NovelToon NovelToon

After Long Distance Relationship

1. Pesan Lamaran

Sore itu, seorang laki-laki bertubuh tegap dengan potongan rambut model under cut terlihat begitu gusar sambil beberapa kali mengecek ponselnya.

Dia adalah Kai, pemuda 26 tahun yang baru saja mengirim sebuah pesan chat berisi lamaran terhadap mantan pacarnya, Meysa.

Kai dan Meysa merupakan dua insan yang tak sengaja dipertemukan melalui sebuah fitur chat random yang ada di salah satu aplikasi, empat tahun lalu. Sejak saat itu keduanya lalu menjalin hubungan secara virtual. Meski sempat beberapa kali putus nyambung dan benar-benar karam delapan bulan yang lalu.

Namun, Kai masih memiliki perasaan yang sama pada gadis itu. Empat tahun menjalin hubungan bukanlah hal yang mudah untuk menggantikan posisi wanita itu meski rintangan yang dilewati begitu terjal dan berliku.

Delapan bulan lalu, hubungan Kai dengan Meysa harus berakhir karena keegoisan bersama. Meysa yang merasa lelah terhadap sikap Kai yang selalu mengulang kesalahan yang sama dan jarang menyempatkan waktu untuk sekedar mengabarinya. Sedangkan Kai sudah merasa begitu maksimal memberi Meysa kabar di tengah kesibukannya. Walau tak bisa Kai pungkiri, hubungan mereka malam itu berkahir bukan sepenuhnya salah Meysa yang tak mau mengerti. Tetapi ada andil dirinya yang terlalu egois. Hal itu membuat Kai sadar dan berubah.

Bahkan setelah Meysa memutuskan untuk mengakhiri semua, ia bukannya mencari pengganti, tetapi Kai malah berusaha untuk memperbaiki diri dan fokus bekerja. Meski sempat dekat dengan beberapa wanita, tapi tak ada satupun yang berhasil membuatnya terpikat apalagi mampu menggantikan posisi Meysa di hatinya. Sejak awal Kai memang bertekad untuk menjadikan Meysa tujuannya. Ia begitu mencintai wanita itu.

“Kok belum dibalas juga ya?" Hati Kai mulai diterpa kebimbangan. Padahal belum ada lima menit Ia mengirimkan pesan tersebut pada Meysa.

Rasa takut jika saja Meysa sudah memiliki tambatan hati lain membuat ia tidak tenang. Kai takut jika Meysa sudah menjadi milik orang lain tanpa sepengetahuannya dan sudah tentu lamarannya akan ditolak. Meski selama putus, Ia dan Meysa tak saling hilang dan bahkan sering menyempatkan diri bertukar pesan hanya untuk sekedar menanyakan kabar. Akan tetapi Ia sama sekali tak pernah melihat Meysa mempublish soal hubungan asmara. Hal itu membuat Kai berharap semoga wanita itu belum memiliki pasangan. Sehingga perjuangannya selama ini tidak sia-sia.

“Apa pesannya kepanjangan?" Hati yang gundah gulana itu kembali melihat pesan yang ia kirim pada Meysa.

“Ini gak lebay, kan?" lirihnya sembari membaca ulang pesan tersebut.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hai, apa kabar? Maaf ya kalau mengganggu, tapi ada hal penting yang ingin dan harus aku sampaikan ke kamu.

Untuk itu, perkenankan Aku meminta sejenak waktumu, Haneendya Meysa! Agar sudi kiranya mau membaca pesan tak penting dariku ini.

Dengan ini ... Aku ,Zayankara Kai'ulani berniat ingin menghitbah saudari Haneedya Meysa untuk menjadikanmu istriku, Ibu dari anak-anakku, kelak.

Jika niat baikku diterima, mohon untuk dibalas, agar aku dan keluarga bisa secepatnya berkunjung ke sana untuk melangsungkan lamaran secara seremonial.

Dan apabila lamaran ini kamu tolak, cukup diread juga gak apa.😊

Sekian dari Aku. Orang yang masih ingin dan selalu ingin menjadikanmu tujuan hidup.

^^^_Zayankara Kai'ulani.^^^

Suara Kai terdengar lantang membaca rangkaian pesan panjang yang dikirimnya. Lalu di bagian bawahnya masih ada pesan singkat bertuliskan :

Itupun kalau kamu belum punya calon lain atau gak lagi dekat sama orang.😊

“Ah, bodo amatlah. Setidaknya ini tulus dan jujur dari dalam hati!" desah Kai sembari mengusap wajah kasar. Tak mau memikirkan hal lain selain fokus menunggu balasan pesan sang mantan.

