Suara langkah yang terburu-buru memenuhi koridor disalah satu kampus ternama yang ada di kota Kalika. Dia adalah Clara Anastachia, mahasiswi tingkat akhir yang sudah terlambat untuk mengikuti bimbingan. Semenjak Mamanya meninggal beberapa tahun silam, kehidupan Clara berubah drastis. Papanya sering marah-marah dan menuntut Clara untuk tumbuh menjadi gadis yang kuat. Seperti pagi ini Clara harus mendengar ceramah panjang lebar papanya yang membuat dia terlambat datang ke kampus. Belum lagi adiknya yang begitu manja, namanya Chila. Chila selalu minta apa-apa Clara yang menyiapkan. Chila hanya beda dua tahun dari Clara, dia juga kuliah di kampus yang sama dengan Clara. Tapi sifat keduanya begitu berbeda. Clara ketus, judes, jarang tersenyum dan sedikit berbicara berbeda dengan Chila yang manja, lemah lembut, ceria dan ramah.
Clara sudah terlalu banyak mendapatkan tekanan dari papanya hingga dia tidak lagi menikmati hidup. Sepulang kuliah dia akan membantu Papanya mengurus perusahaan sedangkan Chila masih bisa keluyuran sesuka hati. Kadang Clara ingin protes pada Papanya tapi dia urungkan karena tidak ingin mencari masalah. Apalagi Clara pernah mendengar dari pekerja di rumahnya kalau dia hanya anak sambung dari papanya. Rumor yang beredar kalau dulu Mamanya menikah dengan Papanya sudah dalam keadaan hamil dan diduga bayi yang dalam kandungan Mama Clara bukanlah anak dari Papanya.
Clara tidak berani menanyakan kebenarannya langsung pada sang Papa karena sangat takut menerima kenyataan kalau semua itu benar adanya.
Bugh.
Clara tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang saking buru-burunya.
“Maaf” ucap Clara singkat tanpa sedikitpun menoleh pada tubuh orang yang dia tabrak. Orang itu menggeram kesal. Sudah terlalu sering Clara berlaku seperti itu padanya.
“Cewek barbar” geram orang tersebut. Dia adalah Samuel Ethan Brin, pria yang sudah sejak lama dijodoh-jodohkan dengan Clara. Tapi baik Clara maupun Ethan (dibaca iten) tidak menanggapi berita tersebut apalagi orang tua mereka seperti tidak serius saat mengatakannya. Jadi mereka menganggap itu hanya basa basi saja setiap mereka bertemu.
Sebenarnya bukannya Clara sengaja melakukan itu, hanya saja setiap Clara bertemu dengan Ethan selalu saja saat Clara dalam keadaan buru-buru. Clara bukanlah gadis seperti yang Ethan bayangkan hanya saja keadaan yang membuat Clara menjadi seperti ini.
Clara sudah berlari dan tidak mempedulikan Ethan karena dosennya sudah terlihat meninggalkan kampus.
Ethan semakin mengepalkan tangannya melihat Clara yang pergi begitu saja. Semakin kesal ketika melihat beberapa pria termasuk temannya sendiri menatap tak berkedip pada sosok Clara yang sedang berlari. Rambutnya yang dikuncir kuda terlihat menari-nari mengikuti gerak tubuhnya.
Ethan memukul bahu Arlan teman baiknya karena begitu terpesona memandangi Clara.
“Hey… apa bagusnya dia sampai kamu terpesona begini?” tegur Ethan kesal.
Arlan hanya terkekeh saja.
“Kamu tidak lihat walau dia terburu-buru seperti itu tetap saja terlihat cantik? Tidak perlu make up tebal serta eyelash extension tapi wajahnya sudah begitu cantik bukan?” ucap Arlan menjawab teguran Ethan.
Ethan hanya mendengus sebal lalu pergi begitu saja meninggalkan Arlan yang masih memandangi punggung Clara yang sudah semakin menghilang.
Setelah Clara menghilang, Arlan baru menyadari kalau Ethan sudah tidak berada disisinya. Arlan celingak celinguk beberapa saat sampai akhirnya dia menemukan sosok Ethan yang sedang menuju kantin.
….
“Kamu mau kemana Chila?” tanya Clara pada adiknya.
“Aku mau ke Mall sama Ka Agnes Kak” jawab Chila dengan tersenyum.
