...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Nama ku,Rania Renata. Usia ku menginjak umur 17 tahun dan kebetulan baru saja kemarin merayakan ulang tahun. Sekarang aku menginjak kelas 3 SMA di salah satu sekolah swasta di kota ku.
Aku merupakan anak pertama dari dua bersaudara, adik ku bernama Alessio Tubagus Putra. Dia sekarang baru menginjak kelas 8 atau setara dengan kelas 2 SMP, usia kami bisa di bilang tidak begitu jauh tidak begitu dekat juga.
Ayah ku bernama Irman Tubagus Prayoga asli dari Bali, sedangkan ibu ku Renata Sri Astuti asal dari Jawa. Kami sekarang tinggal di Jakarta,karena memang pekerjaan ayah ku yang mengharuskan kami tinggal di sini sekarang. Pas aku masih kelas satu SD dan Al baru berusia sekitar satu tahunan,kami dulu tinggal di kampung halaman ibu ku di Semarang.
Setelah Al masuk SD,ayah pun pulang dari perantauannya di luar negeri dan memutuskan untuk menetap di Jakarta supaya lebih dekat dengan pekerjaan ayah yang sekarang.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Sesosok laki-laki berlari dengan tergesa-gesa,dia tampak panik dan wajahnya sudah basah karena keringat yang sudah membasahi wajahnya.
Kulitnya begitu putih campuran Cina-Indo atau blasteran. Namanya Daffa Er hadi, dia merupakan teman pertama ku setibanya aku dulu di sekolah yang baru di Jakarta. Anaknya begitu asik, sangat peduli dengan teman dan memiliki kepekaan yang cukup kuat.
Dia sendiri pun sama bukan asli dari Jakarta melainkan dari Surabaya. Keluarganya memiliki toko kue yang cukup terkenal di Jakarta apalagi di daerah dimana tempat ku tinggal sekarang ini.
"Nes, kamu lihat Rani nggak?" tanya Daffa.
"Tadi sih bilangnya mau beli minuman ke kantin, tapi nggak tahu deh. Soalnya udah lumayan lama juga dia belum balik,coba aja kamu susul." balas Agnes.
"Emangnya kenapa sih? Kayaknya penting banget. Lihat tuh,wajah kamu ampe merah kayak gitu." ucap Dio.
Tanpa menjawab pertanyaan Dio, dia langsung berlari ke arah kantin untuk menyusul Rani.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Setibanya di kantin, Daffa langsung mencari keberadaan Rani. Dia sempat kesulitan karena di kantin saat ini kebetulan tengah di penuhi oleh banyak siswa lain yang tengah istirahat setelah mengikuti pelajaran olah raga.
"Kamu dimana sih, Ran." gumamnya dengan mata masih terus berusaha mencari keberadaan Rani.
"Ya ampun, sulit banget nyari satu orang aja. Lagian kenapa juga sih aku....."
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Daffa sudah lebih dulu melihat sosok Rani yang iya cari. Tersirat raut kelegaan dari wajahnya yang sebelumnya tampak panik tadi.
Tanpa menunggu lama, Daffa langsung menghampiri Rani yang tengah mengantri beli jus di salah satu tenan yanga ada di kantin.
"Ran......!" seru Daffa.
Rani pun langsung melihat ke arah sumber suara yang tidak begitu asing lagi baginya. Dia pun hanya menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya mendapati Daffa yang sudah berdiri tepat tidak jaug di belakangnya.
"Kenapa?"
"Ya ampun, susah banget cari kamu."
"Kamu gimana sih, tadi bilangnya mau nongkrong sama Agnes dan Dio. Tapi nyatanya kamu malah kelayapan sendirian ke sini." lanjut Daffa.
"Ya kan aku haus Daf, masa iya aku harus nunggu kamu selesai main basket di lapangan. Yang ada tenggorokan ku ini kering nanti," timpal Rani.
"Ya udah sini," ucap Daffa sambil mengulurkan tangannya.
"Sini? Sini apa sih,maksud kamu?" tanya Rani heran.
