Dalam sebuah hutan belantara, Sandra berjalan menyusuri jalan setapak sambil menenteng sepatu hak tinggi berwarna putih miliknya. Dia terpaksa harus melepas sepatunya itu karena kondisi jalan yang bertanah dan sedikit berlumpur, hal itu akan sangat menyulitkannya untuk berjalan saat mengenakan sepatu hak tinggi tersebut. Kondisi di dalam hutan itu terlihat gelap meskipun saat itu berada pada siang hari, itu karena cahaya matahari yang seharusnya menyinari hutan terhalang oleh awan dan pohon-pohon yang berdaun lebat. Wanita bergaun merah itu terus berjalan sambil memperhatikan sekitar dengan bola matanya yang berwarna coklat. Ditengah perjalanan tanpa tujuan itu, Sandra tiba-tiba mulai merasa ada yang mengawasinya, bulu kuduknya berdiri saat hembusan angin lembut mulai datang membelainya, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mengibaskan rambut hitam sebahunya, dia hanya mendapati pepohonan yang besar dengan daun yang lebat serta sebuah rawa-rawa di bawahnya. Situasi itu membuat Sandra mulai gelisah dan mempercepat langkahnya.
Sandra yang setengah berlari tiba-tiba mendengar langkah kaki yang berdentum mengikutinya.
Kejadian itu sontak membuat Sandra ketakutan dan memaksanya harus segera berlari. Sandra yang panik berlari dengan cepat mengikuti jalan setapak. Hingga pada akhirnya jalan tersebut harus berakhir, tapi Sandra tidak menghiraukannya dan terus berlari sambil mengangkat gaunnya. Raut wajahnya ketakutan, napasnya semakin cepat mengikuti langkah kakinya yang juga semakin kencang karena berlari untuk menghindari sesuatu yang semakin mendekatinya. Sandra menoleh kebelakang untuk melihat makhluk apa yang mengejarnya, akan tetapi tanpa disengaja kakinya malah tersandung sebuah akar pohon yang menjulang keluar hingga membuatnya terjatuh dan menghempaskan sepatu yang dia bawa.
Karena benturan yang keras menyebabkan kaki kirinya sampai terkilir, Sandra mengerang kesakitan dan tampak sangat ketakutan, Sandra terus berusaha menjauh dari suara langkah kaki raksasa yang semakin mendekatinya, walaupun dengan cara merangkak sekalipun. Sesekali dia berusaha untuk berdiri tapi selalu gagal karena rasa sakit yang luar biasa pada kakinya yang terkilir. Langkah kaki yang menggema besar itu terasa semakin dekat dengan dirinya.
Sandra yang sudah tidak berdaya itu hanya bisa pasrah dan memutuskan untuk berbaring di atas tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau sambil menatap langit yang tertutup awan-awan hitam.
"Tuhan, tolong aku," bisik Sandra yang meneteskan air mata.
Seketika awan yang menyelimuti langit perlahan memudar, membebaskan cahaya matahari untuk menyinari hutan, Sandra menyipitkan kedua matanya saat cahaya matahari mulai mengenai wajahnya. Sandra dengan reflek menangkis cahaya yang menyilaukan itu dengan tangan kirinya, dan Sandra menyadari sesuatu, jam tangan yang dari tadi dia pakai di tangan kirinya sudah tidak ada.
Tiba-tiba, sebuah cahaya yang sangat terang berasal dari langit menghampiri Sandra, cahaya itu diiringi oleh suara yang berdenging kencang. Cahaya tersebut perlahan membesar hingga menyelimuti seluruh hutan. Seketika seluruh tubuh Sandra menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan dengan tangan kiri yang masih terangkat, napasnya kembali menjadi tidak teratur karena panik, ia hanya bisa pasrah dan memejamkan kedua matanya dengan erat tanpa berkata sepatah katapun, cahaya putih itu mulai menyelimutinya dan suara yang berdenging masuk ke telinganya.
"Buka matamu, Sandra," ucap suara lembut seorang wanita kepada Sandra.
Sandra segera membuka kedua matanya, dia melihat sekeliling dengan kebingungan dan napas yang terengah-engah. Suara yang berdenging kencang juga sudah menghilang dari pendengarannya.
Sandra berada di sebuah ruangan hampa berwarna putih, tidak ada siapapun dan apapun, bahkan sepatunya yang terhempas di dekat tubuhnya juga menghilang. Sandra kemudian mulai berusaha untuk duduk.
"Halo!" teriak Sandra yang.
Tidak ada yang menjawab teriakan Sandra selain pantulan suaranya sendiri. Ia lalu melihat kakinya yang terkilir, alangkah terkejutnya Sandra saat mendapati kakinya sudah kembali pulih, tidak ada bekas luka sedikitpun. Kemudian, Sandra dengan perlahan menapakkan kaki kirinya lalu mencoba untuk berdiri, seketika ia merasa bahagia dan lega saat bisa berdiri dengan normal tanpa merasakan sakit. Sandra menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memperhatikan sekitar. Setelah mengamati beberapa saat, Sandra dengan ekspresi wajah ketakutan dan bingung segera menguatkan dirinya, kemudian memutuskan untuk berjalan menyusuri tempat tersebut. Disepanjang perjalanannya, Sandra hanya mendapati kehampaan, wanita sembilan belas tahun itu berjalan sambil mengusap cincin perunggu yang melingkar pada jari manis tangan kanannya.
"Sebenarnya tempat apa ini?" tanya Sandra kebingungan.
Sesaat setelah Sandra berucap, sebuah cahaya terang muncul di hadapannya. Cahaya tersebut perlahan membentuk tubuh manusia bersayap, perlahan demi perlahan wujudnya mulai terlihat jelas.
Dihadapannya, Sandra melihat sosok wanita yang sedang terbang dengan sayap berbulu putih bersih, mengenakannya jubah putih yang seperti terbuat dari sutera, rambutnya berwarna coklat terurai dengan indah, wajahnya yang mulus putih terus memancarkan senyum hangat, kedua bola matanya berwarna biru, dan hidungnya yang mancung menambah kesempurnaan di wajahnya, tangan kanannya menadah mengangkat sebuah buku yang terbuka dan tangan kirinya menggenggam sebuah pena, seluruh tubuhnya memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan.
Cahaya yang menyilaukan itu membuat Sandra tidak bisa melihat dengan jelas, ia harus menyipitkan kedua matanya dan mengangkat tangan kanannya ke atas dahi untuk menghalangi cahaya tersebut. Hingga akhirnya cahaya yang menyilaukan itu perlahan menyusut dan menghilang diikuti dengan suara yang nyaring mengiringi hilangnya cahaya tadi. Sandra yang akhirnya bisa melihat dengan jelas segera membuka lebar-lebar kedua matanya, Sandra terperangah dan perlahan menurunkan tangannya saat melihat pesona dan kecantikan wanita yang terbang di hadapannya itu.
"Si- Siapa kamu?" tanya Sandra yang menjadi gagap karena terlalu terpesona kepada wanita yang bagaikan seorang dewi itu.
"Aku adalah Dewi Apsarini, penjaga dunia mimpi," jawab wanita itu sambil terus memasang senyum hangat.
"Dunia mimpi?" tanya Sandra kebingungan.
