Seorang gadis sedang berada di balkon kamarnya sendiri, baginya kesendirian adalah waktu untuk melepas rindu pada seseorang yang telah pergi meningalkanya sangat jauh.
Gadis itu menggengam sebuah liontin inisial huruf A dengan di hiasi love yang melingkari huruf tersebut. Liontin itu adalah kado saat ulangtahunya dulu, waktu dirinya liburan ke Swis bersama papa dan mamanya.
Flasback on.
"Putri Papa yang cantik, Papa punya kado untuk kamu lho sayang." kata lembut Baskara Adiputra, selaku kepala keluarga. Dia mengatakan hal tersebut sambil menutup mata putri kecilnya itu mengunakan kain hitam.
"Waah. Beneran, Pa?" tanya gadis kecil itu sangat antusias sekali.
"Beneran dong sayang. Gia, tolong pakaikan sayang!" kode Baskara pada Gia Aurora selaku istrinya, untuk memakaikan Liontin tersebut.
"Pasti putri kita, bakalan tambah cantik deh Pa saat memakai ini." puji Gia, sambil memakaikan liontin tersebut cekatan ke putri tunggalnya.
Setelah itu, Zea kecil membuka netranya perlahan. Matanya berbinar saat melihat kalung cantik telah menghiasi leher mulusnya. Tapi seketika gadis itu mengerucutkan bibirnya. Mengemaskan.
"Kenapa sayang? Tidak suka ya?" tanya papa dan mamanya bersamaan.
"kenapa inisialnya A, harusnya kan Z? Iya kan Pa?" keluh Zea dengan menekuk wajahnya.
Kedua orangtua tersebut tersenyum dan memeluk gadis kecilnya itu bersamaan. Baginya Zea itu selalu mengemaskan di mata mereka.
"Asal kamu tau sayang. A, itu juga inisial nama kamu, yaitu Alfa. A juga inisial bahwa kamu adalah anak kesayangan dari keluarga Adiputra. Itu nama marga keluarga kita, dan kamu kelak akan menjadi pewaris keluarga." Jelas Baskara panjang lebar dengan mengasak rambut putri kecilnya.
Baskara papa yang baik.
Ya, walaupun kebaikan seseorang itu bisa berubah-ubah dengan berjalannya waktu.
Benar bukan?
"Bener begitu, Ma?" Gadis tersebut masih menekuk wajahnya, tidak percaya dengan penjelasan papanya.
"Alfa Zea Adiputra. Apa yang dikatakan papamu itu benar, sayang..." Balas mamanya sambil mencubit hidung anaknya dengan gemas.
"Yeaaaay... Zea sayang Papa dan Mama selamanya! Kalian orangtua terhebat yang pernah ada di muka bumi ini, Zea suka Zea suka..." Gadis itu memeluk kedua orangtuanya dan menciumi pipi mereka bergantian.
"Selamat ulang tahun sayang, doa Papa dan Mama selalu yang terbaik untukmu. Kamu adalah anak kebangaan kami satu-satunya." Ucap papanya dengan tersenyum ke arah Zea, lalu memeluknya sekali lagi sangat kuat.
"Terimakasih Cinta pertama Zea." Gadis itu membalas pelukan papanya tak kalah erat.
"Jangan sering menangis lagi ya! Ingat putri Mama dan Papa, sekarang udah besar. Harus jadi anak yang pintar, berani dan kuat! Oke?" Imbuh mamanya sambil mengasak rambut Zea.
"SIAP ibu abdi negara yang cantik jelita milik Zea dan Papa!!" Gia dan Baskara tertawa geli, mendengar bibit-bibit konyol yang ada pada diri putrinya itu.
Zea menatap papanya dalam dan sangat lama, setelah itu berakhir pada mamanya yang sangat ia sayangi.
"Zea janji nggak akan menangis lagi, akan selalu kuat dan tidak akan pernah lemah jika ada masalah. Karena Mama yang memintanya langsung. Papa tau? Jika suatu saat Papa marah padaku, bahkan sampai membenciku, aku tidak akan pernah melakukan hal yang sama... Aku tidak akan pernah membenci Papa. Kalau soal Mama, aku berkata pada bumi dan langit, bahwa Zea akan selalu menyayanginya sejiwa dan raga, karena Mama Gia adalah malaikat di hati Zea sampai kapanpun."
"Sayang, kenapa mengatakan hal seperti itu? Papa tidak akan pernah membencimu, Nak."
Zea terdiam tidak memberikan jawaban. Sedangkan Gia menangis tanpa sebab dan memeluk putrinya sangat erat sekali, seolah-olah dia tidak rela jika anaknya menderita di kemudian hhari
Flasback off.
Apakah Zea akan selalu bahagia seperti itu dengan berjalannya waktu? Lalu bisa menghabiskan masa kecil, remaja bahkan dewasa bersama papa dan mamanya?
Hanya waktu yang bisa menjawab.
Satu hal yang pasti.
Semua anak ingin bahagia bersama keluarganya tanpa harus ada kekerasan, kekecewaan, kesedihan, trauma bahkan penghinaan. Sembilan dari sepuluh anak bisa saja mendapatkan perlakuan yang tertulis di samping. Mengerikan memang, semoga Zea tidak.
