"Mas, kamu tidak sarapan dulu?" ujar Sherly yang tengah mengejar Rian yang sudah terlebih dahulu melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil.
"Aku sarapan di kantor saja," jawab Rian yang bahkan terdengar tergesa-gesa.
Sherly yang melihat kepergian Rian hanya menganggukan kepalanya dengan pelan, entah kenapa akhir-akhir ini Rian selalu terlihat tergesa-gesa, bahkan bisa dibilang Rian selalu sibuk dengan urusannya.
Saat Sherly bertanya soal kesibukan pria itu, Rian akan selalu menjawab jika dia tengah mengurus proyek yang sangat penting. Sherly bisa berkata apa? Ditambah Rian juga masih sempat mengabarinya jika terjadi sesuatu.
Rian juga sesekali meluangkan waktu untuk anak perempuan mereka, walau bisa dibilang hanya beberapa jam, mau bagaimanapun, Sherly harus mengerti akan kesibukan Rian.
"Bun, ayo!"
Sherly yang awalnya sempat terbengong segera mengerjapkan matanya, dia bahkan tersenyum tipis saat melihat Amelia Ningsih, putri satu-satunya telah siap untuk berangkat ke Sekolah.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Sherly untuk mengantarkan dan menjemput Amelia dari Sekolah. Menjadi ibu rumah tangga biasa membuatnya harus bisa mengerjakan semua hal.
"Ayo!"
Ibu dan anak itu lalu melajukan motor meninggalkan perkarangan rumah, jarak dari rumah dan sekolah lumayan jauh, biasanya setelah mengantarkan Amelia, Sherly akan singgah sebentar di rumah orang tuanya.
"Assalamualaikum," ujar Sherly sambil melangkahkan kakinya, dia terus melangkah menuju ke dapur, biasanya jam segini keluarganya tengah berkumpul untuk sarapan.
"Loh, Diana mana, Bu?" Sherly duduk di meja makan, mengambil sebuah apel lalu mengupasnya, biasanya Diana berangkat ke kampus agak siang.
"Kamu tidak ingat? Diana sedang magang di tempat Rian bekerja."
Sherly menepuk jidatnya, dia benar-benar lupa dengan itu, Dia dan Diana bisa dibilang lumayan dekat, Sherly yang sedikit pendiam dan Diana yang suka bicara menjadi kombinasi yang pas untuk kakak adik itu, bahkan bisa dibilang mereka jarang bertengkar karena Sherly yang bersikap dewasa dan sering mengalah, karena memang sikap Diana yang tidak mau kalah dan terlalu manja.
"Sherly lupa, habisnya jam segini Diana masih ada di rumah. O ya, bagaimana hubungan Diana dengan Fahri?"
"Ibu lihat baik-baik saja, bahkan nak Fahri juga sering berkunjung ke rumah, ibu lihat nak Fahri orangnya juga baik," jelasnya dengan tatapan mata yang begitu bahagia membuat Sherly hanya tersenyum tipis.
Ibu selalu begitu jika membahas perihal Diana, sejak dahulu Diana selalu diprioritaskan, bahkan apapun yang diinginkan oleh anak itu pasti selalu dikabulkan, sangat berbeda dengan Sherly yang sudah terbiasa hidup mandiri.
Entah berapa lama Sherly di sana, setelah sudah lumayan siang, dia segera izin untuk pulang karena akan mengantarkan makan siang untuk Rian, entah kenapa Sherly malah ingin bertemu dengan Rian.
Dengan langkah yang ringan dan penuh kegembiraan, Sherly melangkahkan kaki memasuki perusahaan tempat Rian bekerja, memang Sherly sudah lumayan sering ke sini, bahkan beberapa rekan kerja Rian sudah kebal dengan Sherly.
"Mas, aku ... eh, ada Diana juga." Sherly yang baru saja membuka pintu hanya tersenyum kikuk saat melihat Rian dan Diana tengah makan bersama, hanya berdua saja.
"Mbak, kenapa datang ke sini? Ayo duduk." Diana tiba-tiba berdiri, bahkan wanita itu menarik tangan Sherly untuk duduk di dekat Rian, sedangkan Sherly yang mendapatkan perlakuan seperrti itu hanya tersenyum tipis.
