Bab 1
Langit gelap dengan angin bertiup kencang, mendukung suasana mencekam di kawasan peperangan. sejauh mata memandang, hanya lautan manusia kini terbaring tidak bernyawa di atas tanah gersang.
Cairan merah kini menjadi pemandangan yang begitu mengerikan dan bau anyir tidak bisa terelakkan, menambah suasana yang sangat mencekam dan mengerikan.
Suara sorakan kemenangan kini terdengar dari kubu terkuat, merayakan atas peperangan yang terjadi di wilayah tersebut yang mereka menangkan.
Peperangan yang memperebutkan wilayah kekuasaan di zaman kerajaan Belgia di abad XVI. Dimana peperangan tersebut, dipimpin langsung oleh wanita terkuat dan terbengis pada zamannya, yaitu, ratu Berliza Scott.
Dari kejauhan, seekor kuda hitam pekat berlari dengan gagahnya ke tengah-tengah laut manusia yang gugur dalam peperangan.
Kuda itu bergerak di sana, seakan memperlihatkan, kegagahannya kepada orang-orang yang kini masih bersorak.
Sosok yang berada di atas kuda yang masih lengkap dengan baju khas perang, terlihat turun dari kuda dengan begitu gagah.
Ia terlihat sebagai seorang kesatria hebat, namun siapa yang menyangka, saat helm baja pelindung di atas kepalanya di buka. Tampaklah seorang wanita cantik.
Yang tidak lain adalah ratu terkejam dan berdarah dingin di kerajaan Belgia.
Tawa sang pemimpin perang terdengar membahana di sana. Tawa yang begitu puas atas kehebatan dan keberaniannya dalam memimpin pasukan perang.
"Lihat! lihatlah, kalian semua, atas kehebatanku ini!" Teriakan bercampur tawa itu terdengar. Ratu Berliza begitu sombongnya memperlihatkan keberhasilannya.
"Bukankah, aku adalah manusia terhebat di wilayah ini!" Teriakannya lagi dengan kedua tangannya terangkat keatas begitu juga kepalanya.
Suaranya begitu terdengar lantang, ratu Berliza ingin mengatakan kepada semuanya kalau dirinya yang terhebat.
"Akulah yang terhebat, aku, ratu Berliza Scott yang paling hebat di negara ini," teriaknya lagi di iringi tawa puas membahan.
Tatapan pongah ia tujukan kepada, sosok pria yang masih lengkap dengan baju perangnya, hanya wajah yang bisa di lihat jelas.
"Lihatlah, sayang! Betapa hebatnya istrimu ini. Kau seharusnya bangga, memiliki seorang pendamping hebat sepertiku." Ucap ratu Berliza, sambil membuka baju zirahnya dan bergerak ke sana kemari untuk memamerkan kehebatannya.
Suara sorakan itu bahkan berhenti, berganti tatapan benci dan jengah. Siapa yang menduga, pasukannya kini ingin melihatnya tiada sekarang juga.
Seluruh prajurit yang masih tersisa, begitu muak melihat sosok pemimpin sombong dan kejam seperti ratu Berliza.
"Lakukan sekarang!" Titah raja Stefan Simon. Memberikan perintah kepada pengawalnya untuk membidik anak panah beracun tepat di dada dan perut ratu Berliza.
Raja Stefan sudah sangat muak melihat tingkah pongah istrinya itu, istri yang dinikahinya hanya demi sebuah tahta dan kekuasaan di wilayah perang yang mereka menangkan sekarang.
"Berikan aku persembahan terbaik kalian!" Pinta ratu Berliza dengan kedua tangannya masih merentang, siap menyambut persembahan para prajurit.
Semua prajurit hanya bisa menahan rasa geram mereka, melirik ke arah sang raja yang berjanji akan menghilang nyawa ratu Berliza.
Raja Stefan hanya terenyuh miring, merasakan tatapan para prajuritnya.
"Bersujudlah, kalian semua! Termaksud, kamu suamiku!" Titah ratu Berliza dengan pongahnya.
"Kau ingin melihat kalian menyembahku dan mengingat semua apa yang sudah aku berikan kepada kalian, lihatlah sekarang ini, aku berhasil menguasai wilayah luas ini!" Ucap ratu Berliza dengan lantang.
Wanita itu kini melepas seluruh baju perangnya sambil berjalan mendekati raja Stefan.
Wajah cantiknya tersirat kesombongan hakiki, tatapan merendah ia berikan kepada raja Stefan.
"Kau tidak akan bisa menguasai ini tanpa kekuatan juga kepintaranku, sayang. Seharusnya, semua tahta menjadi milikku," ujar ratu Berliza dengan senyum remeh yang ditujukan kepada suaminya.
Berliza sendiri, bersedia menerima tawaran pernikahan raja Stefan hanya untuk mengambil alih kekuasaan dan menjadi satu-satunya penguasa di negeri tersebut.
"Itu semudah itu setelah kami melihatmu tiada," sahut raja Stefan dengan seringai terbit di kedua sudut wajah.
Ratu Berliza menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung ke arah raja Stefan, setelah itu berdecak sinis.
"Omong kosong," balas ratu Berliza sambil membalikkan badan, mengangkat kedua tangan ke atas, memberikan perintah kepada semua orang untuk bersujud.
"Bersujud …." Perkataan wanita kejam dan licik itu terhenti, saat sebuah anak panah beracun menembus rongga dada sebelah kirinya.
Kedua pupil mata ratu Berliza terbelalak, menatap ke arah depan, di mana raja Stefan turun dari kuda dan berjalan mendekat.
Ratu Berliza meringis kesakitan sambil memegang anak panah yang menembus rongga dada kirinya.
