Ning Nong!
Ning nong!
Silla terbangun dari tidurnya saat mendengar suara bel rumahnya terdengar sangat nyaring. Silla yang belum sepenuhnya sadar dari tidurnya itu langsung teringat kalau seseorang telah berjanji padanya kalau liburan minggu ini, pria itu akan datang dan mengajaknya pergi berlibur ke ancol.
Tanpa perduli kalau Ia masih memakai tanktop dan celana pendek sebatas lutut itu memutuskan untuk buru-buru menyibak selimutnya dan melompat dari atas ranjang agar segera pergi menemui Om Rass.
Prasetyo Aditya nama lengkapnya. Dia adalah seorang duda berusia tiga puluh enam tahun yang saat ini menjadi sahabat karib Mamanya yang juga seorang janda. Om Rass duda bukan karena dirinya bercerai. Melainkan karena istrinya meninggal di hari kedua pernikahan mereka akibat sakit leukimia.
Sedang Mamanya sendiri di cerai oleh Papanya dengan pelakor tak tahu diri bernama Karin. Perempuan perebut Yudha itu dulunya juga salah satu sahabat Nadya. Tapi siapa sangka kebaikan Karin hanyalah kedok untuk mencari tahu kelemahan Yudha hingga di jadikannya alat untuk menjerat pria itu.
"Ma, ada tamu!" Teriak Silla yang masih berlari-lari kecil dari atas tangga kamarnya saat mendapati Mama Nadya masih sibuk di dapur.
"Buka aja, Sil. Mungkin itu Om Rass!"
"Okey, Mama!"
Silla mempercepat langkahnya sampai ke depan pintu utama, lalu menarik kenop dan mendapati seorang pria gagah nan tampan itu berdiri dengan mengulurkan satu batang coklat berukuran jumbo ke arahnya.
"Pagi Silla!" Sapa Om Rass dengan senyumnya yang terkembang. Bagi Om Rass, Silla sudah seperti anak sendiri. Itu sebabnya dia sangat perhatian dan penyayang pada Silla.
"Buat Silla, Om?" Tanya gadis kecil itu dengan bola mata berbinar.
"Iya dong, masak buat Om tapi di di ulurkan pada Silla sih?" jawab Om Rass lagi dengan Senyumnya yang sangat manis semanis madu.
"Hehehe... iya juga ya, makasih banyak Om Rass!" Silla menerima coklat itu dengan sangat girang.
"Mama Nadya ada kan?" Om Rass mendongak kedalam karena biasanya Nadya tiba-tiba muncul dan turut menyambutnya.
"Oh iya Om, Mama masih memasak di dapur. Ayo Om, masuk dulu!"
Tanpa canggung, Silla langsung menggandeng tangan Om Rass untuk masuk saja lalu mengajaknya duduk di sofa.
"Hei Rass, selamat pagi!" Tak etis rasanya jika Nadya tidak menemui Rass lebih dulu.
"Halo Nad, apa kamu sudah selesai?" Rass balik melemparkan pertanyaanya. Takut Ia datang disaat yang tidak tepat. Sebab saat ini jam masih menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit waktu indonesia bagian barat.
Keduanya langsung cipika-cipiki di depan Silla dan itu membuat gadis kecil itu terlihat tidak suka. Mengapa orang dewasa selalu saja tidak tahu malu dalam melakukan segala hal di depan anak kecil sepertinya.
Karena tak mau keduanya dekat-dekat, Silla langsung mendorong keduanya ke sisi yang berbeda, "Ih Mama, apa sarapannya sudah di sajikan? Silla lapar sekarang?"
"Oh iya Mama sampai lupa, ayo Rass. Sekalian aja ikut sarapan. Kita jadikan pergi ke ancol?" Tanya Mama Nadya yang langsung menghantar Om Rass dan Silla yang mengekor dari belakang menuju kemeja makan.
"Jadi dong, Nad. Kan aku udah janji sama Silla?" Tukas Om Rass sembari mengacak-acak rambut Silla yang sedikit keriting di ujungnya itu. Silla memang nampak imut dengan gaya rambutnya sekarang. Memiliki kulit yang putih juga pipi yang sedikit temben tapi tubuhnya tidak terlalu gemuk.
"Ih Om Rass, jangan pegang-pegang dong. Silla belum sisiran ni makin kaca cacing jempalitan entar," protes gadis itu lagi tidak suka.
"Astaga, Mama sampai lupa ni. Emang Silla udah mandi ya kok ikutan makan?" Mama Nadya mencoba menegurnya.
"Hehehe... biarin lah Ma, anggap saja ini vitamin, benar begitu kan Om?" Silla jadi malu ketahuan jorok sama Om Rass.