"Itu loh, barang yang aku titipkan sama kamu tadi." balas Daffa.
Rani malah terdiam dan kebingungan dengan apa yang di maksud Daffa saat ini.
"Malah diam lagi, cepat lah."
"Teman-teman ku yang lain udah nungguin aku di depan tahu." lanjutnya.
"Di depan? Maksudnya kamu mau kabur dan tidak ikut pelajaran berikutnya. Ih awas aja ya,kalau kamu berani. Aku akan bilang sama tante Gina kalau kamu nakal. Ingat yah, kita tuh sekarang udah kelas 3, harusnya kamu tuh kurang-kurangin main sama anak yang nakal." ucap Rani tanpa jeda.
"Apaan sih kamu, nggak nyambung banget kalau ngomong."
"Maksud aku tuh itu, dompet aku yang di titipkan sama kamu tadi." timpal Daffa.
Aku langsung malu mendengar ucapan Daffa barusan, bisa-bisanya aku melupakan itu.
"Ah iya......."
"Aku lupa Daf, maaf yah.".
"Heh......"
"Bisa-bisanya kamu punya pikiran sejelek itu sama aku. Emangnya aku pernah apa, kabur dari sekolah dan tidak mengikuti pelajaran. Kurang-kurangin deh, berpikir tidak baik. Apalagi sama teman sendiri," lanjut Daffa.
Aku hanya tersenyum malu dan mengeluarkan dompet milik Daffa dari dalam saku celana ku.
"Nih......"
"Ya lagian emang kamu mau ngapain lagi di depan sana, kalau kamu bukan mau kabur."
"Aku mau bayar bakso langganan ku, baru aku ingat pas mau bayar kalau dompet ku ada sama kamu. Makanya aku langsung lari cariin kamu sampai ke sini." jelasnya.
Daffa pun langsung meraih dompet miliknya dari tangan ku dan langsung berlalu pergi meninggalkan aku sendirian.
Aku hanya bisa tersenyum dengan kejadian barusan ini, ada aja kejadian yang selalu buat aku terhibur saat bersama dengan Daffa.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
"Eh Ran, kamu udah ketemu belum sama Daffa?" tanya Dio.
"Iya, tadi dia cariin kamu loh. Kalau boleh ada apaan sih? Dia kayak panik banget gitu," timpal Agnes.
"Ah itu, enggak. Tadi itu kan pas jam pelajaran olah raga Daffa nitip dompetnya sama aku. Ternyata dia sama kawan yang lainnya pada beli bakso di depan sekolah,dompetnya dia kan ada sama aku. Makanya dia panik nyariin aku,karena harus bayar baksonya." jelas ku.
"Ya ampun, emangnya nggak bisa yah dia pinjam dulu sama yang lain atau kita gitu. Harus banget gitu pake acara lari-larian kayak tadi, cepak yang ada." ucap Dio.
"Lah kamu kayak nggak tahu Daffa aja, dia mana mau pakai uang milik orang lain. Sama temannya pun dia gak mau berhutang atau pinjam-pinjam dulu." balas Agnes.
Tidak lama setelah itu,Daffa pun datang dengan membawa jajanan di tangannya. Raut wajahnya tampak sangat senang dan terus tersenyum melihat ke arah kami bertiga.
"Itu dia, pasti dia senang sekarang. Karena sudah mendapatkan bakso yang dia mau." ucap Dio.
"Kita tunggu aja," balas aku dan Agnes bersamaan.
Daffa pun langsung duduk tepat di depan kami,tanpa menunggu lama dia langsung mengeluarkan satu cup es jeruk dan satu cup bakso kesukaannya itu dari dalam kantong plastik yang dia bawa tadi.
"Aduh aku lapar banget nih, maaf yah. Aku duluan makannya," ucapnya penuh semangat.
"Bentar deh," aku menepis tangan Daffa yang tengah bersiap untuk melahap bakso.
Aku langsung meraih rambut yang ada di bagian wajahnya tepat berada di bawah bibirnya.
