisi disana?" tanya Smith .
Belum sampai pertanyaan dirinya dijawab oleh Marry, Smith terlihat panik dan cemas ketika melihat pipi sang anak mengalami sebuah goresan dan lebam akibat ulah Frans dikelas tadi.
"Marry, ada apa denganmu sayang?"
"Siapa yang melakukan ini, cepat katakan pada ayah!" pintanya dengan muka yang meradang.
... Bersambung 🖤
...****************...
...Like dan komentar yuk ❤️...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!