***
Brak!
"Gue mau kita putus Bry!"
Gadis cantik, berambut gelombang, mata bulat yang besar, alis natural yang rapi, bulu mata yang lebat, lipatan mata yang jelas, dilengkapi tubuh yang mungil, membuat gadis yang baru menggebrak meja ini menjadi Top list calon istri idaman se-antero SMA Merah Putih.
Kata putus baru saja ia lemparkan untuk pria yang duduk anteng dihadapannya, memegang handphone berotasi miring. Suara dentuman senjata tembak menjadi bukti, bahwa pria itu sedang ngegame saat ini.
"Ini udah ke-9 kalinya lo minta putus dalam sebulan ini, 37 kali terhitung sejak tiga bulan lalu. Dan, untuk ke-9 kalinya juga gue nolak ajakan putus dari lo bulan ini, dan 37 kali total untuk tiga bulan ini." Sahut Cowok itu enteng. Menatap sekilas gadis itu, dan kembali menatap layar ponselnya. Dia sama sekali tidak mengkhiraukan protes dari pacarnya. Dia acuh tak acuh, menganggap ringan ucapan dengan perasaan itu.
"Tapi gue kali ini beneran mau putus!" Kekeuh sang gadis tak ingin kalah, suara ia perbesar pertanda ia ingin didengar.
"Gue gak mau putus." Tidak ada yang berubah dari jawaban pria ini. Dia masih sibuk dengan dirinya sendiri, menjawab perkataan kekasihnya dengan seadanya.
"Kalau gitu lo kembali kayak dulu!"
"Itu juga gak bisa Shi, Gue yang sekarang adalah gue, ini jati diri gue, dan gue yang dulu adalah yang palsu. Lo harus bisa terima gimanapun."
"Apa sih Lo Bry! Kalau gitu lepasin gue!"
"Gue gak bisa lepasin lo Shi. Jadi berhenti nyuruh gue berubah, oke?" Bryan, melembutkan suaranya. Ia meletakkan handphonenya menatap manis, gadis yang bediri di sebelahnya.
"Tapi gue gak bisa nerima lo yang sekarang!"
"Shiren Arfina Arkasa, dengerin gue, gue sayang ke elo, gue juga gak bisa berubah kayak dulu. Jadi, berhenti minta putus dan berhenti minta gue berubah." Bryan berdiri, meraih lembut kedua tangan gadisnya. Gadis yang selalu ada dalam pikirannya. Gadis yang hampir membuat seorang Bryan Norm Cakrawala menggila.
"Jadi, berhenti merengek minta putus yah. Gue cinta ke lo. Gue gak bisa kehilangan lo." Bryan melanjutkan dengan mengelus lembut rambut gelombangnya Shiren. Dia menatap lekat retina gadis itu.
"Kalau gitu lo berhenti dong buat marahin cowok yang chatt gue!" Kekeuh Shiren tak mau kalah.
"Shi? Apa salahnya coba? Gue ini pacar lo? Wajar dong kalo gue marahin mereka chatt lo. Apalagi chattnya romantis gitu."
"Itu salah lo. Lo gak ada waktu buat bales chatt gue. Yah gue chattan sama mereka lah!"
"Yah kan ada temen cewek Shi. Lo bisa chattan sama mereka. Gak perlu kan temen cowok."
"Rasanya beda Bry! Beda chattan sama cowok dan cewek. Seenggaknya karna chattan sama cowok, gue lebih bahagia dengerin gombalan receh mereka!!"
"Shiren Arkasa!!" bentak Bryan, ia menggenggam kuat tangan mungil Shiren. Teriakan dengan nada tinggi itu sukses membuat perhatian seisi kelas yang hanya setengah itu, teralihkan pada mereka.
"Jangan liat kesini! Kalau gak mau patah kaki!" Sarkasnya lagi, melirik para penghuni kelas. Semuanya patuh, tak ada yang berani menatap Bryan dan Shiren lagi. Mereka terlalu takut dengan sikap Bryan yang bar-bar dan kasar. Memang benar, Bryan tidak pernah kasar atau main tangan pada Shiren, tapi dia sering berkelahi, ikut tawuran ekstrim, balapan liar, gabung ke geng motor.
