NovelToon NovelToon

Kisah Dua Asmara Di SMA

Bab 1 - Prolog

...༻⊠༺...

Reyan dan Gala sudah diperkenalkan satu sama lain sejak bayi. Kedua orang tua mereka kebetulan bersahabat dekat. Hubungan mereka sudah seperti keluarga sedarah.

Reyan sering ke rumah Gala. Begitu pun sebaliknya. Mereka bahkan tak jarang tidur bersama. Saat keduanya menginjak usia 13 tahun, sesuatu hal terjadi.

Kala itu Reyan dan Gala sudah kelas tujuh SMP. Mereka berteman sangat akrab seperti biasa. Kemana-mana selalu berdua.

"Lo mau es krim?" tawar Gala.

"Oke." Reyan mengangguk.

Gala berlari untuk membeli es krim. Sayangnya es krim tersisa tinggal satu. Meskipun begitu, Gala tetap membelinya.

"Es krimnya tinggal satu. Kita berbagi aja." Gala kembali menghampiri Reyan. Menyodorkan es krim yang dibelinya.

Reyan hendak mengambil es krim yang diberikan Gala.

"Eits! Gue dulu!" ujar Gala yang langsung melahap es krim lebih dulu.

"Dasar! Tapi nawarin gue dulu. Cepetan ah!" desak Reyan gusar.

Gala tergelak. Dia segera memberikan es krimnya pada Reyan. Temannya itu lantas segera memakan es krim.

Reyan menikmati es krim cukup lama. Pertanda dia memakan banyak es krim. Mulut Reyan bahkan sampai belepotan.

"Ya udah. Lo habisin aja. Kasihan gue lihatnya," cetus Gala sambil terkekeh. Dia mengambil tisu dari atas meja. Lalu mengelap mulut Reyan yang belepotan.

"Dasar bocil!" cibir Gala sambil mengusap puncak kepala Reyan.

"Enak aja. Lo tuh yang bocil," balas Reyan.

Apa yang dilakukan Gala untuk Reyan benar-benar tulus karena persahabatan. Mereka juga sering menunjukkan kedekatan lain. Seperti saat kelelahan berolahraga. Sesekali Gala menyenderkan kepala ke pundak Reyan. Sebagai sahabat, itu adalah hal biasa bagi mereka. Terlebih keduanya sudah dekat sejak kecil.

Sayangnya, kedekatan Reyan dan Gala membuat orang-orang sekitar salah paham. Terlebih keduanya selalu berdua. Tidak begitu akrab juga dengan teman lelaki lain. Mungkin rasa nyamanlah yang membuat keduanya enggan mencari teman lain.

Sampai salah satu teman mereka memberi pertanyaan yang begitu menohok. Saat itu mereka sedang melakukan tugas kelompok. Lagi-lagi Reyan dan Gala tak mau berpisah.

"Boleh gue tanya? Kalian pacaran ya?" tanya Nabila. Salah satu teman kelompok Gala dan Reyan.

"Apa? Kenapa lo mikir gitu?" sahut Gala. Sedangkan Reyan tampak cemberut ketika mendengar pertanyaan Nabila.

"Enggak. Gue cuman tanya aja. Kalian soalnya nggak terpisahkan. Terus mesra banget lagi, iyakan, Res!" Nabila meminta pendapat dari teman yang duduk di sebelahnya. Temannya yang bernama Resti itu lantas mengangguk.

"Kami sudah saling mengenal sejak kecil. Udah kayak keluarga!" tegas Reyan dengan dahi berkerut.

"Lo mending urus masalah lo sendiri dibanding nyebarin fitnah!" tukas Gala yang juga terlihat marah.

"Maaf... Gue nggak bermaksud menyinggung kok. Tapi kalian harus tahu, orang yang berpikir kalian pacaran tuh bukan cuman gue," ucap Nabila.

Reyan dan Gala bertukar pandang. Keduanya kini terdiam.

Tak lama kemudian, bel pertanda pulang sekolah terdengar, Gala dan Reyan pulang bersama seperti biasa. Karena sudah tahu pandangan orang, mereka merasa ada yang berbeda dengan tatapan orang-orang sekitar.