"Iya, Sandra Anindita. Kamu ditakdirkan untuk memiliki kekuatan yang tidak ada seorangpun yang bisa memilikinya," balas Dewi Apsarini dengan suara yang lembut.
"T- Tunggu, dari mana ibu tahu nama saya?" tanya Sandra sambil sedikit mengangkat kedua telapak tangannya. "Dan apa maksudnya dengan kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain?!" sambungnya, kali ini dia semakin kebingungan dan semakin merasa takut dengan pernyataan sang dewi, lalu perlahan berjalan mundur.
"Tunggu, Sandra. Kamu tidak perlu takut, aku tidak akan menyakiti mu," ucap sang dewi yang seketika menghentikan langkah Sandra.
"Aku tidak takut, hanya berjaga-jaga saja," balas Sandra lalu memasang senyum meringis yang terpaksa.
sang dewi yang mendengar ucapan dan melihat tingkah Sandra langsung menghela napas sembari tersenyum lembut.
"Kemari lah, Sandra. Akan aku tunjukkan sesuatu kepada mu," kata sang dewi lalu perlahan turun.
Sandra yang masih merasa takut dan bingung itu merasa ragu untuk mendekati sang dewi, langkah kakinya tampak ragu saat berjalan mendekati Dewi Apsarini.
sang dewi yang masih melihat rasa takut di dalam diri Sandra memutuskan untuk menyodorkan buku yang dia bawa kehadapan Sandra sambil mengatakan,
"Kemari lah, tidak usah takut dan kamu akan mengerti."
Aksi menyodorkan buku itu membuat Sandra sedikit terkejut, kedua bola matanya menatap dengan cepat ke arah sang dewi lalu berganti ke arah buku, hal itu terjadi beberapa kali hingga Sandra memejamkan kedua matanya dan menarik napas panjang. Sandra akhirnya memberanikan diri untuk mendekati buku yang disodorkan oleh sang dewi. Terlihat buku itu memiliki kertas berwarna emas yang mengkilap.
"Lalu apa?" tanya Sandra dengan raut wajah kebingungan, "Ini hanya buku kosong," sambungnya.
Dewi Apsarini hanya tersenyum merespon pertanyaan Sandra.
"Lihat lebih dalam."
Sandra yang masih kebingungan hanya menurut dan segera menatap dengan dalam ke arah buku tersebut. Tiba-tiba buku tersebut mengeluarkan cahaya emas dan dari halaman sebelah kanan terbentuklah sebuah pusaran angin yang menerbangkan air dan tanah, perlahan demi perlahan air dan tanah itu menyatu membentuk sebuah boneka manusia bersayap.
Hingga pada akhirnya wujud dari boneka tanah itu semakin jelas, boneka itu memiliki rambut coklat, dan mata biru, dan ciri-ciri lainnya hampir sama seperti Dewi Apsarini, yang membedakan hanyalah boneka tersebut adalah seorang pria bersayap. Boneka kecil itu berdiri di atas kertas emas buku ajaib sang dewi.
Sandra terperangah saat melihat keajaiban yang muncul dari buku sang dewi hingga membuatnya berteriak, "I- ini sihir?!"
Sandra kembali menjauhkan tubuhnya dari Dewi Apsarini dan berjalan mundur.
Dewi Apsarini menjadi ikut terkejut karena reaksi Sandra. Tapi meskipun begitu, sang dewi tidak pernah menghilangkan senyuman di wajahnya.
"Sandra, jika kamu terus takut seperti itu, kamu tidak akan bisa mengerti. Dan kamu akan terus terperangkap di dunia ini." ucap Dewi Apsarini dengan lembut.
Sandra yang mendengar perkataan sang dewi menjadi semakin panik.
"T- Terperangkap terus, Selamanya?!"
"Iya, jika kamu tidak segera mendapatkan apa yang seharusnya kamu dapatkan. Kamu akan terus berada di sini," balas sang dewi.
"B- Baiklah, aku bersedia mendapatkan apapun itu jika hal tersebut dapat mengeluarkan aku dari sini," jawab Sandra yang mulai bisa menenangkan dirinya.
"Bagus, sekarang mendekat lah dan perhatikan," ucap sang dewi dan kembali menyodorkan bukunya.
Wajah dari Dewi Apsarini terlihat lembut dan hangat saat dilihat dari dekat. Tapi meskipun begitu, Sandra masih saja merasa takut untuk mendekati sang dewi. Sandra yang menatap wajah Dewi Apsarini berusaha memberanikan diri agar sanggup berjalan mendekati buku ajaib tersebut. Langkah kakinya perlahan mendekati buku tersebut walaupun masih merasa takut. Hingga akhirnya Sandra berhasil berdiri tepat di hadapan buku tersebut.
Dewi Apsarini tersenyum lebar saat Sandra akhirnya berani untuk semakin dekat dengan dirinya. Dewi Apsarini lalu menurunkan tangan kanannya yang mengangkat buku ajaib, dan alangkah terkejutnya Sandra saat melihat buku tersebut dapat melayang tanpa diangkat oleh sang dewi.
"Tidak usah takut karena semua hal yang mustahil dapat terjadi di dalam dunia mimpi, Sandra," ujar Dewi Apsarini.
Sandra hanya mengangguk sambil menatap Dewi Apsarini dengan raut wajah yang terheran-heran.
"Baiklah, akan aku mulai," ucap Dewi Apsarini.
Sandra segera melihat ke arah buku ajaib.
"Pertama-tama akan aku beritahu kalau dunia mimpi itu disebut Mayapada, dunia yang kamu injak sekarang, dan dunia nyata atau dunia manusia bernama Madyapada. Dunia mimpi atau Mayapada dahulunya dijaga oleh Seorang dewa bernama Phobetor," ucap sang dewi sambil menaburkan bubuk emas yang keluar dari telapak tangan kanannya ke atas boneka tanah yang berdiri di atas bukunya. Dan seketika boneka tersebut menjadi hidup dan dapat bergerak layaknya seorang manusia.
Sandra kembali dibuat terperangah saat melihat keajaiban buku tersebut. Boneka tersebut dapat bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri, mengepakkan kedua sayapnya dan lalu terbang di atas kertas emas buku ajaib tersebut.
"Phobetor dahulunya adalah penjaga Mayapada yang baik, terutama kepada anak-anak yang sedang tertidur. Hingga pada akhirnya sebuah ancam besar dari masa lalu datang kepada Mayapada," ujar Dewi Apsarini.
"Lalu ada apa dengan Phobetor sekarang? tanya Sandra, "dan apa yang mengancam alam Mayapada?" sambung Sandra yang semakin penasaran.
"Semuanya akan terjawab mulai dari sini," balas sang dewi.
Tiba-tiba buku ajaib yang ada di hadapan Sandra mengeluarkan sebuah lukisan, dan diketahui bahwa boneka tanah yang melayang di atas buku ajaib itu adalah Phobetor.
Sandra yang melihat keajaiban buku ajaib itu semakin serius memperhatikannya lalu menelan ludah dalam-dalam.
