Saat aku membuka mata. hal pertama yang aku lihat adalah wajah seorang wanita yang tersenyum lembut dan seorang pria yang sedang menguncurkan air mata dari kedua matanya.
"Oh, dia perempuan. kita akhirnya mendapatkan anak perempuan, sarah!" Ucap sang pria dengan senang dan terharu.
"Diamlah, Will. kau akan mengejutkannya. lagi pula kita sudah punya anak perempuan sebelum ini. jadi jangan bersikap seolah ini pertama kalinya kau mendapatkan anak perempuan." sang wanita menggerutu panjang lebar tapi meski begitu wajahmya tetap tersenyum.
lalu saat kusadari, ternyata bukan hanya mereka yang sedang menatapku. ada beberapa orang lain, enam anak-anak, diruangan itu yang ikut berjinjit untuk memandangku.
"Dia cantik sekali!" Pekik seorang gadis dengan terbata-bata.
Apa yang terjadi?
Aku ingin menanyakan hal itu kepada semua orang yang berada di ruangan ini, tapi yang keluar hanyalah suara rengekan kecil seorang bayi.
ugh. suara siapa itu? kenapa suaranya muncul bersamaan dengan kata-kataku?
Tapi aku merasa ada yang aneh, entahlah mengapa.
dan sekarang aku menyadari hal lain lagi, aku merasa tubuhku melayang. tidak seperti melayang diudara, tapi lebih mirip seperti dibopong seseorang.
Aku berusaha menggerakan tangan dan kakiku, tapi yang terjadi adalah kakiku dengan tidak sengaja menendang muka seorang anak yang sedang ikutan mengelilingiku.
"Ouch! hidungku!" Pekik anak itu kaget.
"Diam, Kei!" Suara seorang perempuan yang masih terdengar kekanak-anakannya terdengar di telinga sebelah kiriku.
tapi bukan pertengkaran kecil itu yang membuatku tertarik, yang membuatku tertarik sekarang adalah tanganku. ya, tanganku. tanganku yang sekarang berubah sangat kecil seukuran tangan seorang bayi.
"Uwaa!" Aku menjerit saking kagetnya. tapi jeritan itu lebih mirip seperti tangisan. membuat semua orang disana terkejut dan langsung panik.
selanjutnya, aku merasa tubuhku sedang digoyang-goyangkan. dan suara "cup,cup,cup" yang lembut terdengar ditelingaku.
aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi.sungguh aku tidak mengerti.
belum selesai aku menikmati kebingunganku. tiba-tiba saja wanita yang menggendongku, mendekatkan wajahku ke payudaranya.
Tunggu dulu, tunggu dulu, apa ini?!
aku menendang-nendangkan kakiku, berusaha menjauh dari 'benda' itu. tapi terlambat, mulutku sudah terlanjur menempel.
aku berusaha melepaskannya, tapi aku tidak mengerti bagaimana caranya. rasanya seperti mulutku bergerak dengan sendirinya.
"Wah, dia sangat imut sekali saat sedang menyusu!" Suara seorang gadis kecil berbicara.
oh, ini sangat melakukan... aku ditonton oleh banyak orang saat melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh bayi.
tunggu, bukankah sekarang aku memang bayi?
Ah, ya tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?!
"Hoho, kalian semua juga seperti ini saat masih bayi," ucap seseorang dengan suara lelaki dewasa.
"Um.., kita akan memanggilnya siapa?" Ucap salah seorang dari enam anak yang berada diruangan itu.
Semua orang terdiam saat mendengarnya, aku tebak mereka sedang berpikir untuk memberiku nama sekarang.
Ah, itu benar. Kalau apa yang kualami ini mirip dengan cerita ala-ala china dan jepang yaitu bereinkarnasi ke dunia lain, seharusnya aku mengingat siapa namaku dikehidupan sebelumnya.
Siapa namaku?
Tanpa kemauanku, kakiku bergerak-gerak sendiri, menendang keatas, bersemangat untuk mengumpulkan ingatanku dikehidupan sebelumnya.
Tapi aku tidak mengingat apapun, kepalaku terasa pusing hanya dengan berusaha untuk mengingatnya. Apa ini karena otaku masih otak bayi?
"Boleh aku memberinya nama?" Seorang anak bersuara, setelah keheningan yang lama. Suaranya menandakan bahwa dia berusia empat tahunan.
