"Aku mohon yah, aku ingin menikah dengan Adit," ucap Nisa lirih. Dengan nada yang memelas Nisa masih meminta ayahnya untuk merestui pernikahannya dengan Aditya yang menjadi kekasihnya kini.
"Tidak Nisa! Ayah tidak akan membiarkan anak perempuan ayah satu-satunya menikah dengan laki-laki yang pernah beristri!" pekik Ruben Kusnadi yang merupakan ayah dari Anisa Khairunisa.
"Tapi yah, dia sudah bercerai dengan istrinya yah," timpal Nisa yang masih tetap berusaha untuk meyakinkan ayahnya.
Sebagai orang tua, ayah mana yang tega anaknya menikah dengan laki-laki yang pernah baristri. Sebagai seorang ayah, Ruben juga menginginkan anaknya bisa menikah dengan laki-laki yang masih lajang dan juga mapan.
Walau bagaimanapun Ruben menginginkan anaknya bisa hidup dengan bahagia. Itulah mengapa Ruben tidak memberikan restu kepada hubungan Nisa dan Aditya. Aditya Hendrawiguna merupakan anak seorang pengusaha yang sukses.
Aditya sendiri pernah menikah dan memiliki seorang anak dari pernikahannya. Mereka memang sudah bercerai, akan tetapi hadirnya seorang anak yang sudah berpisah pasti akan memberikan sebuah masalah.
Sebagai seorang ayah Ruben tidak mau jika suatu saat nanti Nisa akan terseret ke dalam permasalahan mereka.
Ruben tidak mau jika nantinya mantan istri Adit akan mengganggu keberlangsungan hidup anaknya. Ditambah ada seorang anak ditengah-tengah mereka. Yang kita sering dengar ada mantan istri, namun tidak ada mantan anak.
Sampai kapanpun anak itu akan menjadi anak dari Adit yang tidak bisa lepas dari tanggungjawabnya sebagai seorang ayah. Atas pertimbangan itu juga yang membuat Ruben tidak menyetujui pernikahan anaknya dengan Adit.
"Ayah tahu nak sekarang mereka sudah bercerai, tapi yang ayah takutkan nanti kehidupan kalian kedepannya akan seperti apa," ujar Ruben sambil membuang nafasnya secara kasar.
Ruben sendiri merasa bingung harus mengatakan apa lagi agar anaknya bisa mengerti. Namun Nisa masih tetap pada pendiriannya untuk tetap menikah dengan Adit.
Di usianya yang masih berusia 20 tahun Nisa tidak bisa menggunakan pemikirannya secara matang. Dia berfikir sesaat tanpa bisa memikirkan akibatnya akan seperti apa.
"Yah, Nisa yakin jika Nisa tidak akan salah memilih karena dia begitu mencintai dan menyayangi Nisa yah. Dia juga usianya lebih tua sehingga Nisa yakin jika dia mampu membimbing Nisa yah," tambah Nisa yang merasa begitu yakin akan pilihannya.
Akan tetapi sebagai orang tua yang sudah berpengalaman membuat Ruben yakin jika suatu saat pernikahan mereka tidak akan berjalan dengan mulus. Ruben sangat yakin jika nanti setelah menikah akan ada masalah baru.
Nisa masih tetap pada pendiriannya. Begitupun dengan ayahnya yang masih belum mau memberikan restu kepada mereka sebab Ruben ingin Nisa menikah dengan laki-laki lain yang menurutnya lebih pantas.
Perdebatan mereka pun tidak berhenti sampai di situ. Nisa yang masih ingin melanjutkan perdebatan mereka pun akhirnya harus mengalah karena ayahnya pergi menghindari Nisa.
"Sudahlah ayah merasa bingung harus mengatakan apa lagi. Sekarang ayah mau istirahat," pekik Ruben sambil bergegas menuju kamarnya.
Sementara Nisa masih terpaku. Dia masih tidak habis pikir akan ayahnya. Nisa pun harus mencari cara agar ayahnya mau menikahkan dia dengan laki-laki yang menjadi pilihannya.
Beberapa bulan setelah mengenal Adit, Nisa merasa yakin jika ia merupakan laki-laki yang baik dan pantas untuk dirinya. Hal itu di sebabkan karena perhatian dan kasih sayang yang selalu ia tunjukan kepada Nisa.
Selama ini Nisa memang kekurangan kasih sayang. Sepeninggal ibunya Nisa memang hidup bersama seorang ayah. Akan tetapi hidup antara seorang ayah dan seorang ibu memanglah jauh berbeda.