Dewi Apsarini menarik napas lalu menjawab pertanyaan Sandra dan mulai bercerita dengan suara lembutnya,
"Ancama itu berasal dari Nyupena, yang sudah ada sejak pertama kali terciptanya alam Mayapada. Ratusan tahun Dewa dan Dewi Mayapada berperang melawan Nyupena. Hingga pada suatu saat, pasukan Dewa dan Dewi Mayapada yang dibantu oleh kesatria dari Madyapada berhasil mengalahkan Nyupena, dan menyegelnya di sebuah tempat yang sangat rahasia dan dijaga ketat oleh para Dewa dan Dewi Mayapada. Tapi meskipun Nyupena berhasil disegel, dia masih bisa menyebarkan aura kebenciannya, dan hal tersebut tidak bisa dicegah oleh Dewa atau Dewi yang menjaga segel Nyupena."
Sandra yang tengah serius memandang buku ajaib yang mengilustrasikan cerita dari Dewi Apsarini hanya menganggukkan kepala, menandakan jika dia paham. Lalu Sandra kembali melontarkan pertanyaan, "Lalu apa yang terjadi dengan Phobetor?"
"Tugas Phobetor adalah menjaga Mayapada dari segala macam ancaman yang dapat membahayakan Mayapada dan Madyapada. Hingga pada suatu ketika Phobetor harus berhadapan dengan aura Nyupena yang berkeliaran, aura kebencian yang lebih kuat dari sebelumnya. Hingga pada akhirnya, Phobetor berhasil dikalahkan oleh Nyupena dan dirasuki kebencian yang sangat besar," jawab Dewi Apsarini.
Secara bersamaan munculah sebuah asap hitam pekat pada halaman sebelah kiri, dan asap hitam itu tiba-tiba bergerak menyelimuti boneka replika Phobetor yang tengah terbang di atas halaman kertas sebelah kanan. Asap hitam itu tampak merasuki tubuh Phobetor, terlihat tangan kanan Phobetor menjulang ke atas mengarah ke pada Sandra, raut wajahnya terlihat seperti merasakan sakit yang luar biasa. Sandra yang melihat kejadian itu tampak ketakutan, ingin sekali dirinya meraih tangan Phobetor untuk menolongnya, namun dia tidak cukup berani untuk melakukannya.
Hingga pada akhirnya asap hitam tersebut menjadi sebuah bola asap dan mengurung tubuh Phobetor di dalamnya. Sandra yang ketakutan tampak menyesal saat melihat Phobetor terkurung di dalam bola asap yang terlihat mengerikan itu. Senyum Dewi Apsarini terlihat sedikit memudar dan menjadi melamun usai menceritakan tragedi yang menimpa Phobetor.
Sandra yang melihat Dewi Apsarini yang tiba-tiba merenung pun bertanya, "Ada apa, Bu. Ibu tampak murung?"
Dewi Apsarini yang tengah melamun menjadi terhentak saat mendengar pertanyaan dari Sandra, dan segera mengembalikan senyumannya seperti sediakala, "Tidak ada apa-apa, Sandra. Aku akan melanjutkan ceritanya."
Sandra hanya mengangguk dengan sebuah pertanyaan yang mengganjal di kepalanya.
"Phobetor yang sudah dirasuki oleh aura kebencian dari Nyupena berubah menjadi Iblis," ujar Dewi Apsarini.
Secara bersamaan asap hitam yang mengurung Phobetor perlahan terbuka. Memperlihatkan wujud Phobetor yang sudah menjadi Iblis. Phobetor saat itu terlihat memliki perawakan tubuh yang kurus dan tinggi, memiliki sepasang sayap yang rusak berwarna hitam, mengenakan jubah kumuh berwarna hitam, membawa sebilah pedang panjang yang mengkilat, bilah pedang tersebut setinggi tubuh Phobetor dengan gagang besi yang selalu terbakar, raut wajahnya terlihat selalu marah dengan lava yang mengalir dari atas kening bagian kanan menuju mata sebelah kiri dan turun menuju pelipis sebelah kiri. Seluruh area bola matanya berwarna hitam, akan tetapi di bagian bola mata sebelah kirinya terdapat sebuah lingkaran berwarna merah menyala berbentuk seperti sebuah cincin.
Di dalam hatinya, Sandra sangat terkejut saat melihat wujud baru dari Phobetor. Sandra menjauhkan kepalanya dari buku ajaib sebagai respon dari ketakutannya terhadap wujud dari makhluk yang berada di hadapannya.
"Kasihan sekali dia," ucap Sandra bersedih,
"Lalu apa yang terjadi dengan Phobetor sekarang?" sambung Sandra
"Phobetor yang sudah dirasuki aura kebencian dari Nyupena menjadi ancaman baru untuk Mayapada dan Madyapada," jawab Dewi Apsarini.
"Sebenarnya apa tujuan Nyupena melakukan semua ini?" tanya Sandra kembali.
"Nyupena adalah kejahatan yang nyata. Nyupena adalah makhluk yang memiliki hasrat untuk menguasai, memiliki kebencian dan amarah yang besar, dan juga pandai dalam menghasut. Tujuan Nyupena melakukan semua ini adalah untuk keluar dari Mayapada dan menguasai seluruh alam," jawab Dewi Apsarini.
Sandra terlihat semakin serius sekaligus merasa takut saat mendengarkan Dewi Apsarini.
"Lalu kenapa Nyupena merasuki Phobetor?"
"Saat Nyupena berhasil disegel 500 tahun yang lalu, dia kehilangan separuh kekuatannya. Hanya aura kebenciannya yang tidak mampu untuk disegel oleh Dewa Dewi Mayapada, dan aura kebencian itu terus berkelana mencari wadah dari tubuh Dewa atau Dewi dunia mimpi untuk dirasuki dan menambah kekuatannya. Hingga pada akhirnya terjadilah insiden yang diriku ceritakan sebelumnya. Dan sekarang Nyupena akan berusaha membebaskan separuh kekuatannya yang masih tersegel," ujar Dewi Apsarini.
Sandra tampak menurunkan bola matanya dan memandang ke arah yang tidak pasti.
"Apakah tidak ada yang bisa menghentikan Phobetor hingga sekarang?"
Setelah mendengar pertanyaan dari Sandra, Dewi Apsarini menurunkan tangan kanannya ke bawah buku ajaib, lalu menutupnya dengan kencang hingga menghasilkan suara yang keras. Sandra yang dari tadi sedang serius memperhatikan seketika menjadi terkejut. Suara buku yang ditutup dengan keras itu menggema ke seluruh ruangan.
"Apa yang ibu lakukan?!" tanya Sandra yang setengah marah.
Lalu Dewi Apsarini kembali membuka bukunya, dan terlihatlah kertas emas dari halaman buku ajaib itu sudah kembali kosong.
"Inilah alasan kenapa dirimu dikirim kemari, Sandra. Hanya dirimu lah yang bisa mengalahkan Nyupena," jawab Dewi Apsarini sambil menatap dalam ke arah Sandra.
Sandra yang mendengar ucapan Dewi Apsarini menjadi sangat tercengang. Dirinya merasa sangat kebingungan.
"T- tunggu, apa maksudnya?"
"Tidak ada yang mampu mengalahkan Nyupena sampai saat ini," ucap Dewi Apsarini dan lalu kembali menaburkan bubuk emas ke atas buku ajaibnya, "Sudah dua tahun sejak Phobetor dirasuki oleh aura Nyupena. Dan selama dua tahun itu juga banyak Dewa dan Dewi yang gugur saat berusaha menghentikan Phobetor," sambung Dewi Apsarini. Terlihat kesedihan tergambar di wajah Dewi Apsarini, tapi meskipun begitu dia tidak menghilangkan senyumannya, hanya terlihat sedikit memudar.