Semoga saja.
Kadang ada anak yang hacur bukan karena orang lain, melainkan hancur karena orangtuanya sendiri.
Waktu berjalan melesat, hari itu Zea menginjak umur 10 tahun. Begitu indah jika dia mengingat masa kecilnya dengan penuh kebahagiaan. Di tengah sumilirnya angin malam, dia tersenyum melihat Bulan dan Bintang yang bertaburan di angkasa.
Gadis itu selalu betah menyendiri sambil memandangi ciptaan tuhan yang tiada tandingan itu, hingga tak terasa air matanya jatuh meluruh secara tiba-tiba.
"Ma, Zea kangen Mama." Gadis itu terisak sambil memeluk tubuh mungilnya sendiri.
Angin di balkon kamarnya begitu kencang, membuat tubuh gadis itu kedinginan karena hanya memakai kaos tipis. Angin malam ini seolah ingin bertegur sapa dengan tubuh mungil gadis tersebut. Semoga saja Zea tidak masuk angin dan mendadak pilek.
"Kenapa mama tingalin Zea sendiri? sekarang dunia begitu kejam sama Zea ma. Papa berubah semenjak mama pergi." Ucapnya kembali sesegukan sambil meremas bajunya dengan kuat.
Dia tidak bisa menepati janji pada mamanya agar tidak menangis. Orang lain mungkin tau bahwa Zea sangat bahagia menyikapi segalanya dengan biasa saja, namun faktanya dia hanyalah seorang gadis kecil yang kesepian di keramaian keluarganya sendiri. Menyediakan sekali.
Zea memfokuskan matanya melihat Bintang yang paling terang di antara jutaan Bintang lainya. Dia yakin bahwa mamanya sedang mengintip dirinya dari Syurga, dengan cepat gadis itu mengusap air matanya. Dia tidak mau mamanya melihatnya bersedih seperti ini.
Sekeras apapun Zea mencoba, nyatanya dia tidak bisa mencegah air matanya yang terus saja nekat berjatuhan. Dia akui bahwa saat ini dirinya sangat merindukan sang Mama. Mengingat papanya yang semakin hari semakin keras dan dingin padanya.
"Ma-maafin Zea ma. Zea tidak bisa menepati janji."
Semenjak kematian sang mama berapa tahun yang lalu, gadis itu sangatlah terpukul. Apalagi itu karena dirinya. Ditambah lagi papanya sekarang menikah lagi dengan Susanti, yang tak lain adalah teman dekat mamanya sendiri.
Susanti telah memiliki anak perempuan bernama Alda yang berprilaku buruk padanya setiap hari. Zea dulu mengira bahawa Susanti hanya akan bersikap baik kepadanya selayaknya ibu kepada anaknya, nyatanya itu semua mustahil. Padahal dulu waktu dia kecil, Susanti begitu baik dengan gadis itu sewaktu mamanya masih hidup.
Mungkin benar, seribu satu jika ada orangtua tiri menyayangi seorang anak yang bukan darah dagingnya sendiri.
Malam semakin larut, Zea masih bertahan di Balkon.
Higga seorang lelaki masuk kedalam kamar gadis tersebut. Laki-laki itu tersenyum mendapati gadis yang sedang dicarinya. Lalu dia mendekat ke arah Zea, bisa di pastikan bahwa gadis yang sedang di carinya itu manangis.
Melihat bahu Zea yang naik--turun. Menandakan bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.
"Ze. Kamu sedang apa malam-malam di luar? Menunggu Uvo datang mengapelimu?" kelakar Kelvin Putratama, dia baik walaupun dia kakak tiri Zea.
kelvin tidak seperti Alda dan Mama tirinya yang selalu bersikap kasar. Jelas berbeda, karena darah mereka bertiga tak sama.
"Eh, tidak ketawa. Tidak lucu ya?" Kekvin garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Kenapa kamu menangis lagi? hem? siapa yang berani memarahimu hari ini? Atau kamu kalah balapan? apa kamu berantem sama ketua osis lagi? siapa yang membuatmu kesal, sini bilang Abang biar aku kasih pelajaran Matematika." tanyanya sambil membalikan badan gadis tersebut. Benar saja dugaan Kelvin, di pipi Zea ada jejak air mata yang mengering.
Bukanya membalas pertanyaan tersebut, gadis itu malah memeluk kakak laki-lakinya itu yang berada di depanya.
"Bang. Berjanjilah untuk selalu baik kepadaku! Jangan pernah sekalipun membenci dan meninggalkanku sendirian. Zea takut." Zea memeluk Kelvin sangat erat.
Dia menumpahkan segala keluh kesahnya pada Kelvin. Di keluarga ini hanya Kelvin lah yang sayang pada Zea dan juga pembantu yang setia. Gadis itu menyayangi Kelvin selayaknya kakak kandung.
"Hey. Kenapa bilang begitu? Tanpa kamu minta abang akan melakukan itu semua kok, kamu itu adalah adek bang Kelvin sekarang dan selamanya." Ucapnya tersenyum sambil memeluk erat adik tirinya itu yang tampak menyedihkan.