Reyan berjalan menjauh dari Gala. Sejak mendengar perkataan Nabila tadi dia merasa tidak nyaman. Salah satu sikap buruk Reyan adalah overthingking. Sambil melangkah, Reyan juga mengingat bagaimana kedekatannya dengan Gala. Ia tak bisa menampik kalau kadang-kadang dirinya dan Gala menunjukkan kedekatan yang bisa membuat orang salah paham.

Gala mengejar dari belakang. Berbeda dengan Reyan, dia cowok yang tak peduli terhadap pandangan orang-orang. Ia tak mau persahabatannya hancur hanya karena anggapan buruk banyak orang.

"Udah, Rey! Jangan terlalu dipikirkan. Mereka nggak tahu aja hubungan kita yang sebenarnya. Kita udah seperti keluarga." Gala merangkul pundak Reyan. Akan tetapi rangkulannya segera dilepas paksa oleh Reyan.

"Setelah dipikir-pikir, anggapan orang-orang itu nggak salah, Ga!" ungkap Reyan.

"Maksud lo?" Pupil mata Gala membesar. "Lo nggak beneran suka sama gue kan?" timpalnya.

"Enggaklah!" Reyan langsung membantah. "Gue tadi bicara tentang kedekatan kita selama ini. Mungkin kita menganggapnya hal biasa. Tapi nggak buat orang lain," sambungnya.

"Terus? Kita harus gimana?" balas Gala.

"Mulai sekarang mending kita harus jaga jarak. Kita selama ini terlalu terikat, Ga! Lo bahkan nggak punya teman selain gue kan?" kata Reyan mengusulkan.

"Maksudnya kita nggak temenan lagi?" Gala menyimpulkan.

"Menurut gue begitu," sahut Reyan.

"Bacot lo, Rey! Lo kenapa memperbesar masalah hanya karena omongan orang-orang nggak penting itu!" Gala mendorong Reyan dengan kasar. Dia benar-benar kecewa dengan keputusan cowok tersebut.

"Anggapan orang itu penting, Ga! Gimana kalau kita nggak akan pernah punya pacar karena itu?! Gimana kalau sampai dewasa orang berpikir kita begitu?!" Reyan mengutarakan overthingkingnya.

Gala terperangah. Dia memang sangat mengenal Reyan. Temannya itu selalu berpikir berlebihan saat mendapat masalah. Reyan tidak akan tinggal diam saat masalahnya belum teratasi.

"Oke kalau itu mau lo. Mulai sekarang kita nggak berteman lagi!" Gala terlanjur kecewa. Dia berjalan melewati Reyan dengan langkah cepat. Hanya karena perkataan seseorang, hubungan persahabatan mereka seketika putus.

...***...

Empat tahun berlalu. Selama itu pula Reyan dan Gala tidak berteman lagi. Bahkan saat makan malam keluarga mereka tak saling bicara. Kedua orang tua mereka masing-masing juga sudah tahu kalau keduanya tidak berteman akrab seperti dulu.

Sekarang Reyan dan Gala berusia 17 tahun. Mereka tumbuh menjadi cowok tampan dan sama-sama populer di sekolah. Sayangnya mereka memiliki pesona berbeda.

Reyan dikenal sebagai murid berprestasi. Sementara Gala dikenal sebagai murid pembuat masalah. Karena tidak berteman, keduanya tumbuh dijalur yang sangat berbeda. Perbedaan mereka bak langit dan bumi.

Goodboy, itulah julukan untuk seorang Reyan yang tampan, tajir, dan baik hati. Badboy, begitulah julukan yang tersemat pada Gala. Cowok yang tak kalah tampan dari Reyan, diketahui paling tajir, sering melanggar aturan sekolah, dan playboy.

The Real story begin in next chapter...

..._____...

Gimana pendapat kalian sama gay yang sudah merajalela di zaman sekarang guys? Kasihan yang nggak bersalah jadi kena imbasnya. Emang sulit menghadapi pandangan masyarakat. Baik itu salah atau pun benar. Ditunggu next chapternya akan rutin up tiap hari. 😊

Bab 2 - Cita-Cita

...༻⊠༺...

Seorang guru BK muda yang sering di sapa Bu Ayu, sedang sibuk mewancarai para murid secara bergantian. Sebagai guru BK, Bu Ayu hendak mengetahui rencana seluruh siswanya di masa depan.