Secara bersamaan dengan ucapan Dewi Apsarini, sebuah ilustrasi bergambar peperangan antara Dewa dan Dewi alam Mayapada melawan Phobetor muncul di atas kertas emas buku ajaib yang ditaburi bubuk emas oleh sang dewi. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa Phobetor adalah ancam yang baru dan tidak bisa diremehkan. Sandra yang melihat raut wajah Dewi Apsarini dan melihat gambar ilustrasi perang pada buku ajaib menjadi sangat ketakutan dan merasa tidak percaya.
"Tidak, Ini semua hanya mimpi ini semua tidak nyata!!" ucap Sandra sambil beberapa kali menggelengkan kepalanya.
"Ini semua memang benar ada, Sandra. cincin yang dirimu pakai di jari manis itulah buktinya. cincin itu adalah jalan masuk ke dalam dunia mimpi," balas Dewi Apsarini sambil menunjuk ke arah cincin yang dipakai Sandra.
Sandra seketika menggenggam cincin yang dia pakai. "Jadi ini yang menyebabkan semuanya terjadi?!" teriak Sandra sambil berusaha menarik cincin tersebut agar terlepas dari jarinya.
Tapi tindakan itu sia-sia karena cincin tersebut tidak mau terlepas dari jari Sandra. Sandra yang mulai merasa geram mengerang keras saat menarik sekuat tenaga cincin perunggu tersebut, tapi itu semua tidak membuahkan hasil.
"Cukup Sandra," sela Dewi Apsarini, dan hal itu berhasil menghentikan tindakan Sandra.
"Tapi aku hanya kebetulan menemukan cincin ini di halaman rumah kosong saat aku pulang kuliah," ucap Sandra dengan cepat karena panik.
"Tidak ada yang namanya kebetulan, Sandra. Semua ini adalah takdir," balas Dewi Apsarini.
"Tapi... Tapi kenapa aku?" tanya Sandra yang menjadi murung dan menundukkan kepalanya.
"Karena dirimu lah yang terpilih," jawab Dewi Apsarini.
"Tapi aku tidak bisa. Coba lihat kalian, kalian yang seorang Dewa dan Dewi saja tidak bisa mengalahkan Nyupena. Bagaimana denganku?" kata Sandra sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, "Aku hanya manusia biasa!" sambung Sandra dengan lantang.
Dewi Apsarini yang melihat Sandra lalu segera menapakkan kakinya yang tidak beralas ke atas lantai, dirinya berjalan mendekati Sandra lalu menyentuh kepalanya dengan tangan kanannya.
"Sandra, musuh yang kita lawan saat ini hanya bisa dikalahkan oleh manusia. kamu ingat dengan cerita ku sebelumnya?"
Sandra yang mendengar pertanyaan itu lalu menatap wajah Dewi Apsarini yang tersenyum ke arahnya. terlihat kedua mata Sandra telah berkaca-kaca.
"Ratusan tahun lalu, kami Dewa dan Dewi Mayapada dibantu oleh kesatria dari Madyapada, yaitu dunia manusia berperang melawan Nyupena. Phobetor yang telah dirasuki oleh Nyupena sekarang, memiliki kekuatan yang sama seperti orang yang sedang bermimpi," ucap Dewi Apsarini.
"Apa maksudnya?" tanya Sandra dengan suara yang bergetar.
"Iblis Phobetor memiliki kekuatan dapat melakukan apapun, menjadi siapapun, dan mengabulkan apapun yang dia inginkan. Sama seperti manusia yang sedang bermimpi. Sedangkan kami, Dewa dan Dewi dunia mimpi tidak mampu melakukannya. Maka dari itu, kami mengirimkan cincin itu ke dunia manusia, cincin itu dapat memilih pemiliknya sendiri, dan saat Mayapada membutuhkan kesatria dari Madyapada, saat itulah cincin tersebut memilih," ujar Dewi Apsarini.
"Jadi... Aku--" belum sempat Sandra selesai berkata, tiba-tiba terjadi sebuah gempa di ruang tersebut.
Sandra yang panik tampak kepayahan saat berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang terguncang.
"Apa lagi ini?!" teriak Sandra yang sudah mulai merasa muak.
"Tidak usah khawatir, Sandra. Ini menandakan jika waktu kita untuk bertemu akan segera berakhir," ucap Dewi Apsarini yang perlahan terbang ke atas.
"Ibu, tubuh mu!" teriak Sandra kembali saat melihat tubuh Dewi Apsarini yang memudar dan mengeluarkan cahaya emas sambil terbang menjauh, begitu juga dengan buku ajaibnya.
"Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan sebelum aku benar-benar menghilang," ucap Dewi Apsarini yang tubuhnya semakin memudar.
Sandra yang tengah berusaha untuk terus seimbang agar tidak jatuh segera mengangguk dan memasang telinganya.
"Cincin itu hanya dapat digunakan saat dirimu tertidur, caranya adalah dengan memakai cincin tersebut di jari manis kanan mu sebelum tidur, lalu tempelkan cincin itu ke kening mu. Dan jika suatu saat cincin itu terasa panas, maka itu menandakan iblis Phobetor muncul di dunia mimpi, dan dirimu harus segera menempelkan cincin itu ke kening mu, dan dirimu akan langsung tertidur. Dan yang terakhir, jika dirimu ingin bertemu dengan ku, maka usap lah cincin itu dan panggil namaku, Dewi Apsarini!" ujar Dewi Apsarini dengan suara lantang.
"Ingat Sandra, keselamatan dunia mimpi dan dunia manusia berada di tangan mu. Semoga dirimu berhasil menyelesaikan tanggung jawab ini," ucap Dewi Apsarini sambil tersenyum lebar untuk terakhir kalinya, dan akhirnya harus menghilang menjadi cahaya dan memudar bersamaan dengan buku ajaibnya.
"Dewi, jangan tinggalkan aku sendirian!" teriak Sandra.
Tiba-tiba gempa yang menimpa ruangan tersebut menjadi semakin besar hingga membelah lantai yang diinjak oleh Sandra. Sandra berusaha untuk menghindari celah yang semakin lebar akibat guncangan yang dahsyat. Sandra melihat bagian lantai yang terlihat masih luas, dan Sandra berinisiatif untuk melompat ke bagian tersebut. Namun naas Sandra harus terjatuh kedalam celah yang gelap itu, raut wajahnya terlihat merasa tidak percaya dan tatapan matanya menjadi kosong.
~~
Nusakarta, Juni 2018
KRING!!!
Sandra sontak bangun dari tidur saat mendengar alarmnya berbunyi. Jantungnya berpacu begitu kencang, sampai-sampai dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri.
Sandra yang saat itu masih memakai kemeja berwarna abu-abu dan celana denim hitam lantas segera bangkit dari tidurnya dan melihat ke arah jam dinding.
"Sudah jam lima pagi," ucap Sandra dengan suara sayup-sayup.
Sandra lalu mematikan jam wekernya yang masih berbunyi keras. Sandra duduk sesaat di atas kasurnya sembari menghela napas dan berfikir sejenak untuk mencerna apa yang baru saja dia alami. Lalu Sandra mengangkat tangan kanannya dan melihat cincin perunggu yang masih terpasang di jari manisnya.
"Cincin ini ya?" kata Sandra lalu mencabut cincin perunggu itu dari jarinya.