Kelvin tau sekali, rasanya ditingal selama-lamanya oleh orangtua. Dia bukan anak kandung Susanti. Mama Kelvin sudah lama meningal semenjak dirinya di lahirkan, lalu papa Kelvin menikah dengan Susanti, hingga kejadian tak terduga menimpa ayah Kelvin lalu meninggal dunia dan akhirnya Susanti menikah lagi dengan papa Zea.
"Udah jangan sedih lagi ya, Abang tidak akan pernah berubah dan meninggalkanmu! sekarang kamu tidur! besok kamu telat lagi sekolahnya kan repot." Kelvin menarik gadis tersebut ke dalam kamarnya lalu menutup pintu balkon rapat-rapat. Kalau tidak dengan cara itu, Zea tidak akan masuk kedalam kamarnya sampai larut malam.
"Oke, komandan jomblo ngenes sejagat raya yang sudah tua renta tidak nikah-nikah karena tidak ada yang mau." Gadis itu mengangkat tanganya hormat. sambil menahan tawa ke arah kakaknya.
"Dasar adek somplak. Asal kamu tau ya, banyak cewek di luar sana yang ngantri jadi pacar Abang." ketusnya sambil menekuk wajahnya sebal.
"Aku sih owh aja ya kan? Dedek Selena gomes sayangnya tidak peduli tau Bang? hahaha!" Zea senang sekali jika membuat kesal kakaknya itu.
"Selena Gomes bulu hidungmu semeter?! Yang ada kamu itu mirip preman pencuri Ayam." Balas Kelvin tak mau kalah sambil menjitak kepala Zea.
Zea bukan gadis seperti kebanyakan, dia sangat tomboy. Rambutnya tidak pernah di biarkan panjang, dia juga tidak pernah memakai atribut apapun yang berbau cewek. kelakuanya dominan cowok membuatnya banyak disegani oleh sekelilingnya.
Bahkan lebuh gilanya ada seorang cewek yang suka padanya. Zea bukan hanya cantik, tapi dia juga ganteng di mata perempuan yang sering melihatnya balapan.
"PENCURI AYAM? BANG KELVIN JAH-." Belum sempat melanjutakan, mulut Zea di bungkam oleh Kelvin. Dia menidurkan tubuh gadis tersebut ke kasur queen sizenya. Dan menyelimuti seluruh tubuh mengunakan selimut tebal.
"Selamat malam dek." ucap Kelvin sambil mengecup pucuk kepala Zea.
"Selamat malam juga, bang Kelvin." Balas gadis tersebut lalu tersenyum sangat manis.
Kelvin mengangangguk dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut, sebelum itu dia mematikan lampu kamar Zea. Dia tidak henti hentinya tersenyum, melihat adik tirinya sedikit ceria ada kesan tersendiri baginya. Dia rela di bully adiknya itu, asalkan hal tersebut bisa mambuatnya bahagia.
Dirinya berjalan menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Zea. Kelvin bisa melihat di lantai satu ada papa, mama tirinya dan juga Alda yang sedang asik menonton TV. Mereka semua tertawa sangat bahagia. Seolah hanya mereka bagian dari keluarga tersebut. Kelvin tersenyum miris melihat itu semua.
"Papa Baskara Adiputra, kamu sangatlah buta, hingga tidak bisa melihat putri tunggalmu yang hancur karena kesepian." Ucapnya dalam hati.
Harusnya Zea yang bersama papanya. Harusnya Zea yang diperlakukan lebih baik di keluarga ini, tapi kenapa berbanding terbalik? Kenapa malah anak tirinya yang selalu di manjakanya? Itu semua tak adil bagi Zea.
**TEPATNYA** di rumah megah, dan di kamar seorang gadis bernama Zea. Jam weker sudah menunjukan Pukul Enam lebih Sepuluh menit, namun dirinya masih belum terbangun juga. Gadis itu masih berada di mimpi indahnya, entah mungkin bermimpi kencan bersama pria tampan bak pangeran Dubai. Hingga suara ketukan pintu sekalipun tidak dapat mengusiknya.
TOK!! TOK!! TOK!!
TOK!! TOK!! TO!!
Inem selaku pembantu rumah tersebut membanggunkan nona mudanya seperti biasa.
“Non Zea!!! bangun non... Udah siang, nanti non Zea bisa telat loh!!!” Namun tidak ada sahutan dari dalam. Inem tau betul bahwa gadis tersebut memang susah di bangunkan.
Hingga datanglah seorang laki-laki paruh baya, dengan tubuh bongsornya, yang mengenakan jas kantor rapi dan wangi menghampiri pembantu tersebut.
“Anak nakal itu belum bangun juga?” tanya sang kepala keluarga dengan menautkan alisnya.
Gawat.
Ini yang selalu di takutkan Inem, jika tuan besar yang membangunkan gadis itu, pasti dia memakai cara kasar. Walaupun hanya sebatas pembantu, tapi Inem tak rela jika Zea mendapatkan kekerasan, apalagi dari papanya.
“ZEA!!! MAU BANGUN TIDAK KAMU ANAK NAKAL?! LIMA DETIK KAMU GAK BUKA PINTU SEGERA, SAYA BERI PELAJARAN KAMU!!”
BRAAAK!!
BRAAAK!!