"Ah, itu tidak adil," Suara yang terdengar lebih dewasa tapi juga masih anak-anak merenspons dengan cepat, "Aku juga mendapatkan nama untuknya!"
"Biarkan aku yang memberinya nama! Aku akan memberinya nama terimuuuut didunia!"
"Eh, kayin juga mau nama."
"Kalian ngomong apa, sebagai saudara tertua. Aku wajib memberinya nama!"
"Kalian tidak tahu diri! Akulah yang sudah merawat kaliat saat ibu dan ayah tidak ada dirumah. Jadi mengalahlah padaku dan biarkan aku yang memilihkan namanya!"
Dan begitulah, ruangan itu dipenuhi oleh suara orang-orang itu. Aku yang sudah terlepas oleh, ugh, dada seseorang yang akan kupanggil 'ibu' menatap penasaran pada keributan itu. Meskipun menengokan leherku seperti ini terasa sakit sekali.
"Diam semuanya, diam!" Tegas seorang lelaki yang paling tua di ruangan itu, apakah dia adalah 'ayah'?
"Aku yang telah menafkahi kalian dan aku yang telah membuatnya ada di dunia ini. Karena itu akulah yang akan memberinya nama." Desahan kecewa mengiringi akhir dari ucapannya.
"Tidakah kau setuju akan hal ini, Sarah?" Lelaki itu menoleh ke perempuan yang sedang menggendongku. "Bahwa orang tua berhak dan wajib menamai setiap anaknya sendiri?"
Perempuan itu, Sarah, ibu, atau apalah, berdecak melihat suaminya, "Kau melakukan itu setiap kali seorang bayi lahir dirumah kita. Kenapa tidak kita berikan mereka kesempatan untuk menamai adik mereka?"
Aku dapat melihat dengan jelas, dan tidak salah lagi, mata mereka bersilauan saat mendengar kata-kata dari, ekhem, ibu.
Sedangkan, ekhem, ayah, ekhem, malah mengenakan ekspresi yag tadi mereka tunjukan.
"Baiklah. Terserah saja," Pria itu, maksudku, ayah berkata dengan kecewa. "Tapi siapa yang akan melakukannya?"
Ruangan itu mulai ribut lagi, terisi dengan suara-suara imut yang terus meneriakan "Aku, aku, aku!"
"Ekhem!!" Ibu berdehem, dan semua orang diruangan itu langsung terdiam. Dia memandangi satu persatu anak-anak yang berbaris didepannya, mereka semua menunjukan wajah tegang yang tak terkira.
Aku berdoa dalam hati: Tolong pilih yang benar, tolong pilih yang benar.
Aku hanya tidak mau dipanggil dengan nama yang aneh. Dan aku tidak tahu apa yang orang-orang disini pikirkan.
"Ah, Aury, bagaimana kalau kau saja yang memberi namanya?" Ibu menunjuk ke suatu arah. Aku berusaha menengokan kepalaku untuk melihat orang yang ditunjuk ibu.
Dia seorang anak perempuan yang berusia sekitar 9 tahunan dari penampilannya. Sepertinya dia adalah anak perempuan kedua dari keluarga ini. Ekspresinya terlihat kalem dan tenang tapi matanya tidak bisa menyembunyikan rasa kemenangannya itu.
Hoam~aku sangat ngantuk. Bisakah kita percepat ini?
"Kau adalah yang paling berpengatahuan diantara kita semua. Aku yakin kau bisa memilih nama yang bagus untuk adikmu."
Perwmpuan yang dipanggil Aury itu maju kedepan dan membungkuk hormat dihadapan ibu.
Dia mengintip mukaku dan menatapku cukup lama, sebelum akhirnya dia menyentuh keningku. Eh, apa yang dia lakukan?
Aury terdiam sesaat. Lalu dia menarik tangannya kembali dan menopang dagunya dengan itu.
"Hum," Dia beberapa kali mengetukan jarinya di dagunya, sementara aku berjuang untuk menahan rasa kantuku, "Aku rasa.., Zeirlyn akan menjadi nama yang cocok."
"Zeirlyn?"
"Ya. Dalam bahasa sihir kuno dari negara sebelah nama itu artinya titisan dewi."