Padahal Bryan yang dulu bukan seperti itu, meski Bryan dulu nakal, tapi nakalnya hanya dalam batasan seperti, terlambat, tidak siap pr, atau lompat pagar karna gabut. Bryan tidak pernah ikut keributan yang besar, apalagi sampai mengancam nyawa.
Tapi Bryan yang dulu sudah sirna, pria dengan gombalan receh itu sudah musnah. Shiren hanya ingin kekasihnya yang seperti itu kembali. Hanya itu yang dia mau, agar Bryan berubah, seperti dulu lagi.
Seluruh siswa kelas yang tau perubahan drastis Bryan, selalu takut dan mematuhi titah pria itu. Bryan yang tak peduli peraturan, menyakiti? Dia juga tak keberatan. Menuntut? Bryan anak konglomerat, siapa yang berani? Pernah ada yang menuntutnya, tapi bocah itu yang pindah sekolah. Lucu bukan?
"Apa?" Sinis Shiren meronta melepaskan tangannya.
"Itu beda Shi. Gue tawuran, masuk geng motor, ikut balapan liar, gak ada peluang buat selingkuh. Tapi Shi, lo chattingan mesra gitu, gue cemburu dong."
"Hai Bry! Hai Nan! Hai Ga!" Sapa gadis cantik yang baru saja masuk ke kelas mereka. Menyapa Bryan, Nanta, dan Arga. Nanta dan Arga sama nakalnya dengan Bryan, ya bisa dibilang bawahan deh. Cewek cantik berambut lurus itu tidak sendiri, dia bersama kedua temannya. "Ntar malam, ada balapan loh. Kalian ikut kan? Lawannya tim Galaksi."
"Enggak berpeluang buat selingkuh? Terus cewek receh disana itu apa? Modusnya aja urusan balapan, nyatanya kalian manja-manjaan kan! Halah gak usah ngelak deh Bry! Ngaku aja! Ayo kita selesaiin ini semua!" Pekik Shiren. Dia memang selalu sensian jika itu mengenai Sarah. Cewek cantik yang juga terkenal seantero sekolah. Sebutan lain untuknya adalah race queen.
"Shi! Gak gi--"
Shiren sudah melesat pergi. Dia tidak tahan lagi ada disini. Sebelum ia pergi, ia melirik tajam ke arah mata Sarah.
................
"Jadi Bryan nolak ajakan putus lo lagi?" Tanya Lilia, sahabat karib Shiren.
"Alasannya karna cinta lagi?" timpal Alma menyodorkan minumannya.
Shiren menggangguk lesu. Ia menerima minuman dari Alma, guna menyegarkan tenggorokan dan pikirannya yang kering.
Ketiganya saat ini sedang duduk dimeja kantin, meja paling ujung langgana tiga gadis ini.
"Karna alasannya lo masih cinta juga ke Bryan kan, Shi?" Tambah Lilia menyeruput jus jeruknya.
"Yah gitu lah. Lo pada kan tau, gue cinta banget ke Bryan. Kalau sampai dia iyain ajakan putus gue tadi. Gue juga bingung mesti apa. Mungkin gue pindah sekolah lagi aja kali yah? Keluar negri gitu?" Shiren lesu, wajahnya kusam, Ia menempelkan pipi kanannya ke meja kantin.
"Jangan pindah dong~ terus nasib kita gimana~"
"Kenapa ya, Bryan bisa berubah sedrastis itu? Gue berpikir gimanapun, gue gak tau jawabannya. Kalau dia memang gak suka lagi sama gue, harusnya dia kan nerima ajakan putus gue. Kalo emang dia cinta kan, dia harusnya lebih perhatiin ke gue."
"Ya ampun, Shiren sudah terjerat penjara cinta Mas Bryan~" Alma mencoba menggoda. Gadis manis yang memiliki rambut sebahu ini memang suka sekali menggoda Shiren.
"Diem deh Al. Ntar ya Shi, kalau gue udah jago silat, dan udah sabuk hitam. Gue pasti bakal bejek-bejek tuh sih Bryan! Gak jelas amat! Belum lagi dia yang deket-deket sama si Sarah!"
"Itu dia yang gue juga maksud!"
"Ya ampun, Shiren sudah terjerat penjara cinta Mas Bryan~" Alma mencoba menggoda. Gadis manis yang memiliki rambut sebahu ini memang suka sekali menggoda Shiren.