Sejak Nadya dan Yudha berpisah, jujur saja Silla malah tumbuh menjadi sangat manja pada Nadya. Apa-apa keinginannya harus di turuti. Namun hal itu semakin menjadikan Nadya wanita yang sangat tangguh dan mandiri. Bukan alasan untuknya mau mengeluh dan tidak mengabulkan keinginan Silla.
Beruntung Nadya bisa memiliki pekerjaan yang bagus di kantornya karena Ia lulusan Sarjana Ekonomi. Sampai saat ini Ia sangat di percaya untuk memegang kendali sebagai asisten Bosny itu, hingga kemana-mana Nadya harus ikut.
"Ya udah, ayo di makan dulu Rass. Aku hanya masak ala kadarnya. Sebab persediaan bulananku lagi menipis," lirih Nadya pada Rass di balut dengan kekehan kecil.
"Gak papa, Nad, nasi goreng juga kalau kamu yang masak pasti rasanya sangat enak," jawab Om Rass yang sudah senang dan selalu bersyukur dengan apa yang Nadya berikan. Pasalnya masakan Nadya emang nikmat. Entah apa resep rahasianya apa gimana, Rass sendiri tidak tahu.
"O ya bagaimana kantormu?" Nadya sudah sangat lama tidak pernah berkunjung kesana lagi sejak dua tahun terakhir sebelum dia memiliki pekerjaan yang terbilang sangat bagus.
"Ya, alhamdulilah lah, Nad. Makin kesini progresnya makin bagus. Meski belum bisa mencapai pada puncaknya," jawab Om Rass di sela-sela kegiatannya mengunyah nasi.
Nadya manggut-manggut mengerti akan hal itu, "O ya, sebenarnya ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu, Rass." Nadya nampaknya sangat serius. Sedang Silla tidak terlalu mengamati mereka karena fokus melahap nasi goreng di depannya.
"Mbak Fitrikan lagi cuti paska adik semata wayangnya melahirkan, jadikan dia izin dulu buat libur sekitar seminggu lamanya karena mau nengok adiknya itu di kampung. Sedang besok aku harus pergi ke luar kota karena ada tugas dari kantor. Jadi aku bingung ni Silla gak ada temennya. Apa bisa kamu temani dia dulu sampai aku kembali."
Mendapati mimik Rass yang sedikit terkejut akan hal itu membuat Nadya jadi tak enak hati di buatnya.
"Em... ta- tapi kalau kamu keberatan gak papa kok Rass, nanti aku bayar orang aja buat nemenin Silla pas malam hari. Meski pun aku tak akan bisa percaya seratus persen sama mereka di banding sama kamu yang nampak akrab dengan Silla. Gak lama kok Rass, suwer. Palingan juga lusa aku udah pulang!" Sambung Nadya lagi meyakinkan.
Sesaat Rass menatap Silla yang jadi terlihat sedih di buatnya.
"Kenapa akhir-akhir ini Mama jadi sering ninggalin Silla sih? Sillakan jadi kesepian. Kalau Silla gak ada temennya mending anterin aja deh Silla kerumah Papa, walaupun Silla males banget ketemu Tante Karin yang jutek itu," timpal Silla sambil merengut. Mengembungkan kedua pipinya.
"Aduh, ya jangan dong Sil. Kalau kamu tinggal disana. Papa pasti ngeremehin Mama karena di anggap gak becus ngurusin kamu," cegah Nadya kemudian. Tak kan rela hatinya membiarkan Silla dekat-dekat dengan pelakor itu.
"Ya udah Nad, aku ngerti kesibukan kamu sekarang. Kalau kamu memang gak keberatan, Untuk sementara waktu Silla boleh kok tinggal aja di rumah aku. Toh ada Mang Toga dan Bi Surti juga kan di rumah. Jadi setelah Silla pulang sekolah, mereka bisa jagain Silla di sana, bagaimana?"
"Makasih ya Rass, kamu selalu tahu apa yang ku butuhkan?"
Nadya harap ini adalah keputusan yang terbaik. Semoga saja Silla akan aman di tangan pria yang selama ini di kenalnya dengan sangat dekat.
Rass yang notabennya memang selalu bersikap baik menganggukkan kepalanya, "Tenang saja, Nad. Aku sudah menganggap Silla seperti keponakanku sendiri. Jadi aku pasti akan berusaha memperlakukanya sebaik mungkin."
Silla yang mendengarkan hanya menyimak saja. Entah mau senang atau sedih harus berpisah dengan Nadya beberapa waktu. Sedang dirinya juga sangat senang mengenal sahabat Mamanya itu karena selalu memanjakannya saat mereka di pertemukan.