Laki-laki yang tengah duduk seorang diri di kursi plastik kontrakannya itu lalu beranjak ke dapur. Hati yang kalang kabut menanti balasan dari Meysa membuatnya gerah, Ia duduk di kursi sembari menuang air ke dalam gelas.

“Tapi kenapa belum dibalas juga?" Rasa cemas kembali menerpa, sambil meneguk air minum Kai terus memandangi pesannya yang masih centang dua, tak berubah biru. Menandakan jika Meysa sama sekali belum melihat pedan darinya.

Jika Meysa menolak lamarannya karena sudah memiliki tambatan hati lain. Sungguh Ia tak akan bisa memaafkan dirinya, sebab sebelum hubungan mereka berakhir, Kai sudah membuat Meysa menunggu begitu lama. Keadaan membuat Ia tak berdaya dan baru bisa mengutarakan niat baiknya sekarang setelah harus bersusah payah menabung terlebih dahulu.

Selama ini Kai memang bekerja, tetapi sebagian dari hasil jerih payahnya Ia gunakan untuk membantu orang tuanya membiayai kuliah sang adik. Kai bukan berasal dari keluarga mapan, dia bukanlah anak Bos ataupun CEO kaya. Pemuda itu hanyalah pemuda biasa yang harus bekerja keras lebih dulu agar bisa memenuhi kebutuhan dan menggapai mimpi.

Kai memejamkan mata sambil mengusap wajah menggunakan tangan yang bertumpu pada meja.

Helaan napasnya terdengar gusar, bersamaan dengan itu juga suara notifikasi pesan di ponselnya terdengar seperti sebuah lonceng penyemangat.

Ting.

Kai yang sempat merasa lesu seketika bersemangat. Mata besarnya membola seketika, dengan perasaan was-was ia segera membuka aplikasi WhatsApp, hendak membaca pesan.

Dan ternyata, apa yang ia tunggu akhirnya terbalas juga. Meysa membals pesan darinya Dengan cepat Kai lalu membuka pesan tersebut.

❣️ : Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh.

Kai mendadak terpaku membaca jawaban singkat dari kontak dengan simbol hati berwarna merah. Ternyata nama kontak Meysa sudah digantinya, dari yang dulu menggunakan kata 'Bulan' kini hanya menggunakan simbol hati. Sebagai tanda jika hatinya masih milik wanita itu.

Otak pria berwajah menggemaskan yang biasanya berfungsi dnegan baik itu seketika menjadi lamban, membuatnya sulit mencerna maksud dari jawaban yang Meysa berikan.

“Kok cuma jawab salam?"

“Apa ini artinya dia nolak?"

Kai bertanya-tanya dalam hati. Detak jantung yang berpacu lebih cepat dari biasa juga membuatnya kesulitan menenangkan perasaan yang terlanjur gundah-gulana.

Kening Kai nampak mengkerut, membuat dua alis tebal di bawahnya saling bertautan. Pria itu membaca ulang pesan yang dikirim pada Meysa

Ia yang awalnya pesimis dengan jawaban tersebut seketika langsung mendapat semangat 45 saat menyadari bahwa dirinyalah yang meminta agar pesannya dibalas jika lamarannya diterima dan jika ditolak, Mesya cukup membaca tanpa haru memberi balasan.

Namun kini, Meysa malah mengirimkan balasan berupa salam. Apakah itu artinya lamarannya diterima.

Dengan perasaan menggebu Kai mencoba menghubungi Meysa. Ia hendak memastikan secara langsung apakah lamarannya diterima oleh tambatan hatinya itu.

Tut...

Suara nada sambung terdengar menggema. Namun, tak butuh waktu lama seseorang yang ditelepon sudah mengangkat panggilannya.

“Assalamualaikum!"

Hati Kai bagai mencelos, tubuhnya bagai tak bertulang mendengar suara yang begitu Ia rindukan itu. Sudah lama sejak hubungan merek berakhir, Kai benar-benar tak pernah mendengar suara itu lagi.

Seketika suasana menjadi haru biru, bahagia dan sedih bercampur jadi satu. Pria yang masih duduk di kursi meja makan itu nampak menguatkan diri demi mendengar jawaban pasti dari Meysa.