Seorang ibu selalu penuh cinta, perhatian dan juga penuh kasih sayang. Akan tetapi sangat berbeda dengan seorang ayah yang begitu cuek dan dingin. Seorang ayah tidak pernah menunjukan kasih sayangnya.
Sebagai seorang laki-laki dengan hanya memberikan kebutuhan anaknya sudah lebih dari cukup. Akan tetapi bagi seorang anak, mereka sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Meski masih memiliki seorang ayah tapi Nisa selalu berfikir tidak memiliki siapa-siapa. Hal itu karena ayahnya selalu bersikap cuek. Selain itu, saudara dari ayah yang begitu jauh tidak membuat Nisa seperti memiliki saudara.
Padahal seharusnya sebagai saudara kita harus saling mengunjungi dan saling memberikan perhatian. Akan tetapi Nisa tidak pernah merasakan itu semua. Di dalam hidupnya Nisa selalu merasa tidak memiliki siapa-siapa.
"Bagaimana caranya agar ayah mau memberikan restu nya untuk kami," gumam batin Nisa. Di dalam kamarnya Nisa berbaring diatas ranjang dengan pikiran yang terus saja melayang.
Ingatannya seolah tidak mau berhenti memikirkan perasaannya kepada Adit. Dia merasa sudah menemukan orang yang cocok untuk menjadi pendampingnya meski usianya masih sangat muda.
Nisa berfikir mungkin dengan menikah dia tidak akan menjadi beban bagi ayahnya lagi. Untuk beberapa saat Nisa berfikir dan tak berapa lama ia teringat akan saudara ibunya yang berada di kampung.
"Apa aku coba minta tolong pada bibi dan nenek ya?" ujarnya dalam hati.
Dalam lamunannya tiba-tiba saja Nisa teringat akan bibi dan juga neneknya. Mungkin dengan berbicara kepada mereka, Nisa akan mendapatkan jalan keluar dari masalahnya.
Nenek Fatimah merupakan ibu dari almarhumah ibunya. Fatimah tinggal bersama Bi Asih anaknya di kampung. Sudah sejak lama Bi Asih lah yang selalu mengurus ibunya di sana.
Beberapa hari kemudian, Nisa mencoba mendatangi nenek dan juga bibinya di kampung. Ia pun segera menjelaskan duduk permasalahan yang terjadi kepada mereka. Setelah mendengar cerita dari Nisa, Fatimah merasa jika ayahnya memang salah.
"Anaknya mau menikah kok malah dilarang," ujar nenek Fatimah yang ikut merasa kesal saat mengetahui cerita dari Nisa.
"Kalau nenek sih soal status ya ga papa, yang terpenting dia itu cinta dan sayang sama kamu Nis," tambah nenek Fatimah.
"Iya nek, alhamdulillah mas Adit itu cinta dan sayang sama Nisa. Makanya Nisa merasa yakin jika pilihan Nisa ini memang tidak salah," ucap Nisa.
"Kalau pendapat bibi sih sama, yang terpenting dia itu sayang sama kita. Soal jodoh kan ada di tangan Tuhan, sekarang lebih baik kamu banyak berdoa. Sholat istikhoroh agar di kasih jawaban yang tepat," timpal Bi Asih.
Setelah berbincang dengan nenek dan juga bibinya membuat Nisa merasa lega. Akhirnya dia mendapatkan dukungan dan masukan atas permasalahannya. Semoga setelah melakukan sholat istikhoroh Nisa akan mendapatkan jawaban yang tepat agar ia tidak salah memilih.
"Makasih banyak nek, bi. Nisa jadi lebih tenang setelah berbicara dengan kalian berdua," ujar Nisa.
"Kalau begitu Nisa pamit pulang dulu ya nek,bi," pamit Nisa yang harus segera bergegas pulang karena besok harus bekerja.
Nisa merasa lega setelah menceritakan semua masalahnya kepada nenek dan juga bibinya. Kini Nisa merasa lebih optimis. Meski ayahnya tidak mau merestui hubungannya dengan Adit, tapi masih ada paman dan juga kakeknya.
"Jika ayah tidak mau merestui hubungan aku dan Adit, aku akan tetap menikah," ujar Nisa.
Mendengar kata-kata anaknya membuat Ruben menjadi serba salah. Ia merasa bingung harus berbuat apa. Jika dia bersikap keras maka Nisa akan lebih membangkang. Namun jika dia tetap diam maka Nisa akan tetap bersikukuh dengan keinginannya.