Kebetulan orang pertama yang diwawancarai adalah Reyan Erasya. Dia dipersilahkan duduk di kursi yang ada di depan Bu Ayu.

"Apa cita-citamu, Rey? Kau sudah memikirkannya bukan?" pertanyaan itu diberikan Bu Ayu kepada semua muridnya.

"Dokter, Bu!" Reyan menjawab dengan yakin.

Di waktu yang berbeda seorang gadis juga menyebutkan profesi yang sama. Namanya Nindy Fajira. Cewek yang dikenal cantik dan pintar. Jika Reyan sering meraih juara satu umum di sekolah. Maka Nindy-lah saingan terberatnya. Namun akhir-akhir ini Nindy selalu meraih juara dua.

"Dokter! Meski aku sekarang anak yatim piatu. Aku yakin pasti bisa jadi dokter nanti." Begitulah Nindy menjawab pertanyaan Bu Ayu. Dia terlihat begitu percaya diri.

"Bagus. Ibu suka sama semangatmu. Mirip sama peraih juara umum di sekolah ini," komentar Bu Ayu.

"Maksudnya Reyan, Bu?" tebak Nindy. Dia cewek dengan rambut pendek sebahu. Memiliki kulit putih bersih. Jika dalam dunia kenakalan, maka Nindy menjadi saingan untuk seorang Gala.

Nindy merupakan cewek matre. Karena bukan orang kaya, dia memanfaatkan cowok-cowok yang dipacarinya untuk mendapat uang. Benar sekali, Nindy adalah playgirl. Dia bahkan sekarang juga memacari lelaki yang sudah beristri.

"Iya, siapa lagi," tanggap Bu Ayu.

"Wajarlah sama. Kami kayaknya berjodoh, Bu..." ujar Nindy sembari tersenyum. Seperti banyak cewek di sekolah. Ia juga mengidolakan Reyan. Zaman sekarang cowok goodboy yang berkharisma begitu mempesona.

Pernah satu kali seorang murid iseng yang mengadakan vote siapa cowok tertampan di sekolah. Reyan meraih peringkat pertama. Sedangkan Gala mendapat peringkat kedua. Semua murid memang tidak bisa membantah the power of anak teladan. Reyan tidak hanya dikagumi teman-temannya tetapi juga para guru.

"Hahaha! Kamu bisa aja. Siapa yang nggak mau berjodoh sama Reyan sih. Ibu juga mau," ucap Bu Ayu genit. Dia memang seorang janda muda yang terkadang mengagumi beberapa murid. Bu Ayu sangat suka siswa-siswa yang berparas tampan. Ya, di dunia ini memang ada model guru yang begini.

"Ah, Ibu ikut-ikutan." Nindy mencoba memaklumi. Setelah diberi pertanyaan lain, dia dipersilahkan keluar.

Saat keluar, siswi lain dipersilahkan masuk. Nindy berpapasan dengannya saat hendak keluar. Namanya adalah Arini Felita. Dia salah satu cewek cantik di sekolah seperti Nindy. Memiliki rambut panjang, kulit putih bersih, hidung mancung dan iris mata kecokelatan. Namun sayang, kelebihannya hanya cantik saja. Ia tidak begitu berbakat dalam pelajaran maupun olahraga.

"Aku pengen jadi chef kalau besar nanti. Ibu tahu master chef kan? Nah, aku pengen jadi seperti Chef Renata," ungkap Arini. Dia memang sosok yang ceria.

"Oh... Berarti kamu pintar masak?" tanya Bu Ayu.

"Masih belajar sih, Bu." Arini memegang tengkuknya sambil tersenyum malu. Dia mungkin seperti remaja pada umumnya. Tertarik dengan sebuah profesi yang ditontonnya di televisi. Lalu menjadikannya sebagai cita-cita untuk masa depan. Ya, Arini salah satu korban eksploitasi televisi.

"Ya sudah. Kalau ada kegiatan yang terkait sama dunia memasak, Ibu pasti akan kasih informasi ke kamu ya," ucap Bu Ayu.

Arini lantas mengangguk. Dia segera keluar dari ruang BK.