Wanita itu masih bisa mempertahankan kesadaran sepenuhnya, meskipun rasa sakit teramat sangat kini menyerangnya.
Wajah wanita itu mendadak memucat dengan keringat dingin sudah membasahi permukaan wajahnya.
"K-kua!" Seru ratu Berliza dengan suara geraman tertahan.
Ketika raja Stefan kini berdiri tepat di depannya dan seorang wanita cantik yang sangat Berliza kenali kini berjalan di belakang raja Stefan.
"K-kalian, sekongkol ingin melakukan ini kepadaku?" Suara ratu Berliza sudah terdengar terbata dan lirih.
Ia berulang kali ingin terjatuh, namun sekuat tenaga dirinya menahan bobot tubuhnya. Agar bisa menjaga harga diri di depan para pengkhianat.
Wanita yang berada di samping raja Stefan tertawa lepas dan penuh kepuasan, melihat wanita yang selama ini ia benci akhirnya terluka.
Wanita yang merupakan pelayan setia Berliza yang menjadi satu-satunya wanita yang begitu dekat dengan wanita bengis itu.
Yang ternyata diam-diam menjadi wanita lain atau selir raja Stefan. Wanita yang selalu berlaku lembut dan bersikap bijak di hadapan ratu Berliza ternyata seorang wanita bermuka dua.
"Kami sudah menantikan ini yang mulia, menantikan di mana dirimu di meregang nyawa di depan para rakyatmu sendiri." Wanita itu kini berjalan beberapa langkah ke arah ratu Berliza dan berkata halus namun tersirat kepuasan di sana.
Amarah ratu Berliza tentu saja begitu menggila, tatapannya bahkan kini terlihat begitu mengerikan. Ia menghunus tatapan buasnya ke arah raja Stefan yang juga melangkah padanya.
Raja Stefan dan wanita itu berciuman mesra di depan tubuh rapuh ratu Berliza yang sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit yang menjalar keseluruhan tubuh.
"Dasar pengkhianat! Aku tidak akan membiarkan kalian hidup! Apa yang kalian lihat, bunuh mereka!" Teriak ratu Berliza dengan nada bergetar juga wajah yang begitu kacau, kesombongannya kini berganti dengan perasaan tercengang dan mencoba menahan rasa sakit.
"Cepat bunuh mereka!" Teriak ratu Berliza sekali lagi, memerintahkan kepada prajurit setia untuk membunuh suami dan wanita pengkhianat ini.
Namun ratu Berliza begitu tertegun, mendengar suara kekehan, bahkan tawa para prajuritnya yang begitu bahagia.
Ratu Berliza tidak percaya dengan apa yang sekarang ia lihat, sosoknya kini berubah sebagai manusia tidak berdaya berada di tengah-tengah para manusia-manusia licik.
"Apa yang kau harapkan, ratu. Kau berharap akan ada seseorang yang menginginkanmu hidup? Ketahuilah, semuanya menginginkan kematianmu. Kematian ragu kejam sepertimu!" Sentak wanita yang berada di rangkulan raja Stefan. Ia berkata sambil mengolok-olok ratu Berliza dengan senyum miring.
Melihat ketidakberdayaan wanita kejam di depannya yang hanya bisa tertegun.
Raja Stefan hanya bisa tersenyum puas melihat istrinya sendiri dalam keadaan tidak berdaya. Ia bahkan terus berlaku romantis kepada selirnya itu.
"Kau tidak bisa keluar dari situasi ini, ratu. Karena tidak ada yang akan bisa membantumu. Keluargamu sudah berakhir di tangan kami." Bisik selir raja Stefan dan diikuti tawa membahana bersama dengan raja Stefan.
Keduanya begitu sangat bahagia melihat kondisi menyedihkan seorang wanita paling kejam dan semena-mena sekarang ini.
"Dengar, kalian bisa melakukan sesuatu kepada wanita ini, sebelum malaikat maut datang menjemputnya!" Pinta sang wanita lain yang memberikan instruksi kepada para prajurit untuk melempari ratu Berliza.
Sedangkan ratu Berliza sungguh tercengang dengan perkataan pelayan setianya tentang keluarganya. Wanita itu masih bersikeras mempertahankan tubuhnya agar tetap berdiri kokoh di hadapan kedua para pengkhianat.
Meskipun kini ia dilempari batu oleh para prajuritnya di iringi makian juga hinaan, bahkan beberapa prajurit yang menyimpan dendam kepadanya, meludahinya.
Ratu Berliza kini hanya bisa terdiam menerima kenyataan pahit yang kini ia alami. Ternyata hasil berjuangnya harus mendapatkan penghina juga pengkhianat.
Ratu Berliza kini bergeser sedikit demi sedikit ke arah raja Stefan dan selirnya yang sedang bercumbu.
Ia diam-diam meraih sebuah tombak runcing dengan tangan gemetarnya, saat berhasil meraih tombok itu dengan susah payah.
Ratu Berliza mengarahkan ke arah raja Stefan dan selirnya, mengetahui itu, raja Stefan menjadi selirnya sebagai tameng. Membuat kedua kelopak mata wanita itu terbelalak tidak percaya, saat tombak runcing itu menembus punggung bagian tengahnya.
"Bunuh dia!" Teriak raja Stefan menghindari serangan ratu Berliza di sisa tenaga yang ia paksakan.
Ratu Berliza begitu puas saat melihat wanita pengkhianat itu kini tumbang tidak berdaya, kini ia kembali meraih sebuah belati di saku bajunya, ia membidik ke arah raja Stefan.
Berhasil, bidikannya kini tepat sasaran yang mana berhasil menembus kepala sang raja.
Bersamaan ribuan busur kini terarah kepadanya, hingga sekujur tubuh tangguh itu akhirnya roboh tidak berdaya di atas tanah gersang.