''Bisa-bisanya kamu mau makan rambut ini juga," ucapku sambil meraih helai rambut yang menempel.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Agnes dan Dio saling bertukar pandangan sambil tersenyum satu sama lain,melihat apa yang aku lakukan terhadap Daffa.
"Ehem....."
Dio berdehem sambil menutup mulutnya dengan kepalan tangannya.
"Ada apa?" tanya ku heran.
"Enggak ada," timpal Dio.
"Aku suka lucu aja lihat perhatian kamu sama Daffa,kayak pasangan aja gitu." sambung Agnes.
"Pasangan," balas ku sambil tertawa.
"Ya kalau kita sih nggak aneh, ya meski pun terkadang suka aneh juga. Tapi kalau orang lain yang lihat kita kan nggak tau, bisa saja kan mereka menganggap kalau kalian berdua ini tengah berpacaran." jelas Dio.
"Ya kan satu sekolah ini udah pada tahu,kalau kita ini sahabat." aku terus menyangkalnya.
Sedangkan Daffa hanya diam saja dan hanya menyimak pembicaraan aku,Agnes dan Dio.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Jam istirahat pun tiba, seperti hari-hari biasanya. Aku dan yang lainnya langsung keluar dari kelas berhamburan bersama siswa yang lainnya.
"Daffa......!"
Seruan seseorang langsung menghentikan langkah Daffa yang berjalan tepat di depan ku. Sontak saja aku langsung menabrak punggung Daffa yang lebar,sambil mengintip siapa orang yang barusan memanggil Daffa.
Ternyata itu Nizi, siswi yang satu angkatan dengan aku. Hanya saja dia beda jurusan dengan kami,tapi memang pas kelas X kami berada di dalam satu kelas yang sama. Hanya saja menginjak kelas XI, Nizi dan kami berpisah karena dia memilih untuk mengambil jurusan IPS sedangkan kami berempat mengambil jurusan IPA.
Aku ingin cerita sedikit tentang Nizi, sebenarnya dulu saat kami berada di kelas X, suatu hari Nizi meminta bantuan sama aku dan Agnes untuk jadi mak comblang,buat dia dekat dengan Daffa. Karena memang aku dan Daffa sudah dekat di bandingkan Agnes dan Dio.
Hanya saja, belum juga sempat aku dan Agnes buat mereka berdua dekat, Daffa sudah lebih dulu menyadari dan malah balik marah sama aku dan Agnes. Dan hubungan kami pun sempat renggang lumayan lama,karena dia marah sama aku.
Semenjak kejadian itu baik aku atau pun Agnes dan Dio kami bertiga tidak berani lagi bantuin siapa pun itu yang ingin deketin Daffa.
Kami selalu memberikan jawaban yang sama, ''Silahkan kamu deketin dia dengan cara kamu sendiri,jangan libatkan aku."
Mau di bilang sombong atau apapun itu, kami tidak peduli. Dari pada kami harus marahan sama Daffa kayak dulu lagi.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
"Kenapa Nizi?" tanya Daffa.
"Kamu mau istirahat kan,"
"Iya, emangnya mau apa lagi. Kamu aneh," timpal Daffa dingin.
"Aku dengar di belakang sekolah itu ada warung yang baru buka. Kata anak-anak, di sana banyak sekali makanan yang enak. Kamu mau nggak istirahat bareng sama aku?" ajak Nizi.
"Hah? Kamu nggak salah ngajakin aku?"
"Kayaknya enggak deh, soalnya aku udah pesan makanan di kantin tadi pagi. Sayang kan,soalnya sudah aku bayar. Mungkin lain kali aja yah," lanjut Daffa.
Aku dan Agnes salin melihat satu sama lain, karena setahu aku sendiri,sejak pagi tadi Daffa belum pergi ke kantin selain pas kejadian tadi dia menyusul ku ke sana. Itu pun dia hanya mengambil dompet yang dia titipkan sama aku.
"Ah gitu yah, sayang sekali. Padahal aku sudah berharap hari ini kita bisa istirahat bareng." balas Nizi tampak kecewa.