"Padahal aku sudah membawa makan siang untuk kalian," keluh Sherly pura-pura kesal membuat Rian mengacak jilbab Sherly dengan pelan, bahkan Diana yang melihat itu hanya bisa tersenyum kaku.
"Tidak apa-apa, nanti akan aku makan," ujar Rian dengan tatapan hangat kepada Sherly.
Bagaimana Sherly tidak jatuh cinta dengan Rian? Perlakuan dan tatapan Rian kepadanya selalu membuat hati Sherly berbunga-bunga, makanya Sherly mau menikah dengan Rian. Bagi Sherly, Rian adalah pria yang sempurna, bahkan Sherly sangat beruntung bisa menikah dengan Rian.
"Mas, nanti kamu bisa pulang cepat, nggak? Amelia katanya mau makan bersama."
Rian sejenak terdiam, bahkan dia melirik Diana yang sejak tadi hanya diam, tentu saja Sherly menatap Rian dengan tatapan penuh keheranan, ada apa dengan Rian?
"Mas?" Sherly menyentuh tangan Rian dengan pelan membuat pria itu tersentak kaget, bahkan Rian segera tersenyum menutupi keterkejutannya.
"Iya bisa, nanti aku pulang cepat."
Mendengar itu Sherly tersenyum lebar, bahkan dia segera melirik jam sebelum akhirnya berdiri karena harus menjemput Amelia.
"Mas, Diana, aku pulang dulu, sudah waktunya Amelia menjemput Amelia."
Mendengar ucapan Sherly, Rian ikut berdiri, berniat untuk mengantarkan Sherly sampai ke depan tetapi Sherly melarang Rian untuk ikut.
"Kamu sama Diana lanjut aja makannya, aku pergi dulu, Wassalamualaikum." Sherly menyalami telapak tangan Rian lalu melambaikkan tangan meninggalkan Rian yang kembali masuk ke dalam ruangannya.
Malam datang begitu cepat, Sherly yang tengah menyiapkan makan malam tersenyum lebar saat mendengar suara bel berbunyi, bahkan Amelia juga berlari menuju ke arah pintu depan.
"Papa!" teriak Amelia sambil memeluk Rian, bahkan Rian mengecup pipi Amelia dengan penuh kasih sayang, Sherly yang melihat kedatangan Rian tersenyum dengan lebar.
"Ada Diana juga?"
Diana yang memang berada di belakang Rian tersenyu lebar, dia menganggukan kepala seraya mencubit pipi Amelia yang masih berada di gendongan Rian.
"Iya mbak, mas Rian ngajak aku ikut makan malam sama mbak, lagian aku juga udah lama enggak ngobrol sama Amelia," jelas Diana yang diangguki oleh Sherly.
"Iya, lagian kamu apsti udah lapar, nanti pulangnya biar mas saja yang mengantarkanmu."
"Amelia, main dulu sama Aunty, Bunda sama papa mau ke kamar dulu," lanjut Sherly yang diangguki oleh Amelia, bahkan Amelia mengajak Diana untuk langsung menuju ke dapur, memang Amelia selalu menuruti perkataan dari Sherly.
Sherly dan Rian lalu menuju ke kamar, bahkan hanya sebentar, mereka berdua lalu melangkah menuju ke arah meja makan, di sana Amelia dan Diana tengah asik berbicara.
"Kalian lagi ngobrolin apa? Sepertinya seru banget," tanya Sherly seraya mengambil nasi untuk Rian dan Amelia.
"Ini mbak, Lia cerita tadi dia dikerjain sama teman-temannya, mana lucu banget lagi," cerita Diana sambil tertawa cukup keras.
"Ih, aunty udah janji tadi jangan cerita sama bunda!" Amelia mengembungkan kedua pipinya membuat Diana semkain tertawa, bahkan dia mencubit kedua pipi Amelia dengan begitu gemas.
"Iya maaf, aunty lupa. jangan marah gitu dong! Besok aunty belikan boneka deh," tawar Diana membuat Amelia menatapnya dengan tatapan penuh harap.
"Udah, makan dulu nih, nanti keburu dingin lagi!" peringat Sherly kepada dua orang yang tegah asik bercanda itu.
"Bunda enggak asik," kesal Amelia walau akhirnya tetap menuruti ucapan Sherly.
"Iya, bundamu memang enggak asik, bagaimana kalo aunty aja yang jadi bunda kamu?"