Sandra sedikit terkejut karena cincin tersebut dapat lepas dari jarinya, lalu dia meletakkannya ke atas laci yang berada di samping tempat tidurnya. Tidak lupa juga Sandra melepaskan jam tangan yang masih dia pakai di lengan kirinya, dan ditaruh tepat di samping cincin perunggu tadi. Jam tangan yang di pakai Sandra adalah jam analog klasik berwarna silver dengan strap yang terbuat dari stainless steel.
"Semoga saja semua itu hanya mimpi yang tidak berarti," ucap Sandra yang lalu beranjak dari tempat tidurnya.
***
"Nek, Sandra berangkat dulu ya!"teriak Sandra kepada seseorang di rumahnya.
Sandra pagi itu terlihat rapih dengan mengenakan setelan kemeja flanel berwarna merah yang seluruh kancingnya dibiarkan terbuka, lengan kemejanya yang panjang dilipat ke atas siku, Sandra juga memakai kaos sebagai daleman berwarna hitam dengan sablon berwarna emas bertuliskan My Queen pada bagian dadanya, bawahannya mengenakan celana denim berwarna biru kelasi, menggendong tas ransel berwarna hitam di punggungnya, rambutnya yang pendek diikat dengan mengumpulkan sedikit bagian tengah rambutnya.
"Gak sarapan dulu, San?!" sahut suara wanita tua dari arah dapur.
"Gak nek, nanti beli nasi uduk pak Tarmin aja!" jawab Sandra yang tengah memakai sepatu sneakers berwarna putih di dekat pintu.
Saat selesai memakai sepatunya, Sandra yang hendak menarik gagang pintu tiba-tiba teringat akan barang penting yang tertinggal di kamarnya. Sandra lantas berlari kembali ke kamarnya, suara langkah kakinya terdengar keras hingga ke seluruh ruangan.
Sandra yang telah berada di depan pintu kamarnya, cepat-cepat segera membuka pintu tersebut, terlihat sebuah lemari baju yang ditaruh berhadapan dengan pintu kamar. Tidak jauh dari lemari tersebut, terdapat tempat tidur milik Sandra yang di sebelahnya terdapat sebuah laci kecil berwarna putih, tembok seluruh ruangan kamar itu berwarna biru tua, dan hanya ada satu jendela kecil dengan gorden putih berada di hadapan meja belajar yang terletak di sudut ruangan. Sandra lalu berjalan mendekati lemari bajunya yang sudah dilengkapi dengan cermin.
"Agak aneh sih, tapi gak papa lah. Emang dasarnya gak jago dandan," ucap Sandra yang tengah bercermin kepada dirinya sendiri.
Nampak Sandra memutar-mutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri untuk melihat fashionnya. Setelah beberapa kali melihat-lihat, Sandra lalu tersenyum dan tertawa kecil, menertawakan gaya berpakaiannya.
"Dah lah ngapain juga dipikirin, yang penting nyaman dipakai," ucap Sandra yang tersenyum, lalu berjalan menuju lacinya.
Sandra lalu mengambil jam tangannya yang tertinggal di atas laci lalu segera memakainya. Di atas laci tersebut juga terdapat barang-barang miliknya, seperti lampu tidur, bingkai foto dengan foto Sandra saat masih kecil, dan jam weker berwarna hitam dengan model berbentuk kepala kucing.
Saat Sandra tengah memakai jam tangannya di lengan kiri, tiba-tiba pandangannya tertuju ke arah cincin perunggu yang tergelak di atas lacinya, cincin yang membawa dirinya kepada mimpi aneh semalam. Sandra yang telah selesai memakai jam tangannya lalu mengambil cincin tersebut. Perasaannya campur aduk saat memegang cincin tersebut, Sandra masih merasa tidak percaya akan kekuatan cincin perunggu itu.
Sandra lalu mengangkat cincin perunggu itu dengan ibu jari dan jari telunjuknya, lalu menutup sebelah matanya dan mengintip ke dalam lubang cincin tersebut sambil berkata,
"Baiklah, mungkin ada sesuatu di dalam sini. Atau mungkin aku sudah tidak waras karena masalah hidup ku."
"Sandra?" suara wanita tua yang tiba-tiba muncul di belakang Sandra.
Sandra yang tengah fokus melihat ke dalam lubang cincin itu seketika menjadi terkejut hingga melemparkan cincin yang dia pegang ke udara. Beruntungnya cincin tersebut dapat ditangkap Sandra kembali.
"Kamu belum berangkat?" tanya wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya.
Terlihat wanita tua berusia 65 tahun yang memakai daster berwarna biru dengan gambar bunga berwarna hitam dan putih dibeberapa titik dari daster tersebut, rambutnya yang sudah beruban disanggul, dan kulit wajahnya yang sudah mulai keriput.
"Ehh.. Nenek. Belum nek," jawab Sandra yang tengah menggaruk-garuk kepalanya.
"Kamu ngapain kok masih di kamar, pakai sepatu pula?" tanya neneknya kembali.
"Jam tangan Sandra tadi ketinggalan, nek," jawab Sandra yang sedang berpura-pura membenahi posisi jam tangannya.
Terlihat tangan kiri Sandra yang dipakaikan jam tangan sedang mengepal.
Sang nenek tiba-tiba menjadi terkejut saat melihat jam tangan yang dipakai oleh Sandra.
Dengan terharu, si nenek segera mendekati cucunya itu sambil berkata, "Sandra, kamu memperbaiki jam tangan itu?"
Sandra yang terkejut tidak bisa menghindar saat neneknya meraih tangan kirinya. Sang nenek lalu melihat jam tangan tersebut dengan mata yang berkaca-kaca dan senyum kecil di bibirnya. Sandra yang bingung saat melihat neneknya mengeluarkan air mata hanya bisa terdiam sambil terus mempertahankan genggaman tangan kirinya.
Sang nenek lalu mengusap air matanya dan mengatakan, "Nenek tidak pernah menyangka kamu bakalan memperbaiki jam tangan ini."
Sang nenek lalu melepaskan genggamannya dan lalu kedua tangannya meraih kerah kemeja Sandra dan merapihkannya.
"Lebih baik sekarang kamu segera berangkat kuliah," ucap sang nenek sambil merapikan kerah kemeja Sandra, "Kamu beneran gak mau sarapan dulu?" sambungnya.
"Iya nek," jawab Sandra.
"Uang saku mu masih kan, San?" tanya sang nenek yang masih merapikan kerah kemeja cucunya itu.
"Masih nek. Nenek gak usah khawatir sama uang jajan Sandra. Sandra kan udah kerja sekarang, walaupun cuma part time" jawab Sandra yang tersenyum kepada neneknya.
Sandra lalu memeluk neneknya, dan sang nenek membalas pelukan tersebut. Terlihat tangan kiri Sandra yang masih mengepal untuk menyembunyikan cincin perunggu nya. Setelah beberapa saat, Sandra melepaskan pelukannya, begitu juga dengan sang nenek.
"Sandra berangkat dulu ya, nek," ucap Sandra sambil memegang kedua bahu neneknya, dengan satu tangannya yang masih mengepal.
Sang nenek lalu tersenyum lembut ke arah Sandra.
"Iya, belajar yang sungguh-sungguh. Jangan lupa sarapannya."