Baskara mengedor pintu kamar Zea dengan keras tanpa henti. Seketika membuat gadis tersebut terkaget, serasa jantungnya hampir meloncat saking terkejutnya, dia mau tak mau melangkah keluar menemui papanya. Kalau tidak begitu, pasti bakalan kena hukuman.
Hukumannya, paling cacian dan sedikit tanparan yang akan membuat memar di pipi, atau kalau tidak hadiah bogem mentah.
CKELK!!
Menampakkan wajah seorang gadis dengan muka kucel khas bangun tidur, namun tetap cantik.
“Hoaaam!!”
Zea menguap lebar sambil melihat papa dan Inem yang berdiri di depan pintu kamarnya.
“Bik Inem, bisakah kau membangunkanku dengan cara yang lembut?” tanya gadis tersebut menyindir papanya, dia tidak mengacuhkan papanya yang menatapnya sangat tajam.
“Kau mau jadi anak gak berguna, hah?!! Saya malu punya anak seperti kamu!! Udah gak bisa di andalkan, nakal pula... Mau jadi apa kamu Ze, haaah?!” ketus papanya sambil menatap Zea tajam, gadis itu sudah terbiasa dengan perkataan papanya yang membuat sakit hatinya.
“Zea memang tidak bisa di andalkan untuk saat ini. Tapi inggat Pa!! Suatu saat nanti, Papa hanya akan mengandalkanku seorang!” sinis gadis tersebut sambil membanting pintunya keras, dia tidak peduli jika papanya akan memarahinya lagi setelah ini.
BRAK!!
“Dasar anak tidak punya sopan santun sama orangtua!!”
Salahkah jika gadis tersebut bertingkah begitu? Sopan atau tidak sopanya seorang anak itu berasal dari didikan orangtuanya. Secara tidak langsung, Baskara telah membentuk karakter anaknya menjadi sangat keras dan tidak takut apapun. Dulu gadis itu sangatlah benci bentakan, namun apakah Baskara lupa akan hal yang di benci putrinya sendiri?
Tentu lupa.
Karena sudah Delapan tahun lamanya. Kepala keluarga itu tidak memperhatikan gadis tersebut. Dia disibukan dengan pekerjanya, Susanti dan Alda anak tirinya yang selalu dipuja. Jarang sekali dia berbicara pada Zea. Dia bahkan tidak mengingat lagi apa yang gadis itu sukai, gengsinya yang tinggi membuatnya angkuh kepada anaknya sendiri.
Zea sudah rapi dengan balutan seragam abu-abu putihnya, dia berdiri di depan kaca rias kamarnya. Melihat tatapan miris dirinya sendiri yang terpantul di kaca.
...***...
“Bik Inem, masak apa hari ini?” tanya Zea sambil menjawil bahu pembantunya.
“Aduh Non Zea!!! Non ngagetin aja deh,” Ucap Inem sambil mengelus dadanya, “masak nasi goreng, kesukaan Non Zea dong.” Imbuhnya lagi sambil tersenyum sejuk.
“Asik.... Kalau begitu, suapin Zea dong, bik!” rengek gadis tersebut sambil memegang tangan Inem.
Hati pembantu itu mendadak seperti di lempari batu, Zea sangat baik di matanya. Dia memperlakukan Inem layaknya seperti keluarga sendiri, tidak seperti Susanti dan Alda, yang selalu bersikap angkuh padanya.
“Emm, bang Kelvin udah ke kantor ya bik?" Tanya gadis tersebut dengan mulut penuh, "uhuk!! uhuk!!” Zea tersedak, dengan cekatan Inem memberikan air padanya.
“Udah Non. dia bilang ke Bibik, kalau Non Zea berangkat sekolah, katanya jangan ngebut-ngebut, gas tipis-tipis wae katanya.” Seketika gadis itu tertawa, dia gak bisa kalo tidak ngepot. Dia kan seorang pembalap, mana mungkin Zea akan melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Kelvin selalu tau hobi buruk gadis itu, dia tak suka bila Zea masih balapan.
Tapi menurut Zea, balapan adalah pelampiasan dari semua kekesalannya.
Setelah selesai dengan sarapan paginya, Zea melangkahkan kakinya keluar dari dapur. Dia melewati meja makan mewah keluarganya, gadis itu dapat melihat canda ria papa, ibu tirinya dan juga Alda.
Apakah Zea cemburu akan hal itu?
TENTU SAJA!
Dulu papa dan mamanya menyuapinya dengan berebutan. Ah, rasanya indah sekali masa kecilnya itu, dia rasanya ingin mengulangnya kembali kalaupun bisa.
“Liat Pa, Ma! Dia habis di suapin sama pembantu, hahaha!!” Tunjuk Alda sambil tertawa mengejek Zea.
“Dia emang gak pantes sarapan bareng kita sayang...” kali ini mama tirinya yang mengatakan hal tersebut sambil menyuapi Alda dengan manja. Hobi sekali mereka berdua memancing amarah Zea.
Matamu cok, Batin Zea dalam hatinya.
“Apa urusan kalian denganku? Kalian bahkan lebih tidak pantas berada di sini!! Menjadi kuman jahat di keluargaku!!” sinis Zea menatap mereka satu persatu, dan berakhir di papanya. Wajah papanya terlihat memerah, dia menatap tajam ke arah Zea.
