Hiru pikuk orang-orang berlalu lalang di pagi hari ramai baik di luar atau pun di dalam gedung.
Para pekerja hotel pun sibuk dengan profesinya masing-masing. Dengan semangat yang tinggi melayani dan senyum mengembang menghiasi kedua pipi, hal seperti itu hal lumrah sebab kemarin mereka telah gajian.
Namun, tidak dengan dua orang yang kini berada di dalam lingkup satu selimut putih yang sama, di atas ranjang king size. Keduanya sangat pulas asyik dalam alam bawah sadarnya masing-masing.
Dengan keadaan mata tertutup rapat, Eiwa—lelaki memiliki tubuh tegap berkulit putih di tumbuhi bulu-bulu halus itu mulai merayap-rayapkan satu tangan.
"Hemm… sudah jam berapa ini?"
Eiwa terbiasa bangun ketika adzan subuh, tapi sejak tadi ia tak mendengar suara itu di dalam kamar ini.
Di dalam kamar didominasi gorden warna coklat muda yang tertutup rapat tersebut gelap gulita. Eiwa menekan tombol di meja samping tempat tidur. Hingga kini menyala remang di sisinya. Dalam posisi telungkup Eiwa belum sadar sepenuhnya, mencari-cari ponsel di sampingnya.
Namun, bukan handphone benda keras yang dia genggam. Melainkan sebuah sesuatu, yang terasa kenyal, berisi dan sangat lembut seperti squishy bakpao milik Ceril--keponakannya.
"Pasti tadi siang Arumi ngajak anaknya ke kamar lagi. Kebiasaan banget, padahal sudah sering dilarang, saya bahkan bilang, jangan sembarangan masuk sini, hem...."
Eiwa masih memejamkan mata, tangannya masih asyik memainkan squishy milik Ceril. Ternyata lumayan membuat tangannya merasa rileks. Pantas saja, mainan ini sangat disukai anak-anak.
Namun tunggu.
Semalam ia mengingat tidak pulang ke rumah.
Melainkan ke suatu tempat untuk menemui Amora.
Ah, sudahlah. Eiwa memilih mengabaikan keganjalan hatinya.
Tak lama berselang.
Ia mendengar suara isakan tangis dari dalam kamarnya.
Membuat dahi Eiwa mengernyit dalam sambil mengangkat kepala, pandangannya masih buram.
Ia menerka, apa itu adalah suara Ceril?
Bukan.
Ceril masih kecil.
Sedangkan suara itu... Cukup besar.
Suara isakan tangisnya seperti orang perempuan. Eiwa mencoba untuk mengabaikan, ia kembali meletakkan kepala ke atas bantal sambil memejamkan mata. Tetap memegangi mainan keponakannya yang semakin nyaman di tangan.
Isakan semakin kuat hingga mengganggu ketenangannya. Suaranya mirip suara nyonya kunti pas lagi galaunya karena gagal nakutin mangsanya.
Eiwa mengabaikannya, justru memilih memeluk guling. Dengan sangat erat, seperti memeluk Amora perempuan pujaan hatinya yang semalam mengundangnya ke hotel.
"Bang... Abang, lepasin...." tangan dingin menyentuh kulitnya, mencoba melepaskan pelukan Eiwa.
Eiwa mengerjapkan mata sambil mengangkat kepalanya sedikit. Apa mungkin, gulingnya jadi nyonya kunti?
Suara isakan semakin terdengar pilu. Membuat Eiwa yang masih ngantuk berat memaksa matanya terbuka. Walau sangat sulit, sesulit melupakan mantan. Mengerjap pandangannya kini amat sangat jelas.
"Lepasin Ellea, lepas...."
Tangan Eiwa yang mendekap guling yang terasa hangat dan lembut seperti kulit itu dipalaskan oleh seseorang. Membuatnya tersadar.
"Woh... astagfirullah… kam-"
Ia seketika tersentak ke belakang sampai terjatuh ke bawah ranjang, kedua tangannya meremas rambut ikalnya.
"Apa yang udah kulakuin? nggak mungkin, ini ga mungkin.... pasti apa yang kulihat cuma mimpi, ya, ini mimpi, kan?"