Meskipun ia harus berakhir dengan tragis dan di tangan para rakyatnya sendiri, setidaknya ia begitu puas bisa melenyapkan kedua pengkhianat itu setelah ia benar-benar harus kehilangan segalanya melalui kematiannya.
Kedua mata ratu Berliza kini menatap langit mendung yang seakan-akan ikut bersedih dengan kondisi yang dihadapinya. Senyum masih terlihat di wajah cantik wanita bengis itu, hingga pandangannya mulai menghitam dan akhirnya kehilangan nyawa dengan senyum puas di wajah.
Di kehidupan lain, terlihat sosok wanita yang kini sedang menyambut kematiannya dengan keadaan menyedihkan.
Wanita itu ditinggal begitu saja di ruangan sempit dan pengap, saat bayi di dalam rahimnya di keluarkan paksa dengan secara alami. Sungguh keadaan begini tragis, harus merasakan perutnya dibelah dalam keadaan sadar, tanpa obat bius. Ia Bahkan kehilangan kesadarannya saat menahan rasa sakit teramat sangat.
Mm wanita menyedihkan itu, hanya bisa menahan teriaknya saat mulutnya dibungkam dengan sapu tangan.
Sungguh perbuatan begitu keji, yang dilakukan oleh orang suruhan suaminya sendiri. Pria itu tega melakukan kekejaman terhadap istrinya demi tahta dan kekayaan yang dimiliki si wanita. Ia juga memiliki dendam begitu dalam kepada, wanita malang itu.
Yang sangat membuat hati wanita menyedihkan itu hancur, saat bayinya di paksa keluar dan mereka tega membawanya, wanita itu hanya bisa menangis dengan menahan rasa sakit akibat luka yang ditinggalkan.
Ia juga tidak memiliki waktu banyak, saat dirinya merasakan akan segera meninggalkan dunia. Ia hanya bisa menatap ke atas, saat bayangan putih menyemputnya.
Ia hanya memiliki satu permintaan di detik-detik akhir dari hidupnya.
"Aku berharap, engkau menempatkan jiwa lain di dalam diri ini. Agar kelak, mereka membayar semua perbuatannya kepadaku dan melindungi keturunanku. Semoga jiwa itu, adalah sosok tangguh dan kuat, agar jiwa lemah ini bisa tenang di tempat baru."
Setelah mengutarakan permintaan terakhirnya, sang wanita dengan wajah menyedihkannya juga kondisi yang memperhatikan itu, tersenyum dengan kedua kelopak mata secara perlahan mulai terpejam. Bersamaan jiwa rapuh itu pergi, meninggalkan raga yang di penuhi kehinaan juga luka.
Kedua kelopak mata indah yang baru beberapa detik terpejam, kini terbuka kembali. Dengan ekspresi terkejut juga kebingungan, nampak di sorot kedua mata itu.
Sorotan mata indah seketika menajam, merotasi sekeliling dengan pandangan liar penuh kewaspadaan.
Ia begitu bingung dengan keadaan yang jauh berbeda dari pandangan sebelum menutup mata.
Ruangan itu juga jauh berbeda dengan kehidupan sehari-harinya. Kedua mata begitu menyipit tajam untuk menelisik segala penjuru ruangan dan benar saja ia berada di tempat yang begitu asing dan aneh.
Ratu Berliza baru saja memejamkan kedua mata saat kematian datang kepadanya namun, seketika ia terkejut, saat kembali membuka kedua matanya, ia mendapati diri sedang berada di tempat begitu aneh.
Kedua kelopak mata liar, ratu Berliza menelisik semua benda yang ada di sana dan semuanya begitu asing dan jauh berbeda dengan sebelumnya.
"Aku dimana? Bukankah? Aku baru saja memejamkan mata dari kematian?" Wanita itu berucap dengan suara lirih juga begitu lemah.
Berliza mencoba untuk menggerakkan tubuhnya yang lemah dan berusaha bangkit.
Namun, lenguhan juga erangan tertahan keluar dari mulutnya yang merasakan sakit luar biasa di sekitar perut bagian bawahnya.
Ia pikir semua karena efek serangan busur panah yang melukainya.
Berliza mencoba membawa salah satu tangan ke area dada, di mana seingatnya ia mendapat luka tusukan beracun di dadanya.
Wajah wanita itu terlihat mengkerut tajam, saat tidak merasa sakit ataupun luka basah di sana.
Perasaan Berliza semakin tidak karuan, ia seakan berada di tempat lain, yang begitu jauh dari kehidupan sebelumnya.
Beberapa benda asing yang ia lihat di ruangan itu, membuat Berliza semakin begitu penasaran.
"Tidak mungkin, seorang yang tubuhnya dipenuhi busur panah bisa hidup." Monolognya dengan perasaan yang semakin bertanya-tanya.
Kini telapak tangannya mencoba memegang asal rasa sakit yang ia rasakan sekarang.
Ia merasakan luka menganga di sana juga masih basah.
Berliza terus mendesis tertahan, merasakan sakit yang sangat luar biasa. Beruntung ia memiliki jiwa yang sangat kuat, jadi wanita itu mampu menahan kesadarannya yang berangsur-angsur mulai kembali lemah.
"Akh!" Erangannya, saat tidak sengaja menyentuh luka di area perut bawahnya.
Berliza juga bisa melihat telapak tangannya kini terdapat cairan merah.
Sungguh Berliza ingin berteriak untuk mengeluarkan perasaan yang teramat sakit hati.
Ia yakin luka perut tersebut masih menganga, cairan merah pun masih keluar begitu derasnya.
Berliza memikirkan sesuatu cara untuk bisa menghentikan cairan merah itu keluar dari bagian perutnya.