"Lain kali yah, lain kali saja."
"Ya udah kalau gitu, aku pergi duluan."
Nizi pun pergi lebih dulu dengan raut wajah yang sangat kecewa,terlihat jelas dari raut wajahnya yang langsung berubah.
Aku dan Agnes sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ya itu, takut Daffa malah balik marah sama kami lagi kayak yang dulu-dulu.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Sesampainya di kantin, ternyata Dio sudah sampai lebih dulu.
"Ya ampun,itu anak. Udah makan duluan aja," ucap Agnes sambil menggelengkan kepalanya.
"Kayak nggak tahu aja, emang dia kan si paling doyan makan dan paling gampang lapar." timpal ku.
"Hai........" sapa Daffa sambil menepuk pundak Dio yang tengah menikmati makanan yang sudah dia pesan.
"Lama kali kalian, aku udah mau menghabiskan makanan ku ini." ucap Dio.
"Ya kalau habis tinggal pesan lagi lah," balas Daffa.
"Ya udah kalau gitu kita mau pesan makan dulu," ucap ku.
"Ya udah sana." balas Dio.
Aku,Daffa dan Agnes langsung memesan beberapa makanan dan cemilan untuk menu makan siang kami hari ini.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Setelah menghabiskan semua makanan kami masing-masing, kami berempat tidak langsung pergi menuju kelas. Melainkan memilih untuk nongkrong di taman sambil ngadem di bawah pohon lengkeng sambil tiduran.
"Wah, emang paling cocok banget jam segini tuh waktunya buat tidur." ucap Dio.
"Iya ih, biasanya pas hari libur habis makan siang aku suka langsung tidur."
"Sama banget,aku pun sama." timpal ku.
"Pantas perut kalian pada buncit," ucap Dio.
"Buncit? Buncit mana maksud kamu?"
"Kalau lihat tuh yang bener,Dio." lanjut ku.
"Agnes maksudnya," balas Dio sambil melihat ke arah Agnes.
"Ih Dio apaan sih kamu, pake segala bawa fisik segala. Mau perut aku buncit atau gimana,yang penting sehat." timpal Agnes tidak terima.
"Eh, eh udah. Kok kalian malah berantem sih,"
"Bisa saja Dio hanya asal bicara saja. Kamu lagi Dio, kalau ngomong tuh di jaga,jangan asal." lanjut Daffa mencoba untuk melerai.
"Iya ih, Dio parah banget. Sama teman sendiri kayak gitu," sambung ku.
Dio dan Agnes pun saling membelakangi satu sama lain, hal ini bukanlah suatu yang baru buat aku dan Daffa. Karena memang diantara kami berempat Dio dan Agnes lah yang paling sering bertengkar dan salah paham satu sama lain.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
"Eh iya, tadi kalian kenapa datang telat ke kantin?" tanya Dio memecah keheningan.
"Itu........"
Ucapan ku langsung terhenti,karena takut Daffa marah kalau aku ceritakan kejadian tadi sama Dio.
"Kenapa?" tanya Dio kembali.
"Udahlah, lagian kamu kepo banget." Daffa langsung memotong pembicaraan aku dan Dio.
Dio menatap ku dengan penuh kecurigaan,sedangkan Daffa dia kembali sibuk dengan HP nya.
Sedangkan Agnes sendiri dia sudah tepar duluan sejak tadi, karena memang anginnya yang menyegarkan bisa saja buat kami tertidur pulas meskipun hanya beralaskan rumput.
"Ran, nanti pulang sekolah temenin aku dulu yah," ucap Daffa.
"Kemana?" tanya ku penasaran.
"Ke toko kue langganan kita, ada yang harus aku beli."
"Ah ya udah,"
"Emang siapa yang ulang tahun Daf?" tanya Dio.
"Tidak ada, aku mau ambil pesanan ibu ku. Soalnya kalau aku pergi sendirian ke sana, aku bakal kesulitan untuk bawa pesanannya. Nggak apa-apa kan Ran?" tanya Daffa kembali.
