NovelToon NovelToon

Kinara

Prolog

Kinara, bolehkah gadis itu berharap, bisakah gadis itu merangkai sebuah impian untuk dicapai dan menjadikannya sebagai kenyataan?.

Akan tetapi sebuah impian yang tadinya ingin ia capai bersama sang kekasih, nyatanya harus rela pupus akibat sang tambatan hati sendiri yang memilih mengingkari. Kinara luruh, seiring mimpinya karam. Hanyut terbawa arus tanpa menyisakan jejak.

"Maaf, Kinara. Feronica hamil, jadi dengan berat hati kita harus mengakhiri hubungan ini."

Satu kalimat yang keluar dari bibir seorang pria, sukses membuat sebongkah merah di dalam dada Kinara remuk redam. Meski sudah terbayang akan berakhir di mana hubungan cinta mereka, namun Kinara masih sulit untuk percaya jika dirinya telah dikecewakan.

Sang pria menundukkan kepala selepas berucap. Ia juga telihat beberapa kali membuang pandangan, seolah tak mampu untuk membalas tatapan nanar sang lawan bicara. Kinara nyaris meludah tepat di depan wajah sang pria yang membuat perasaannya porak poranda, namun dirinya yang masih sadar diri tak akan pernah melakukan sebuah hal yang bisa merusak nama baiknya sendiri.

"Ya, aku sudah tau jika hubungan kita akan berakhir seperti ini. Sebuah hubungan yang sedari awal dibina dengan sebuah harapan. Harapan untuk dapat menjejaki tahap selanjutnya, dalam menggapai ridhonya." Kalimat itu terjeda. Saat berucap tak ada air mata yang keluar dari sepasang mata bening sang gadis. Ia terlihat lebih tegar dari beberapa hari lalu saat dirinya memergoki sang kekasih sedang bercumbu mesra dengan seorang gadis yang cukup ia kenal.

"Dua tahun menjalin cinta, dua tahun pula aku berusaha untuk mensejajarimu. Melakukan apa yang kau suka dan mengikuti apa yang kau mau. Tapi apa yang kudapat?. Sebuah pengkhianatan yang sayangnya kau lakukan dengan sadar."

Ah, Kirana menahan sebisa mungkin rasa sesak yang melingkupi dada. Bayangan saat itu kembali menghantui. Lekas ia memejamkan mata, membuang sebuah ingatan yang semakin membuatnya terluka.

"Maaf." Pria bernama Anggara itu berucap lirih.

Kinara tak menjawab. Ia justru bangkit dan memilih pergi. Meninggalkan seorang pria yang masih terpekur akibat digerogoti rasa bersalah.

Hidup terkadang sepedih itu. Hubungan kasih yang sejatinya sudah berjalan dua tahun lamanya pun dengan adanya pertunangannya yang mengikat hubungan keduanya, nyatanya tak menjadi jaminan dari salah satunya untuk tak bermain belakang.

Paras rupawan, dikagumi banyak wanita dengan karir yang cemerlang rupanya membuat Anggara kembali bermain hati di belakang punggung sang kekasih hati, Kinara.

'Hanya bermain-main', itulah isi fikiran Anggara ketika membalas lirikan mata salah satu gadis yang menggilainya.

Satu, dua hari, masih terasa biasa. Akan tetapi siapa yang tau jika dihari-hari berikutnya tak akan meninggalkan kesan di hati.

Gadis baru, nuansa baru dan pengalaman yang baru pula. Anggara terhanyut dalam permainan yang ia ciptakan sendiri. Berusaha ingkar meski terkadang isi fikiran masih dipenuhi dengan logika jika dirinya juga memiliki kekasih dan berniat mengukuhkan hubungan ke jenjang pernikahan.

Buaian dan sentuhan gadis yang tak memiliki status padanya, nyatanya justru menjadi candu dibandingan dengan Kinara yang lurus dan bersahaja. Begitulah cinta, terkadang lebih mengedepankan nafsu dari pada perasaan. Berani bermain api maka bersiaplah diri untuk terbakar.