2. Akan Menjadi Kita

Di sebuah kamar bercat hijau putih, nampak seorang wanita mengenakan kerudung shalat tengah menangis dengan posisi duduk bersandar di tepi tempat tidur. Benda pipih terlihat tertempel di telinga. Ia baru saja mengangkat telepon dari seseorang yang membuatnya menangis sesenggukan seperti sekarang.

“Halo?!" ucapnya saat tak mendengar jawaban apapun dari sang penelepon di seberang sana. Sambil menarik napas, gadis pemilik nama lengkap Haneendya Meysa itu menyusut bulir bening yang kembali menetes di pipi.

Sungguh Ia tak mampu mengutarakan perasaannya saat ini. Si penelepon yang belum juga menjawab salam dan sapaannya itu beberapa menit lalu mengirimkan sebuah pesan yang berisi lamaran terhadapnya.

Sedih dan bahagia bercampur jadi satu. Bagaimana tidak, setelah delapan bulan berpisah Meysa memutuskan untuk memperbaiki diri dan menutup hati karena pria itu. Namun sekarang Ia malah mendapat pesan tak terduga seperti ini.

Jujur, perasaanya terhadap seorang Zayankara Kai'ulani masih sama seperti dulu. Tak berubah dan tak berkurang sedikitpun. Bahkan di saat dulu Ia mencoba membuka hati dan beternak buaya demi melupakan Kai, wajah lelaki itu malah menghantui setiap langkah dan pikirannya. Bahkan setiap ia menatap pria lain, malah wajah Kai lah yang terngiang-ngiang. Lantas bagaimana mungkin ia bisa lupa dengan sosok yang pernah berjanji untuk hidup dan menua bersamanya itu.

“Halo?" Suara Meysa terdengar bergetar mengulang sapaan yang tak kunjung mendapat respon dari seberang sana. Entah apa yang dilakukan sang penelepon, mungkinkah Ia terpaku sama sepertinya?

“Eh, Iya, Halo ... Waalaikusalam!" suara Kai baru terdengar menyahuti.

Kini keduanya sama-sama canggung dan terdiam beberapa saat.

"Maaf mengganggu," seloroh Kai lagi yang mana memecah keheningan yang sempat terjadi beberapa detik.

“Gak apa-apa kok!" seru Meysa dengan suara serak.

Mendengar suara Meysa yang serak membuat Kai yang berada di seberang telepon terdiam sejenak dengan pikiran yang menerka apakah gadis itu sedang flu atau baru saja menangis.

“Kamu lagi flu?" Bukannya langsung pada inti pembahasan, Kai malah menanyakan keadaan Meysa yang suaranya terdengar sendu dan pilu terlebih dulu.

Meysa yang ditanya demikian lantas menyusut hidung sembari menghembuskan napas. Berdehem agar Kai tak begitu menandai suaranya yang sendu.

“Eh, nggak. Aku nggak flu." Bukannya bisa menyembunyikan semua. Jawaban yang ia berikan pada Kai justru kian membuat air matanya menitih. Ia rindu sosok Kai, sangat merindukannya!

“Kamu habis nangis ya?" pungkas Kai dari seberang telepon. Membuat Meysa mendongakkan kepala demi membendung air mata agar tak tumpah. Dadanya terasa penuh menahan sesak akibat tangisan yang ia tahan agar Kai tak mendengarnya.

Ya, Ia masih begitu gengsi jika Kai tahu Ia menangis haru karena pesan tersebut, selain itu Ia juga sangat merindukan sosok pria itu.

Tak mau membuat Meysa tambah sedih. Kai lantas mengalihkan pertanyaan. Bukannya tak peka atau tak tahu, Ia jelas tahu apa yang Meysa rasakan sebab Ia pun merasakan hal yang sama seperti wanita itu. Hanya saja Kai tidak ingin moment yang harusnya membahagiakan ini malah menjadi moment kesedihan.

“Eh itu, Aku nelepon mau nanyain soal yang tadi." Kai langsung menjelaskan tujuan utamanya menghubungi Meysa.

Benar saja, pertanyaan Kai membuat air mata Meysa berhenti menetes. Gadis itu menghapus cairan bening yang tersisa di pipi dengan pandangan mengecil akibat menangis, lalu mencoba fokus mendengar pertanyaan Kai.

“Yang jawaban salam?" tanya Meysa yang juga langsung pada intinya.

Membuat sosok Kai yang kini berdiri di ambang pintu kamar kontrakannya langsung mengulas senyum mendengar Meysa yang paham tujuannya.

“Iya, yang itu." Kai menjawab dengan cepat. "Aku mau mastiin jawaban salam kamu itu, apa ...."

Kriik kriik...