“Liat kelakuan anakmu Mas!! Dia sama saja seperti Gia, merasa sok bagus sekali...” Baskara hanya diam harga diri mendiang istrinya di injak-injak.
“JAGA BICARAMU NENEK LAMPIR SUSANTI!! JANGAN BAWA-BAWA MAMAKU, ATAU AKU AKAN MEMBUAT MASALAH DDNGANMU!!” Tuding Zea dengan nafas memburu. Tangan kirinya terkepal sampai kukunya memutih, lalu seketika dia pergi dari ruangan tersebut.
🍧🍧🍧
.
.
.
Jalanan, Jakarta begitu padat dan ramai. Namun Zea mampu membelah jalanan dengan sangat mudah, memang ahli orangnya. Hingga sampailah dia ke tempat Warsamse.
Warsamse adalah (warung samping sekolah), gadis itu tidak pernah Alfa seperti namanya kalau mengunjungi tempat itu. Di dalamnya hanya di huni para siswa nakal saja, tidak banyak cewek yang berani ke Warsamse tersebut. Hanya Zea dan beberapa sohib karibnya saja mungkin yang berani.
“Hoi, Zea!!! kami ada disini...” teriak Bian, dia adalah cowok datar yang kadang lucu di mata gadis itu.
Zea yang merasa di panggil pun, segera menuju ke bangku para teman-temanya.
“Tumben baru dateng, bos?” tanya Bobi, sambil menoel bahu gadis tersebut, hingga membuat Zea terhuyung kesamping. Laknat memang.
Dengan cekatan Zea meninju tubuh gendut Bobi, membuat sang empu yang hendak makan permen gagal. karena permenya jatuh mengelinding di lantai. Zea hanya bisa memasang muka watadosnya saat melihat wajah kesal Bobi yang hendak memprotes.
Nama aslinya adalah Bobiantara evano. Dia terbilang lucu dan baperan, tapi Bobi paham agama di antara yang lainya. Jangan lupakan badannya yang super duper gemblong, seperti kasur berjalan.
“Buset dah, mak lo dulu ngidam apa, sih? Pagi-pagi udah olahraga MMA aja...” tanya Zega, nama lengkapnya adalah. Zega Abraham Putra, dia adalah temen paling ngeres Zea.
Zega dan Zea memang sama--sama Z.
ZONK!
Tunggu saja otak ngeres keduanya. Mungkin akan membuat kalian mengelus dada sambil berdzikir.
“Ngidam James Bond!!! eh, dapetnya malah Papa gue...” Ucap gadis tersebut sambil menepuk jidatnya sendiri. Mereka semua tertawa mendengar gurauwan receh Zea.
“Rokok mana rokok?! Pengen nih gue!!” tanya Zea pada mereka semua. Lantas Zega memberikan sebatang rokok ke gadis tersebut.
Mereka semua tau, Zea sangat suka merokok. Sudah sering sekali para temanya itu membujuknya untuk berhenti merokok. Namun dia berkata:
“Muda cuman sekali!! gak bakalan lah gue mati karna rokok. Kalaupun suatu saat gue berhenti ngerokok, gue harap ada seseorang yang merubah hidup gue.” Ucapnya dulu sekali, sekalupun dia di nasehati lagi. Jawabanya akan copy paste kata--kata ini.
Menyebalkan!!
Dengan cekatan gadis tersebut menerima rokok dari Zega lalu di letakkan di antara kedua bibir nya setelah itu Zea mematik korek api, dan di arahkanya ke rokoknya.
Namun tiba tiba....
...TIBA-TIBA BERSAMBUNG💃😜....
***NAMUN*** tiba-tiba ada seorang yang menyambar rokoknya. Dia adalah musuh bebuyutan Zea, di manapun keduanya berada, mereka selalu bertengkar walaupun soal kecil saja. Senenarnya Zea ingin sekali berhenti dari kebiasaan buruknya itu, namun hal itu adalah pelampiasan dari keterpurukan hidupnya. Padahal jika Kelvin tau Zea masih merokok, abangnya itu pasti marah besar. Menginggat gadis tersebut yang memiliki penyakit sesak nafas dan penyakit lambung.
Berani sekali cowok itu mengambil rokoknya! Zea yang kelewat geram, menoleh kesamping untuk mendapati siapa pelakunya.
"Heh!! Mantan ketos yang sok berkuasa!! Kembalikin rokok gue!" Zea berdiri dari kursinya, lalu meraih rokok yang di pegang cowok tersebut ke udara.
Karena cowok itu sangatlah tinggi, alhasil membuat Zea berjinjit guna menyamai tinggi orang itu. Tak mudah memang, Zea sangat susah payah mengapainya namun sia-sia belaka. Zea terlalu kurcaci buat cowok di depannya yang menurutnya setinggi gengsinya DOI.
Tahi sekali bukan?
"Rokoknya buat gue aja..."
Tanpa persetujuan dari gadis tersebut, dia mematik api dan menyesap rokok Zea. Tak sampai di situ, cowok itu menyemburkan asap rokok itu ke wajah Zea.
Satu hal yang pasti, secara tidak langsung cowok itu ingin Zea berhenti untuk tidak merokok lagi. Dia selalu memperhatikan Gadis itu sejak dahulu, tidak peduli jika dia harus di teriaki bahkan di cubit. Karena Zea sangat kesal jika sosok cowok menyebalkan itu berada di sekitarnya.