“Kenapa harus sama dia? Dia hanya memanfaatkan kamu Chila” ucap Clara penuh penekanan.
“Kakak sendiri kenapa temenan dengan Ka Agnes? Lalu kenapa aku tidak boleh?” tuntut Chila.
“Kamu tidak akan kuat berteman dengan dia Chila, kalau kakak kasih tau kenapa kamu tidak nurut sih?” Clara sudah mulai membentak adiknya.
“Aku tidak mau kak, selama ini Ka Agnes baik kok sama aku. Mungkin karena kakak terlalu ketus makanya Ka Agnes begitu sama Kakak” ucap Chila melakukan pembelaan.
Clara mengepalkan tangannya. Dia yang sudah mengenal Agnes dengan baik tentu sangat tau bagaimana perangai Agnes yang sebenarnya.
“Kalau kakak bilang tidak boleh ya tidak boleh. Pulang sekarang!” bentak Clara lalu mendorong adiknya untuk masuk ke dalam mobil.
Chila sudah berkaca-kaca karena memang tidak bisa mendengar bentakan dari kakaknya.
Ethan yang baru saja tiba mendengar dan melihat sendiri bagaimana kasarnya Clara memperlakukan adiknya.
“Kenapa sih ada perempuan kasar seperti itu?” gumam Ethan dalam hati. Ethan merasa kasihan karena Chila sudah terlalu sering menjadi bahan pelampiasan Clara.
“Kapan Clara bisa berubah menjadi sedikit lebih manis? Rasanya dulu dia tidak sekasar ini” gumam Ethan pula.
“Kenapa?” tanya Arlan yang heran karena Ethan tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Ethan menggelengkan kepalanya kemudian melanjutkan langkahnya. Dia tau Arlan menyukai Clara dan tidak ingin membuat Arlan menjadi ilfeel bila Ethan menceritakan bagaimana kasarnya Clara tadi pada adiknya.
Arlan mengerutkan keningnya karena merasa aneh dengan sikap sahabat baiknya itu.
Agnes yang baru saja keluar dari toilet celingak celinguk mencari keberadaan Chila.
“Kalian lihat Chila tidak?” tanya Agnes pada Ethan dan juga Arlan. Keduanya kompak menggeleng padahal Ethan melihat kalau tadi Clara memaksa Chila untuk pulang.
“Oke thank you” ucap Agnes lalu segera mencari keberadaan Chila.
Ethan dan Arlan pun melanjutkan langkah mereka menuju parkir. Sama seperti Clara, Ethan dan Arlan adalah mahasiswa tingkat akhir. Mereka juga dididik keras agar bisa meneruskan usaha keluarga. Rencananya setelah lulus S1, mereka bertiga akan melanjutkan pendidikan pascasarjana di luar negeri. Orang tua mereka bertiga memang berteman baik bahkan sebelum ketiganya lahir dan masih berteman baik hingga sekarang. Dulu pun Clara, Ethan dan Arlan juga berteman baik. Sampai akhirnya Mama Clara meninggal dan sifat Clara begitu berubah dan menjadi penyendiri. Ethan sangat membenci sifat Clara yang sekarang. Clara sangat jauh dari tipe wanita idamannya.
“Habis ini mau kemana?” tanya Arlan saat mereka sudah berada di depan mobil masing-masing.
“Ke kantor Papa. Kamu sendiri?” balas Ethan.
“Hemm… sepertinya aku mau pulang dulu. Besok baru aku ke kantor lagi. Mau lanjutin revisi skripsi aja” jawab Arlan yang memang ingin segera menyelesaikan skripsinya.
“Ya sudah, sampai jumpa besok” ucap Ethan lalu segera masuk ke dalam mobilnya.
Hem. Arlan hanya menjawab dengan deheman. Dia masih diam di depan mobilnya walau Ethan sudah keluar dari parkiran kampus.
Arlan lalu menghubungi Clara karena sebenarnya dia pun melihat tadi bagaimana Clara menarik Chila dengan kasar.
Beberapa kali Arlan menghubungi Clara hingga di panggilan ke empat akhirnya Clara menerima panggilan tersebut.
“Halo” sapa Clara di seberang sana.
“Halo, dimana?” tanya Arlan perhatian seperti biasa.
“Aku dirumah. Kenapa?” tanya Clara yang memang tidak suka berbasa basi.