"Diana!"
\*\*\*
Sontak Diana dan Sherly tiba-tiba mengangkat kepala secara bersamaan, bahkan Rian menjadi sedikit gelagapan karena Sherly tengah menatapnya dengan tatapan heran, walau sebenarnya Rian berhasil mengalihkan kesadaran Sherly dari ucapan Diana barusan.
"Cepat selesaikan makannya, agar nanti kamu sampai rumah tidak terlalu malam," ujar Rian.
"Iya mas ... eh, kakak ipar," koreksi Diana saat menyadari jika sekarang dia tengah bersama Sherly, bahkan Sherly yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Pa, Lia mau ikut mengantarkan aunty." Amelia menatap Rian penuh harap, bahkan dia juga menatap Sherly yang tentu saja diangguki oleh Sherly.
Melihat Sherly yang juga akan ikut, Diana tampaknya keberatan akan hal itu, terbukti dengan tatapan Diana ke arah Rian, seakan peka dengan raut wajah Diana, Rian menyarankan supaya Amelia belajar saja di rumah bersama Sherly.
"Bukannya kamu ada PR?" tanya Rian mencoba membujuk Amelia supaya dia tidak jadi ikut.
Awalnya Amelia tetap mau pergi, tetapi atas bujukan Sherly dan Diana, akhirnya Amelia mau untuk tetap berada di rumah.
Setelah selesai makan, Rian dan Diana melangkahkan kaki menuju mobil, bahkan Sherly tidak sempat untuk mengantarkan mereka karena Amelia masih makan, tentu saja ini kesempatan bagus untuk Diana, apalagi jika bukan untuk menggoda Rian.
"Mas." Tangan Diana menyentuh tangan Rian, tentu saja dengan raut wajah penuh harap, melihat tatapan Diana, Rian menggelengkan kepala.
"Jangan sekarang!" peringat Rian seraya menatap ke arah pintu dengan was-was, takut saja jika Sherly malah keluar dan melihat mereka berdua yang tengah seperti ini.
"Malam ini aja, kamu bisa alasan sama mbak jika ada meeting dadakan, aku udah enggak tahan," lanjut Diana membuat Rian sejenak terdiam walau akhirnya menganggukan kepala menyetujui ucapan Diana.
Melihat itu, Diana bersorak penuh gembira, mereka bahkan segera masuk ke dalam mobil dan segera pergi dari sana dengan kecepatan penuh.
Beberapa jam berlalu, Sherly yang tengah berada di ruang tamu hanya bisa mondar-mandir tidak jelas, dia terus menghubungi Rian yag sejak tadi hanya operator yang menjawabnya.
Harusnya jam segini Rian sudah sampai ke rumah, bukankah hanya mengantar Diana untuk pulang? Kenapa harus selama ini?
"Mas, angkat!" kesal Sherly karena untuk kesekian kalinya Rian tidak bisa dihubungi, tidak biasanya Rian seperti ini, apakah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan?
"Aku ini mikir apa sih?"
Karena lelah terus berdiri, Sherly menjatuhkan bokongnya di sofa, bahkan perempuan itu perlahan menutup matanya karena tidak sanggup lagi menahan kantuk.
Entah berapa lama Sherly tidur, wanita itu terbangun saat mendengar seseorang membuka pintu, saat lihat Rian yang datang, Sherly segera berdiri dan menghampiri pria itu.
"Kamu belum tidur?" tanya Rian dengan ekspresi cukup terkejut saat Sherly sudah berada di hadapannya, pasalnya jam menunjukkan angka dua.
"Aku nunggu kamu, kenapa pulangnya lama? Bukannya cuma mengantarkan Diana pulang? Atau terjadi apa-apa sama kamu?"
"Itu ... tadi setelah mengantar Diana pulang, aku ketemu teman SMA, jadi ngobrol deh sampai lupa waktu," alasan Rian membuat Sherly menatap Rian dengan tatapan tidak percaya.
"Kenapa? Kamu enggak percaya sama suami sendiri?"
"Percaya, cuma heran aja, biasanya kamu kalo ketemu orang pasti ngabarin dulu," ucap Sherly membuat Rian tidak tahu harus mengatakan apa.