"Sialan!! Itu rokok gue anjir!!" ketus Zea sambil menarik kerah seragam cowok tersebut. Dia tidak peduli para teman-temanya yang menatap keduanya melongo.
"Sorry, tapi rokok ini udah kena ludah gue, emang lo mau rokok bekas gue?" Tanyanya, dengan menyodorkan rokok tersebut ke Zea.
Zea yang kelewat gondok mengacungkan kedua jari tengahnya ke depan wajah cowok itu. Sambil berkata, "dasar!! kalau gak modal beli bilang aja, nyerobot punya orang aja lu!!"
Sepertinya Zea harus meralat kalimat itu, apakah dia mendadak amnesia kalau dia tadi juga meminta rokok itu pada Zega?
"Gue suka melihat mereka berantem, lucu kayak emak-emak komplek..." seru Zega sambil bertepuk tangan ria melihat keduanya.
Adegan ini yang selalu di tunggu teman-temanya, mereka semua akan menyoraki bahkan mengompori keduanya.
"Bobi Handsome restuin semoga kalin berjodoh nak... Benci bisa jadi cinta, cinta bisa jadi teman-teman?"
"Buta mendadak!! Jadi pada gak bisa bedain mana yang modal dusta mana yang modal usaha.."
Imbuh Bian membuat mereka bengong. Betul juga. Apakah Bian curhat dari pengalamannya?
Cowok di depan Zea mengambil sesuatu dari sakunya lalu menarik paksa tangan Zea dan meletakkan sesuatu di atas telapaknya.
"Lo tau? Muka lo itu pait anjir, karena itu gue kasih permen aja nih, biar elo ada sedikit manis-manisnya seperti Le Min-ho. Eh, le mineral maksud gue..."
Kelakar cowok tersebut, jadi nama lengkapnya adalah Raka Zaidan Vernando. Cowok tampan incaran para cewek-cewek entah di sekolah maupun di kerumunan empok-empok teman arisan mamanya,
Dia juga mantan ketua Osis pada masanya.
Peduli kempret walaupun Raka itu cowok tampan yang menawan, yang jelas Zea sangat benci Raka melebihi kata benci itu sendiri. Sunguh.
Kadang gadis itu berfikir, kenapa Raka berubah menjadi seperti ini? padahal dulu saat dia masih menjadi ketua osis, Raka adalah tipikal cowok tegas dan tidak kenal ampun.
Zea memusatkan matanya di telapak tangan, lalu mengerjapkannya beberapa kali. Oh, manis sekali permen ini, kalian tau permen apa?
Permen cute berbentuk love berwarna putih dan pink, luwarbiyasah Zea suka Zea suka!! Omong kosong belaka itu semua. Btw, darimana cowok kampret ini mendapatkan permen Yuppi seperti ini?? Raka tidak lebih seperti anak balita jika membeli beginian.
Ya kalau di pikir-pikir, kemana--mana mending rokoknya daripada Permen kampret tapi imut ini!! memangnya dirinya masih bocah ingusan yang diberi permen lalu akan bersuka ria sambil mengusap ingusnya?
Zea pusing, tolong kasih tau apa motif cowok menyebalkan satu itu...
"Eh, bentar gue ambil satu buat adek gue..."
Tanpa basa basi Raka mengambil satu permen tersebut, kini di telapak tanggan Zea hanya tersisa satu permen saja.
Apa dia bilang tadi? kebanyakan?
Padahal dia hanya memberikan dua butir permen saja. Dasar menyebalkan gak ada tandingan. Kata-kata sumpah--serapah itu muncul lagi di otak Zea.
"De-debatnya di pending dul-dulu guys!! Bu Maria mau nyurvei kemari..." Kata Bobi panik.
Bu Maria adalah guru BK di sekolah tersebut, dia sangat killer di antara guru guru BK lainya. Beliau di berikan tugas, menangani para murid nakal setadium akhir seperti Zea beserta kawan seangkatannya.
Raka dan Zea menoleh ke Bobi.
Sedangkan Bian dan Zega sudah berlari terbirit-birit menuju jalan pintas menuju sekolahan. Teman macam apa mereka? harusnya kan kompak kaburnya.
Tanpa berfikir panjang lagi mereka bertiga berlari keluar mengikuti Zega dan Bian. Nasib siswa yang juga nongkrong di warung itu juga berlari menghambur ke segala arah, untuk menghindari bu Maria juga galaknya gak nguatin mental.
Bobi kesusahan berlari, hingga tubuhnya yang gendut membuatnya tersengal. Tanpa di sadari Zea dan Raka tertawa melihat Bobi seperti itu, Bobi berlari dengan sangat lucu di mata mereka. Jarak sekolah dengan Warsamse itu kurang lebih 200 meter, membuat mereka harus berlari cepat. jika tidak, pak Andan akan menguncinya dari luar.
"A-ayo semangat Bob!! Set-setelah ini ke kantin, soto pak Man-Manto menungumu!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri dengan nafas terengah-engah, kakinya berlari dengan sekuat tenaga, namun jangkahanya sangat pendek.
BRUUUUUK!!