"Diem deh Al. Ntar ya Shi, kalau gue udah jago silat, dan udah sabuk hitam. Gue pasti bakal bejek-bejek tuh sih Bryan! Gak jelas amat! Belum lagi dia yang deket-deket sama si Sarah!"
"Itu dia yang gue maksud!"
"Ha~"
Ketiganya menghela napas bersamaan.
"Oh iya! Hp gue mana?" Shiren menatap ke arah Lilia.
"Ini, lupa gue ngasih. Oh ya, si Jeka tadi ngechatt apa gitu, intinya alay deh. Belum sempat gue balas." Lilia memberikan ponsel berwarna putih, bercase biru dengan motif boneka gajah yang imut.
"Thanks ya, udah balesin pesan mereka semua. Kalo gue, gue pasti gak bakal sanggup buat bales mereka." Shiren membuka aplikasi WA nya. Dia segera membuka setelan dan menghapus nomornya.
"Kenapa lu hapus WA Shi? Terus kita gosip di grub gimana?" Alma yang baru saja mengintip hal yang Shiren lakukan tidak tahan untuk tidak berkomentar.
"Lha lu hapus WA Shi?" Lilia menimpali.
"Iya gue hapus yang ini. Gue gak mau mereka tau nomor gue. Gue denger Bryan ngehajar habis anak-anak yang chattan sama gue. Tenang aja, gue bakal buat WA baru kok. Ya kali kita gak ghibah di grub." Shiren mulai mendaftarkan nomornya dengan sim satunya.
"Yah, gimana ya reaksi Bryan kalau tau ternyata yang balas semua chatt cowok itu gue?" Lilia tampak berpikir sebentar.
"Mending dia gak usah tau deh, bisa makin riweh entar."
"Iya juga sih,"
"Cara ini juga gak berhasil ya? Gue pikir kalau gue deket sama cowok lain, dia bakal cemburu, dan berubah kayak dulu. Ternyata cuma angan ya?" Shiren menghela napasnya. Ini sudah kesekian kalinya ia melalukan upaya untuk kembali merubah Bryan, namun Shiren gagal, dia kalah, semuanya salah.
................
"Shiren?"
Shiren menoleh, dia menoleh karna dia kenal suara itu. Suara yang kadang dia benci, namun sangat dia rindukan. Pria itu yang berjalan mendekat, membawa aroma yang menenangkan hati Shiren, dia merindukan aroma tubuh pria ini.
"Oh? Lo gak tawuran?" Apa lagi? Mulut Shiren tidak tahan untuk tidak menyindirnya. Karna biasanya pulang sekolah Bryan selalu pergi tawuran dengan banyak geng berbeda.
"Lu hapus nomor WA?" Bryan mengabaikan pertanyaan Shiren.
"Iya, biar anak-anak itu gak ngechatt gue. Puas kan lo?"
Bryan menyunggingkan senyumannya.
*Cup
Dia mengecup pelipis Shiren. Dia juga mengusap kepala gadis itu lembut.
"Bagus, kedepannya jangan lakuin itu ngerti? Sekarang, minjem hp lu." Bryan mengulurkan tangannya.
Shiren menghela napasnya, dia merogoh kantong di roknya, mengambil benda mungil serba bisa berukuran mini itu.
Bryan menerima ponsel itu, dia langsung mengotak-atik sesuai keinginannya.
"Nah, gue tau gue salah. Gue jarang perhatian sama lo. Gue janji, mulai sekarang, meskipun chattan sulit, gue bakal telepon lo tiap malam. Walau hanya satu menit, oke? Jadi stop minta perhatian ke cowok lain. Gue sakit Shi, hati gue perih."
"Gue mau pulang." Shiren mengambil ponselnya dan bersiap untuk berjalan pergi.
"Gue anter oke?"
Shiren mengangguk, dia tidak ingin keras kepala. Bagaimanapun juga, dia memang sangat merindukan masa-masa dirinya dan Bryan bersama. Dan kesempatan ini jarang sekali datang sejak mereka kelas tiga.
Bryan tersenyum manis menatap Shiren. Yang membuat Shiren bahagia adalah, fakta bahwa senyuman itu hanya ia lukiskan di depan Shiren.