Untuk beberapa saat Ruben terdiam dan merenung. Ruben memikirkan cara agar ia tidak salah mengambil keputusan.
"Baiklah kalau begitu, ayah ingin meminta bukti jika dia memang sudah benar-benar berpisah dengan istrinya," tegas Ruben.
"Baik Yah, aku akan bilang pada Adit untuk membawa bukti jika dia memang benar-benar sudah berpisah.
Sebagai seorang ayah, Ruben tidak mau jika anaknya sampai dibohongi laki-laki. Untuk itu dia harus menunjukan keterangan jika Adit memang sudah benar-benar berpisah.
Setelah berbicara dengan ayahnya, Nisa segera bergegas menemui Adit. Sepulang kerja nanti, Nisa dan Adit sudah membuat janji untuk bertemu. Nisa sendiri bekerja di sebuah toko baju milik temannya.
Sehingga ia bisa leluasa buka ataupun tutup semau Nisa. Namun walaupun demikian Nisa tidak pernah menyalahgunakan kekuasaannya. Nisa tutup lebih awal jika ia sedang ada acara saja.
Tak terasa sore mulai menjelang. Kini tiba saatnya bagi Nisa dan Adit bertemu. Sebelum nya mereka sudah membuat janji untuk bertemu di tempat yang sudah mereka tentukan.
"Apa aku datang terlambat?" tanya Adit saat ia baru saja datang sementara Nisa sudah tiba lebih dulu.
"Tidak, lagipula aku juga baru datang," jawab Nisa.
Mereka membuat janji untuk bertemu di tempat biasa mereka bertemu. Sebelum membicarakan perihal yang ayah Nisa katakan, mereka memesan makanan terlebih dulu.
Adit dan Nisa sama-sama menyukai makan bakso. Untuk itu mereka pun memesan 2 porsi bakso dan juga 2 jus mangga. Rasanya sudah lama tidak memakan makanan ini. Selesai makan Nisa segera menceritakan apa yang terjadi.
Nisa menceritakan tentang ayahnya yang ingin melihat bukti tanda perceraian Adit.
Mengerti akan hal itu Adit pun mengiyakan permintaan ayahnya, karena memang surat itu sudah berada di tangannya.
Keesokan harinya Adit segera membawa surat itu ke rumah Nisa. Adit sengaja langsung memberikan surat itu untuk meyakinkan ayah Nisa jika Adit memang benar-benar serius.
"Ini yah, bukti yang ayah minta," ujar Nisa dan juga Adit yang turut menghadap ayahnya.
Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut ayahnya. Ia hanya mengangguk seolah pertanda jika Adit memang sudah benar-benar berpisah dari mantan istrinya. Nisa juga tidak menanyakan hal apapun lagi pada ayahnya.
Setelah memperlihatkan bukti perpisahan itu. Nisa dan Adit mulai mempersiapkan pernikahan mereka. Nisa mulai mengurus dan mendaftarkan pernikahannya kepada Kantor Urusan Agama (KUA).
Nisa ingin menikah di kampung halaman ibunya. Beberapa bulan kemudian akhirnya pernikahan mereka pun segera di langsungkan meski sangat sederhana. Pernikahan mereka pun di hadiri oleh sanak saudara dan keluarga terdekat saja.
"Saya terima kawin dan nikahnya Nisa Khairunisa binti Ruben Kusnadi dengan seperangkat alat sholat dan logam mulia 50 gram dibayar tunai," ujar Adit dengan satu tarikan nafas saja.
"Bagaimana para saksi sah?" tanya Pak penghulu.
"Sah.." jawab para saksi dan semua anggota keluarga yang menyaksikan secara serempak.
"Alhamdulillah," ucap Nisa dan juga Adit secara bersamaan.
"Sekarang silahkan suami mencium kening istri dan istri mencium punggung tangan suami. Semoga pernikahan kalian langgeng dan menjadi keluarga yang sakinnah, mawwadah dan warrohmah," ujar pak penghulu lagi.
Dengan malu-malu Nisa segera mencium punggung tangan kanan suaminya. Lalu Adit pun mulai mencium kening Nisa yang kini sudah sah menjadi istrinya. Setelah acara ijab qobul selesai acara di lanjutkan dengan menandatangi berkas-berkas.
Setelah itu semua keluarga dan tamu undangan memberikan selamat kepada sang mempelai. Begitu ramai dan meriahnya acara itu.