Hari itu mereka benar-benar menghabiskan waktu liburan bersama. Suasana Ancol memang lumayan ramai saat di akhir pekan. Mereka juga melakukam hal yang sama. Yaitu memanjakan diri dan anak-anak dari rutinitas sehari-hari.
"Mau itu gak?" Rass menawarkan permainan komedi putar.
"Boleh Om, tapi Silla takut!!"
"Kalau begitu kita cari mainan yang aman!"
Keduanya menaiki beberapa wahana permainan yang terbilang paling seru disana. Sedangkan Nadya menolak untuk ikut karena ia memiliki pobia, akibat pernah jatuh sakit usai menaiki salah satu permainan itu.
"Ma, gak mau cobain? Seru lo?" Tanya Silla sebelum pergi bersama Rass.
"Gak ah, Mama disini saja Sayang!"
"Oh, oke Ma!"
****
Pukul empat tepatnya, Silla mulai menyerah dan meminta pulang. Pasti seharian bermain di tempat itu telah menguras energinya.
"Ayo pulang, Ma. Kaki Silla udah sakit!"
"Iya, Sayang!"
Baru saja hendak melangkah, sebuah telpon mengejutkan Nadya. Itu adalah panggilan dari Bos dimana dia bekerja sekarang.
"Nanti dulu, Aku angkat telpon sebentar dari Bos aku ya, Rass!"
Nadya bergegas menjauh dan menerimanya. Entah apa yang di katakan mereka, baik Silla maupun Rass tidak bisa mendengar apa-apa.
"Om...!"
"Kenapa?" Tanya Rass heran.
"Aku kasihan deh sama Mama, gara-gara Papa menikah lagi. Mama jadi sibuk terus sekarang?"
"Jadi kamu maunya gimana?" Rass mulai meledek Silla dengan memainkan kedua alisnya naik turun.
Gadis kecil itu mengembungkan bibir. Jika boleh meminta. Tentu Ia ingin Mamanya diam saja di rumah dan Papanya tidak usah menikah lagi. Jadi ada yang menafkahi mereka berdua tanpa harus melihat Mamanya bersusah payah.
"Silla, gak tahu Om!"
"Kalau begitu, jadilah anak yang baik mulai sekarang. Buktikan kalau kamu adalah yang terbaik untuk Mamamu!"
"Iya Om!"
Tak lama kemudia Nadya sudah kembali dengan membawa tampang menyedihkan. Sepertinya ada sesuatu yang membuat Nadya merasa gelisah.
"Rass, Bos meminta aku untuk pergi bersamanya malam ini juga. Karena kami harus melakukan peninjauan bersama rekan kami di lapangan pagi-pagi sekali. Terus aku harus bagaimana ya?" Tanya Nadya. Berharap pendapat Rass dapat membantunya.
"Ya sudah pergi saja, Silla akan ikut aku pulang kerumah malam ini," jawab Rass dengan tangkas dan cekatan. Hanya itu yang bisa Ia lakukan untuk membantu Nadya.
"Makasih ya Rass, aku tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa lagi kalau bukan padamu?" Nadya memeluk erat putrinya itu karena terlalu berat rasanya untuk meninggalkan anak kesayangannya. Tapi mau bagaimana lagi. Keadaan telah memaksanya untuk mencari nafkah agar semua keinginan Silla bisa terpenuhi.
Malam itu, Bos Nadya sudah datang menjemput, dimana Nadya akan berangkat bekerja keluar kota malam itu juga tanpa bisa di tunda lagi. Tapi rasa gelisahnya mampu Ia redam ketika Ia benar-benar sudah yakin untuk meninggalkan Silla pada Rass.
"Jangan nyusahin Om, Rass ya sayang. Mama Sayang banget sama kamu!"
"Iya Ma, jangan khawatirkan Silla!"
Sebelum berpisah, Nadya mengecup kening Silla cukup lama. Lalu masuk ke dalam mobil Bosnya yang sudah sekian lama menunggu. Bos Nadya juga masih muda. Beliau seusia dengan mantan suaminya yang dulu.
Usai menghantar Nadya sampai mobilnya menghilang. Rass yang sudang membawa tas berisikan pakaian dan keperluan sekolah Silla pun mengajaknya masuk kemobil miliknya.
Sepanjang perjalanan semua menjadi beku. Silla dan Rass tak banyak bicara. Berbeda sekali saat Nadya ada diantara mereka.
Sesaat Silla terlelap, karena rasa lelah usai berlibur siang tadi tentu masih mendera tubuh Silla.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!