"Nah, ayo pulang." Bryan merangkul gadis yang tingginya hanya sebahunya, keduanya beranjak ke parkiran mobil. Tepat saat keduanya berhenti di depan mobil berwarna merah terang itu.
Bryan mengangkat ponselnya yang bergetar tanpa nada dering itu.
Shiren melirik ke arah Bryan. Bryan tidak tau apa maksud Shiren, tapi mereka baru saja berdamai. Bryan tidak ingin bertengkar lagi. Dia menyalakan speaker telepon itu.
"Ada apa Nan?" Tanya Bryan pada cowok disebrang sana. Shiren tau itu cowok, dan Shiren kenal dia. Tidak ada lagi orang yang Bryan panggil 'Nan' kecuali Nanta.
"Lu dimana? Buruan ke sini, jalan gudang tua. Mendadak markas kita disana diserang! Buruan kesini! Kita udah kalah jumlah ini!" Teriak pria itu, suaranya memang tidak jelas karna banyak teriakan dari sana. Meskipun begitu Shiren dan Bryan masih bisa mendengarnya dan mengerti.
Bryan menatap Shiren. "Lu semua gimana sih?! Kan gua udah bilang hari ini jangan ada tawuran! Gua mau jalan sama Shiren!"
"Gue juga tau, tapi kita diserang! Kita gak mulai duluan! Gue gak salah!"
"Ya udah sekarang mundur!"
"Kalau bisa mundur, gue gak bakal nelpon lu! Buruan Bry!... Argh!"
Bryan segera menutup telponnya, dia menghela napasnya kasar. Dia memijit keningnya frustasi.
"Arghhh sialan!!!" Dia memekik, memaki, dan frustasi sendiri.
"Shi, sorry. Lu balik sama supir lu yang biasa gapapa kan? Gue ada urusan penting, lu denger sendiri kan? Mereka dalam bahaya sih, bisa-bisa nyawa taruhannya." Bryan memegang kedua pipi Shiren. Mata Bryan lekat menatapnya.
Shiren hanya diam, dia tidak bergeming dari tempatnya, dia tidak mengalihkan pandangannya, tidak berkedip, tidak juga berbicara.
"Gue pergi dulu ya, tunggu supir aja. Jangan naik angkot, nanti susah dempet-dempetan."
*Cup
Bryan meninggalkan satu kecupan hangat dikening shiren, juga sebuah pelukan hangat untuk gadis yang lagi-lagi dia kecewakan. Dia segera masuk kedalam mobilnya, dan melajukannya dengan cepat.
Shiren menghela napasnya, saat mobil Bryan telah jauh dari pandangannya. Bulir hangat itu jatuh, seolah dia mengerti bahwa area parkir sedang sepi.
Gadis itu mengusap air matanya.
Dada gadis itu sesak, dia berjalan keluar sekolah sebelum ada yang memergokinya dalam kondisi begitu. Hati Shiren berdebar tidak tenang, air mata yang jatuh tadi bukan karna dia sedih Bryan pergi. Dia hanya takut Bryan akan terluka. Dia hanya takut Bryan tidak akan bersamanya lagi. Dia hanya takut, kehilangan orang yang dia cintai.
Shiren tidak mengatakan apa-apa bukan karna dia tak ingin Bryan pergi, namun Shiren tidak mengerti apa yang harus ia katakan? Haruskah dia mendoakan Bryan terang-terangan? Jika begitu, bukankah sangat mungkin untuk Bryan terus berkelahi dan tak ada niat berhenti. Karna berpikir Shiren sudah menyetujui?
Hanya itu yang bisa Shiren pikirkan saat ini.
Semoga dia dan yang lainnya baik-baik aja, semoga gak ada korban sama sekali. semoga aja.
-
-
Pada akhirnya Shiren pulang dengan supirnya. Gadis itu hanya diam, dia sedang mengatur wajahnya agar terlihat baik-baik saja di depan keluarganya nanti.
Shiren bolak balik melihat jam, entah sudah berapa kali dia melirik ke arah jam berbentuk lingkaran yang terpajang manis di dinding kamarnya. Seakan tak puas, dia juga bolak-balik menghidupkan ponselnya, memastikan bahwa jam dindingnya tidak salah.