"El, ngapain di sini? Ini beneran kamu?" Takut-takut ia mendekati di Ellea yang kini beringsut duduk di atas ranjang sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
Sekamar dengan Ellea gadis belia berusia dua puluh tahun, seorang mahasiswi yang baru saja berhasil masuk fakultas kedokteran. Gadis polos dan lugu yang selama ini menjadi kebanggaan Alvin.
Oh, tidak, Eiwa dalam masalah besar!
"Puas kamu, Bang, udah lakuin ini sama aku? Kamu udah hancurkan masa depan aku, tau nggak?!"
Ellea menangis sesenggukan sejadi-jadinya sampai dadanya tersengal-sengal.
Eiwa semakin ketakutan. Namun kali ini bukan melihat nyonya kunti dan sejenisnya, tapi ini lebih menyeramkan, bahkan lebih menyeramkan dari pada omongan tetangga.
"Ellea."
Ia seharusnya tidak ada di sini, tapi kenapa tiba-tiba ada bersama seorang gadis yang selama ini begitu lugu.
Ini benar-benar gawat!
Lagi dan lagi.
Eiwa meremas rambutnya, kenapa ia bisa ada di sini.
Ia berharap semua ini adalah mimpi. Tapi... Nyatanya itu bukan.
Sama sekali bukan.
Ini adalah satu masalah yang sangat besar. Sebesar memendam kerinduan LDR.
"Ellea."
Dia gadis baik dan masih kekanak-kanakan selama ini yang ia kathui saat ia bekerja di rumahnya menjadi bodyguard ayah Ellea.
"Kamu udah jahat sama aku, Bang, kamu udah jahat!" jeritnya sambil menangis keras melempar bantal ke wajah Eiwa. Ellea terlihat frustasi.
"Tunggu Neng, tenangin diri dulu."
"Kamu bilang tenang?? Tenang gimana? Ada perempuan yang tiba-tiba bangun sama laki-laki di atas tempat tidur, tanpa pakai apa-apa? Abang bilang bisa tenang? Coba bilang, gimana caranya?!"
Eiwa menjambak rambutnya sendiri, kedua siku di atas ranjang. Ia mencoba mengingat ingat kejadian yang telah dia lakukan malam tadi.
Dasar bodoh!
Bagaimana bisa sekamar dengan gadis termuda di keluarga Alvin Wicaksono--tuannya sendiri yang selama ini dia kawal. Padahal semalam, ia ingat kalau sedang berencana berkencan dengan Amora.
Eiwa tak sampai hati, melihat sudah penampilan Ellea yang selalu berpenampilan sangat rapi dibalut dengan hijab, kini kacau dan berantakan memegangi selimut erat, mata sembab, rambut acak-acakan, air matanya terus saja mengalir.
"Kalau udah begini, sekarang apa yang harus aku lakukan? Sekarang Ellea gimana, Bang?" tanya Ellea sambil memeluk dirinya sendiri.
"Apa yang sakit, Ell? Di bagian mana? Tolong bilang sama abang, kita semalam sama-sama nggak sadar udah ngapain aja. Tapi… kalau misal terjadi apa-apa sama kamu, saya pasti tanggungjawab, El. Udah sekarang berhenti nangisnya ya, kita cari jalan keluarnya, sekarang bilang, bagian mana yang sakit, hem?"
"Di bagian mana, nggak mungkin aku bilang sama Abang. Aku harus gimana sekarang? Papa yang selalu membanggakanku, calon dokter muda, punya masa depan yang cemerlang dan sukses, pasti beliau kecewa, dan ada banyak planning yang sudah aku susun di jauh-jauh hari, Bang. Sekarang kalau udah begini, gimana? Apa lagi aku di sini, satu kamar sama kamu, abang-abang tua.”
“Nggak boleh ngomong gitu, El. Dan sudah, jangan nangis. Kalau lihat kamu nangis, saya jadi pengen nangis. Udah cukup. Kita berdua sama-sama nggak sadar bisa sampai berbuat begini jauh. Semua udah terjadi, Neng, sekarang tinggal gimana kita cari jalan keluarnya," ucap Eiwa mencoba menenangkan Ellea.