Kai tiba-tiba terdiam sejenak. Kedua insan yang masih memiliki perasaan yang sama itu kini sama-sama membisu.

Dan setelah beberapa saat Kai kembali mendapatkan keberanian untuk meneruskan. “Ehemnt." Ia berdehem, mencoba untuk menstabilkan perasaan yang membuatnya tiba-tiba canggung.

“Itu, maksudnya lamaranku diterima apa gimana?" tanya kai langsung pada intinya. Jantung pria itu berdetak begitu kencang saat mendengar Meysa menghela napas.

Huh...

“Tadi bukannya ada opsi yang bilang kalau ditolak cukup diread dan kalau di-- ..." Kini balik Meysa yang menggantung ucapannya.

Membuat Kai yang memang sudah mengerti langsung bisa mencerna ucapan Meysa. Kali ini ritme jantung pria itu berpacu makin kencang. Meski begitu, jawaban Meysa membuat seulas senyum nampak terukir dari bibir Kai. Ia yang bersandar di bibir pintu menunduk haru sembari mengusap ujung matanya yang sedikit berair.

“... Jadi ceritanya ini Aku beneran diterima?" tanya Kai sekali lagi mencoba memastikan. Suara pria itu terdengar serak dan berat. Ia terharu.

Gadis yang masih pada posisi seperti semula itu hanya menjawab dengan senyum dan anggukan. Tanpa menyadari jika Kai tak mungkin bisa melihat anggukan dan senyuman yang Ia berikan, sebab mereka hanya melakukan panggilan biasa, bukan video call.

“Halo?" Panggil Kai saat tak mendengar sahutan apapun dari Meysa.

“Ya!?"

“Kok diam?"

Meysa yang baru menyadari anggukannya memang tak bisa dilihat Kai pun lantas tersenyum. Dengan cepat ia segera menjawab, “Iya, Aku terima!" ujar Meysa lantang, tanpa keraguan sedikitpun.

“Alhamdulillah, ya ALLAH," seloroh Kai sembari mengusap wajah, rasa syukur yang menyeruak begitu saja. Ia tak mampu mengungkapkan kebahagiaannya kali ini.

Perjuangan dan penantiannya selama ini untuk menjadikan Meysa miliknya bukanlah hal yang mudah. Sebagai seorang laki-laki Ia jelas sudah melewati berbagai macam rintangan dan jatuh bangun hanya untuk berusaha menghalalkan sang tambatan hati. Dan kini Ia merasa bahagia setelah berhasil membawa Meysa kembali menjadi miliknya. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, maka Ia akan segera menjadikan Meysa sebagai pendamping hidupnya.

“Makasih ya!" lirih Kai dengan suara sendu.

“Iya, sama-sama." Meysa menunduk sembari memainkan ujung mukenna hitam lavender yang ia kenakan.

Entahlah, rasanya mereka seperti dua orang asing yang baru pertama kali mengobrol. Sejak hubungan fase kedua itu berakhir, mereka benar-benar kembali menjadi asing. Walau berat menerima keputusan Meysa saat itu, tetapi Kai mencoba menghargai dan hanya mampu menjaga Meysa melalui do'a. Sedangkan Meysa sendiri sempat berpikir jika Kai telah melupakannya dan hidup bahagia dengan orang lain. Walau beberapa kali mereka sempat bertukaran chat secara singkat.

Namun, tak disangka sebentar lagi keduanya akan memulai hubungan fase ketiga yang membawa mereka menuju jenjang kehidupan yang sesungguhnya, yaitu ikatan pernikahan yang sah.

3. Masih Menjadi Tujuan

Setelah cukup lama saling diam, akhirnya Kai kembali membuka obrolan.

“Mey, aku terharu!" Kai mencoba berterus terang. Tak ingin terus menjadi orang asing yang canggung. Ia ingin semuanya kembali seperti dulu, bersikap seperti sedia kala dan tak ada kecanggungan.

Sedangkan Meysa yang tengah menunduk memainkan ujung mukenanya segera mendongak saat mendengar ucapan Kai.

“Kenapa?" tanya Meysa penasaran.

“Tadinya aku pikir kamu akan nolak.”

Meysa mengerutkan kening mendengar ucapan Kai.

“Aku benar-benar takut dan sempat pesimis ditolak karena kamu udah punya hubungan baru dengan yang lain."

Tanpa aba-aba air mata Meysa kembali menetes mendengar apa yang Kai katakan.