"Iya nek," balas Sandra, lalu mencium kening neneknya dan berjalan pergi dengan bahagia.
Sang nenek hanya tersenyum saat melihat cucunya keluar kamar, meninggalkan dirinya sendirian di dalam ruangan tersebut. Sebelum dirinya ikut meninggalkan ruangan itu, pandangan sang nenek tiba-tiba tertuju kepada foto masa kecil Sandra yang berada di atas laci. Terlihat Sandra yang masih berusia lima tahun tengah mengenakan seragam TK. Senyum sang nenek semakin lebar, dirinya merasa bangga memiliki cucu yang gigih seperti Sandra. Setelah beberapa saat memandangi foto tersebut, sang nenek lalu beranjak pergi untuk kembali merapikan rumah.
***
"Pakde, nasi uduknya masih?" tanya Sandra yang tengah menggeser kursi plastik.
Sandra saat itu sudah berada di sebuah kedai nasi uduk langganannya. Tempat itu terlihat sederhana, hanya terdapat sebuah gerobak jualan bertuliskan "Uduk Tarmin" yang di dalamnya terdapat rice bucket, beberapa nampan lauk yang terlihat sudah kosong,dan sebuah kaleng kerupuk yang isinya hanya tersisa setengah. Kedai itu juga memiliki dua buah meja yang di atasnya terdapat sebuah wadah berisikan sambal, masing-masing meja memiliki enam buah kursi. Sandra terlihat sedang duduk sendirian di kedai itu.
"Eehh... Nduk Sandra, sehat?" sapa pak Tarmin dengan suara medoknya.
Terlihat pria yang berusia sekitar 45 tahun yang mengenakan kaus oblong polos berwarna coklat, dan celana pendek berwarna hitam, terdapat juga sebuah serbet kotak-kotak yang dikalungkan di lehernya.
"Sehat pak," jawab Sandra sembari tersenyum, "Nasi uduk nya masih, pak?" sambungnya mengulangi pertanyaan.
Pak Tarmin mengangkat telunjuknya lalu berkata dengan suara medok khasnya,
"Nah... Kebetulan nasinya tinggal satu porsi,"
"Nah... Kalau begitu buat saya," balas Sandra sambil menirukan gerakan pak Tarmin dan suara yang dibuat medok.
"Haha. Nduk Sandra bisa aja," balas pak Tarmin tertawa kecil, "Minumnya apa?" sambungnya.
"Teh Hangat aja deh, pakde. Jangan manis-manis," jawab Sandra.
"Oke ditunggu ya."
Sandra hanya mengangguk sembari tersenyum ke arah pak Tarmin yang bergegas membuatkan pesanan Sandra.
***
"Gawat nihh, telat gue!" ucap Sandra yang baru saja keluar dari dalam lift.
Jam tangannya saat itu menunjukkan pukul 8.30, Sandra berlari pelan melewati orang-orang yang tengah berlalu-lalang di dalam lorong kampusnya.
"Permisi, numpang lewat!" seru Sandra kepada orang yang dilaluinya.
Setelah beberapa saat berlari, Sandra akhirnya melihat kelasnya hingga membuatnya tersenyum lega. Sandra yang akhirnya berdiri tepat di depan pintu terlihat cemas saat ingin membukanya, saat Sandra ingin mendorong pintu tersebut, tiba-tiba keluarlah seorang pria yang terlebih dahulu membuka pintu kelas itu dari dalam. Sandra menjadi terdiam saat melihat pria yang berdiri tepat dihadapannya itu sambil menatapnya.
Pria itu tampak mengenakan jaket varsity berwarna biru dongker dengan daleman kaos hitam polos, mengenakan celana denim hitam, dan juga mengenakan sepatu loafers berwarna coklat. Rambutnya yang hitam klimis dengan model undercut yang cocok dengan wajahnya yang blasteran arab.
"B- Bakti?" ucap Sandra yang menjadi gagap saat menyebut nama pria yang berdiri di hadapannya itu.
Terlihat wajah Sandra yang sedikit memerah saat berhadapan dengan Bakti.
"Sandra?" balas Bakti lalu menatap Sandra dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"B- Ba- Bakti?" ucap Sandra yang semakin gugup.
Bakti lalu tertawa kecil dan berkata,
"Iya Sandra?"
"M- Mau kemana?" tanya Sandra.
"Mau keluar," jawab Bakti yang sedikit tersenyum.
"Lhoo, Gak kuliah?" tanya Sandra kembali, tampak rasa malu tergambar pada wajah Sandra.
"Kuliah, kan dosennya telat," jawab Bakti "Lu gak buka grup ya?" sambungnya bertanya.
Sandra sedikit terkejut saat mendengar berita tersebut, tatapan matanya beralih ke arah lantai sambil memasang senyum yang dipaksa.
Sandra kembali menatap Bakti dengan masih memasang senyumnya lalu berkata,
"Gue dari semalam gak buka HP sama sekali, jadi gak tau info apa-apa."
"Oohhh, ya infonya cuman itu sih. Jam kelasnya diundur jadi jam sembilan," ucap Bakti lalu menatap keluar kelas, "Dari pada gabut di dalam kelas, mending keluar jalan-jalan," sambungnya dan kembali menatap Sandra.
Sandra hanya terdiam dengan tatapan mata yang kosong.
"Sandra?" ucap Bakti memanggil Sandra yang melamun.
Sandra seketika tersentak kecil saat mendengar suara Bakti.
"Kelihatannya lu capek banget?" tanya Bakti, "Ya udah kalau begitu, gue keluar dulu," sambung Bakti sambil melambaikan tangannya dan berjalan keluar.
Sandra hanya terdiam saat melihat Bakti pergi meninggalkannya, lalu Sandra diam-diam melambai kecil ke arah Bakti yang sudah tak terlihat. Sandra seketika menghela napas lega, lalu dia melihat sekeliling. Hanya terdapat lima orang yang sudah duduk di dalam ruangan. Sandra lalu bergegas menuju meja paling belakang, menghampiri seorang wanita yang dari tadi fokus kepada laptopnya, raut wajah wanita itu terlihat masam.
"Pagi Amanda," sapa Sandra kepada wanita tersebut.
"Hhmm," gumam Amanda sambil mengangkat kedua alisnya.
"Dosennya telat kenapa, Nda?" tanya Sandra lalu duduk di bangku yang berada tepat di samping Amanda.
"Emangnya lu gak buka grup, apa?" balas Amanda dengan nada sedikit yang kesal.
"Gue dari semalam gak buka HP. Gila, capek banget gue, Nda," ujar Sandra lalu menopang keningnya di atas meja menggunakan tangan kanannya.
"Lu kemarin kerja ya?" tanya Amanda masih dengan nada kesal seraya menutup laptopnya.
Sandra yang sedang menopang keningnya hanya mengangguk.
"Gitu ya lu, gak ajak-ajak gue!" seru Amanda.
"Katanya lu kemarin banyak tugas, makanya gak gue ajak," balas Sandra yang tengah memejamkan kedua matanya.
Sandra seketika merasakan pusing, kepalanya terasa berputar hebat. Sandra samar-samar masih bisa mendengar suara Amanda yang mengoceh karena kesal kepada dirinya. Lalu tiba-tiba, muncul suara yang berdenging kencang hingga membuatnya tidak bisa mendengar apa-apa. Suara tersebut lama kelamaan mendekatinya, hingga akhirnya suara itu masuk ke telinga Sandra.