Tentu saja Sherly sudah hapal akan tingkah laku Rian, mereka sudah menikah selama delapan tahun, tidak mungkin Sherly tidak hapal akan tingkah laku Rian.
"Tunggu apa lagi mas? Mau tidur di sana?"
Ucapan Sherly membuyarkan lamunan Rian, tentu saja pria itu segera tersenyum dan melangkahkan kaki menyusul Sherly yang sudah terlebih dahulu ke kamar.
Tentu saja ada perasaan bersalah dari Rian, dia sudah berani berbohong bahkan berselingkuh dengan adik iparnya sendiri, iya, Diana.
Sebenarnya Rian sadar hubungan itu seharusnya tidak ada, tetapi semuanya sudah terlanjur dan Rian tidak bisa terus-menerus menyembunyikan perasaannya ini.
Semuanya berawal dari Diana yang datang untuk menginap di rumah mereka, awalnya semua baik-baik saja, bahkan semua berjalan lancar sebelum akhirnya ....
"Kenapa di ponsel kamu ada fotoku?" tanya Rian saat mendapati di dalam galeri Diana tersimpan berpuluh foto Rian.
Tentu saja ini suatu hal yang janggal, apakah pantas bagi seorang adik ipar menyimpan foto kakak iparnya sendiri? Tentu saja itu bukan hal yang wajar.
"Itu ...."
"Jawab! Atau mau aku laporkan kepada Sherly!" ancam Rian karena kebetulan hanya ada mereka berdua di rumah, saat itu Sherly tengah menjemput Amelia dari sekolah.
Diana mengigit bawah bibirnya, dia tidak tahu harus mengatakan apa, tidak mungkin dia harus memberitahu Rian akan hal yang terjadi, tetapi dia juga tidak mau dilaporkan kepada Sherly, bisa-bisa wanita itu malah marah kepadanya.
"Iya-iya, aku mengaku. Sudah dari lama aku menyukai mas Rian, bahkan aku berharap yang menjadi posisi mbak Sherly itu aku."
Tentu saja itu sebuah pernyataan yang cukup mengejutkan bagi Rian, siapa yang akan menyangka jika adik iparnya telah menyukai dirinya.
"Kamu gila? Aku ini suami kakakmu! Cepat hapus fotoku dari ponselmu!" tekan Rian benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Diana.
Apakah perempuan ini memang sudah gila? Harusny dia sadar jika hal itu tidak harusnya terjadi.
"Aku memang gila! Tetapi mas itu terlalu sempurna untuk mbak Sherly, harusnya mas bersamaku!"
Rian tidak terlalu mengubris ucapan Diana, bahkan pria itu berniat untuk pergi dari sana sebelum akhirnya Diana malah berdiri di hadapannya.
"Awas!" tekan Rian tetapi digelengi oleh Diana, bahkan tanpa basa-basi bahkan sebelum kesadaran Rian ada, bibir Diana telah menempel dengan bibir Rian membuat Rian melototkan matanya.
"Apa-apaan kamu ini!" maki Rian seraya mundur beberapa langkah ke belakang, dia bahkan tidak menyangka jika Diana akan seberani itu.
"Mas!" Tangan Sherly menepuk pundak Rian membuat pria itu seketika tersadar, dia bahkan mengerjapkan matanya menatap Sherly dengan tatapan bingung, tentu saja Sherly yamg melihat itu menatapnya dengan penuh keheranan.
"Kamu kenapa? Kok melamun? Ada masalah di kantor?"
Dengan cepat, Rian menggelengkan kepala, dia lalu tersenyum dan mengajak Sherly untuk tidur. Tentu saja Sherly hanya menurut dengan patuh.
Pikiran Rian kembali melayang, dia tidak ingin melanjutkan hubungan terlarangnya, dia tidak tega untuk mengkhianati Sherly, wanita sebaik dia harusnya tidak diperlakukan seperti itu.
"Maafkan aku," lirih Rian pelan membuat Sherly mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Rian, kenapa harus minta maaf? Apakah Rian melakukan kesalahan?
"Maaf untuk apa?"
"Maaf karena belum bisa menjadi suami yang baik untukmu," lanjut Rian tetapi hanya dibalas tertawaan oleh Sherly.
"Emang kamu melakukan kesalahan apa? Kamu itu udah baik buat aku," balas Sherly membuat Rian menjadi semakin bersalah.