"Aku harus melakukan sesuatu, tubuhku semakin lemah," gumam Berliza berusaha menahan rasa sakit teramat sangat itu dan berusaha bangun.
Berliza kini menyandarkan punggung ke belakang, mencoba meraih kain putih di atas meja yang ada di samping ranjang.
Selain rasa sakit di bagian perut, Berliza juga mencoba melihat dengan jelas, saat penglihatannya mulai mengabur dan kepalanya begitu berat.
Tidak sengaja, kedua kelopak matanya melihat ke arah cermin.
Samar-samar, Berliza melihat keanehan di wajahnya. Ia mencoba untuk melihat lebih jelas pantulan dirinya d cermin.
Seketika kedua kelopak matanya terbuka lebar, saat menyadari sesuatu berbeda pada dirinya.
"Ini memang aku, namun, kenapa penampilanku seperti ini? Juga sejak kapan raut wajah ini terlihat begitu penuh penderitaan pun menyedihkan?" Berliza berusaha untuk bangkit, wanita itu, sekuat tenaga mencoba berdiri dengan punggung membungkuk untuk meringankan beban sakit di perutnya.
Saat Berliza ingin melangkah ke arah cermin di hadapannya. ia meluruh, saat rasa sakit itu begitu menjadi.
Berliza menarik kedua kakinya mendekati cermin. Wanita berwajah menyedihkan, kini menatap pantulan wajah di dalam cermin.
Kedua kelopak mata itu terbuka sempurna, saat menangkap hal aneh di wajahnya.
Rambut panjang yang selalu ia jaga dan rawat kini berubah pendek juga terlihat begitu buruk.
Telapak tangannya kini menyentuh wajah sembab juga lusuh itu, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat, ia menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan firasat aneh yang ia rasakan.
"Ini benar wajahku, tapi kenapa aku begitu terlihat begitu menyedihkan? Juga, tubuh ini begitu lemah dan kurus. Lihat! Kulitnya pun begitu buruk. Aku terlihat sangat buruk." Seloroh Berliza menelisik penampilannya yang tampak jauh berbeda.
"Apa aku berada di tubuh orang lain? Aku juga merasa ini bukanlah dunia sebelumnya aku berada." Berliza terus mencoba menebak sesuatu.
Saat terus berpikir keras dengan keadaannya, tiba-tiba kepalanya begitu sakit dan sesuatu kejadian muncul di kepalanya.
"Akh!" Teriaknya, saat rasa sakit di kepalanya begitu kuat. Ia bahkan memegang dan menggenggam rambutnya.
"Ini sakit sekali, akh!" Berliza berdesis kesakitan.
Ia juga bisa mengingat sesuatu kejadian yang belum pernah ia alami.
"Apa ini, apa yang sedang terjadi?" Tanya di tengah rasa sakit juga ingat itu semakin tampak terlihat.
Ia bisa mengingat kejadian yang dialami seorang wanita yang wajahnya begitu mirip dengannya.
Kejadian penuh kekerasan dan kekejaman yang wanita itu alami dari seorang pria juga dua orang wanita.
Berliza bisa melihat dan mendengar dengan jelas setiap teriakan juga tangisan pilu wanita itu, di mana ia diperlakukan begitu buruk layaknya seekor binatang menjijikkan.
"Dia siapa? Apa yang terjadi denganku?" Ucapnya sambil berteriak kesakitan.
Tanpa sadar, kedua matanya meneteskan air mata, melihat kehidupan sang wanita yang begitu menyedihkan.
Ia juga bisa melihat di hina di depan banyak orang dan semua yang menjadi miliknya di kuasai oleh kerabat pria yang ia dengar merupakan suami si wanita.
"Brengsek!" Teriak Berliza tanpa sadar yang mana kedua tangannya kini mengepal erat.
Saat menangkap kejadian memilukan, di mana seorang pria terang-terangan bercumbu di hadapan wanita yang mirip dengannya yang hanya bisa bersujud dan menagis.
"Bedebah, kehidupan macam apa ini? Apa ini kehidupan masa lalu ku? Atau masa sekarang? Sungguh begitu memilukan dan aku terlihat begitu pecundang!" Erang Berliza begitu emosi melihat dengan jelas, kejadian demi kejadian yang melintas di ingatannya.
"Sungguh, aku tidak mengerti. apa yang sebenarnya terjadi denganku." Ucapnya dengan wajah yang terus berpikir keras.
Namun tiba-tiba penglihatannya menghitam, ia lantas jatuh tidak sadarkan diri.
Berliza kini melihat dirinya berada di ruangan yang begitu amat gelap, wanita itu bangkit tanpa merasakan kesakitan, berjalan mendekati sebuah cahaya putih yang seakan sedang mengintip.
Wajah wanita itu semakin mengkerut tidak mengerti dan terus melangkah ke arah cahaya putih tersebut.
Kini ia melihat sebuah alam terbuka dan begitu luas, ia juga bisa melihat tanah luas itu ditumbuhi berbagai macam tanaman hijau juga bunga.
Sebuah lukisan alam yang pemandangannya begitu indah.
Berliza terus melangkah, hingga ia tiba di telaga yang memiliki mata air yang begitu jernih.
Berliza kini berada di atas jembatan kecil, tatapan takjub bercampur heran, terus melihat-lihat kesana-kemari.
Hingga ia melihat sosok wanita duduk di sebuah bangku putih, sosok wanita berambut panjang dengan tubuh yang tampak begitu berkilau sedang memunggunginya.
Ia berjalan mendekat dengan dahi terlihat semakin kebingungan.
Wanita itu tiba-tiba saja membalikkan badan saat jarak mereka berada 3 langkah.