Hoam~aku sudah tidak tahan lagi. Hugh, well, setidaknya aku sudah tahu namaku.
Aku sedang berbaring melamun di ranjang bayiku. Tiga bulan sudah berlalu sejak tubuh baruku pertama lahir di dunia. Dan tiga bulan pula usiaku sekarang ini.
Sekarang aku sudah bisa melakukan beberapa hal kecil. Tapi tetap saja, diriku yang sudah tahu nikmatnya menjadi orang dewasa yang bebas tidak akan terpuaskan pada perubahan sekecil ini.
Seenggaknya sekarang aku sudah bisa memegang mainanku sendiri. Jadi tidak usah lagi para kakakku yang ngotot menyandingkan mainan didepanku meski aku sudah mengusir mereka dengan cara menangis dan menendangi wajah mereka yang selalu zoom in ke arahku saat sedang gemas padaku. Tentunya, kaki ku yang masih bayi tidak cukup untuk membuat mereka kesakitan dan jera.
Aku masih penasaran dengan kehidupan masalaluku. Aku ingat informasi umum semacam bahasa apa yang dulu kugunakan, nama-nama makanan, dan beberapa pengetahuan umum lainnya. Tapi hal itu tidak membantu banyak dalam menemukan identitasku ya, kan?
Aku mengurucutkan bibirku saat memikirkan hal itu, ekspresi ini adalah yang sangat disukai oleh 'kakak-kakak' ku.
Satu hal yang aku dapatkan saat berusaha mengingat diriku adalah sebatas informasi basic. Yaitu nama asliku adalah Seila, seorang perempuan, dan mati pada umur 28 tahun.
Selebihnya, aku tidak ingat, aku tidak tahu Seila siapa aku ini, atau bagaimana aku hidup, dan bagaimana aku mati, aku bahkan tidak ingat wajahku di kehidupan yang lalu. Argh, memusingkan! padahal aku ingin tahu aku ini siapa di kehidupan sebelumnya.
"Zeii, waktunya makan!" Teriak suara seorang perempuan dengan langkah kaki yang mendekat ke kamarku. soalnya rumah ini sangat tidak kedap suara.
itu pasti suara kakak kedua.
Neira graith, adalah anak kedua dari keluarga ini. Dan anak perempuan yang tertua. Sebagai anak perempuan tertua dia menjalankan tugasnya dengan baik.
Dia mengurus anak-anak lainnya saat mereka berdua, maksudku, ayah dan ibu sedang tidak ada. Bahkan jika ada ibupun dia seringkali yang mengambil tugas untuk mengurus adik-adiknya, selagi ibunya mengerjakan pekerjaan lain. Dia adalah kakak Favorite ku sejauh ini. soalnya dia selalu memberiku makan. aku suka makan, meskipun makananku masih terbatas, tapi sulit sekali untuk makan sendiri dengan tubuh bayi ini.
"Lihat ini. Siapa gadis manis, siapa gadis manis," Kak Neira mengangkatku ke gendongannya.
"Hm," Kak Neira terlihat menatapku dengan bingung, "Apakah popokmu sudah penuh? Haruskah kita menggantinya?"
Aku harap mukaku tidak memerah. Maksudku, ini adalah hal yang normal untuk seorang bayi, aku tidak perlu merasa malu kan? Ya kan? kan, kan?
Tapi bahkan aku sendiri tidak menyadari berapa banyak 'hal' yang aku keluarkan. Ini luar biasa, apakah ada suatu cara untuk mengetahuinya tanpa harus melihatnya?
Kak Neira mengganti popoku dengan telaten. Dia jadi terlihat mirip dengan ibu.
Setelah selesai makan aku membaca buku-buku diruang tamu sambil tengkurao di lantai. Itu benar, aku sedang membaca, hey, aku membaca. Meskipun tulisannya agak susah karena aku tidak mengenalinya. Aku bisa memahaminya sedikit-sedikit. dan kebetulan sekali, buku-buku itu sednag berserakan disini.
Aku memilih sebuah buku yang terlihat berbeda dari yang lainnya. Bukan hanya covernya saja yang berbeda tapi penulisannya juga beda.
Kalau yang lainnya memiliki pola hurup tertentu buku ini seperti hanya berisi coretan tangan saja.
Tapi anehnya, aku masih bisa membacanya. Ini bukan bahasa di kehidupanku dulu. Tapi aku merasa begitu familiar dengan buku ini.