"Apa yang harus aku lakukan," lirih Rian dengan wajah frustasi, tentu saja tidak didengar oleh Sherly.
...****...
Rian yang tengah fokus dengan laptopnya tiba-tiba terlonjak kaget saat Diana memeluknya dari belakang, bahkan wanita itu tersenyum dengan lebar membuat Rian segera melepaskan tangan Diana dari bahunya.
"Ada yang harus kita bicarakan!" Rian menutup laptop lalu melangkah menuju Sofa, tentu saja juga diikuti oleh Diana, wanita itu menatap Rian dengan heran, tidak biasanya nada bicara Rian seperti itu.
"Kenapa mas? Ada masalah?"
"Lebih baik kita selesaikan saja hubungan ini."
Bagai disambar petir, Diana menatap Rian dengan tatapan tidak dapat dipercaya, apa maksud Rian? Selesai? Apakah Rian tengah bercanda?
"Selesai? Mas jangan bercanda!" tekan Diana tidak terima dengan ucapan Rian barusan.
Tetapi karena Rian hanya diam dengan ekspresi serius, Diana menggelengkan kepala, tentu saja dia tidak mau hubungan yang sudah bangun selama ini selesai begitu saja. Setelah semua yang Diana beri kepada Rian? Lalu dengan mudahnya Rian mengatakan selesai?
"Enggak! Aku enggak mau! Kalo sampai kita selesai, aku akan beritahu mbak jika kita punya hubungan! Aku akan buat kehidupan mas hancur!"
Mendengar ucapan Diana, Rian benar-benar tidak tahu akan mengatakan, ditambah wanita itu melangkah kaki keluar dari ruangannya. Jujur saja, ini membuat Rian menjadi bimbang, di satu sisi dia tidak mau Sherly tahu atas hubungannya dan Diana, tetapi di sisi lain dia juga tidak mau terus-menerus menodai kepercayaan Sherly.
Karena pusing dengan semuanya, Rian akhirnya memutuskan untuk pulang, saat melangkah menuju ke arah parkir, langkah kaki Rian berhenti melihat Diana tengah berbicara dengan seorang pria.
"Hai," sapa Rian setelah berada di dekat kedua orang itu, mendengar sapaan itu, Diana sedikit terkejut, tetapi pria itu tersenyum dengan lebar.
"Suaminya mbak Sherly? Saya Fahri, salam kenal." Tangan Fahri bergerak menyalami Rian yang hanya diangguki oleh pria itu, sedangkan Diana terlihat sedikit ketakutan, takut jika Rian malah berpikir yang tidak-tidak.
"Salam kenal juga. Ternyata kamu yang bernama Fahri, senang bertemu. Ibu banyak sekali bercerita tentangmu kepada Sherly," ujar Rian dengan senyum lebar walau hatinya tengah memanas, tentu saja dia tidak bisa marah dalam keadaan seperti ini, ditambah Fahri pasti akan curiga dengan dia dan Diana.
"Jika begitu, saya pergi dulu, kalian lanjut saja. O ya, Diana ... sesekali ajaklah Fahri main ke rumah," lanjut Rian dan melangkahkan kaki meninggalkan kedua orang itu.
Fahri hanya menganggukan kepala, sedangkan Diana malah semakin gusar, bagaimana jika Rian benar-benar memutuskan hubungan mereka? Setelah ini dia harus menghubungi pria itu.
Sedangkan Rian yang baru saja sampai di rumah malah duduk dulu di sofa, Sherly sedang tidak ada di rumah, mungkin dia tengah menjemput Amelia dari Sekolah.
Benar saja, baru saja akan melangkah menuju kamar, suara Amelia menghentikan langkah kaki Rian. Pria itu memeluk Amelia dengan erat, sambil sesekali mengecup pipi putri satu-satunya itu.
"Mas, tumben jam segini udah pulang?" tanya Sherly sambil menatap Rian dengan tatapan heran, dulu Rian memang sering pulang untuk sekedar makan siang, tetapi karena sekarang dia tengah sibuk, makan malam saja mereka jarang bisa bersama.
"Aku cuma ... mau makan bersama kalian."
Mendengar itu, Sherly tersenyum manis membuat Rian sedikit tertegun, sudah lama dia tidak melihat senyum Sherly semanis itu.