"Yaelah Bob, ayo berdiri dong!! Bisa gawat kita kalau di tangkep sama bu Mari-mari itu." Mereka bertiga menoleh kebelakang melihat bu Maria yang berlari seperti Ceking di film Ronaldo wati. Tanpa berfikir panjang Raka dan Zea mengulurkan tanganya bersamaan menolong Bobi.
"Masyaallah, soswitnya mereka berdua. Gue merasa jadi upik babu ngepet kalau gini caranya." Batin Bobi menatap keduanya dengan mengulurkan kedua tangannya ke mereka.
Dan akhirnya berhasil menolong Bobi lalu berlari kembali menuju gerbang, jangan lupakan bahwa ketiganya sekarang saling bergandengan tangan. Bobi di tenah. Di lihat dari jarak mereka, pak Andan sudah mendorong gerbang tersebut hampir tertutup rapat.
"TUNG-TUNGGU PAK ANDAN! Selena Gomes belum masuk Pak tolong, woelah..." Zea berteriak sambil menoleh ke belakang.
Selena itu seksi kali, gak kayak situ bodynya mean (rata-rata) batin Raka sambil melirik Zea.
Zea yang kelewat nekat, menahan pintu gerbang itu dengan sekuat tenaga mengunakan kedua tangan. Gadis itu menatap pak Andan dengan sebal, apa susahnya menungu dirinya sebentar?
"Eh, Good morning, Bu Maria... Makin cantik aja bu perasaan, uhuy..."
Alibi gadis tersebut menatap ke depan guna mengalihkan perhatian pak Andan, hingga antensi pak Andan melihat arah yang di tuju gadis tersebut. Namun dia tidak mendapati bu Maria sama sekali, dia tersadar dan menoleh Zea lagi.
Namun...
Di mana gadis manipulatif bin licik itu?
Astaga!!
"KABOOOOOOR!!!"
Zea, Raka dan Bobi sudah lari terbirit-birit, membuat pak Andan geram.
Otak Zea memang selalu punya cara agar bisa mengelabuhi satpam itu. Dan betapa bodohnya pak Andan selalu saja terjebak dengan jebakan cerdik Zea. Sungguh menyebalkan sekali.
Beberapa detik setelahnya, munculah bu Maria dengan nafas yang memburu, tak lupa satu tangannya menenteng Kemoceng.
"Lima semprul itu pada kemana, Pak?" Tanya bu Maria menahan kesal, sambil berkacak pinggang dan mendekati pak Andan.
Yang di maksud kelima semprul itu adalah (Zega, Zea, Bian, Bobi dan Raka). Mereka semua selalu saja membuat guru BK ini setiap pagi olahraga jogging mengejarnya. Sungguh bu Maria merasa bosan setiap pagi meladeni tingkah super duper aktif mereka, tapi kenapa kelima anak nakal itu tidak bosan?
"Mereka sudah masuk, Bu."
"APA?!" Teriak bu Maria kencang sekali.
"Astaga, bagaimana bisa masuk?! Capek sekali setiap pagi mengejar mereka, dan baru Tiga puluh kali saya menangkap mereka dan memberinya hukuman. Asal kamu tahu pak Andan, satu minggu ini, mereka semua berhasil lolos dari elusan Kemoceng saya ini." Cerocos bu Maria dengan amarahnya yang memuncak, pak Andan hanya bisa terdiam.
"Awas ya kalian besok pagi, ibuk bakalan ulek kalian jadi Bebek penyet level mampus!! Dan satu lagi, saya juga akan pastikan kalian lari lapangan sampai pulang sekolah!!" Imbuh bu Maria dengan melangkah kesal melewati pak Andan begitu saja.
"Besok hari Minggu, Bu... Lain kali saja menghukumnya."
Teriak pak Andan pada bu Maria yang masih belum jauh, bu Maria berhenti melangkah dan mengepalkan tanganya. Dia sampai lupa hari jika berurusan dengan kelima anak nakal itu.
Pak Andan sudah hafal betul berapa kali Zea dan keempat teman cowoknya di tangkap bu Maria, lalu di borgol mengunakan secuil rafia untuk mengiring mereka, setiap pagi bu Maria selalu bilang seperti itu padanya.
...*****...
Tepatnya di kelas 12 IPS B, seorang guru bahasa inggris sedang memulai pelajaran. Semua murid memperhatikan dengan seksama. Kecuali dua orang cowok yang sedang asik membatik meja mengunakan bulpoint, itu kelebihan mereka kalau gak mau mendengarkan guru yang menerangkan.
Ngaku aja, pasti di antara kalian juga ada yang begitu kan? Ayo angat tangan yang merasa tersindir.
Seketika guru tersebut merasa tergangu dengan kedatangan Zea. Para cowok-cowok kelas itu berbinar melihat penampilan Zea. Seragamnya sedikit berantakan, di bagian lenganya di lipat hinga kesiku, membuat lengan putih mungilnya kelihatan. Dan juga peluhnya di dahi yang membuatya terkesan cantik meskipun tomboy.
Memang betul, seantero sekolah juga tahu penampilan Zea, gadis itu enggan memanjangkan rambutnya.
"Good morning... Miss Raina, yang ganteng dan cantik seperti saya." Sapa Zea dengan seyuman manisnya.