Aku sebaliknya Kai, itu adalah hal yang setiap harinya membuatku takut. Aku takut kamu sudah menemukan penggantiku! lirih Meysa dalam hati di sela Kai yang tengah mengungkapkan kegundahannya.

“Aku pikir kita akan benar-benar berakhir kalau sampai lamaranku kamu tolak."

Meysa menghela napas panjang. "Sebagaimana kamu, perasaanku pun masih sama seperti itu." Ia menjawab ambigu, tak ingin langsung mengatakan jika Ia tak pernah sepenuhnya bisa melupakan pria tersebut. Meysa malah memilih jawaban yang terkesan mengikuti Kai. Yang apabila Kai masih mencintainya maka Ia pun demikian, tetapi jika Kai tak lagi mencintai, sungguh Ia juga akan menjawab seperti itu.

Kai menganggukkan kepala, matanya terpejam mendengar jawaban Meysa.

“Sekali lagi makasih ya karena masih mau menerimaku. Makasih udah mau bertahan sampai saat ini!"

Jemari Meysa terangkat menutup mulut, berusaha menahan agar suara tangisnya tak terdengar oleh Kai.

“Makasih juga karena udah menepati janji kita yang dulu-dulu!" lirih Meysa dengan suara bergetar.

Yang mana membuat Kai langsung bisa menebak keadaannya. “Gak usah nangis ya, aku gak mau kamus sedih!" Kai yang tahu Meysa menangis mencoba menenangkan.

“Aku gak nangis kok!"

“Siapa yang mau kamu bohongi? Kita sama-sama udah empat tahun Mey, Aku bisa bedain gimana suara kamu kalau lagi nangis sama kalau lagi flu."

Meysa memejamkan mata kuat-kuat. Akhirnya isakan Meysa pecah juga. Ia tak lagi menyembunyikan kesedihan dan kepiluan di hadapan Kai yang tahu dan hafal banyak kebiasaannya.

Hiks...

“Bee!" Kai memanggil Meysa lembut dengan panggilan sayang yang sudah sejak dulu mereka gunakan.

“Jangan nangis lagi!”

“Hiks... A-aku cuma masih gak percaya aja kalau saat ini akan tiba!" seloroh Meysa dengan suara serak.

“Ini beneran kamu lamar aku? Ini serius kan, gak main-main? Bukan prank atau ..."

Kai yang mendengar rententan pertanyaan dari Meysa lantas memotong ucapan gadis itu dengan cepat, “Ya beneran lah Meysa sayang, masa iya main-main dan ngeprank dengan hal seserius ini!"

"Emang kamu gak percaya sama aku?" sergah Kai lagi.

Meysa menghela napas gusar, bukannya tak percaya. Hanya saja Ia masih merasa semua ini seperti mimpi.

“Bukan gitu, maksudku, kamu udah punya biaya ...”

“Segitu gak berduitnya aku di mata kamu ya, Mey?" Kai kembali menyergah ucapan Meysa, membuat ucapan gadis itu terpotong dan menguap begitu saja.

"Ih, Astaga bukan begitu Kai'ulani!" sentak Meysa tak suka, ucapan Kai membuat gadis itu memberengut kesal.

Sedangkan di seberang sana, Kai yang bisa membayangkan bagaimana ekspresi kesal Meysa saat ini hanya tersenyum gemas.

“Maksudku tuh, kamu...

Belum sempat Meysa menyelesaikan ucapannya, Kai sudah memotong lebih dulu, “Ada Meysa, Alhamdulillah ada!" Kai menyergah dengan cepat.

“Kalau gak ada mana mungkin juga aku berani lamar kamu."

“Ini aja Aku udah merasa bersalah karena baru bisa memenuhi semua sekarang, bahkan setelah beberapa bulan kita break!"

“Kamu gak tau gimana aku berperang batin, meyakinkan hati dan memberanikan diri buat chat kamu lebih dulu. Aku benar-benar pesimis, takut kalau sampai kamu malah kasih jawaban ‘Maaf ya, Aku udah punya calon!' Ck, ah! Aku benar-benar gak bisa bayangin hal itu. Aku gak sanggup!"

Meysa terharu mendengar penjelasan panjang lebar dari Kai. Tiba-tiba Ia teringat dengan wejangan yanga Faza berikan beberapa bulan lalu mengenai perjuangan laki-laki dalam menghalalkan wanitanya itu bukanlah perkara mudah. Selain harus mempersiapkan mental dan meyakinkan pihak wanita dan keluarganya, seorang laki-laki juga harus berjuang untuk memberikan mahar dan kehidupan yang layak untuk calon istrinya nantinya. Karena tanggung jawab sebagai suami itu tidaklah mudah dan gampang.