"Hum.., hum..,"
Aku bersenandung, beberapa kali air liur keluar dari mulutku. Tubuhku yang berbaring tengkurap sendirian dalam ruangan itu beberapa kali bergerak-gerak.
Aku membalik halaman demi halamannya disini tertulis beberapa kalimat seperti 'mana', 'elemen', 'energi', 'Sprectura', dan lain-lain, beberapa ada yang tak bisa ku baca.
Hum, mari lihat daftar isinya… Cara merapalkan mantra Hijau, Cara menangkal sihir hitam, paduan menjadi penyihir, bagaimana membentuk pentagram dengan benar, perjanjian dengan iblis, malaikat pelindung, Cara mempelajari sub-elemen, Artivisian dwarfsm, blah blah.
Buku apa ini?!!
Bahkan seingatku, didunia manusia aku tidak pernah melihat buku seperti ini. Oh, tentu saja ini dunia yang sangat berbeda. Tapi aku tidak menyangka akan menemukan hal-hal seperti ini. Semuanya berisi tentang sihir. Apakah mungkin dunia ini mengandung sihir?
Dugaan itu membuatku bersemangat. Benarkah? Oh, ya tuhan, jadi sihir itu nyata? Apakah aku juga memilikinya.
Aku mencoba menggerakan tanganku sambil merapalkan mantra, wingardium leviosa! Tapi yang keluar dari muluku hanyalah "gugaguga".
Ini aneh, kenapa sihirnya tidak bekerja. apa karena aku tidak bisa mengucapkannya dengan benar. Atau karena caranya berbeda dengan yang aku lihat di film? Haruskah aku memakai tongkat? Pokoknya, aku merasa kecewa. sangat.
"Ah, disini kau rupanya!" Seru seorang lelaki tidak jauh dariku, dia adalah kakak ke tiga. Dengan tergesa dia berjalan kearahku, menunduk, dan mengambil buku yang sedang aku baca, "Aku mencarimu kemana-mana." Ucapnya sambil menatap ke buku itu.
Tunggu, dia sedang berbicara padaku atau pada bukunya? Jika bicara padaku kenapa sambil menatap buku itu?
"Kenapa kau bisa ada disini?" Aku rasa dia berbicara pada bukunya, aku salah lihat kan? Meskipun berbicara pada bayi itu aneh tapi berbicara pada buku bukannya malah lebih buruk lagi? Matannya tiba-tiba menatap kearahku tajam, "Dan kenapa kau ada disini?"
Aku sedang membuat bom, kejutan! Dasar bodoh jelas-jelas aku sedang tiduran sambil membaca buku. Lagi pula mengapa dia menanyakan hal itu kepada seorang bayi? memang aku akan menjawabnya gitu?
"Ck, Neira!!" dia berteriak memanggil nama kak Neira. Bahkan tanpa embel-embel kak. Itu adalah hal yang tidak sopan meski mereka hanya beda setahun.
"Ada apa lagi?" Kak Neira terdengar buru-buru dan segera memenuhi panggilan kakak ketiga. Dia terlihat jengkel begitu melihat Kakak Ketiga, sama denganku.
"Kenapa kau biarkan dia disini? Lihat, dia mengacak-ngacak buku panduan sihirku dan menganggapnya sebagai mainan."
Hey! Aku tidak mengacak-acak bukumu dan menjadikannya sebagai mainan. Aku mengatakan itu didalam hati sambil menudingkan jari telunjuk ke muka kakak ketiga.
Kak Neira yang melihat hal ini hanya menggeleng, dia mengangkatku kedalam gendongannya, "Kaunya saja yang terlalu posesif pada buku bodohmu itu. Kau mengabaikan keluargamu sendiri."
Lalu dengan itu, Kak Neira dan aku meninggalkan kakak ketiga. aku menjulurkan lidah pada Kak Lev yang masih berdiri memeriksa bukunya.
Levio graith, anak ketiga keluarga ini, sekaligus anak lelaki kedua. Aku tidak tahu terlalu banyak tentangnya karena kami jarang bertemu. Pokoknya, dia adalah kebalikan dari kakak kedua. Dia jarang ikut saat keluarga kami sedang berkumpul. Dia lebih sering mengurung diri dikamarnya.