Berliza jelas sana terkejut dan tidak percaya, melihat sosok wanita di hadapan yang memiliki wajah sama dengannya.
Kedua mata terbuka tidak percaya, memindai sosok wanita tersebut.
Wajah mereka begitu sama, hanya raut wajah yang membedakan.
Di mana wanita di depannya memiliki raut bersahaja dan lembut, sedangkan dirinya sendiri memiliki wajah tegas dan datar.
"Selamat datang, nona!" Sapa wanita di depannya dengan seutas senyum indah terlihat.
Berliza masih menatap lekat, wanita di depannya ini.
"Kau, siapa?" Tanya Berliza dengan nada dingin.
Wanita itu tersenyum, mengisyaratkan kepada Berliza untuk duduk di sampingnya.
🌹🌹🌹
"Anda pasti bingung dengan ini semua, tapi aku bersyukur dan berterimakasih kepada anda, sudah bersedia untuk menempati tubuhku yang begitu lemah." Tutur wanita itu dengan ucapan yang begitu lembut dan senyum terus terlihat indah di wajah.
Berliza mencoba memahami dengan tatapannya kini terlihat tajam dan lekat.
"Apa maksud kamu? Siapa sebenarnya, dirimu?" Sergah Berliza, nada suaranya begitu terdengar dingin.
"Aku adalah pemilik raga yang sekarang nona tempati. Anda juga sedang berada di kehidupanku yang penuh dengan penderitaan." Wanita itu menjelaskan yang diiringi wajah sendu.
"Jadi, kau wanita yang melintas di ingatanku?" Sentak Berliza lirih.
Wanita itu hanya mengangguk sambil berdiri dengan kembali memunggunginya.
"Aku hanya minta kepada anda, tolong balaskan semua yang telah aku terima terhadap mereka, juga melindungi bayi yang baru saja mereka keluar secara paksa," ucap wanita itu dengan suara tercekat perih.
"Aku mohon nona, balaskan semua rasa sakit yang selama ini aku terima dari mereka," wanita itu kini bersimpuh di depan Berliza.
Membuat jiwa bengis Berliza sedikit tersentuh. Bagaimanapun ia juga seorang wanita yang mendapat pengkhianat dari suami dan rakyatnya sendiri.
Berliza mendekati wanita cantik di depannya, membantunya untuk segera berdiri dan mereka saling menatap dalam.
"Percayalah, aku pasti akan melaksanakannya dan memberikan mereka penderitaan yang selama ini ia lakukan kepadamu," tandas Berliza yang tatapannya begitu penuh emosi juga dendam.
Wanita di depannya tersenyum bahagia, tidak lama sosok itu bergerak menjauh darinya.
Bersamaan Berliza kembali sadar dari pingsannya. Saat membuka kedua kelopak mata.
Indera pendengaran tajam wanita itu menangkap sebuah langkah kaki mendekat, juga suara beberapa orang.
Wanita itu berusaha bangkit dan mencoba kembali ke atas ranjang. Berliza juga meraih sebuah benda tajam yang ia temukan di atas meja.
Ia kembali berpura-pura tidak berdaya, bertepatan pintu ruangan itu terbuka.
Berliza bisa menebak, berapa orang yang sekarang melangkah ke arahnya.
"1, 2, 3, 3, 5. Mereka lima orang," ucap Berliza dalam hati. Menghitung langkah pria yang kini mengelilingi ranjangnya.
Benar tebakan Berliza, semuanya ada lima pria yang kini menatap sinis ke arahnya.
Bahkan salah satu dari mereka, sengaja menendangnya, hanya untuk menyakinkan dirinya sudah meninggal.
Bahkan mereka meludahinya, dan berdecak jijik. Seakan melihat bangkai bintang.
Jelas saja jiwa bengis wanita ini begitu memberontak ingin menghabis kelima pria ini.
Apalagi mendengar mereka tertawa puas dan semua kejadian ini atas perintah seseorang.
Berliza mengerang dalam hati, saat tubuh yang ia tempati sekarang begitu lemah, ditambah rasa sakit di perutnya hanya melilitkan kain yang ia temukan di atas meja usang.
"Dia benar-benar sudah mati," seru salah satu dari kelima pria itu, yang merupakan orang suruhan kerabat dari suami si pemilik tubuh.
"Jelas saja dia mati, siapapun akan meregang nyawa mendapatkan perlakuan keji sepertinya. Lihatlah, ia begitu mengerikan," timpal yang lain.
Saat melihat kondisi tubuh di depan begitu mengerikan yang di sekitarnya di penuhi cairan merah dan juga bau yang sangat menyengat.
Kelimanya bergidik ngeri dan jijik, melihat pemandangan di hadapan mereka.
"Sungguh pria itu begitu kejam, aku saja tidak akan setega ini kepada manusia," komentar yang lain yang sedikit memiliki rasa iba.
"Sudahlah, sebaiknya kita segera melakukan perintah yang mulai raja, untuk membuang jasad wanita ini ke hutan buas!" Pinta seorang pria yang palingan dominan di antara kelimanya.
Ia juga kini semakin mendekati tubuh di depannya, ia ingin menyakinkan diri, bahwa wanita ini sudah tidak bernyawa.
Ia mendekatkan wajahnya di atas wajah wanita itu, ia mencoba memeriksa detak jantungnya.
Tanpa mereka sadari, kini pergerakan halus dan tidak terbaca Berliza di balik selimut kini membahayakan nyawa mereka semu.
Senyum miring terlihat samar di wajah lusuh itu, mereka tidak menyadari itu.
Pria itu mencoba untuk menjauhkan wajah, namun tiba-tiba ia terdiam, saat sebuah benda tajam menggores leher tepat di denyut nadi.