Sebenarnya di dalam hati Nisa, ia merasa begitu sedih sebab dalam acara pentingnya tidak ada ibunya yang menyaksikan. Tapi Nisa selalu bisa menyembunyikan perasaannya.
"Seandainya ibu berada di sini, pasti kebahagiaan ku akan terasa sempurna," gumam batin Nisa.
"Ada apa Nisa?" tanya Adit yang tiba-tiba melihat istrinya terdiam.
"Ah tidak, aku hanya merasa bahagia saja. Aku masih tidak percaya jika kita akan menikah secepat ini," jawab Nisa yang tidak mengakui kesedihannya.
Meski kini Adit adalah suaminya, tapi Nisa enggan menceritakan kesedihannya.
"Iya aku juga sama masih tidak percaya dengan semua ini. Padahal ayahmu tidak memberikan restu nya," timpal Adit.
Tak lupa mereka mengabadikan momen-momen penting mereka. Tak lupa seluruh keluarga pun berfoto sebagai kenang-kenangan. Termasuk ayahnya Ruben Kusnadi tak lupa berdiri bersama mereka.
"Terima kasih banyak Yah," ujar Nisa saat ayahnya menghampirinya.
"Ya Nisa," jawab Ruben singkat.
Sebenarnya Ruben sendiri masih enggan berbicara dan memberikan restunya, tapi sebagai seorang ayah dia tidak memiliki pilihan lain selain melihat anaknya hidup bahagia.
Hampir seharian mereka melayani semua tamu undangan yang hadir. Waktu pun terus berlalu hingga akhirnya para tamu pergi satu persatu. Setelah rangkaian acara selesai kini tiba saatnya bagi mereka untuk beristirahat.
Nisa dan Adit pun segera bergegas menuju kamar pengantin yang sebelumnya sudah di siapkan. Setelah mengganti pakaiannya mereka berbaring di atas ranjang yang yang cukup besar.
Bagi Ruben ini bukan yang pertama kalinya, tapi bagi Nisa hal ini merupakan hal yang pertama baginya. Jantung Nisa terasa berdegup begitu kencang saat Adit mulai mendekatinya.
"Apa kamu gugup Nisa?" tanya Adit.
"Iya aku malu," jawab Nisa.
"Tidak usah malu-malu, lagipula sekarang kita sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Kita sudah bebas," bisik Adit di telinga Nisa.
Sementara Nisa hanya tersenyum. Tiba-tiba terdengar suara petir yang bergemuruh. Nisa yang merasa terkejut pun seketika memeluk suaminya. Adit membalas pelukan istrinya dan mulai melakukan pemanasan.
Ditengah-tengah hujan yang terasa begitu dingin akhirnya mereka melakukan penyatuan cinta. Cinta yang kini telah suci dan sah. Meski awalnya Nisa menolak karena terasa sakit, tapi akhirnya Nisa menikmatinya juga.
Entah sudah berapa kali mereka melakukan hal itu. Yang jelas sepanjang malam mereka tidak saling melepaskan satu sama lain.
"Terima kasih Nisa," ujar Adit sambil mencium kening istrinya.
"Sama-sama dit," jawab Nisa yang berada dalam pelukan suaminya.
Setelah puas melakukan ritual itu akhirnya mereka segera tidur dan beristirahat.
Baru beberapa hari Nisa menjadi seorang istri. Setelah menikah mereka tinggal di rumah yang cukup sederhana. Meski rumahnya tidak terlalu besar tapi rumah ini cukup untuk mereka berdua.
Pagi-pagi sekali Nisa sudah bangun dan membereskan rumah. Kebiasaan Nisa sejak masih sekolah dulu membuat Nisa tidak terlalu kaku dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
Nisa sudah biasa dan tahu benar apa yang harus di lakukan seorang istri. Nisa segera menyiapkan sarapan untuk suaminya karena sebentar lagi akan pergi ke kantor. Dia memasak sesuai apa yang ada di dalam kulkas.
Nisa memasak sayur lodeh, daging ayam dan juga kerupuk. Meski sangat sederhana tapi makanan itu begitu nikmat.
"Makan dulu mas," ujar Nisa sambil memberikan piring di hadapan Adit.
"Ya Nisa," jawab Adit sambil mengambil Nasib yang berada di hadapannya.
Dengan penuh semangat Adit segera mengambil nasi ke dalam piring miliknya. Meski menu seadanya tapi hal itu membuat Adit senang karena kini ada yang menyiapkan makanan untuknya.
"Kamu juga ikut makan ya!" ajak Adit.