“Aku kesana ya” jawab Arlan yang langsung mematikan panggilannya begitu saja.
Clara tidak heran karena sikap Arlan memang selalu seperti ini.
Ethan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kantor Papanya. Sama seperti Clara, orang tua Ethan juga mendidik Ethan dengan keras. Itulah mengapa Ethan merasa dia sangat tidak cocok dengan Clara karena mereka sama-sama memiliki sifat yang keras, tidak mau kalah dan ingin menang sendiri. Sifat-sifat yang lebih mementingkan ego daripada perasaan orang lain.
40 Menit waktu yang Ethan perlukan untuk sampai di perusahaan Papanya. Jalanan yang begitu macet menjadi penyebab perjalanan menjadi lebih lama. Biasanya tidak sampai 25 menit waktu diperlukan dari kampus menuju Brin Group tapi kini menjadi semakin lama karena macet tersebut.
Ethan menghempaskan tubuhnya di sofa panjang yang ada di ruangan Papanya. Rasanya dia begitu lelah setelah berkutat dengan bimbingan skripsinya.
Brin, Papa Ethan hanya geleng-geleng melihat tingkah laku putra semata wayangnya yang terlihat malas-malasan itu.
“Bagaimana skripsimu?” tanya Brin tanpa melihat pada putranya. Dia sibuk mengecek laporan yang sudah menumpuk di atas mejanya.
“Tinggal revisi sedikit saja, dua minggu lagi aku sudah sidang” jawab Ethan santai.
“Baguslah kalau begitu, Papa dengar Clara juga sudah mau sidang” ucap Brin menimpali.
Ini salah satu alasan kenapa Ethan semakin tidak menyukai Clara. Ethan selalu saja dibanding-bandingkan dengan gadis itu. Clara pintar , Clara ini, Clara itu sampai-sampai Ethan begitu bosan mendengarnya.
….
Ditempat berbeda, Arlan sudah sampai di kediaman Gavin Alexander alias Papa dari Clara dan Chila. Arlan memang sudah sering bermain ke rumah ini. Bahkan dia sudah menganggap rumah itu seperti rumahnya sendiri. Satpam dan juga IRT disana sudah sangat akrab dengannya. Dengan tersenyum Arlan memasuki rumah tersebut dan penyapa siapa saja yang dia temui termasuk Chila yang saat ini duduk di ruang TV seorang diri dengan wajah sembabnya.
“Hey.. adik manis, kenapa wajahmu begitu?” tanya Arlan pura-pura tidak tau. Dia duduk disebelah Chila sambil merangkul pundaknya. Tapi Chila dengan cepat melepas rangkulan tersebut.
Chila memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya.
“Maaf kak aku sudah punya pacar, jangan peluk-peluk aku sembarangan lagi ya” ucap Chila yang tentu saja membuat tawa Arlan langsung pecah seketika.
“Ha ha ha…” Alan benar-benar tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa dengan begitu kencangnya sampai perutnya terasa sakit. Expresi wajah Chila begitu menggemaskan saat mengatakan itu dan itu membuat Arlan semakin tidak bisa menahan tawanya.
Tawa keras Arlan tentu sampai terdengar dari kamar Clara yang memang letaknya di lantai satu. Clara keluar dari kamarnya menggunakan setelan kerja karena dia akan ke kantor Papanya. Clara mengerutkan kening melihat sahabatnya tertawa terpingkal-pingkal.
“Apanya yang lucu?” tanya Clara mendekati keduanya.
Chila yang masih marah pada kakaknya tidak menjawab. Dia langsung bangkit dan pergi begitu saja meninggalkan Arlan yang masih tertawa.
Melihat kedatangan Clara yang sudah sangat rapi membuat Arlan segera menghentikan tawanya. Dia berdiri dan merangkul pundak Clara seperti biasa.
“Tadi aku merangkulnya seperti ini dan dia malah memperlihatkan cincinnya padaku. Katanya dia sudah memiliki kekasih” ucap Arlan menjelaskan., “Adikmu memang lucu sekali” lanjutnya.
“Ohh..” Clara menimpali dengan satu kata “Oh” saja seolah tidak tertarik.