Kinara tak pernah menyesal cintanya dikhianati, namun ia menyesal ketika takdir yang sudah mempertemukannya dengan Anggara, seorang pria yang nyatanya sudah menggoreskan luka dalam dan entah sampai kapan akan ada hati yang lain yang datang dan suka hati untuk membalut lukanya.

Kejutan Yang Mengejutkan

Sesosok gadis betubuh ramping berjalan anggun menyusuri lobi sebuah apartemen dengan memegang sebuah kotak berukuran sedang ditangannya. Seulas seyum di bibir gadis bernama Kinara itu tak pudar bahkan semakin merekah saat lantai yang ia tuju semakin dekat.

Bagi Kinara, saat ini adalah malam istimewa. Di mana tepat dua tahun lalu, seorang pria bernama Anggara berlutut di hadapan dengan menyerahkan setangkai bunga mawar padanya. Pria itu menyatakan cinta, meminta padanya untuk dijadikan kekasih dan tambatan hati.

Kinara kembali mengulum senyum. Ah, meski langkah kakinya sudah dipercepat tetapi kenapa tetap terasa lambat. Ia sudah tak sabar untuk memberi sebuah kejutan yang pastinya akan membuat sang kekasih semakin mencintainya.

Gadis berambut panjang itu memang sengaja menutupi kedatangannya pada sang kekasih. Peristiwa dua tahun silam, masih berbekas jelas di benaknya. Rasa bahagia semakin membuncah. Kinara kembali menata pada sebuah kotak yang dibawa. Sebuah kotak berwarna putih yang berisi kue tart di dalamnya.

Rupanya Kinara ingin mempersiapkan sebuah kejutan kecil, memesan kue dan menikmatinya dengan Anggara sebagai bentuk perayaan.

Begitu sudah berada dalam Lift, Kinara semakin berdebar-debar. Ia semakin tak sabar sekaliyang ia naiki pun terasa amat lambat bergerak. Begitu pintu terbuka, ia bergegas mempercepat langkah menuju pintu apartemen di mana sang kekasih selama ini ting

Kinara merogoh sesuatu di dalam tas jinjingnya. Meraih satu benda yang selama ini digunakan untuk mempermudah akses keluar masuk apartemen Anggara, mengingat hubungan keduanya yang sudah berencana untuk menikah.

Pintu terbuka pelan. Sepelan mungkin gadis itu bergerak hingga tak menimbulkan suara sedikit pun, hingga kejutan yang sudah ia rencanakan jauh-jauh hari, sukses besar dan menjadi sebuah kenangan yang tak akan pernah terlupakan.

Kinara mendaratkan kotak berisi kue tart tersebut ke atas meja. Membukanya perlahan kemudian memasang satu buah lilin bertuliskan angka dua, lantas menyalakannya benda berbentuk tersebut dengan korek api.

Gadis itu tersenyum simpul. Membawa kue tersebut dan mengedarkan pandangan kearah sekitar untuk mencari keberadaan sang kekasih. Sementara ini sosok sang pria yang ia cari masih belum terlihat. Kinara kembali mengayunkan langkah, menyusuri setiap ruangan di dalam apartemen sang kekasih.

Masih sunyi, Kinara mengernyit. Apa mungkin Anggara tidur dijam seperti ini?. Atau pria itu sedang memasak?. Tapi kenapa tak tercium aroma masakan apa pun yang menguar?. Tadinya Kinara berharap jika sang kekasih mengingat momen penting ini, kemudian merayakannya bersama-sama meski hanya sekadar tiup lilin. Meski timbul setitik kecewa, namun Kinara Sadar jika pekerjaan sang kekasih yang merupakan seorang Dosen, memang kerap menyita banyak waktu serta fikirannya hanya untuk mengingat hal remeh temeh semacam ini. Akan tetapi gadis itu pun yakin, jika Anggara adalah sosok pria setia dan bertanggung jawab. Selalu membuatnya nyaman dan selalu merasa diistimewakan.