~~
Sandra tiba-tiba terbangun di depan pintu lift, napasnya berhembus cepat, bersamaan dengan detak jantungnya yang berdetak kencang. Ia lalu segera berdiri dari tidurnya dan melihat ke arah indikator lift yang menunjukkan angka dua. Sandra kemudian melihat sekeliling, ia tengah berdiri disebuah lobi yang hanya disinari oleh lampu-lampu yang sudah redup, tidak ada siapapun di ruangan tersebut selain Sandra seorang. Suasana yang mencekam itu membuat rasa takut sekaligus bingung mulai menyelimuti Sandra. Ia lalu berjalan beberapa langkah, dan mendapati dua buah koridor yang berada di sisi kanan dan kirinya. Seketika Sandra sadar, dia berada di lantai dua kampusnya, tempat dimana kelas untuk jam pertama Sandra berada.
Sandra berada di antara dua koridor, yang mana jika Sandra berjalan ke koridor sebelah kanan, dia akan mendapati kelasnya, dan jika dia berjalan ke koridor sebelah kiri, dia akan mendapati tiga ruangan kelas yang sudah tidak terpakai dan dialih fungsikan menjadi gudang. Sandra yang ketakutan mulai mengusap-usap cincinnya dengan tangan yang mulai sedikit gemetar, wajahnya terlihat mulai menjadi sedikit pucat. Dirinya sangat kebingungan saat tiba-tiba berpindah ke tempat yang terlihat mengerikan itu.
"Halo, ada orang disini?!" teriak Sandra lalu menoleh ke kanan dan ke kiri.
Sandra tidak kunjungan mendapat jawaban teriakannya, dan setelah beberapa saat mengamati tempat itu, ia memutuskan untuk menelusuri koridor yang mengarah ke kelasnya. Dirinya terdiam sejenak sebelum mengambil langkah pertama untuk mengambil napas dan mengumpulkan keberanian. Setelah beberapa saat kemudian, ia menapakkan langkah pertamanya,dan berjalan dengan Hati-hati. Setelah lama berjalan, Sandra tidak kunjungan menemukan kelasnya, hingga Sandra menyadari bahwa dirinya telah kembali ke lobi, tempat dia pertama kali terbangun. Sandra merasa tidak percaya dan terkejut dengan kejadian itu, ia lalu kembali menelusuri koridor yang sama sambil berlari.
Sandra yang kelelahan akhirnya berhenti dengan napas yang terengah-engah hingga membungkuk, dirinya harus menerima kenyataan bahwa dia telah kembali ke tempat semula. Sandra dengan membungkuk lalu menoleh kebelakang dan akhirnya mulai mengerti, dia hanya berputar-putar dari koridor kanan dan keluar dari koridor kiri, dan jika benar dia berada di kampusnya, maka hal itu tidak mungkin terjadi. Sandra yang mulai sangat ketakutan segera berlari ke arah lift dan menekankan-nekan tombol lift tersebut. Akan tetap, apa yang dilakukan Sandra itu sia-sia. Lift tersebut tidak bergerak sama sekali, dan indikatornya tetap menunjukkan angka dua. Sandra yang semakin panik perlahan berjalan mundur dan bersandar ke dinding di antara dua koridor. Ditengah keputusasaannya, tiba-tiba terbesit sebuah pemikiran dari dalam benaknya. Sandra berfikir ingin menelusuri koridor sebelah kiri, koridor yang terlihat lebih gelap dari pada koridor yang dia telusuri sebelumnya.
Sandra melihat ke arah koridor tersebut, ia lalu berdiri menghadapnya sambil menatap tajam ke dalam koridor yang terlihat menakutkan itu. Sandra menelan ludah dalam-dalam dan mulai berjalan perlahan ke dalam koridor itu. Setelah beberapa saat, Sandra melihat tiga ruang kelas yang sudah menjadi gudang. Pintu gudang yang berada di tengah terlihat sedikit terbuka dan memancarkan cahaya terang dari dalam. Sandra tanpa pikir panjang bergegas menghampiri pintu tersebut dan membukanya. Kedua matanya seketika terbuka lebar saat melihat ke dalam gudang tersebut.
"Kenapa. Kenapa aku tidak bisa menyelamatkannya!?" teriak seorang pria yang berdiri menghadap ke dinding dan memegang sebuah pisau di tangan kanannya.
Sandra yang masih memegang gagang pintu itu terlihat sangat kebingungan lalu berkata,
"Permisi, pak?"
Pria misterius itu segera membalikkan tubuhnya saat mendengar suara Sandra. Sandra kembali dibuat terkejut saat melihat wajah pria misterius itu. Dia adalah Andi, teman Sandra yang dia dapatkan dari ospek dulu, teman yang sudah akrab dengan Sandra. Penampilan Andi terlihat sangat kumuh, dan keringat yang terus mengalir membasahi wajah dan pakaiannya.
"Cincin itu!" teriak Andi sambil menunjuk menggunakan pisaunya ke arah tangan Sandra yang mengenakan cincin,
"Lepaskan cincin itu, Sandra!" sambung Andi dengan berteriak dan kedua matanya memelototi Sandra.
Sandra dengan reflek segera menggenggam cincinnya. Sandra mulai merasa takut saat Andi berteriak dan menodongkan pisau ke arah dirinya.
"A- Andi?" ucap Sandra.
"Cincin itu, lepaskan cincin itu Sandra!" teriak Andi kembali.
"A- apa maksudmu, Andi?" tanya Sandra kebingungan.
Andi lalu menurunkan pandangan dan pisaunya kemudian mulai termenung, terlihat seperti menyesali sesuatu.
"Cincin itu, karena cincin itulah aku kehilangan semuanya," ucap Andi dengan suara yang bergetar.
"Apa maksudmu?" tanya Sandra yang semakin kebingungan.
"Sandra dengarkan aku," ucap Andi yang lalu mengarahkan pisau ke lehernya sendiri.
Sandra yang melihat tindakan Andi tersebut menjadi terkejut dan panik.
"Andi, lu mau ngapain?!" teriak Sandra.
"Jika kamu tidak ingin kehilangan semuanya, lepaskan cincin itu," ucap Andi lalu menyayat lehernya sendiri.
Andi lalu menjadi tidak stabil dan akhirnya tersungkur ke lantai, tubuhnya mengalami kejang, darahnya mengucur deras keluar dan mewarnai lantai ruangan tersebut. Andi sempat mengeluarkan suara seperti mengerang.
Sandra yang melihat kejadian itu menjadi sangat ketakutan hingga membuatnya berteriak histeris sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"AAAAHHH!!!!"
***
"AAAAHH!!!" teriak Sandra yang tiba-tiba terhentak dari tidurnya di atas meja yang sontak mengejutkan seisi kelas.
Sandra terlihat terengah-engah dengan keringat membasahi wajahnya yang kebingungan. Sandra yang masih diselimuti ketakutan melihat ke arah teman-temannya yang terheran-heran menatap dirinya. Begitu juga dengan Bu Ida yang baru sampai, dosen yang mengajar pagi itu. Sandra dengan malu segera memalingkan wajahnya ke kiri sambil menutupinya dengan kedua tangannya, dan mendapati Amanda yang melongo ke arahnya.