“Kamu mau ke kantor Om Gavin ya?” tanya Arlan pula dan Clara pun menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Kalau begitu mari pergi bersama, Aku juga mau bertemu Papa. Katanya Papa juga sedang disana” ucap Arlan yang tanpa menunggu jawaban Clara langsung menarik gadis itu untuk keluar bersamanya. Arlan sudah sangat hafal rutinitas Clara, makanya dia sengaja datang agar bisa mengajak gadis itu pergi bersama.
…
“Jangan terlalu keras pada adikmu” tegur Arlan saat mereka sudah dalam perjalanan menuju Alexander Group.
“Aku hanya tidak ingin dia dimanfaatkan Agnes. Aku tau bagaimana mental Chila, dia tidak akan bisa berteman dengan Agnes. Yang ada dia hanya akan dijadikan bulan-bulanan. Agnes akan memerintah Chila untuk melakukan apapun yang dia mau. Awalnya memang dia baik-baikin Chila tapi lama-lama sifat aslinya akan keluar. Andai Chila tidak selemah sekarang aku tidak akan membatasi dia berteman dengan siapa saja. Kamu tau sendiri Chila sepolos apa kan?” ucap Clara membalas ucapan Arlan.
Arlan pun menganggukkan kepalanya mengerti.
“Saranku biarkan saja Chila berteman dengan Agnes, setelah dia merasakan sendiri bagaimana Agnes baru dia akan mempercayai semua ucapanmu. Kadang kita harus membiarkan orang merasakan sakitnya terjatuh agar kedepannya orang tersebut bisa berhati-hati” ucap Arlan sambil mengelus rambut Clara dengan sayang.
Clara pun tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya. Arlan memang sudah seperti kakaknya sendiri karena Arlan sangat mengerti dirinya dengan baik. Sangat berbeda dengan Ethan yang selalu saja berburuk sangka padanya.
….
Ternyata Ethan dan Papanya juga pergi ke perusahaan Alexander Group. Gavin, Brin dan Mandey (Papa Arlan) memang melakukan pertemuan. Rencananya mereka akan membuat anak perusahaan baru dengan pemegang sahamnya anak mereka masing-masing. Nanti setelah ketiganya lulus S2 mereka bertiga akan menjalankan perusahaan tersebut.
“Ini mereka datang” ucap Gavin saat melihat putrinya dan juga Arlan memasuki ruangan. Diruangan itu sudah ada Ethan, Gavin, Brin dan Mandey. Ethan menekuk wajahnya melihat Arlan merangkul pundak Clara. Bukan dia cemburu, sama sekali tidak. Hanya saja Arlan sudah berbohong karena mengatakan akan dirumah saja tetapi dia malah datang bersama Clara.
“Kenapa bisa barengan?” tanya Mandey penasaran.
“Aku jemput Clara ke rumahnya saat Papa chat aku untuk kesini. Aku pikir Clara pasti juga akan kesini. Biar barengan” jawab Arlan dengan tersenyum.
“Oh…kamu ini bisa saja” ucap Mandey yang sudah tau akal bulus anaknya.
Sepanjang diskusi tersebut Ethan hanya diam saja. Entah terlalu fokus atau masih kesal karena Arlan membohonginya. Yang jelas mood nya sangat jelek saat itu.
Arlan menyikut lengan Ethan karena sahabatnya tidak menyapanya sama sekali padahal sudah hampir tiga puluh menit mereka duduk bersebelahan.
Ethan menoleh sebentar kemudian kembali fokus mendengarkan penjelasan Gavin. Arlan mengerutkan keningnya. Dia yang sudah mengenal Ethan dari lama tentu sangat tau kalau sahabatnya itu sedang marah.
Arlan kembali menyikut lengan Ethan tapi lagi-lagi Ethan tidak merespon.
“Kamu marah?” bisik Arlan pelan.
Ethan pura-pura tidak mendengar, dia kembali fokus dengan penjelasan Gavin.
“Kamu cemburu?” hanya itu yang terlintas dipikiran Arlan.
Mendengar itu tentu saja membuat Ethan begitu murka. Dia menatap tajam ke arah Arlan. Dia tidak suka mendengar kata cemburu itu keluar dari mulut Arlan.
“Bacot” ucap Ethan sambil menyikut lengan Arlan. Sayang aksi itu dilihat oleh Brin. Dia pun menegur putranya.