Humph! Orang seperti dia bolehkah aku tidak menyukainya?
Tapi mungkin sekarang aku harus tidur dulu, rasanya ngantuk sekali.
Pagi ini ibu sedang membawaku jalan-jalan keluar. Ini adalah pertama kalinya aku berjalan keluar rumah. Ralat, digendong bukan berjalan. Aku masih belum bisa berjalan. baru bisa merangkak.
Mungkin karena sekarang aku sudah sedikit lebih besar, jadi ibu tidak terlalu khawatir mengajaku berjalan-jalan. Tapi aku masih belum kebal dengan rasa kantuk yang sering datang.
Apakah ini rasanya menjadi seorang bayi? ini sedih sekali. siapa yang bilang bahwa jadi bayi itu enak karena selalu disayang, diurus dan tidak kenal masalah? sekarang masalah terbasarku adalah menjadi bayi!
Meskipun aku memiliki pikiran orang dewasa, tetap saja sikap alami dari seorang bayi tidak bisa kuubah. Setiap hari kegiatan yang paling sering kulakukan adalah, makan-buang air-tidur-makan-buang air-tidur. Rasanya memalukan sekali menjadi seorang bayi saat kau sudah berpikir seperti orang dewasa.
Ngomong-ngomong, ibu sekarang sedang mengajaku melihat-lihat pemandangan di dekat rumah kami. ahak jauh sih, kami sempat bertemu dengan para tetangga tadi yang mencubiti pipiku karena pipiku kenyal dan bulat dan besar seperti tupai. aku bahkan tak tahu apa itu pujian atau bukan. tapi aku tidak berdaya saat diserang oleh mereka.
Dan kami sedang berada di tepi sungai sekarang ini yang kata ibu namanya Sungai Silvester.
"Sungai ini adalah sumber kehidupan masyarakat Kota Bexia. Sungai ini panjang loh, bisa sampai kota Auradom," Ibu menjelaskan padaku yang dikiranya aku takkan mengerti. meskipun aku memang tidak nengerti Kota Auradom itu ada dimana, "Oh, menurut rumor sungai ini juga merupakan salah satu tempat tersembunyinya tujuh artefak iblis."
Tujuh artefak iblis? apa itu?
Ah, betapa aku ingin bertanya hal itu dengan suara keras! Apa itu artefak iblis? Wow, wow, itu terdengar sangat keren! Baiklah, tenagkan dirimu Zeirlyn! ayo kita coba memancingnya.
Aku harap ibu mengerti gestur kakiku yang menendang-nendang ke atas, bahwa aku bersemangat untuk mendengarkan penjelasannya tentang tujuh artefak iblis atau apalah.
"Dan ini juga tempat ayahmu menyatakan cintanya padaku dulu," Aku langsung menurunkan kakiku kebawah karena berat oleh perasaan kecewa. Dan jelas sekali, kulihat wajah ibu yang merah merona. "Hehe.., ya tuhan, aku masih ingat wajahnya yang sangat merah kala itu dan dia berbicara seperti anak kecil yang belum lancar berbicara." Aku yakin wajah ayah kala itu tidak berbeda dengan wajah ibu sekarang. Mungkin saja waktu itu ibu juga menunjukan wajah yang sama. Lihat saja wajahnya yang sekarang seperti remaja kasmaran. Ibu tidak pernah menunjukan sisi ini di depan anak-anaknya yang lain. Dia pasti melakukan ini karena mengira aku masih belum paham apapun.
"Hoho, dan dia terjatuh ke sungai ini karena saking gugupnya. Dia yang bisa melakukan segala hal, tiba-tiba tidak bisa berenang setelah berbicara denganku." Ugh, double kill! Ibu memuji ayah dan dirinya sendiri dalam satu kalimat. Benar-benar pasangan yang serasi.
Tanpa kusadari, sekarang aku sudah terbiasa menyebut semua anggota keluargaku ayah dan ibu dan kakak. Awalnya terasa canggung, tapi jika aku menyebut mereka dengan nama saja mungkin itu akan menjadi kebiasaan saat aku sudah bisa berbicara. Dan bukankah itu kurang sopan? Seperti Kak Lev...
"Dan akupun turun tangan untuk menyelamaykannya," Kekehan kecil dari ibu membuatku tersadar dari lamunanku.