"Bruk." Pria itu terjatuh di atas lantai dengan meregang nyawa seketika.
Membuat keempat pria yang tersisa terkejut, melihat rekan mereka kini meregang nyawa.
Semakin terkejut, saat melihat kedua mata wanita di depan mereka terbuka dan itu sungguh menakutkan.
"D-dia masih hidup!" Sentak salah satu dari mereka.
"Cepat bunuh dia!" Pintanya yang kini mencoba menyerang Berliza dengan mencekik leher wanita itu.
Namun gerakan wanita itu begitu lincah dan gesit untuk menusuk rongga dada sebelah kiri pria itu, yang menembus jantung.
Membuatnya seketika meregang nyawa juga. Tatapan Berliza kini terarah kepada ketiga pria di depannya yang sangat terkejut.
"Wanita sialan!" Pekik pria yang lain begitu murka.
Ia mengambil sebuah balok di dekat pintu dan mencoba memukulkan di kepala Berliza.
Akan tetapi, Berliza yang memiliki kehebatan dalam bertarung, melemparkan benda tajam itu tepat di kening pria tersebut.
Dan pria itu seketika tumbang, tersisa dua orang pria yang terlihat tercengang juga ketakutan.
"Kalian, Kemarilah!" Perintah Berliza dengan nada mencekam.
Kedua pria itu ragu untuk mendekat, namun melihat tatapan mata Berliza, membuat nyali keduanya menciut.
Sungguh mereka tidak habis pikir dengan perubahan wanita yang merupakan pewaris tahta kerajaan di mana mereka mengabdi sebagai pengawal pribadi.
"Keluarkan, aku dari sini dan kalian akan mendapatkan apa yang kalian inginkan. Pasti, kalian tahu siapa aku," tandas Berliza dengan senyum miring.
Melihat kedua pria itu terdiam dan saling menatap. Keduanya terlihat terdiam untuk sesaat.
Namun setelah itu mereka akhirnya setuju untuk membawa Berliza keluar dari ruangan penyekapan selama berhari-hari.
Berliza pun bisa keluar dari ruangan menyiksa itu, kini ia mendapatkan perawatan di sebuah rumah sakit.
Berliza juga memerintahkan kepada kedua pria itu agar membawanya ke villa tersembunyi yang dimiliki keluarga wanita pemilik tubuh, ia bisa mengambil alih semua memori ingatan wanita tersebut dan sepenuhnya menjadi sosok wanita itu.
Siap untuk membalas semua orang-orang yang menindasnya.
"Informasi apa yang kalian dapat." Suara tenang nan tegas itu berasal dari sosok wanita yang kini sedang melatih otot-otot tubuh, setelah melakukan perawatan juga istirahat sepenuhnya, pasca pemulihan luka yang terdapat di perutnya.
Selama itu juga ia mencari tahu tentang sosok suami sang pemilik tubuh. Beserta keluarga juga wanita yang menjadi orang ketiga.
Berliza juga harus menyesuaikan diri sebagai sosok lain. Ia tidak perlu belajar tentang kehidupan para bangsawan agar terlihat anggun dan berwibawa, Karena ia hidup sebagai seorang ratu juga keluarga bangsawan sebelumnya.
ia hidup dengan kehidupan mewah dan glamor pada zamannya, juga memiliki pribadi anggun juga dapat bersikap sesuai keadaan.
Namun tetap saja jiwa bengis dan kejam masih melekat dalam dirinya.
Berliza kini terlihat sedang berlatih pedang, kondisinya sudah lebih membaik, hanya sedikit mengubah penampilan yang masih terlihat lusuh dan dekil.
"Tuan Barack Johnson, sedang melakukan persiapan acara besar, nyonya." Pria yang sejak tadi melihat nyonya mudanya yang sedang memainkan pedang begitu terkejut.
Setahunya nyonya muda mereka tidak memiliki keterampilan bertarung, nyonya mereka terkenal pribadi yang lemah lembut dan sangat menjauhi hal kekerasan.
Berliza menghentikan kedua tangan yang sedang mengayunkan pedang ke arah sasaran sebuah patung di depannya.
Ia menoleh ke belakang dengan tatapan tajam yang sukses membuat pengawalnya itu tertegun.
"Jelaskan padaku!" Titah Berliza dengan suara yang begitu tegas dan penuh jiwa pemimpin. Raut wajah begitu dingin, berbanding terbalik dengan raut wajah sebelumnya.
Membuat para pengawalnya tidak percaya dengan perubahan sang nyonya muda.
Berliza duduk dengan elegan di sebuah sofa tunggal, meraih sebuah gelas berisi minuman khusus yang ia pesan. Tatapannya kini menyoroti ketiga pengawal yang beberapa Minggu ini melayaninya.
"King Barack Johnson …." Salah satu pengawal tidak dapat melanjutkan kata-katanya, saat tatapan sang nyonya semakin menghunus tajam.
"Dia tidak pantas disebut king, apa kalian lupa? Siapa pewaris dan darah bangsawan sebenarnya? Dia hanya seorang licik, dan aku pastikan akan membuatnya menyesal." Berliza berkata dengan menggenggam kuat gelas yang ada di salah satu tangannya, hingga gelas itu retak dan pecah di genggamannya.
Ketiga pengawal di hadapannya, sungguh begitu terkejut dan tidaknya percaya melihat sikap tangguh sang nyonya yang sangat terkenal di kalangan masyarakat seorang yang lemah lembut.
"T-tuan, Barack akan melangsungkan pernikahan dengan nona Patricia Stewart." Sang pengawal melanjutkan ucapannya saat mendapat tatapan lekat dari sang nyonya muda mereka.