"Sandra, kenapa kamu?" tanya Bu Ida lalu berjalan menghampiri Sandra.
Sandra lalu bergegas membenarkan posisi duduknya saat Bu Ida berjalan mendekatinya.
"Gak kenapa-kenapa, bu," jawab Sandra sambil tersenyum malu.
"Mungkin dia kecapean, Bu," celetuk Bakti yang duduk di depan meja Sandra.
"Emang benar begitu, San?" tanya Bu Ida yang berdiri di depan meja Sandra sambil menatap wajahnya.
Merasa itu adalah alasan yang tepat, Sandra lalu mengangguk kecil sambil berkata,
"Iya Bu, kemarin saya kerja sampai larut malam."
Bu Ida lalu menghela napas pendek dan berkata,
"Yasudah, kamu ke belakang dulu terus cuci muka."
"Iya Bu," jawab Sandra sambil menghela napas dan segera beranjak dari kursinya.
Saat Sandra ingin membuka pintu, ia melihat ke arah Amanda yang masih melongo ke arahnya.
"Oke semua, fokus ke depan," perintah Bu Ida sambil berjalan kembali ke mejanya. "Untuk Amanda, saya ada kuis buat kamu," sambung Bu Ida.
Amanda yang mendengar perkataan Bu Ida menjadi sangat terkejut dan membuat mulutnya semakin terbuka lebar.
*
Sandra yang berlari kecil untuk menuju ke toilet tiba-tiba menghentikan langkah kakinya saat melihat koridor yang sama seperti di dalam mimpinya, lorong yang mengarah ke gudang, tempat kejadian mengerikan yang baru saja dia lihat di dalam mimpinya. Perasaan Sandra menjadi campur aduk saat melihat koridor tersebut, firasatnya mengatakan dia harus menghampiri gudang itu, akan tetapi perasaan takut menyelimuti dirinya hingga membuatnya bimbingan, Sandra terdiam sesaat untuk mengambil keputusan.
Setelah beberapa saat terdiam untuk berfikir, ia akhirnya memberanikan diri untuk menghampiri gudang tersebut karena firasatnya yang terasa begitu kuat. Sandra dengan tenang berjalan di dalam koridor yang disinari cahaya matahari pagi itu. Terlihat suasana koridor begitu sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang di dalamnya, dan seorang pria yang merupakan petugas kebersihan di kampus tersebut yang tengah menyapu lantai. Sandra hanya berjalan tanpa berkata sepatah katapun saat melewati mereka hingga akhirnya Sandra melihat ruangan yang dia tuju. Gudang tersebut berada di bagian ujung koridor yang membuatnya jarang di datangi oleh orang-orang, ditambah lagi tempat itu yang sedikit tersembunyi, dan juga gudang tersebut tempat barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai.
Sandra yang semakin dekat dengan pintu gudang berwarna coklat itu mulai merasakan kegelisahan yang muncul di dalam hatinya, membuat Sandra memelankan langkah kakinya, detak jantungnya juga tiba-tiba berdecak dengan kencang. Sandra menuju pintu kedua dari tiga pintu tersebut, pintu yang sedikit terbuka persis seperti di dalam mimpinya.
Saat tangannya ingin meraih gagang pintu tersebut, tiba-tiba sebuah suara misterius muncul di dalam kepalanya.
"Jangan buka pintunya."
Suara itu muncul beberapa kali hingga menyebabkan sakit kepala. Rasa sakit tersebut membuat tangan yang ingin meraih gagang pintu seketika beralih memegang kepalanya. Sandra mengerang kecil agar tidak ada yang mendengarnya.
"Si- siapa kamu?" tanya Sandra kepada suara misterius di dalam kepalanya sambil menahan sakit.
Terlihat juga Sandra beberapa kali ingin terjatuh, tapi hal itu dapat dicegah olehnya dengan cara menyandarkan tubuhnya ke dinding yang berada di dekatnya. Sandra dengan meraba-raba dinding terus berusaha untuk meraih gagang pintu yang mulai terlihat kabur di pandangannya. Sandra tidak menghiraukan suara misterius yang masih terus melarangnya itu, karena Sandra masih percaya pada firasatnya untuk membuka pintu gudang tersebut.
Hingga pada akhirnya, Sandra bisa meraih gagang pintu tersebut, dan seketika rasa sakit di kepalanya menghilang, begitu juga dengan suara misterius yang terus melarangnya. Sandra lalu menghela napas lega sambil meraba-raba kepalanya yang tidak lagi merasa sakit. Sandra menatap tajam ke arah gagang pintu yang sudah berada di genggamannya, gadis itu lalu menelan ludah dan mulai mendorong pintu kayu tersebut, napasnya terasa berat saat merasakan pintunya yang semakin terbuka lebar.
Saat pintu gudang itu sudah sepenuhnya terbuka, seketika raut wajah Sandra menjadi sangat terkejut, bibirnya terlihat bergetar seperti ingin mengungkapkan sesuatu, kedua matanya terbuka lebar memancarkan ketakutan yang besar, tangan kanannya yang menggenggam gagang pintu terlihat gemetar dengan hebat, napasnya menggebu cepat, Sandra yang sudah tidak tahan akhirnya berteriak histeris sambil menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.
"AAAAHHH!!!"
Teriakan tersebut membuat orang-orang disekitar menjadi terkejut dan seketika melihat ke arah Sandra. Sandra lalu berjalan mundur menjauh dari pintu gudang tersebut hingga menabrak dinding yang berada di belakangnya, kedua kakinya menjadi lemas memaksa Sandra harus merosot turun dan terduduk.
Sandra yang sangat ketakutan menunjuk-nunjuk ke dalam gudang sambil berusaha untuk mengatakan sesuatu dengan suara yang bergetar dan terbata-bata,
"A- An- Andi!?"
Nampak tubuh Andi yang sudah tidak bernyawa dengan berlumuran darah, tergeletak dengan posisi terlentang di atas lantai, tampak sebuah luka sayatan benda tajam di lehernya, dan juga terdapat sebilah pisau yang sudah berlumuran darah berada di genggaman tangan kiri Andi.
Orang-orang yang berada di sekitar pun segera menghampiri Sandra yang terduduk lemas sambil menunjuk ke dalam gudang. Saat beberapa orang yang menghampiri Sandra bertanya tentang apa yang terjadi, tiba-tiba seorang wanita berteriak histeris saat melihat ke dalam gudang sambil menunjuk ke dalamnya, kejadian tersebut menarik perhatian orang lain yang berada di sana dan ikut melihat ke dalam gudang. Seketika mereka semua ikut menjadi terkejut saat melihat tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa, situasi di tempat tersebut menjadi gaduh dan kacau, beberapa orang terlihat tidak kuat saat melihat tubuh Andi yang berlumuran darah dan memilih untuk pergi, dan beberapa orang berlari untuk meminta pertolongan.
Kegaduhan tersebut membuat para pelajar yang berada di dalam kelas yang berdekatan dengan gudang berlarian keluar untuk melihat apa yang terjadi, begitu juga dengan pelajar yang berada di dalam kelas Sandra saat mendengar teriakan kencang dari luar. Nampak Sandra menjadi terdiam dan perlahan menurunkan telunjuknya yang dari tadi menunjuk ke arah jasad Andi, tatapan matanya menjadi kosong, serta raut wajahnya yang perlahan menjadi datar.
~~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!