“Ethan, lihat lah Clara, fokus dalam bekerja. Ini bukan waktunya main-main” ucap Brin menegur putranya.
Ethan mendengus sebal.
Selalu saja dibandingkan dengan cewek kasar itu. Gumam Ethan dalam hati.
Bersambung...
Hari ini seperti biasa setiap sebulan sekali Gavin, Mandey dan Brin akan mengajak keluarga mereka untuk mengunjungi panti asuhan serta panti jompo untuk membagikan pakaian, makanan, mainan dan keperluan pokok lainnya. Jika biasanya Chila akan malas-malasan untuk ikut tapi kali ini dia sangat bersemangat karena panti asuhan yang dikunjungi adalah tempat kenangannya bersama sang Mama. Mamanya dulu sering mengajak dia disana hingga Chila mendapatkan teman dekat yang masih menjadi teman dekatnya hingga sekarang.
Saat tiba di panti asuhan, Mandey sudah lebih dulu tiba disana. Seperti biasa dia mengajak istri dan kedua anaknya. Arlan dan Audrey yang usianya hampir sama dengan Chila. Tak lama setelahnya Brin, istrinya dan Ethan pun tiba. Dan seperti biasa Gavin akan paling terlambat datang bila Chila ikut bersama karena dia akan berlama-lama merias diri.
Clara dan juga Chila keluar dari mobil secara bersama-sama. Chila akan mengenakan dress dan rambutnya akan ditata dengan begitu cantik, sedangkan Clara lebih simpel karena seperti biasa dia hanya akan mengenakan kemeja serta celana jeans. Tapi wajah keduanya sama-sama cantik dan bersinar. Clara cantik seperti mamanya sedangkan Chila lebih mirip dengan Gavin. Keduanya cantik dengan ciri khas masing-masing.
Seperti biasa, Arlan akan menghampiri kedua kakak beradik tersebut.
“Hai cantik-cantikku, selamat pagi” sapanya dengan tersenyum.
“Pagi kak” sapa Chila ramah seperti biasa dan Clara juga melakukan hal yang sama walau senyumnya tidak secerah mentari.
Ditempatnya Ethan melirik malas-malas pada gadis yang bisa dibilang dia tidak sukai itu. Gadis yang dia beri sebutan si jutek.
“Cewek jutek dan pelit senyum sudah datang” gumam Ethan dalam hati.
Acara penyerahan bantuan itu pun dimulai. Clara seperti biasa memang bisa diandalkan. Dengan cekatan dia membagikan bingkisan itu kepada anak-anak panti.
“Chila bisa minta tolong ambilkan bingkisan yang berwarna biru di mobil?” tanya Clara pada adiknya.
“Iya kak” jawab Chila dan langsung menuju parkir.
Saat membagikan bingkisan mainan ternyata ada satu anak yang belum dapat hingga dia menangis. Di dalam mobil ada tersisa satu kado berwarna biru yang sebenarnya akan Clara berikan kepada anak salah satu pekerja di rumah. Clara berpikir daripada anak ini menangis lebih baik untuk yang dirumah bisa dibelikan lagi nanti. Tapi Chila malah salah mengambil bingkisan, dia mengambil bingkisan yang harusnya dibawa ke panti jompo.
“Chila, kakak kan sudah bilang yang warna biru” ucap Clara penuh penekanan. Clara tidak membentak hanya sorot matanya membuat Chila takut. Ethan yang melihat itu langsung menghampiri.
“Tidak usah marah-marah seperti itu, kalau tidak ingin salah harusnya kamu ambil sendiri” ucap Ethan membela Chila.
Clara menghela nafas, dia tidak mau berdebat dan berjongkok terlebih dahulu agar sejajar dengan anak kecil yang tadi tidak kebagian kado.
“Tunggu ya , kakak ambilkan dulu kadonya” ucap Clara sambil tersenyum tipis kemudian bergegas menuju mobilnya.
Anak itu sudah nampak berkaca-kaca, Chila yang memang gampang terbawa suasana pun ikut menangis. Dia berjongkok dan menangkan anak tersebut. Ethan yang melihat itu begitu terpesona dengan sosok Chila yang begitu keibuan. Sangat berbanding terbalik dengan Clara yang judes.
Arlan menepuk pundak Ethan yang masih terpesona pada Chila.