Hal itu membuat Meysa kembali menitihkan air mata. Hatinya berdenyut nyeri membayangkan bagaimana perjuangan Kai selama ini hingga bisa sampai di titik sekarang. Ia bahkan tahu bagaimana kehidupan Kai sedari pertama kali kenal dulu. Meysa sudah mengenal Kai sejak laki-laki itu masih menjadi mahasiswa dengan kehidupan yang cukup terjal.

“Kamu nangis lagi?" tanya Kai dari seberang telepon saat mendengar Meysa terisak.

“Nggak, aku cuma terharu ternyata kamu masih ingat sama aku dan memenuhi janji yang kita buat dulu!"

Kai menunduk seraya mengangguk haru mendengar ucapan Meysa. Tak terasa bulir bening di ujung mata pria itu pun menetes perlahan. Entah mengapa Ia selalu jadi pria mellow jika sudah menyangkut hubungannya dengan Meysa.

“Makasih ya karena udah mau berjuang sampai akhir, makasih karena masih mencariku padahal kita sudah pisah selama itu!"

“Makasih juga karena udah mau bertahan sampai akhir. Makasih karena mau menerimaku kembali padahal kita sudah pisah selama itu!" balas Kai dengan tak kalah mengharukan.

Dua insan yang berada di tempat berbeda, dengan pulau dan lautan yang membentang itu terlihat sama-sama tertunduk haru dengan punggung bergetar.

“Makasih karena masih menjadikanku tujuan di saat kamu punya banyak pilihan yang bisa kamu tuju!"

“Makasih karena udah mau menjadi tujuanku disaat banyak orang lain yang mau menjadikanmu tujuan!"

Lagi-lagi keduanya sama-sama tersenyum sambil menangis. Kai selalu berhasil menjawab ucapan Meysa persis dengan apa yang gadis itu ucapkan. Hal itu membuat susana sore di tempat Kai kian mengharu biru. Begitupun suasana maghrib di tempat Meysa, tak kalah mengharu birunya. Berada di tempat yang berbeda, bahkan dengan selisih waktu satu jam sama sekali tak membuat perasaan keduanya berselisih dan beda.

“Ah, udah dulu ya bee. Aku mau ke rumah abang. Mau kasih tahu soal ini, biar dia bisa bantu ngomong ke Emak dan Ayah!"

“Iya!" Meysa tersenyum seraya menganggukkan kepala mendengar ucapan Kai.

“Btw di situ udah jam enam lewat 'kan, ya?" tanya Kai. Pria itu terlihat masuk ke dalam kamar, mengambil hoodie dan kunci motor. Ia akan pergi ke rumah Abangnya.

“Iya, hampir jam tujuh!"

Kai manggut-manggut sambil melangkah keluar rumah. Suasana sore di depan kontrakan langsung menyambut. Ia lalu mengeluarkan motornya yang terparkir di teras.

“Yaudah shalat lah. Aku mau berangkat dulu, nanti aku hubungi lagi kalau udah ngomong sama Abang!" ujar Kai yang mulai naik ke atas motor lalu memasang helem.

“Aku udah shalat!"

Kai nampak tersenyum mendengar jawaban Meysa. “Pintarnya calon istriku!"

“Insya Allah jadi istri soleha ya bidadari surgaku!"

Ucapan Kai mampu membuat Meysa tersenyum, pipi gadis itu merona merah. Rasanya bahagia sekali mendengar Kai mengatakan itu padanya.

“Kamu juga shalat!" Kini Meysa balas memperingatkan saat mesin motor Kai sudah terdengar menyala.

“Iya nanti bee, kan disini baru jam lima lewat!"

Hampir saja Meysa lupa, jika Ia dan Kai berada di pijakan yang berbeda, tempat mereka memiliki selisih waktu satu jam. “Yaudah sana, pergilah!"

“Oke istriku, kalau gitu aku matiin dulu ya teleponnya!"

Sungguh sebutan 'Istriku' yang Kai sematkan mampu membuat Meysa berbunga-bunga.

“Iya, hati-hati di jalan, jangan ngebut!"

Sedangkan Kai sendiri hanya bisa tersenyum mendengar peringatan dari Meysa. Ia memang suka setiap kali diposesifioleh Meysa. Membayangkan wajah galak wanitanya itu juga mampu membuatnya berbunga-bunga.

“Siap buk bos, aman!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!