"Iya......."
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Sepulang sekolah,karena aku sudah janjian sama Daffa. Aku pun hanya bareng sama Agnes hanya sampai ke loby sekolah saja. Setelah itu baru lah aku menunggu Daffa,karena dia masih ada urusan sama teman club basketnya.
Saat aku tengah duduk sambil memainkan HP ku, tiba-tiba saja Nizi datang menghampiri ku.
Aku sempat kaget karena kedatangannya kali ini, karena memang meski pun aku dan dia sempat berada dalam satu kelas yang sama, aku sendiri tidak begitu dekat dengan dia. Hanya sekedar tahu dan kenal saja,tidak seperti aku dan Agnes saat ini.
"Hai......" aku lebih dulu menyapanya.
Tanpa membalas sapaan ku dan bahkan dia pun tidak tersenyum pada ku sama sekali. Raut wajahnya tampak datar,tanpa ekspresi.
"Ada apa dengan sikap dia? Perasaan aku nggak berbuat salah deh." ucap ku dalam hati.
"Kamu sendirian?" tanya nya.
"Ah itu, iya......."
"Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu." lanjutnya.
"Ada apa nih? Sepertinya serius banget."
Aku pun langsung mengikuti langkah Nizi yang berjalan menuju ke arah parkiran.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Setibanya di area parkiran, Nizi pun duduk tepat di atas motor miliknya sedangkan aku memilih untuk berdiri tepat di depannya.
"Kenapa Nizi?" tanya ku kembali.
"Ini tentang Daffa," ucapnya pelan.
"Daffa? Kenapa dengan Daffa? Apa terjadi sesuatu?"
"Tidak......"
"Hanya saja, aku merasa kesulitan sekali untuk coba deketin dia. Kayak seolah dia itu mempunyai tembok pembatas,supaya siapa pun itu tidak ingin dekat atau bahkan menyerah untuk mendekatinya." lanjut Nizi.
Aku hanya memilih diam saja dan tidak memberikan respon apa pun. Karena meskipun hubungan aku dan Daffa cukup dekat, aku sama sekali tidak berani mencampuri urusan pribadi dia terlebih lagi masalah hati.
"Apa kamu tahu, mungkin saja dia menyukai seseorang atau tengah dekat dengan siapa gitu?"
"Setahu aku enggak deh kayaknya, soalna di sekolah kan kami bareng terus. Sepulang sekolah pun setahu aku dia hanya di rumah saja."
"Nizi, asal kamu tahu yah. Meskipun aku dan Daffa terbilang cukup dekat,tapi aku sama sekali tidak berani untuk mencampuri urusan dia apalagi menyangkut masalah pribadi." lanjut ku.
Nizi langsung terdiam dan hanya menatap kosong ke arah depan.
"Aku merasa kesal saja Ran, aku kurang apa selama ini. Aku selalu berusaha untuk buat Daffa tertarik pada ku,meskipun pada akhirnya dia selalu memberi respon yang dingin terhadap ku."
"Ya udah kalau kamu pun tidak tahu, makasih ya. Karena kamu udah mau mendengar keluhan ku kali ini," lanjut Nizi.
"Iya......."
"Nizi......."
"Iya kenapa,Ran?"
"Ini hanya pendapat ku saja,aku minta maaf kalau seandainya kamu tersinggung."
"Kamu kan pastinya tahu respon yang di berikan Daffa terhadap kamu seperti apa. Terus kenapa kamu masih kekeh untuk deketin dia? Menurut pandangan ku, kamu itu cukup baik dan cantik. Kamu bisa saja mendapatkan atau dekat dengan laki-laki lain selain Daffa. Ada banyak cowok di sekolah ini yang jauh lebih keren di banding Daffa." jelas ku.
"Iya juga, apa yang kamu katakan itu ada benarnya juga. Aku pun tengah memikirkannya kembali,"
"Seperti apa yang kamu katakan barusan, aku memang sudah merasa lelah dan merasa sudah cukup menyukainya selama ini. Udah mau 3 tahun aku mengejar-ngejar Daffa,tapi apa yang aku dapatkan. Aku hanya mendapatkan kekecewaan yang sebenarnya itu hasil dari ulah ku sendiri."