"Are you late again?!!" tanya miss Raina marah.
Di setiap kali dia mengajar kelas ini, Zea tidak pernah luput dari kata telat.
"Hampir telat miss bukan telat, nyatanya ini bisa masuk. Tadi saya lolos Miss dari kejaran bu Mari-Mari dan juga saya berhasil mengelabui pak Andan lagi dan lagi, ngehehe..." Seloroh Zea dengan begitu entengnya. Tidak punya rasa malu sedikitpun dia, sudah telat percaya diri lagi.
"Hukum saja dia miss!! Kalau perlu suruh bersihin Toilet sampai lulus, pasti dia habis dari warung sebelah" Dira kesal sekali dengan kelakuan Zea yang tak pernah berubah. Bodoamat setelah ini bila gadis tersebut akan di teriaki oleh Zea.
"Betul Miss kami sebagai teman menyetujui hukuman Zea!!" imbuh Vina memanasi bu Raina untuk tidak memberi ampun Zea.
Vina dan Dira bukanya membantunya agar tidak di hukum malah mengompori miss Raina.
"Kalian berdua temen gue apa heaters, sih?" tanya Zea dengan mengerucutkan bibirnya, kalau sampai dia di hukum. Maka Zea akan menghabisi kedua temanya itu.
"TTM, teman tapi musuh!!"
Jawab keduanya dengan bersamaan sambil menjulurkan lidahnya tak lupa tertawa mengejek juga tak kalah ketinggalan.
"Miss kasihani saya, saya terzolimi." Ucap Zea memelas, "saya gak punya temen miss, miss Raina mau kan jadi teman Zea?"
Peffft.
Semua kelas menahan tawa mendengar perkataan Zea.
BRAAAK!!
"SHUT UP, ZEA. **** down quikly!!!" miss Raina berteriak sambil mengebrak meja. Gadis itu pintar sekali kalau merayu.
"Makasih miss Raina yang galaknya gak minta nambah." Ucap Zea lirih, dia duduk sendiri di bagku paling belakang paling pojok.
Sebelum gadis itu duduk sempat melirik kedua temanya, dia melempar tatapan tajam. Namun Vina dan Dira tidak menangapi Zea keduanya malah asik tertawa.
Sudah dua jam Miss Raina menerangkan bahasa inggris, Zea merasa ngantuk ditambah bosan, dia seperti di dongengkan kisah putri Cinderella. Padahal suara Miss Raina sangat keras dan cempreng, belum lagi cara menerangkanya kadang dengan mengebrak meja. Itu di lakukan agar tidak ada yang mengantuk. Hingga akhirnya ide bagus muncul di otaknya. Dia harus keluar dari zona kelas yang menyebalkan ini.
TUK!! TUK!! TUKK!
Zea menendang kursi kedua temanya yang serius memperhatikan Miss Raina. Keduanya tau betul Zea akan menganggunnya, mangkanya mereka tidak menoleh. Kali ini tendangan zea lebih keras mengenai kursi mereka.
TUK!! TUK!! TUK!!
"Buset, gak seru ah kalian berdua!!" Kata gadis itu dengan melemparkan kepalan kertas ke bangku mereka.
"Apaan sih, Ze?" ketus Vina, dan keduanya sekarang menoleh ke belakang dengan memasang muka kesal. Mereka ingin sekali menyakar wajah Zea saking kesalnya.
"Yok, ke kantin yok." K
ata Zea dengan mata berbinar menatap keduanya. Padahal jam istirahat masih sepuluh menit lagi, kedua temanya hanya melengos dengan ide buruk tersebut. Sebenernya mereka juga ingin sekali cepat keluar dari kelas ini. Namun mereka tidak tertarik dengan ide bodoh Zea.
"Miss Raina!!" Teriak Zea sambil berlari ke depan kelas pura-pura memegangi perutnya.
"Apa lagi ha?"
"Sudah lima hari saya tidak memenuhi panggilan alam miss, mendadak saya kebelet anuu, boker..."
"Sana-sana tidak usah di perjelas!!"
Zea mengangguk senang dan berlari meningalkan kelas itu. Sesampainya di luar kelas Zea tertawa terbahak-bahak, bagus sekali aktingnya ini.
"Panggilan alam mau makan bakso, hahaha!" Tawanya lagi dengan mata berair.
Dia berjalan santai menuju kantin yang masih sepi. Dia merotasikan matanya hanya melihat satu cowok yang asik menyantap baksonya, entah siapa cowok itu. Karena menghadap kedepan. lalu gadis itu memesan bakso dan dua gelas es teh, jangan tanyakan kenapa dia membeli es teh dua. Dia itu seperti Onta yang kehausan 5 tahun tak minum. Setelah pesanan jadi, kemudian dia berjalan mencari meja yang nyaman menurutnya. Namun setelah berpapasan dengan meja cowok tersebut tangan Zea di tarik dan nampanya di letakan di hadapan cowok tersebut.
"Es Tehnya buat gue satu..." ucapnya langsung merampas dan meneguk Es itu sampai habis.
Zea mengepalkan tangannya, kenapa cowok ini selalu merebut apa yang dia punya? Apakah dia tidak mampu membelinya sendiri?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!