Sepasang kaki jenjang itu mulai bergerak menuju kamar. Sebuah ruangan yang menjadi tempat sang kekasih menghabiskan waktunya jika berada di apartemen. Kinara berjalan sepelan mungkin, bahkan sengaja melepas alas kaki agar tak menimbulkan suara.

Dari jarak beberapa meter, Kinara menatap pintu kamar Marvel yang sedikit terbuka. Bibir tipisnya kembali mengulas senyum, terlebih saat gadis itu mendengar adanya suara yang keluar dari dalam ruangan tersebut meski pelan.

Gadis dengan rambut hitam yang ia biarkan tergetai itu menautkan sepasang alis ketika sesuatu tak biasa yang justru menyapa indra pendengarnya. Kinara terdiam, ia memasang tajam indra pendengar ketika bukan hanya suara pria yang ia dengar dari arah kamar tapi juga suara..

"Wanita?."

Dada gadis itu bergemuruh hebat. Bukan pembicaraan yang ia dengar dari kejauhan, melainkah suara rintihan dan ******* yang saling bersahutan. Kinara tak percaya begitu saja. Mana mungkin, bukankah selama ini Anggara tinggal seorang diri?.

Kinara mendekat, mendorong pelan pintu kamar yang memang dalam kondisi sedikit terbuka. Dan..

Gadis itu terkesiap. Sepasang netranya memanas dengan bibir mengganga tatkala melihat sebuah objek yang ditangkap oleh indra penglihatannya. Sepasang insan tengah berpacu kenikmatan di atas sebuah ranjang tanpa sehelai benang. Sepasang mata bening berembun, mengetahui jika seorang pria yang tengah menindih tubuh seorang gadis adalah Anggara, sang kekasih. Peluh yang mulai membanjir ditubuh Anggara, seirama dengan luruhan bulir bening yang mulai membasahi kedua pipi Kinara.

"Kak Anggara?." Bibir tipis Kinara bergetar kala menyebut nama sang kekasih. Hendak bergerak namun tubuhnya justru membeku ditempat.

Sepasang insan yang sedang mereguk indahnya madu cinta itu terkesiap. Hentakan Anggara dalam tubuh sang gadis spontan terhenti, begitu menyadari jika ada seseorang yang tiba-tiba hadir diantara aktifitas panas mereka.

"Kinara," lirih Anggara. Pria itu lekas melepaskan penyatuan tubuh dari seorang gadis di bawahnya. Anggara bangkit dan menyambar pakaian yang berserakan di lantai dan memakainya asal.

"Apa maksud semua ini, kak?" Gadis berkulit putih bersih itu menatap nanar sang kekasih. Pandangan keduanya bertemu, namun Anggara lekas membuang wajah, ia tak sanggup melihat wajah sendu Kinara.

"Nara sayang, a-aku bisa jelaskan. Semua tidak seperti apa ya---"

"Anggara, sudahlah. Apalagi lagi yang ingin kau tutupi," potong seorang gadis yang masih berbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Gadis itu tersenyum jumawa, menatap pada tubuh Kinara yang menyedihkan dengan pandangan mengejek.

Kini Kinara beralih menata pada sosok gadis yang beberapa detik lalu berada dalam kendali Anggara. Sepasang netra bening milik sang gadis menyipit, mendapati jika pasangan sang kekasih dalam berpacu kenikmatan adalan temannya sendiri.

"Feronica?."

"Kenapa, kau terkejut?" Gadis bernama Feronica itu seperti tengah mencibir pada Kinara. Senyum jumawanya kentara jelas, dan tak ayal membuat Kinara semakin muak.

"Sayang, aku bisa jelaskan semua." Anggara yang kelimpungan coba mendekat dan menyentuh tubuh Kinara, akan tetapi kedua tangan sang kekasih lebih dulu terangkat dan menepisnya.

"Berhenti, menjauh dan jangan sentuh aku," tolak Kinara tegas.