"Amelia, sana ganti baju! Mas kamu langsung ke meja makan saja." Sherly melangkahkan kaki menuju ke arah dapur yang diikuti oleh Rian.
Sesampainya di dapur, Rian langsung duduk sedangkan Sherly menyiapkan makan siang, dia sesekali memanggil Amelia supaya cepat menuju ke dapur.
"Tadi keluarga Fahri datang ke rumah." Sherly mulai bercerita, bahkan dari raut wajahnya dia terlihat begitu senang.
"Keluarga Fahri akan melamar Diana dalam waktu dekat, ibu saja yang mendengar itu sangat bahagia," lanjut Sherly dengan penuh gembira tetapi tidak bagi Rian, dia tidak bahagia mendengar kabar itu, ada rasa sakit yang menjalar di hatinya.
"Mas?"
"Ah iya? Bukannya bagus Fahri mau serius dengan Diana?"
Awalnya Sherly diam karena tidak biasanya Rian melamun saat dia tengah bercerita, jujur saja akhir-akhir ini Rian bukan seperti Rian yang Sherly kenal, seakan jiwa pria itu tidak ada di sini.
"Ada masalah?"
Rian segera menggelengkan kepala yang diangguki oleh Sherly, tidak beberapa lama, Amelia udah datang di meja makan, bahkan Amelia banyak bercerita kepada Rian tentang apa saja.
Saat selesai makan, Rian dan Amelia malah pergi untuk menonton televisi, saat Sherly bertanya apakah Rian tidak bekerja, Rian malah menjawab jika dia akan berangkat sebentar lagi, tentu saja dia tidak akan bertanya lagi, malahan dia sangat senang Rian bisa meluangkan waktu untuk Amelia.
Sherly yang tengah fokus membersihkan meja makan dikejutkan dengan suara dering ponsel Rian, bahkan nama Diana tertera di sana membuat Sherly mengerutkan kening, sejak kapan Diana menghubungi Rian? Biasanya jika ada sesuatu Diana akan menghubunginya.
"Halo, mas ...."
"Diana? Ada apa? Mas Rian lagi bersama Amelia." Sherly memotong ucapan Diana, bahkan Diana yang mendengar suara Sherly tidak tahu akan mengatakan apa, semoga saja Sherly tidak mendengar panggilannya kepada Rian.
"Itu ... mbak, ada dokumen yang harus ditanda-tangani oleh abang Rian," bohong Diana karena tidak mungkin dia memberitahu alasan yang sebenarnya kepada Sherly.
"Tunggu sebentar, biar mbak panggilkan!"
Sherly benar-benar memanggil Rian, saat Sherly mengatakan jika Diana menghubungi Rian, pria itu segera berdiri dan meminta ponsel dari tangan Sherly bahkan pria itu segera berpamitan ke kantor padahal Rian belum sempat berbicara dengann Diana.
"Halo? Bukankah sudah pernah kubilang, jangan menghubungiku saat aku berada di rumah!" tekan Rian ketika telah berada di mobil, dia sebenarnya agak takut jika Diana benar-benar memberitahukan Sherly tentang hubungan mereka.
"Maaf mas, aku benar-benar takut jika kamu salah paham, Fahri datang hanya ingin mengajakku makan malam, tetapi sudah kukatakan jika aku sibuk," jelas Diana dengan nada yang menyakinkan, dia tampaknya benar-benar takut jika Rian malah berpikir yang tidak-tidak.
"Menikahlah dengan Fahri dan lupakan jika kita mempunyai hubungan!"
Lagi dan lagi Diana mengatakan tidak, entah kenapa dia tidak mau hal itu terjadi, bagi Diana lebih baik dia tidak jadi menikah daripada dia harus merelakan hubungan mereka.
"Aku tidak akan menikah dengannya!" tekan Diana seraya memutuskan panggilan.
Rian hanya menghela napas, dia tidak tahu bagaimana caranya mengakhiri hubungan ini, dia tidak mau melukai hati Sherly tetapi dia juga tidak bisa melepaskan Diana untuk pria lain, kenapa dia harus berada di posisi ini?
Sedangkan Diana yang baru saja masuk ke rumah segera mencari orang tuanya, tentu saja dia izin pulang dengan alasan urusan mendadak.
"Bu, aku tidak mau menikah dengan Fahri!"
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!