Berliza terdengar terkekeh dengan kepala yang menundukkan, menatap tetesan cairan merah yang berasal dari telapak tangannya, hingga kekehan itu berubah menjadi tawa menggelegar, sampai-sampai kepala wanita itu terdorong ke belakang.
Mendengar dan melihat penampilan nona muda mereka, membuat ketiga pengawal itu saling melirik dan bergidik ngeri. Tubuh ketiganya pun kini gemetar takut.
Sungguh nona muda mereka terlihat begitu menakutkan, layaknya seorang wanita psikopat.
"Jadi mereka akan menikah?" Suara mencekam terdengar dari mulut Berliza, ia kembali menatap ketiga pengawalnya dengan iringan senyum miring.
"I-iya, nona," sahut salah satu pengawal dengan nada bergetar. Ketiganya sungguh tidak kuasa memandangi sang nona.
"Patricia Stewart. Wanita yang selama ini mendampingiku sebagai pelayan setia, ternyata seorang pengkhianat?" Berliza berkata sembari bangkit, mengabaikan telapak tangan yang terluka.
"Ternyata wanita berbisa selalu berada di dekat kita," lanjut Berliza sambil terkekeh, ia menatap ke arah depan dengan tajam.
"Bagaimana dengan bayinya?" Tanya Berliza tanpa membalikkan badan.
Ketiga pengawal saling menatap mendengar pertanyaan sang nona.
"Tuan muda dalam pengawasan nyonya besar Jhonson, kondisi tuan muda sangat tidak baik. Beliau harus mendapat perawatan khusus," jelas salah satu pengawal yang ditugaskan untuk mengawasi putra pemilik tubuh yang ditempati jiwa Berliza.
"Jadi mereka begitu berniat, untuk menguasai semuanya ternyata," ucap Berliza sambil berdecak lidah.
"Apa mereka pikir akan benar-benar sudah mati?" Tanya Berliza kembali sambil membalikkan badan.
"Iya nyonya, mereka bahkan akan melakukan acara persembahan atas meninggalnya anda." Lapor sang pengawal yang ditugaskan untuk mengawasi gerak-gerik di kawasan istana pribadinya.
"Begitukah?" Sahut Berliza dengan ekspresi santai dengan tersenyum sinis.
Wanita itu sambil membersihkan telapak tangannya yang masih mengeluarkan cairan merah.
Berliza bahkan dengan santainya, menuangkan cairan alkohol ke telapak tangannya yang terdapat luka. Wajah wanita itu terlihat biasa saja, tidak merasakan ngilu ataupun perih.
Ketiga pengawal itu, bahkan terlihat begitu ngilu memperhatikan perlakuan sang nyonya.
"Persiapkan semuanya, aku tidak ingin ada kesalahan satupun. Aku ingin lihat, bagaimana ekspresi mereka saat seorang yang meninggal bangkit kembali," tandas Berliza dengan senyum miring yang terlihat di sudut bibirnya.
Ia kini memandangi wajah ketiga pengawalnya yang setia menundukkan kepala.
"Ck, apa kalian memperhatikan yang aku ucapkan? Aku tidak ingin ada kesalahan sedikitpun, karena leher kalian yang menjadi sasarannya." Terang Berliza, membuat ketiga pengawal itu membeku di tempat mereka, dengan raut wajah berubah pucat.
"Siapkan mobil, aku ingin melakukan persiapan di sebuah salon kecantikan. Aku ingin tempat yang tidak pernah aku singgahi." Berliza bangkit sambil memberikan titah kepada ketiga pengawalnya.
Berliza berjalan menuju pintu utama kastil tua yang sudah lama terabaikan oleh keluarga bangsawan Will. Keluarga besar pemilik tubuh.
Wanita itu melangkah dengan anggun dan penuh wibawa kepemimpinan pada zamannya. Membuat beberapa pelayan di kastil itu menunduk pandangan, merasa segan untuk menatap wanita cantik di depan mereka.
Berliza menghentikan langkahnya, saat melewati pelayanan. Ia menolehkan sejenak kepalanya dan menelisik salah satu pelayan wanita yang memiliki usia muda.
"Kau, ikut denganku!" Pinta Berliza dengan nada tegas.
Pelayan itu segera mengikuti langkah anggun penuh kharisma itu. Berliza kini duduk dengan elegan di dalam mobil mewah.
Dengan pelayan wanita setia mengikutinya dengan wajah menunduk dan perasaan canggung.
"Kau sudah menghubungi pengacara Albert?" Berliza bertanya sambil menatap keluar, ia begitu takjub melihat kehidupan di dunia sekarang. Di mana semua bangunan tinggi berjejeran dan kendaraan-kendaraan canggih juga mewah membuatnya begitu takjub.
"Sudah, nyonya," sahut pengawal yang bertugas menemani, Berliza.
Sang nyonya terdiam, ia sibuk memandangi sekitarnya yang membuat perasaannya begitu kagum. Ia bisa melihat kemajuan teknologi dan perkembangan yang sangat signifikan.
Hampir setengah jam perjalanan, kini mobil mewah yang membawa Berliza ke sebuah bangunan tinggi yang merupakan sebuah Bank terkenal bagi para konglomerat dan bangsawan menyimpan uang dan harta benda penting.
Termaksud Berliza yang memiliki kunci kas khusus untuk menyimpan uang dan dokumen penting, tentu saja dalam perlindungan pihak berwajib dan pemerintahan setempat.
Berliza berjalan memasuki lobby Bank dengan penampilan sederhana, celana pendek dan Hoodie menjadi pilihan penampilan Berliza agar tidak menampakkan diri dari orang-orang yang berpikir dirinya sudah meninggal.
Tidak lupa sebuah kacamata hitam juga masker untuk menutupi wajahnya, ia masuk dengan langkah yang begitu pasti, tanpa didampingi sang pengawal dan pelayan.