"Kita udah ngelakuin perbuatan yang gak pantes, di dosa yang sangat besar, Bang!" Ellea seperti kehilangan arah saat ini.
"Saya tau, ini dosa besar, tapi mau gimana lagi? Sudah terlanjur terjadi, kita nggak bisa ngulang waktu yang sudah terlewat. Seperti yang udah kubilang di awal, Neng... kita sama-sama nggak sadar udah ngelakuin ini, kita berdua dijebak!"
"Astaghfirullah.... Ya Allah." Dalam posisi menelungkupkan kepala di atas kedua lutut yang tertekuk, Ellea menangis Elea semakin jadi.
Kepala Eiwa yang masih pening menjadi semakin pusing saat memikirkan jalan keluarnya. Siapa orang yang telah melakukan ini semua. Mungkin kalau Eiwa sendiri akan mengatasi masalah ini dengan mudah.
Tapi tidak dengan Ellea. Gadis kecil itu sangat terlihat hancur sehancurnya sampai tidak bisa berkata-kata selain menangis dan istigfar dalam bisiknya.
Selama ini, walau pun mereka memiliki perbedaan kasta, Eiwa sebagai bodyguard. Ellea tidak pernah membedakan posisi mereka. Gadis itu selalu bersikap baik dan santun kepada siapa pun. Tapi apa yang sudah dia perbuat? Ia menyalahkan dirinya sendiri karena sudah mau datang ke hotel ini.
"Udah ya, berhenti nangisnya." Eiwa naik ke atas tempat tidur. Sambil membawakan tisu untuk mengelap air mata Ellea.
"Saya janji Insya Allah kapan pun kamu minta tanggung jawab, saya pasti bersedia. Dan saya janji akan menutup aib ini, serapat-rapatnya. Sehingga nggak ada satu pun orang yang tahu, selain kita berdua. Sekarang terserah kamu aja, El, mau kamu gimana, saya pasti akan turutin.” Eiwa ingin rasanya memeluk Ellea, tapi ia tak berani.
Eiwa turun ke bawah ranjang, memunguti pakaian-pakaian Ellea, lalu memberikan padannya. “Bersihkan dirimu, dan pakailah pakaianmu. Kita periksa ke dokter, oke?”
BRAKKKK
Ellea seketika terkejut mendengar pintu yang tiba-tiba terbuka. Tubuhnya mungilnya seketika refleks memeluk Eiwa yang kebetulan ada di sampingnya. Hingga posisi mereka kini saling berpelukan di atas ranjang.
“Di sini kalian berdua rupanya!” bentak Alvin, papa Elea. Dengan mata menatap tajam ke arah Eiwa—bodyguardnya dan Ellea, putri keduanya.
Seketika Alvin amat sangat kecewa mendapati apa yang telah dilakukan oleh anaknya saat ini. Pun dengan Satria rekan seprofesi Eiwa Gunadhya, tampak menggelengkan kepala keheranan. Melihat situasi saat ini.
“Kurang ajar sekali kamu, bangsatt!” Alvin berjalan cepat langsung naik ke atas ranjang. Menindih tubuh Eiwa yang terjatuh ke belakang, memukulnya hingga membabi-buta tanpa ampun.
Karena merasa bersalah, Eiwa pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh tuannya. Ia memang sudah menghancurkan hidup seorang gadis.
“Apa yang sudah kamu lakukan pada anak saya, hah?! Selama ini kamu memang sudah punya ciri-ciri pria kurang ajar! Benar kata Amora, kalau orang kayak kamu itu sebenarnya punya niat nggak baik! Sekarang terbukti, kan? Apa yang sudah kamu lakukan ke anakku?!” bentaknya.
Dalam kamar hotel itu seketika penuh dengan bentakan, dan suara pukulan tangan Alvin. Pria itu seolah-olah tak mengampuni Eiwa lagi dan tak akan membiarkan hidup.
Eiwa menyilangkan kedua tangan di depan wajah sebagai pelindung, meski pun hal itu percuma. Sebab Alvin sudah sangat membabi buta memukul anggota tubuhnya.
“Tolong berhenti. Ampun Tuan, ini sama sekali bukan kemauan saya!” sangkalnya mencoba bangun dari atas ranjang.