Satu per satu murid sudah masuk secara bergantian ke ruang BK. Kecuali Gala yang sekarang justru ayik tiduran di belakang sekolah sendirian.

Seragam putihnya tampak dikeluarkan dari celana. Dua kancing bajunya dibiarkan terbuka. Gala menikmati rokok kedua untuk hari ini.

Tap!

Tap!

Tap!

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Pemiliknya tidak lain adalah Sandika Mahardana. Lelaki berambut keriting dengan tahi lalat di bibir bawahnya. Dia salah satu teman dekat Gala. Teman bersama memberontak peraturan sekolah.

"Ga! Lo dicari Bu Ayu!" seru Sandika.

Gala membuka lebar kelopak matanya. Kemudian duduk tegak. Mendengar nama Bu Ayu dia langsung bersemangat. Di sekolah Bu Ayu memang idola para murid lelaki. Terutama untuk para cowok yang matanya suka jelalatan seperti Gala.

"Bu Ayunya dimana?" tanya Gala sambil melompat turun dari meja bekas yang selalu menjadi objek nongkrong di belakang sekolah.

"Kan tadi gue udah bilangin kalau Bu Ayu suruh semua murid datang ke ruang BK! Lo aja yang nggak perhatiin baik-baik omongan gue," tukas Sandika.

"Bacot lo, San! Gue pergi dulu." Gala menyerahkan rokok bekasnya pada Sandika. Lalu ke toilet terlebih dahulu. Dia membasuh wajah dan berkumur-kumur untuk menghilangkan bau rokok. Selanjutnya barulah dia berlari menuju ruang BK.

Saat dalam perjalanan, Gala tak sengaja menabrak Reyan yang sedang membawa banyak buku. Dia terlalu cepat berlari hingga menabrak Reyan. Buku-buku yang dibawa cowok itu sontak jatuh terhambur ke lantai.

"Hei!!!" pekik Reyan marah. Dia segera melotot ke arah orang yang menabraknya. Sebab Reyan sangat mengenal bagaimana sosok Gala. Berambut cepak, tinggi, dan memiliki badan cukup atletis dibanding dirinya.

Gala berhenti melangkah dan menengok. Dia justru mengacungkan jari tengah dan berlalu pergi. Tidak ada sama sekali niat dalam dirinya untuk membantu Reyan memunguti buku yang berserak di lantai.

"Gala sialan!" maki Reyan sembari mengambil buku-buku yang terjatuh.

"Sini gue bantu." Seorang cewek yang kebetulan lewat memutuskan membantu. Dia tidak lain adalah Arini. Cewek yang sudah membuat Reyan jatuh hati.

"Nggak usah, Rin. Gue bisa sendiri. Bukunya nggak banyak kok." Reyan mencoba menolak karena tak ingin membuat Arini repot.

"Udah, nggak apa-apa." Arini tetap membantu. Bahkan menemani membawa buku ke ruang guru.

Bertepatan dengan itu, bel pertanda masuk kelas berbunyi. Gala baru saja tiba di ruang BK.

"Sorry, Bu! Aku telat. Tadi kebelet dulu soalnya," ucap Gala beralasan.

"Kebelet atau malas-malasan?" selidik Bu Ayu sambil menyilangkan tangan.

"Mana mungkin sih aku malas-malasan kalau dipanggil sama Ibu. Guru paling cantik seantro SMA 8 ini," goda Gala. Sebenarnya tingkat playboy dia sekarang hanya dalam tahap coba-coba. Gala sudah pernah memacari cewek yang seumuran, bahkan anak SMP yang lebih muda darinya. Sekarang dia penasaran dengan perempuan yang lebih tua jauh darinya.

Bu Ayu tertawa centil. Bukannya merasa tidak nyaman, dia malah senang mendapat rayuan Gala. Bu Ayu segera mempersilahkan Gala duduk.

"Sekarang beritahu Ibu, apa cita-citamu?" ujar Bu Ayu.

"Hmm..." Gala berpikir. Jujur saja, dia tidak pernah memikirkan ingin jadi apa di masa depan. Bingung, itulah mungkin jawaban tepat dari Gala. Memang kebanyakan remaja mempunyai jalan pikiran seperti Gala. Tidak tahu harus bagaimana dengan masa depan. Yang terpenting dijalani saja seadanya.