"Sudahlah Ang, Bukankah kau selalu bilang jika lebih puas saat bersamaku. Jadi apa gunanya kau mempertahankan hubungan dengan gadis sok suci seperti dia." Feronica kembali memperpanas suasana. Terlebih saat dengan sengaja ia menyibak selimut yang menutupi tubuh bagian atasnya, di mana begitu banyak bekas kemerahan yang tercetak jelas hampir memenuhi area dadanya.

Menjijikkan. Jadi hanya karna alasan itu kau mengkhianati hubungan kita?.

Suasana kian memanas sementara Anggara menjambak rambutnya secara kasar. Pria itu terlihat frustrasi.

"Feronica, diamlah," hardik Anggara pada Sang selingkuhan yang semakin memperkeruh suasana. Pandangan Marvel beralih pada Sasmita. "Sayang, aku ---"

"Aku apa!" Kinara tersenyum getir, bulir bening perlahan luruh dari kedua sudut mata. "Ini yang membuatmu melupakan Aniversary kita, ini yang membuatmu tak menjawab telfon dan pesanku beberapa hari ini, dan dia juga yang membuatmu melupakan semua kebersamaan kita?."

Anggara terdiam. Tubuhnya yang hanya terbungkus boxer, membuat penampilannya semakin kacau.

"Kenapa diam, ayo jawab!."

Anggara gelagapan. Sementara Feronica justru tersenyum penuh kemenangan. Berbaring santai dengan memainkan ponsel di tangan tanpa sedikit pun rasa bersalah.

"Kau bahkan tak mampu menjawab pertanyaanku." Kinara seperti tertampar kenyataan yang ada. Cukup, tidak ada gunanya lagi menangis. Gadis itu bangkit, mengumpulkan segenap kekuatan untuk bisa keluar dari tempat menyedihkan yang sudah membuka tabir tabiat sang kekasih yang sudah bermain hati dengan gadis lain. "Hubungan kita cukup sampai di sini," sambung Kinara tanpa ragu.

Terlihat jika Anggara terkesiap dan beberapa kali menghela nafas dalam. Pria itu masih tak menanggapi ucapan Kinara. Ia masih terpekur dengan berbagai fikiran yang berkecamuk memenuhi benak.

"Terimakasih atas luka yang kau beri. Permisi."

Anggara yang masih terdiam semakin gelagapan saat Kinara pergi dari hadapan. Gadis itu pergi, membawa luka yang sengaja ia ciptakan tanpa rasabelas kasih.

*Maafkan aku, Kinara.

Tbc*.

Wajah-Wajah Tanpa Dosa

Kinara melangkah tanpa arah. Bersimpuh di sudut bangunan sepi, perempuan itu menangis sejadi-jadinya. Hendak mengadu, namun pada siapa. Di kota ini dirinya hanya seorang diri sementara ke dua orang tuanya lebih dulu berpulang pada ilahi, menyisakan seorang kakak laki-laki yang kini tengah bekerja di kota lain.

Dalam kesunyian malam, Kinara memaki. Bukan hanya padanya tetapi juga pada takdir yang seakan mempermainkannya.

Lelah menangis, gadis itu kembali melangkah. Mencari sebuah taksi yang bisa mengantarkannya sampai ke rumah.

Benarkah dunia ini kejam?.

Kinara menatap nanar bangunan yang baru beberapa tahun ia dan keluarganya tinggali. Sebuah bangunan berlantai dua yang batu ia tinggali selepas sang Ayah dipindah tugaskan. Dulu, mereka hanya sekadar merantau. Akan tetapi begitu pekerjaan sang Ayah semakin membaik, mereka pun memilih menetap, dan meninggalkan hunian di kampung halaman.

Firman, pria yang merupakan Kakak dari Kinara lah yang kini menempati. Sudah tiga tahun terakhir, pria berusia tiga puluh tahun dan berprofesi sebagai Dokter umum itu memilih tinggal dengan alasan dekat dengan Rumah sakit tempatnya bekerja.