“Kemauan siapa? Set*an yang ada di badan kamu, iya?”
Ellea yang melihat semakin beringsut takut. Sambil nangis senggugukan.
“Ellea! Kamu sudah buat papa kecewa! Ternyata begini kelakuan kamu sebenarnya!”
“Ellea dijebak, Pa! Ini nggak bener?”
“Ada alasan yang masuk akal lagi?” tanya Alvin.
“Itu bukan alasan, Pak, tapi memang kami berdua dijebak!” jelas Eiwa.
“Halah, kalian berdua ini, bisa aja ngelesnya! Sudah, sudah, mau kalian jelasin sampai mulut bersabun, nggak akan buat saya percaya! Percuma.”
“Ya gimana papa bisa percaya? Kalau ga mau dengerin penjelasan Ellea,” ucap Elea.
Gadis itu tampak malu sebab menjadi bahan tontonan para pegawai hotel yang datang. Eiwa mengusap wajahnya sendiri, ia berusaha menjelaskan pada tuannya itu.
“Kami nggak tau, Pak, pas sadar tiba-tiba sudah ada di sini.”
“Cepat pakai baju kamu, kita pulang!” bentak Alvin dengan mata memerah dan berkacak pinggang.
Tangannya yang baru saja digunakan untuk memukul Eiwa bahkan kini masih bergetar. Alvin menunggu Ellea dan Eiwa sudah membersihkan diri dan memakai pakaiannya.
Pada saat mereka semua akan bersiap keluar dari kamar hotel. Tiba-tiba para awak media sudah ada di depan pintu. Entah siapa yang memberi informasi pada mereka. Perbuatan Ellea merupakan keluarga Lusia sebagai selebriti pasti berita ini akan menjadi bulan-bulanan. Apa lagi sebentar lagi Alvin akan mencalonkan diri menjadi anggota dewan, hal ini pasti akan berpengaruh.
Yang jelas kedatangan para reporter itu membuat suasana semakin kacau. Alvin tak bisa lagi menghindari mereka. Terus saja berjalan menyeret putri keduannya yang tertunduk tak berani mengangkat wajahnya menghindari kerumunan awak media.
“Apa benar putri bapak Alvin telah memiliki scandal dengan bodyguard bapak sendiri?” tanya wartawan perempuan dalam desak-desakan.
Alvin terus saja menggandeng Ellea, Satria menggandeng Eiwa, mereka semua berjalan cepat melewati loby menuju area parkir, tanpa menjawab.
“Tolong berikan konfirmasinya pada kami sedikit saja, Pak. Apakah benar mereka memiliki hubungan terlarang?” tanya wartawan terus mencerca.
“Semua itu tidak benar.” Alvin menjawab singkat sambil menepis kamera yang di arahkan padannya.
“Lalu bagaimana dengan video yang beredar beberapa detik lalu, Pak, di situ putri bapak sedang berada di atas ranjang bersama bodyguard bapak sendiri?” Wartawan terus saja mengupas jawaban dari Alvin yang sudah jelas-jelas pusing dengan hal ini.
“Bisa jelaskan pak Alvin yang sebenarnya?”
Alvin seketika dibuat membisu, ia tidak tahu menahu tentang video-video yang sangat cepat beredar. Dalam beberapa detik pria paruh baya yang berwibawa itu melihat ke arah Eiwa, penuh dengan amarah.
Hingga kemudian memilih terus mempercepat langkahnya sambil menarik tangan Ellea di belakangnya.
Ellea dan Eiwa yang dalam mobil terpisah, Ellea melihat ke arah Eiwa saat akan masuk ke dalam mobil alphart hitam, seolah-olah memberi pesan kalau ia sedang ketakutan saat ini.
Sebelum kemudian tersentak masuk ke dalam mobil hingga melesat meninggalkan area hotel terjadinya mala petaka tersebut.
"Benar-benar habat deh kamu, Wa. Pilih jalan pintas buat jadi orang kaya," ucap sopir tampak tidak suka.
"*Heh, kamu akan terkejut, kalau tau sebenarnya aku si*apa, dasar ongol-ongol!"
Eiwa melirik malas ke arah sopir itu berjalan mengikuti Alvin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!