Dari kejauhan, tatapan sinis sudah menyambutnya. Berliza mengabaikan cibiran juga tatapan sinis para resepsionis di bank tersebut.
Melihat penampilan Berliza yang begitu buruk menurut mereka, membuat jiwa julid, ketiga wanita di depan sana memandang Berliza remeh.
Mereka bahkan berpura-pura tidak melihat Berliza saat sudah berada di hadapan mereka.
"Aku ingin bertemu dengan pimpinan kalian!" Pinta Berliza dengan nada dingin dan tegas. Wanita itu juga kini menghadapi sikap ketiga wanita itu dengan sombong.
Tatapan Berliza begitu tajam ke arah satu persatu wanita di depannya yang sibuk membenarkan penampilan.
"Astaga, apa dia tidak tahu? Kalau tempat ini sangat berharga? Dimana para orang kaya akan berlalu lalang untuk menyimpan harta," seloroh salah satu wanita di sana sambil menatap sinis ke arah Berliza.
"Cih, siapa wanita ini yang secara tiba-tiba ingin menemui ketua, dasar wanita halu." Sahut wanita yang lain yang mendelik dan mencibir ke arah Berliza.
"Hey, nona pemimpi, apa kau ingin menggoda salah satu klien kami disini dengan penampilan burukmu ini? Cih, dasar wanita buruk." Ucap wanita yang paling menonjol dari segi penampilan juga dandanan.
Menatap penampilan Berliza dari bawah ke atas dan ia segera bergidik geli dan jijik.
Berliza sendiri hanya diam sambil menatap satu persatu wanita di depannya dengan senyum miring di balik masker hitam yang ia kenakan.
Menatap sekeliling bangunan mewah itu yang membuatnya kembali takjub.
Melihat tingkah kampungan Berliza, membuat ketiga wanita itu semakin membuat mereka senang.
"Coba aku tebak, pasti wanita buruk ini berasal dari desa," sela salah satu dari ketiga wanita tersebut, mencoba menebak asal usul — Berliza.
"Oh Tuhan, pantas saja aku mencium bau lumpur dan hewan," celetuk yang lain sambil tertawa.
"Yap, bau miskin yang menjijikkan," sambung wanita yang lain dengan nada menghina dan setelah itu tawa ketiga wanita itu terdengar menggelegar. Membuat bangunan yang tampak sunyi itu terlihat lebih menyenangkan menurut ketiganya, karena memiliki sebuah alat lelucon untuk menyombongkan diri.
Berliza sudah terlalu muak melihat wajah dan mendengar ucapan mereka, membuat jiwa gelap wanita itu mulai bangkit, Berliza mengeluarkan sebuah belati di balik Hoodie yang ia kenakan.
Wanita itu segera mengangkat tinggi belati itu dan menancap di meja resepsionis dan berhasil membuat ketiga wanita yang sedang tertawa puas terdiam dengan wajah tercengang.
"Aku kesini untuk bertemu dengan pimpinan di sini, bukan untuk melihat wajah sampah kalian. Katakan atau benda ini akan menembus jantung kalian." Ucap Berliza dengan tatapan mengerikan juga ucapan halus namun begitu menakutkan, membuat ketiga wanita itu langsung terdiam ketakutan.
Dengan tubuh membeku dan wajah pucat, salah satu dari mereka keluar dari meja resepsionis dan berdiri di hadapan Berliza.
Berliza kini mengikuti langkah wanita di depannya yang masih terlihat begitu ketakutan.
Berliza sukses membuat wanita itu diam dan tak berkutik. Menghadirkan suasana mencekam di dalam lift, mampu membuat wanita yang tadinya bersikap sombong terhadapnya kini menciut di sudut ruangan lift.
"Nyonya muda Will!" Seru seorang pria paruh baya menyambut Berliza saat memasuki ruangan pimpinan Bank tersebut.
Membuat kedua mata wanita yang mengantar Berliza membola sempurna. Ia tidak menyangka sudah membuat kesalahan dengan menghina salah satu bangsawan kerajaan.
"N-nyonya muda Will, m-maaf atas sikap tidak sopan saya," ucap wanita yang kini seluruh tubuhnya sudah berkeringat dingin.
"Keluarlah! Dan jangan membicarakan ini semua kepada orang lain," titah Berliza dengan nada penuh tekanan dan tatapan mengancam.
Wanita itu hanya mengiyakan sambil berlutut di hadapan Berliza. Ia sudah melakukan kesalahan fatal dengan menghina salah satu orang berpengaruh di negara mereka.
Berliza kini berdiri di depan brankas raksasa milik keluarga bangsawan Will.
Berliza berdiri di balik pintu besi itu dan menempel sidik jarinya di depan kunci brankas.
Tidak lama kemudian pintu brankas tersebut terbuka. Berliza bisa melihat susunan uang di dalam sana juga batangan emas dan berlian. Terdapat juga beberapa berkas penting dan kini Berliza berjalan menuju sebuah kotak kecil yang lusuh.
Wanita itu membuka dan ia bisa melihat sebuah benda yang sangat penting, yaitu, stempel berharga.
Stempel yang selama ini menjadi incaran para pengkhianat untuk menguasai semua miliknya sebagai sang pewaris dari kekayaan yang tak terhitung nilainya.
Berliza berjalan keluar dari bank dengan sebuah tas sedang, yang tentu saja berisi tumpukan uang. Berliza sengaja mengambil seorang diri tanpa melakukan transaksi mesin di beberapa ATM, ia tidak ingin jejaknya di ketahui oleh para musuh dalam selimut.
Yang sedang merayakan kematiannya dan memikirkan cara untuk menguasai seluruh harta bendanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!