Telianganya selalu ia pertajam, nada dering ia kuatkan, ponsel ia letakkan di tempat paling dekat dengan telinganya. Itu guna mendengar jika ada panggilan dari Bryan.
Nyatanya, tidak ada. Janji tadi siang yang dibuatnya hanya sekadar janji, barangkali dia tidak ada niat untuk menepati?
Shiren menghela napasnya, ini bukan pertama kalinya Shiren diberi harapan palsu oleh Bryan selama beberapa bulan terakhir. Shiren memilah-milah buku yang ingin dibacanya, mengerjakan pr yang belum ia kerjakan bahkan untuk minggu depan. Tapi, itu semua sudah selesai. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang.
"Jam 10 malam? Pantes udah ngantuk." Shiren mengucek matanya yang gatal, dia melirik ke arah ponselnya, sekali lagi melihat tidak ada notifikasi pesan masuk, ataupun sms, apa yang dia harapkan? Telepon dari Bryan? Berhenti bermimpi Shiren ayo tidur.
Shiren meletakkan ponselnya disebelah telinganya, dia berharap akan ada deringan panggilan dari Bryan yang akan membangunkannya.
****************
Wush!!!
"Yeahhh!!"
Setelah mobil hitam gelap dan mobil biru terang itu baru saja melewati garis dengan tulisan finish di dekatnya. Banyak anak muda bersorak bahagia, ada yang memaki juga mengumpat. Ada yang frustasi karna kalah taruhan. Ada yang mabuk kepayang karna banjir uang.
Meskipun perbedaan itu sangat tipis, semua orang masih bisa melihat pemenangnya, yaitu...
"Bryan!! Yeayy! Bryan!!"
Sorakan kebahagiaan karna kemenangan pria itu membuat namanya diserukan dengan gema gemuruh yang meriah.
Gadis berkaos putih crop polos dengan celana bahan yang hanya sepaha, memegang bendera merah. Dia adalah Sarah, queen race kita semua. Dia berjalan mendekat ke arah mobil Bryan dia mengetuk kaca mobilnya.
Bryan menurunkan kaca mobilnya, dia melihat Sarah dan tampilan belahan dadanya disana.
"Cih!" Bryan nafsu? Tidak! Dia bahkan jijik! Dia tidak suka, bukan karna pakaian itu model, tapi karna Sarah menunjukkannya secara sengaja. Padahal Sarah tau jelas, bahwa Bryan tidak akan bernafsu dengannya bahkan jika dia satu-satunya wanita di dunia ini.
Sarah memang sudah berulang kali menggoda Bryan, tapi Bryan juga selalu menolaknya mentah-mentah, bahkan tak jarang makian dan umpatan kasar keluar dari mulut Bryan. Bryan juga beberapa kali mengatainya perempuan rendahan, dan dia masih mendekati Bryan? Wanita itu memang sudah tidak waras.
"Bry, soal tar--"
"Bukannya gue udah bilang, urusan itu bicarain sama Nanta. Dia yang ngurus semua, gua cuma balapan."
"Tapi Br--"
"Diem! Enyah sana, hilang dari pandangan gue, sebelum gue yang hilangin lu."
Sarah menelan salivanya payah, Bryan memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dibanding dia pulang dengan bagian badan tidak utuh, lebih baik dia pergi. Sarah selalu percaya bahwa akan tiba kesempatan datang padanya untuk merayu Bryan.
Bryan keluar dari mobilnya setelah Sarah menjauh, dia mengedarkan pandangannya. Wajahnya terlihat gusar dan tidak tenang, dia kesal sekali saat ini. Kenapa? Padahal dia kan menang?
"Apa? Lu kesel karna sekarang kita cuma beda tipis?"
Suara itu datang dari pria yang baru saja keluar dari mobil biru saingan Bryan. Pria tampan berambut hitam, tinggi kira-kira 180-an, dia keren, dan dia juga salah satu orang populer diantara kumpulan anak-anak ini.
Bryan tidak peduli, dia bahkan tidak melirik pria itu, pria yang selalu menjadi saingan imbangnya dalam balap. Dan lawan kuatnya saat tawuran, dia juga merupakan tim futsal yang pernah mengalahkan tim Bryan walau hanya sekali.