“Sudah jangan lama-lama terpesonanya” ucap Arlan dengan terkekeh. Ethan memelototkan matanya dan segera pergi dari sana. Tak lama setelah kepergian Ethan, Clara pun datang dengan membawa bingkisan berwarna biru untuk anak kecil itu hingga dia tidak menangis lagi. Anak kecil itu mengucapkan terima kasih dan bergabung dengan anak-anak yang lain.
Setelah acara di panti asuhan selesai, mereka beristirahat di salah satu restoran dan makan siang bersama. Disana Ethan kembali terpesona melihat Chila yang begitu dekat dengan Papanya. Dia menyiapkan makan untuk Papanya dan mengobrol layaknya Ayah dan anak. Sangat berbeda dengan Clara yang memilih diam saja dan terus menikmati makannya.
“Clara, dimana rencananya kamu akan melanjutkan study?” tanya Vania , Mama Ethan.
“Mereka bertiga akan melanjutkan pendidikan di universitas yang sama sayang” Brin, Papa Ethan yang menjawab.
“Wah bagus kalau begitu. Kamu jaga ya Ethan disana. Jangan sampai dia terjerumus pergaulan bebas” ucap Vania pula.
“Mama” protes Ethan kesal.
Vania hanya tertawa saja menanggapi protes putra semata wayangnya. Daripada mempedulikan ocehan Mamanya, Ethan memilih memandangi wajah Chila yang begitu teduh dan selalu tersenyum itu. Apalagi sikap manjanya itu sangat Ethan sukai. Berbeda sekali dengan Clara yang apa-apa bisa dia lakukan sendiri. Setiap mengingat Clara entah kenapa Ethan rasanya selalu ingin marah saja.
Hem.
Arlan sengaja menggoda Ethan yang dari tadi terlihat begitu terpesona pada Chila. Ethan yang ketahuan memandangi Chila lalu berpura-pura melihat ke arah lain. Dan sialnya matanya bertatapan tanpa sengaja dengan Clara, tapi Clara dengan cepat memalingkan wajahnya. Wajah Clara yang biasanya ketus dan dingin itu saat itu terlihat berbeda dari biasanya. Ada sorot mata sendu yang terlihat disana dan Ethan tidak tau apa alasannya.
….
Arlan dan Clara duduk di pinggir danau sambil sesekali melemparkan batu kecil ke dalam kubangan air yang berwarna hijau itu. Tangan Arlan terulur dan merangkul pundak Clara.
“Kenapa?” tanya Arlan pada Clara.
Clara hanya menggeleng lalu tersenyum tipis.
Arlan melepas rangkulannya dan memegang kedua pundak Clara.
“Aku sangat tau kamu Clara, jangan bohong” ucap Arlan tidak percaya.
Clara menghela nafas berat.
“Kenapa ya aku merasa Papa tidak menyayangiku?” tanya Clara dengan air mata yang kini sudah menggenang di pelupuk matanya. Clara menengadahkan wajahnya agar air mata itu tidak sampai terjatuh.
Arlan membawa Clara ke dalam pelukannya.
“Itu hanya perasaanmu saja. Aku yakin Om Gavin menyayangi kalian sama rata” ucap Arlan menenangkan.
Clara menggeleng dalam pelukan Arlan.
“Tidak Ar. Papa tidak pernah sayang padaku. Setiap melihatku entah kenapa Aku merasa Papa terlihat menahan amarah. Sepertinya Aku hanya beban buatnya. Kamu tidak akan mengerti apa yang aku rasakan Ar karena kedua orang tuamu begitu menyayangimu” ucap Clara yang sudah berkaca-kaca.
Arlan mengelus-elus pundak Clara. Arlan tau kalau sekarang Clara hanya perlu tempat untuk mengeluarkan isi hatinya. Arlan cukup diam dan mendengarkan.
Ethan yang dari tadi mencari keberadaan Arlan mengernyitkan kening karena melihat Arlan tengah memeluk Clara yang sepertinya sedang menangis.
“Clara kenapa ya? Kenapa dia menangis? Bukannya dia gadis yang begitu kuat? Bahkan saat Mamanya meninggal pun dia tidak menangis” gumam Ethan dalam hati. Ethan pun mengurungkan niatnya untuk menghampiri Arlan. Ethan berpikir kalau dia kesana Clara akan malu bila menangis jadi Ethan memilih pergi saja dari sana.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!