"Daffa sama sekali tidak bersalah, dia bahkan tidak pernah memberikan harapan pada ku selama ini. Aku nya saja yang terlalu berharap lebih sama dia," lanjut Nizi.
"Mendengar ucapan mu ini, aku menyadari kamu itu dewasa. Aku harap kedepannya kamu bisa dapatkan cowok yang menyayangi dan menerima kamu apa adanya."
Setelah mengobrol dengannya, Nizi pun berpamitan untuk pulang lebih dulu. Sedangkan aku memilih untuk menunggu Daffa di atas motor miliknya.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Setelah menunggu Daffa sekitar 10 menitan,akhirnya dia pun datang keluar bersama teman satu club nya.
"Maaf yah lama,tadi ada yang harus kami meeting kan lebih dulu." ucap Daffa.
"Iya gak apa-apa, sekarang udah selesaikan? Sebaiknya kita cepat-cepat ke toko kuenya deh. Soalnya keburu sore juga nih, aku lapar."
"Ya ampun Ran, aku pikir kenapa."
"Makan aja yang ada di pikiran kamu itu," balasnya sambil mengusap kepala ku.
"Ya udah minggir dong, aku mau naik." lanjutnya.
"Eh iya......."
Aku pun langsung turun dan membiarkan Daffa untuk mengeluarkan motornya lebih dulu dari barisan.
"Kita nanti makan di resto yang ada di samping toko kue itu." ajaknya.
"Ih enggak ah, uang aku tinggal sedikit. Nggak bakal cukup kalau harus makan di sana,nanti aja aku makan di rumah."
"Terserah deh,"
Aku pun kemudian langsung naik ke atas motornya dan Daffa pun langsung tancap gas melajukan motor kesayangannya itu.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
Tidak butuh waktu yang lama, sekitar 10 menitan kami pun akhirnya sampai di toko kue yang kami maksud. Aku pun memilih untuk tidak ikut ke dalam tokonya dan memilih duduk di kursi yang ada di depan toko.
Aku sebenarnya mau saja ikut ke dalam, tapi aku takut tergiur dan kalap ingin membeli juga buat aku bawa pulang ke rumah. Sedangkan uang saku ku hari ini hanya tinggal Rp.20.000 saja. Karena aku lupa tidak membawa uang pemberian dari ayah semalam.
"Sudah yuk," ucap Daffa keluar dari dalam tokonya.
"Oh udah yah,"
"Yuk....."
Aku langsung beranjak dari duduk ku dan langsung meraih bingkisan yang Daffa bawa.
"Udah nanti saja, sebaiknya sekarang kita makan dulu." ucapnya.
"Ih Daf......" aku langsung menarik tangannya.
"Kenapa?"
"Sebaiknya kita pulang saja,kita makan di rumah aja."
"Udah tenang aja, hari ini aku yang traktir kamu. Anggap saja ini sebagai hadiah,ulang tahun kamu waktu kemarin. Aku kan belum kasih hadian apa-apa buat kamu," balasnya.
" Iya tapi........"
"Udah ayo......"
"Nanti aku keburu berubah pikiran lagi,"
Daffa langsung menarik tangan ku dan membawa ku masuk ke dalam restorannya.
...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...
"Nih, pesan......." ucap Daffa sambil memberikan buku menu nya pada ku.
"Bener nih?"
"Iya,"
"Cepetan deh, kalau kamu nggak mau kita balik aja." balasnya.
"Eh iya deh,iya."
"Aku kan cuma meyakinkan aja,"
Tanpa menunggu lama aku langsung melihat daftar menu nya dan memilih beberapa makanan dan minuman buat aku dan Daffa makan.
Sambil menunggu makanannya datang, kami pun sama-sama sibuk dengan HP kami masing-masing. Aku sedikit curiga karena Daffa selalu tersenyum saat memainkan HP nya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!