Sementara Kinara, kecelakaan beberapa bulan lalu yang mengakibatkan kedua orang tuanya meninggal, rupanya masih menyisakan luka dalam. Ia memilih tetap tinggal di rumah mereka tanpa sang Kakak. Hidup sendiri, menempati rumah yang meninggalkan banyak kenangan bersama kedua orang tuanya sekaligus tak ingin berjauhan dengan Anggara, kekasihnya.

Lalu, setelah peristiwa ini apakah Kinara masih akan bertahan di rumah yang penuh dengan kenangan ke dua orang tuanya tersebut?.

Pintu rumah ia buka perlahan. Gadis itu menghela nafas dalam, Rasa sakit dan pengkhianatan yang baru saja terjadi membuatnya tersadar, jika selama dan seserius apa suatu hubungan, tidak akan menjadi jaminan seseorang tak akan berlaku curang. Sebuah ikatan, belum tentu dapat membatasi seseorang. Seperti halnya Anggara, pertunangan diantara keduanya, nyatanya tak menjamin pria tersebut hanya setia pada satu gadis, dirinya.

Malam itu, masih dengan isak tangis, Kinara merebahkan diri di ranjang. Ia ingin tidur, memejamkan mata dan berharap sesuatu yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi.

💗💗💗💗💗

Pagi menjelang. Kantuk masih begitu terasa saat Kinara memaksa untuk membuka mata. Terasa berat dan panas, gadis itu tersadar, tangisnya semalam pasti menyisakan bengkak di mata dan sembab di wajah.

Tersadar jika pagi ini pun dirinya harus melakukan aktifitas seperti biasa dalam setiap harinya, Kinara mulai tak bersemangat. Kuliah, ah dirinya bahkan tak sudi untuk sekadar melihat Anggara atau pun Feronica lagi selelas kejadian semalam.

"Breengsek kalian," maki Kinara seraya membekap wajahnya dengan bantal. Muak, sungguh ia muak. Berharap jika apa yang sempat ia lihat hanyalah mimpi, namun Kinara sadar jika yang sudah ia alami adalam sebuah kenyataan.

Gadis menyedihkan itu baru mengingat satu hal.

"Cincin." Tersenyum miring, Kinara melepas cincin pertunangan yang dengan bodohnya masih tersemat indah di jari manisnya, dan membuangnya ke sembarang arah.

Pandangan Kinara kini tertuju pada Ponsel yang teronggok di tepian ranjang. Benda pipih berwarna merah muda itu bahkan ia non aktifkan sejak semalam. Dalam hati, perempuan itu penasaran. Apakah Anggara munghubunginya semalam, mengkhawatirkannya atau mendatangi rumah namun ia tak mendengar karna sudah terlelap?.

"Ya, tuhan. Bodohnya kau yang masih berharap pada pria seberengsek dia, Kinara!." Kinara memaki diri sendiri.

Segera ia raih dan mengaktifkan benda tersebut untuk membuktikan. Kosong. Kinara tersenyum seperti orang gila, begitu tak mendapati satu notifikasi pun dari Anggara. Di sana hanya tertera beberapa panggilan tak terjawab dan pesan dari sang Kakak.

Tubuh Kinara melemah. Ia kembali bersandar pada kepala ranjang. Rupanya Anggara sama sekali tak berniat menjelaskan apa yang sudah terjadi semalam. Akan tetapi gadis itu lagi-lagi tersadar. Tanpa perlu dijelaskan, semalam bahkan lebih dari sebuah penjelasan. Anggara dan Feronica memiliki sebuah hubungan di belakang punggungnya. Ah, entah sejak kapan. Kinara bahkan merutuki diri yang sama sekali tak menyadari jika sang Tunangan dekat dengan gadis selain dirinya.