"Iya mas," tukas Nisa yang mengambil nasi ke dalam piring miliknya.
Sebenarnya Nisa belum mau untuk makan, akan tetapi untuk menghargai suaminya akhirnya mau tidak mau Nisa pun makan bersama Adit walau hanya sedikit.
"Kok sedikit makannya?" tanya Adit yang menautkan kedua halisnya.
"Nanti kalau masih mau aku tambah lagi mas. Lagian nasinya sayang kalau ngambil banyak-banyak terus tidak habis" timpal Nisa yang segera menyendokan nasi ke dalam mulutnya.
"Iya betul juga," ucap Adit yang segera menyelesaikan sarapannya karena waktu sudah mulai siang.
Beberapa menit kemudian akhirnya Adit selesai makan dan segera bergegas pergi.
"Kalau begitu mas pergi dulu," pamit Adit yang sebelumnya mencium kening Nisa terlebih dulu.
"Iya mas hati-hati di jalan," ujar Nisa sambil meletakan tangan kanan Adit ke atas keningnya.
"Iya Nisa," jawab Adit yang segera bergegas pergi.
Ternyata seperti ini rasanya menikah dan memilili seorang suami. Ada kebahagiaan yang Nisa rasakan. Kebahagiaan yang tidak akan Nisa dapatkan jika ia tidak menjalani pernikahan ini.
Bulan-bulan pertama begitu indah saat menjalani bahtera rumah tangga. Tidak ada konflik atau perdebatan yang terjadi di antara Nisa dan Adit. Mereka sama-sama merasa bahagia.
Beberapa bulan kemudian tiba-tiba Adit mendapatkan telpon dari mantan istrinya. Dia mengatakan jika anaknya sementara akan tinggal bersama Adit dan Nisa. Sebagai seorang ayah tentu Adit tidak akan menolaknya.
"Oiya Nisa apa kita bisa tinggal bersama anakku?" tanya Adit sebelum dia membawa anaknya ke dalam rumah mereka.
"Kenapa kamu harus bertanya dulu mas, walau bagaimana pun anak itu adalah anakmu, kamu tetap wajib untuk mengurusnya. Aku tidak merasa keberatan," timpal Nisa.
"Terima kasih Nisa," ujar Adit yang merasa bersyukur karena Nisa begitu pengertian.
Walau bagaimana pun Nisa harus mengerti dan tahu diri akan posisinya. Nisa harus mengerti jika dia bukan menikah dengan laki-laki yang biasa. Untuk itu Nisa harus rela jika kasih sayangnya di bagi menjadi dua.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Nisa, keesokan harinya Adit mulai membawa anaknya ke rumahnya. Anaknya yang baru berusia 5 tahun memang begitu menggemaskan.
Namanya Aurel, anak perempuan yang begitu manis. Meski awalnya tidak terlalu dekat tapi Nisa harus bisa mendekati Aurel. Nisa harus bisa membuat Aurel nyaman berada di dekatnya.
"Hai Aurel, kamu sudah makan?" tanya Nisa
Sambil mensejajarkan tubuhnya dengan Aurel.
"Belum tante," jawab Aurel polos.
"Tadi tante masak sayur dan daging apa kamu mau makan?" tawar Nisa.
"Boleh tante," jawab Aurel girang.
"Apa kamu juga mau sekalian makan mas?" tanya Nisa.
"Iya Nisa, aku juga mau sekalian makan," jawab Adit.
Akhirnya mereka pun makan bersama. Nisa merasa senang karena dia bisa dekat dengan Aurel. Bahkan Adit juga merasakan hal yang sama. Adit merasa jika ia tidak salah memilih istri.
Nisa terlihat begitu baik dan perhatian pada Aurel. Bahkan Nisa sangat menyayangi Aurel seperti anaknya sendiri.
"Terima kasih Nisa," ujar Adit saat Aurel sudah tertidur dikamar.
"Terima kasih untuk apa mas?" tanya Nisa yang merasa bingung.
"Terima kasih karena kamu sudah menyayangi Aurel. Aku tahu kamu begitu tulus menyanyangi Aurel," tambah Adit.
"Tentu mas, aku sangat menyayangi Aurel dan sudah menganggapnya seperti anakku sendiri," ucap Nisa.
Mendengar hal itu membuat Adit ingin memeluk Nisa. Rasa sayang Adit kepada Nisa pun semakin bertambah. Adit merasa beruntung karena ia tidak salah memilih. Adit juga merasa bahagia karena memilih orang yang tepat.
"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!