Benarkah ibu menyelamatkan ayah saat mereka masih muda? Meskipun ibu terlihat sekecil ini dan ayah terlihat sangat besar sekali.
Hm, mungkin aku terlalu menilai mereka dari penampilan. Pantas saja terkadang aku merasa melihat ekspresi takut ayah saat berhadapan dengan ibu.
"Ah, ngomong-ngomong di seberang sana," Ibu menunjuk ke suatu tempat. Tapi aku tidak dapat melihatnya, "Jauh disana, adalah kota pusat dari kerajaan Saphirre. Disana tempat para penyihir berkumpul dan disana juga merupakan pusat aktivitas sihir. Terdapat benda bernama 'magic stone' yang merupakan sumber daya utama negeri ini."
Magic stone? Penyihir? Ha! Jadi dugaanku tentang adanya sihir-menyihir di dunia ini memang benar!
Beberapa minggu yang lalu aku tidak sengaja menemukan buku paduan sihir yang dipelihara oleh kakak kelima. Dari isinya, aku menduga bahwa dunia ini memiliki kekuatan sihir.
Hm, tapi ini aneh.
Selama hampir 10 bulan aku hidup disini tak pernah sekalipun aku melihat seseorang yang menggunakan sihir.
Apa itu karena lingkungan bermainku hanya terbatas sampai taman belakang rumahku saja? Tapi aku mengawasi warga desa itu dibalik tembok rumahku, tidak juga sih, tapi bagaimana mungkin tidak kutemukan satupun orang yang menggunakan sihir? Lalu bagaimana dengan anak-anak.., maksudku, kakak-kakak, tidakah jiwa kekanakan mereka mendorong mereka untuk menggunakan sihir untuk bermain-main. aku tidak pernah sekalipun melihat mereka mengeluarkan sihir didalam rumah. bahkan Kak Lev tidak melakukannya.
Atau mungkin mereka mengerti bahwa bermain sihir itu berbahaya? Apakah sihir mereka hanya akan aktif saat sudah dewasa saja? Atau ada kondisi tertentu untuk mendapatkan sihir?
Arrrghh, sesuatu yang terlalu memusingkan hanya untuk satu pertanyaan!
Setelah pembicaraan kecil dengan ibu yang lebih seperti bicara sendiri, --dan lagipula aku tidak terlalu memerhatikan--, akhirnya kami pulang.
"Mau bertemu dengan ayahmu di ladang?" Tanya ibu saat di perjalanan. aku pura-pura tidur. aku memang sudah lelah. tapi aku sulit tidur jika tidak dibaringkan dikasur. Aku hanya ingin pulang sekarang ini.
"Baiklah, kurasa tidak..."
Dan di rumah, bukannya tidur aku malah duduk di lantai ditemani kakak Aury, kalau kau bertanya dia siapa, dia adalah orang yang memberiku nama.
Kakak ke empat keluarga ini. Dia tidak cuek seperti kakak ketiga tapi juga tidak seperhatian kakak kedua. Dia lebih peduli pada buku-bukunya, Kecuali ada sesuatu yang sangat menarik di dunia nyata. Dan dia tidak seobsesiv Levio pada bukunya. Kalau Levio tidak mau meminjamkan bukunya ke siapapun dengan alasan buku ini adalah kuncinya menuju masa depan dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan tanpa buku itu, tapi Kak Aury berbeda, dia menganggap buku sebagai sebuah benda. Hanya benda. Dia tidak akan mengrusak hubungannya dengan orang lain hanya untuk sekedar buku.
"Zei, kau lapar?" aku baru sja akan mengangguk tapi lupa bahwa aku ini hanya seorang bayi yang tidak Mengerti pertanyaslan kakaknya. Bersikap sepolos mungkin, bersikap polos.
"Aku akan meminta Neira untuk membuatkanmu makanan."
Terimakasih tapi.., tidak bisakah kau saja yang membuatnya?
Huhu, kenapa semua orang dirumah ini hanya mengandalkan kak Neira? Tidakkah mereka kasihan padanya?
Kruyukkk~
Ukh, memalukan. Aku hanya bisa tersenyum polos saat kak Aury mulai memandangiku intens.
Berhenti menatapku, berhenti menatapku.
"Aku akan mencari Neira," Untungnya, kakak keempat segera meninggalkanku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!