Pekerjaan Anggara sebagai Dosen muda memang sangat digandrungi kaum hawa, termasuk para mahasiswinya. Kinara bukan tak tau jika ada beberapa gadis yang terang-terangan mengoda sang kekasih di depannya. Akan tetapi yang ia lihat selama ini adalah Anggara yang bersikap cuek dan tak memberi respon. Dan Feronica, apa gadis itu menjadi pengecualian sampai Anggara menanggapi bahkan sampai berhubungan badan dengannya?.

Kinara masih tak menyangka jika perasaan Anggara sebegitu dangkal padanya. Andai semalam ia tak memergoki, mungkin selamanya dia hanya akan menjadi manusia paling boodoh yang akan terus dibohongi. Beruntung, perselingkuhan Anggara terkuak sebelum keduanya menikah.

Tak ingin berlarut dalam keterpurukan, Kinar pun bangkit. Ia tetap harus melanjutkan hidup. Beraktifitas seperti biasa meski tak tau akan dibawa ke mana hubungannya dengan Anggara.

💗💗💗💗💗

Jika kemarin dirinya masih berdebar-debar dan menanti dengan wajah berbinar ketika Anggara memasuki ruang fakultas dan memberi bimbingan materi, namun tidak dengan sekarang.

Di kursinya, Kinara membuang wajah ke arah lain saat Dosen muda bernama Anggara itu mengucap salam dan memasuki ruangan.

Sungguh menyebalkan.

Seperti biasa, pagi ini Anggara berpenampilan paripurna dengan kemeja dan celana bahan. Rambutnya yang hitam legam ia sisir ke belakang. Anggara memang tampan. Pantas saja jika sang Dosen menjadi primadona kampus menyaingi pesona para mahasiswa yang notabene anak didiknya.

Sepasang mata Kinara mengerjap. Ia sempat menangkap beberapa kali Anggara menatapnya ketika menjelaskan.

Ketika pandangan sang gadis ia geser kesamping, senyum di sudut bibirnya terukir. Wow, ia baru ingat jika Feronica juga berada di dalam satu ruangan yang sama dengannya, dan Sialnya gadis tersebut tertangkap basah sedang tersenyum pada Anggara.

Benar-benar PAS.

Di sini, di ruangan ini, Kinara benar-benar disuguhi oleh wajah-wajah manusia bersalah namun tanpa beban seolah tak berdosa.

Anggara yang tenang sembari menjelaskan, nyatanya pasca kejadian tak sekali pun menghubungi apa lagi menjelaskan. Sedangkan Feronica, Ah, bisa-bisanya ia tersenyum dan menatap penuh minat pada kekasihnya. Hah, kekasih?. Feronica bahkan sudah jauh berbuat dibandingkan dirinya yang berstatus tunangan.

Kinara menghela nafas berat. Sesak serasa menghimpit dada jika dirinya tetap berada di satu ruang yang sama dengan para pengkhianat.

Gadis itu pun lekas mengemas barang pribadinya ke dalam tas dan meminta izin ke toilet. Pandangan Anggara tertuju pada Kinara yang berdiri hendak keluar. Meski ragu, pada akhirnya sang pria pun mengizinkan.

Ketahuilah Anggara, bukanlah toilet yang menjadi tempat tujuan tunanganmu sekarang. Melainkan ke sebuah kantin.

"Buk, Dua mangkok baso dengan lima sendok sambal."

"Baik, Neng." Penjaga kantin hanya manut. Menuruti perintah Nara.

Tak ada alasan galau memilih tak makan. Lapar, begitu fikir Kinara. Dengan lahap ia menghabiskan bola-bola daging dengan kuah begitu pedas tersebut. Saat teringat raut wajah bahagia dan tanpa dosa dari Anggara dan Feronica, Kinara melahap makanannya semakin brutal. Tak perduli pedas, tak perduli panas, semua yang ia rasakan tak sebanding dengan luka pengkhianatan yang pasangan itu torehkan.

Bulir bening meleleh. Kinara menangis jua. Air matanya tumpah bahkan tak bisa dicegah. Mencoba tegar, namun gagal. Ya, hatinya masih terlalu ringkih. Remuk redam ketika dikhianati.

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!