"Woy!! Gua ngomong disini sama Lu! Lu denger gak sih?! Lu mah dinginnya kelewatan!"
Bryan diam, dia sama sekali tidak menggubris ucapan pria itu. Membuat yang baru bicara dongkol sendiri. Bryan hanya maju beberapa langkah, menyapu pandangannya. Pria itu benar-benar diabaikan oleh Bryan.
"Bry! Bagus banget, gue bang--!"
Bryan langsung berlari ke arah pria yang mendatanginya, dia Arga-teman seperjuangan Bryan. Arga merentangkan tangannya, dia pikir Bryan ingin memeluknya.
Bryan mengambil ponselnya yang menggantung di saku kemeja Arga. Bryan tidak ingin memeluk Arga.
"Najis." Bryan melirik jijik ke arah Arga.
Bryan dengan cepat membuka ponselnya.
"****! Udah jam 12 lewat!" Pekiknya kuat dengan segala amarah dan kekesalannya dia tumpahkan dalam makian untuk waktu yang cepat berlalu itu.
Dia segera membuka aplikasi itu, terlihat bahwa Shiren terakhir kali melihat aplikasi itu pukul jam 22.03.
"Arghh sialan!!!" Umpatnya semakin kesal. "Ini semua gara-gara lo Ar! Kalo aja lo kasih gue hpnya! Gue pasti bisa jawab pesan dia tepat waktu! Atau gak telepon dia satu menit aja!" Bryan dengan kemurkaannya menunjuk-nunjuk ke arah Arga.
Arga hanya menghela napasnya, ini bukan pertama kalinya dia dimaki karna Bryan terlambat melihat pesan Shiren. Ini sudah terjadi berulang kali, bahkan Arga sudah terbiasa, dan tidak sakit hati.
"Ya karna itu, hpnya gua bawa. Kalo lu yang bawa, ada dua jawaban, lu kerumah sakit atau ke akhirat? Lu mau ninggalin dia sendiri?" yang Arga katakan itu benar. Bagaimanapun caranya, jika Bryan yang memegang ponsel itu, dia pasti akan memaksakan diri untuk membalas pesan Shiren, dan dia akan memaksa untuk menang karna dia tidak suka kekalahan.
"Diam!" Bryan tau itu, dia hanya tidak ingin mengakuinya.
Ekhm ekhm!
Bryan memegangi tenggorokannya, dia beberapa kali batuk guna menyetel suaranya sesuai keinginannya.
Setelah yakin suaranya sempurna, dia menekan 'voice note' bergambar mikrofon kecil.
"Happy night dream sayang~ sorry telat. Kalo mimpi buruk, kabarin gue oke? Gue bakal hajar di-- Argh ck...! Alay banget anjir, dia pasti geli!"
Bryan membatalkan Voice notenya. Bryan menghela napasnya. Dia mengulangi voice note itu lagi.
"Good night Shi, sorry ya." Suara Bryan begitu lembut, sama seperti siang tadi saat dia bicara dengan Shiren. Bryan menyunggingkan senyuman leganya, namun saat dia ingat dia terlambat, dia jadi kesal.
"Lu jangan gitu anjir! Gue merinding! Lu yang biasanya maki, ngumpat, ngomong kasar, bentak-bentak anak orang, apa bisa ngomong selembut itu? Gue salah kan? Bilang gua salah liat dan salah denger! Gak mungkin seorang Bryan bisa ngomong selembut itu!" Pria yang sedari tadi berdiri dan mendengarkan itu kini mulai angkat bicara.
Bryan menaikkan sebelah alisnya. "Lu siapa?" Astaga! Betapa jahatnya Bryan! Dia baru sadar kehadiran pria itu sekarang, saat sedari tadi dia mengoceh.
"Gue ini Galaksi Tri Atmajaya! Rival lu dalam balap mobil! balap motor! Tawuran! Futsal! Basket! Kita Rival sejati!" Dia berteriak kuat-kuat. Syukurlah di area itu hanya ada mereka bertiga karna penonton lainnya sedang melihat balap lanjutan. Jika tidak, cowok ganteng bernama Galaksi ini pasti sudah kalah malu.
"Oh?"
Iya! Iya! Hanya itu reaksi Bryan, dengan nada datarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!