"Nggak tahu deh, Bu. Aku belum kepikiran," jawab Gala.

"Kamu kan hebat dibidang olahraga. Kamu bisa jadi atlet, tentara, atau polisi," saran Bu Ayu.

Gala kembali berpikir. Sampai sesuatu hal terlintas dalam kepalanya. Ia tersenyum miring.

"Aku tahu cita-citaku. Jadi masa depan Bu Ayu," kata Gala.

Bu Ayu lagi-lagi dibuat tersipu. Entah karena terlalu lama menjanda, dia seringkali terbawa perasaan saat mendapat rayuan murid.

Gala puas melihat reaksi Bu Ayu. "Kenapa chat aku tadi malam nggak dibalas, Bu?" tanyanya.

"Gala, Ibu punya anak masih kecil. Tadi malam dia cerewet banget," jelas Bu Ayu.

"Oh... Nggak apa-apa deh. Aku maafin." Gala berdiri dan berjalan menghampiri Bu Ayu. Ia memberi kecupan singkat ke pipi sang guru.

Bu Ayu terkesiap. Dia menggigit bibir bawahnya karena berusaha menahan godaan. Terlebih Gala salah satu murid tertampan di sekolah.

"Ya udah, aku pergi," pamit Gala seraya berjalan menuju pintu.

"Tunggu!" cegah Bu Ayu.

Gala berhenti melangkah. Dia tersenyum puas. Perlahan dirinya menatap ke arah Bu Ayu.

"Jangan pergi dan tutup pintunya!" perintah Bu Ayu.

Gala langsung melakukan perintah Bu Ayu. Setelah pintu tertutup, Bu Ayu mendekat dan mencium bibirnya. Gala tentu tak menolak karena alasan dirinya merayu memang bertujuan untuk itu.

Gala yang mengenakan seragam putih abu-abu, asyik berciuman panas dengan seorang perempuan lebih tua yang mengenakan seragam dinas.

Bab 3 - Tentang Gajah Mada

...༻⊠༺...

Bu Ayu mendorong Gala hingga terduduk ke kursi. Wanita itu jelas lebih mendominasi. Mengingat Bu Ayu lebih berpengalaman dalam urusan begitu.

Tetapi Gala tak suka. Dia benci dirinya terlalu didominasi. Ketika Bu Ayu ingin memberi sentuhan lagi, Gala buru-buru berdiri.

"Aku kebelet lagi, Bu. Mungkin lain kali saja kita lanjut," ujar Gala sembari mengusap bibirnya.

"Kenapa? Jangan tanggung begini. Nggak enak," tanggap Bu Ayu.

"Bu Ayu itu cantik. Aku yakin di luar sana banyak pria yang suka." Gala segera melangkah menuju pintu. Saat itulah dia menangkap pantulan dirinya di cermin dekat pintu. Gala menyadari bibirnya tampak belepotan dengan lipstik Bu Ayu.

"Sial!" Gala berbalik karena ingin mengambil tisu. Tetapi Bu Ayu mengira cowok itu berubah pikiran dan ingin melanjutkan yang tadi. Perlahan tangan wanita tersebut melingkar ke pinggul Gala.

"Mending Ibu lap bibir deh. Kalau ada guru lain yang lihat gimana?" Gala melepas pelukan Bu Ayu. Lalu menyodorkan tisu untuk sang guru. Selanjutnya dia segera beranjak dari ruang BK.

Gala melangkah sambil menutupi bibirnya. Dia masuk ke dalam toilet. Memastikan apakah lipstik Bu Ayu masih menempel di mulutnya.

"Parah! Lipstiknya terbuat dari cat atau apa? Susah banget dihilangkan," keluh Gala. Kini dia menggunakan air untuk membasuh mulutnya.

Bersamaan dengan itu, seorang cowok masuk ke dalam toilet. Dia ternyata adalah Reyan. Gala langsung memberikan tatapan sinis.

Reyan tak peduli dan segera menghampiri tempat kencing. Hening menyelimuti suasana. Sampai akhirnya Reyan mencuci tangan ke wastafel di sebelah Gala.

"Pffft!" Reyan terkekeh melihat Gala yang masih kesulitan menghilangkan lipstik di bibirnya.

"Apa?!" timpal Gala sambil menyalangkan mata.

"Cewek mana kali ini yang bikin bibir lo kayak badut gitu," komentar Reyan.

"Ngapain lo peduli? Emang lo teman gue?" balas Gala.

"Miris aja gue lihat lo." Reyan pergi begitu saja. Dia berucap seolah-olah Gala melakukan sesuatu hal buruk.

"Sok suci!" tukas Gala. Tepat sebelum Reyan benar-benar pergi.

Reyan kembali ke kelas. Dia harus melakukan presentasi di depan kelas dalam pelajaran Sejarah.

Kelompok Reyan kedapatan membahas tentang masa kejayaan Majapahit. Terjadi perdebatan cukup sengit di kelas. Semuanya hanya karena membahas sosok Gajah Mada.

"Sebagai kelompok yang membahas ini kalian harusnya tahu kan kapan kelahiran dan kematian Gajah Mada. Ingat guys! Kalau Gajah Mada nggak ada, Indonesia tidak akan menjadi negara sebesar ini! Satu nusa satu bahasa itu nggak akan ada!" seru Dirga. Dia merupakan saingan terberat Reyan saat di kelas. Dirga ini memang tidak sepintar Reyan. Tetapi dia sangat pandai berdiskusi dan bicara. Jika demo diadakan, Dirga mungkin bisa menjadi pemimpin yang bertugas untuk angkat suara. Memegang toa dan berteriak tentang keadilan.

"Maaf ya, Dir. Sejarah yang tertulis hanya mengetahui tahun kelahiran dan kematian Gajah Mada saja. Beliau lahir di tahun 1290 dan meninggal di tahun 1364." Reyan menjawab pertanyaan dari Dirga.

"Hanya itu? Apakah tidak diceritakan bagaimana Gajah Mada meninggal? Tidak ada sama sekali? Bagaimana bisa ini nggak tertulis dalam sejarah Indonesia? Aneh," komentar Dirga.

"Sejarah itu seperti Matematika, Dir. Hasilnya tak bisa di elak. Mengenai potongan-potongan puzzle yang belum lengkap, mungkin bisa disengaja. Aku berpikir, mungkin bagaimana cara Gajah Mada meninggal sepakat dirahasiakan oleh orang-orang dahulu. Mengingat dia sosok paling berjasa untuk Indonesia." Reyan memberikan asumsinya dari sudut pandang pemuda zaman sekarang.

"Bagus sekali. Ibu sangat suka dengan topik yang kalian bahas. Reyan juga menjawab dengan sangat baik. Kemungkinan itu bisa saja ada. Tapi satu hal yang pasti. Dahulu itu teknologi masih sangat minim. Jadi untuk mendokumentasikan segala sesuatu dengan detail akan sulit. Itu jawaban Ibu untuk rasa penasaran kalian. Mengenai bagaimana cara meninggalnya Gajah Mada, biarlah tetap menjadi rahasia. Tapi satu hal yang harus kalian ingat. Beliau adalah pahlawan kita. Mengerti?" Bu Rida menjelaskan panjang lebar. Seluruh murid segera menjawab kata mengerti dengan serentak. Presentasi Reyan dan kelompoknya berakhir saat bel istirahat kedua berbunyi.

Reyan dan teman kelompoknya sedang sibuk merapikan buku. Mereka saling membantu.

"Gue nggak tahu gimana nasib kelompok ini kalau nggak ada lo," cetus Nisa. Salah satu teman kelompok Reyan.

"Kalian lebay! Kalau nggak ada gue, kalian pasti tetap bisa jawab kok," sahut Reyan.

"Jawab sih jawab. Tapi nggak akan sedetail lo. Kami pasti hanya bisa cari jawaban dengan baca buku." Fadi ikut angkat suara.

"Udah. Yang penting semuanya lancar," ujar Reyan.

"Rey! Ayo kita ke kantin!" seru Erman. Ia merupakan teman sebangku Reyan. Menjadi teman terdekat Reyan juga saat di sekolah. Tetapi Erman juga bisa disebut teman beban. Bagaimana tidak? Dia selalu mencontek pada Reyan setiap kali ada tugas.

"Enggak, Er. Gue mau ke perpus istirahat ini," tolak Reyan.

"Ah, nggak seru lo." Erman terpaksa pergi ke kantin sendiri.

Setelah memasukkan buku ke dalam tas, Reyan langsung pergi ke perpustakaan. Karena pembahasan tentang Sejarah tadi, dia menjadi penasaran. Reyan jadi ingin tahu lebih banyak Sejarah Indonesia.

Begitulah pemikiran orang yang pintar. Dia justru penasaran. Rasa penasaran itu membuat kepintarannya semakin berkembang.

Saat sibuk membaca buku, seorang cewek tiba-tiba duduk di hadapan Reyan. Dia tidak lain adalah Nindy. Cewek itu menyapa dengan senyuman. Reyan lantas tersenyum untuk menanggapi.

"Lagi suka belajar Sejarah?" celetuk Nindy.

"Penasaran aja," jawab Reyan singkat.

Nindy menarik buku Reyan. Hendak melihat tema tentang apa yang dibaca cowok tersebut.

"Perang Bubat," ucap Nindy membaca bagian yang kebetulan dibaca Reyan.

"Iya." Reyan tersenyum kecut. Sebenarnya dia merasa terganggu dengan kehadiran Nindy. Hal yang paling dirinya suka di perpustakaan adalah ketenangan. Tetapi rasa tenang itu menjadi tidak ada saat gangguan datang.

Sejujurnya ini bukan pertama kalinya Reyan mendapat gangguan. Mengingat dia adalah cowok incaran banyak siswi di sekolah. Jadi cewek yang mencoba mendekatinya datang silih berganti. Namun hingga sekarang Reyan masih enggan untuk berpacaran. Bahkan ketika dia sudah tertarik dengan Arini.

"Gue tahu itu perang bubat. Perang yang terjadi hanya karena kesalahpahaman. Perang yang seharusnya tidak terjadi," ungkap Nindy.

"Ya, perang itu bahkan menghancurkan harga diri Gajah Mada," tanggap Reyan. Dia tentu mengenal Nindy. Saingan terberatnya dalam meraih juara umum. Tidak heran Nindy mengetahui banyak ilmu pengetahuan seperti dirinya.

"Harga diri semua orang yang terlibat perang. Gue menangis saat membaca tentang sejarah ini. Sangat menyayat hati," komentar Nindy. Sekarang dia tentu berusaha mendekati Reyan. Jujur saja, Reyan satu-satunya cowok yang ingin dipacari Nindy dengan serius.

Reyan mengangguk. Atensinya segera tertuju ke arah Arini yang baru saja melangkah masuk ke perpustakaan. Ia terpaku sejenak.

"Rey, gue boleh minta nomor lo nggak?" tanya Nindy. Namun Reyan mengabaikannya karena terlalu fokus dengan Arini.

Nindy langsung menyadari arah tatapan Reyan. Dia sadar kalau cowok itu tertarik pada Arini.

"Lupain deh." Nindy memilih pergi, dan Reyan masih tak peduli dengannya.

Nindy mendengus kasar. Itu sebenarnya bukan pertama kali dia mencoba mendekati Reyan. Semua percobaannya tidak ada yang berhasil. Reyan selalu berusaha mengabaikannya. Bahkan ketika membicarakan topik menarik sekali pun.

Alhasil Nindy pergi ke belakang sekolah untuk melepas stres. Dia mendatangi tempat bungkus rokoknya disembunyikan. Sayangnya rokok persediaan Nindy telah habis.

Bertepatan dengan itu, Gala muncul. Cowok tersebut menyalakan rokok. Tatapan Nindy segera menuju ke arahnya.

"Lo punya lagi nggak?" tanya Nindy sambil berjalan mendekat.

"Ada," jawab Gala.

"Mana?" Nindy membuka lebar telapak tangan.

"Di Indo April banyak," ucap Gala seraya terkekeh. Dia sengaja mempermainkan Nindy.

Lidah Nindy berdecak kesal. Dia segera memeriksa kantong celana Gala satu per satu. Berniat ingin mencari rokok lainnya.

"Eh, eh! Berani ya lo sentuh gue!" timpal Gala tak terima.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!