NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Wanita Bercadar

Dijebak

“Khadijah,”

panggil seorang wanita yang suaranya tidak asing di telinga Khadijah. Khadijah pun memutar kepalanya kemudian melihat seorang wanita cantik dengan baju seksi yang membuat mata lapar para lelaki tak akan mau mengalihkan pandangannya. Itu adalah Dita-wanita yang selama ini selalu kasar pada Khadijah dan mengatakan Khadijah mirip seperti ninja yang selalu menutup sekujur tubuhnya dengan baju kebesaran dan juga mengunakan cadar di wajahnya lengkap dengan sarung tangan.

 

“Ada apa Dita?” tanya Khadijah setelah berada dihadapan teman satu kantornya itu.

 

“Saya mendengar Anda membutuhkan pekerjaan paruh waktu?” tanya Dita dengan tatapan penuh selidik.

 

“Ya, saya memang membutuhkan kerja paruh waktu,” jawab Khadijah.

 

“Temanku sedang libur bekerja di salah satu hotel ternama dan gajinya lumayan besar,” kata Dita mencoba memancing ketertarikan Khadijah. “Aku dengar dari teman-teman, kamu butuh banyak uang untuk membayar biaya berobat ibu kamu?” tanya Dita mencoba terlihat tulus.

 

“Kamu benar sekali,” jawab Khadijah. “Kalau boleh tahu pekerjaan apa itu, Dita?” tanya Khadijah yang mulai tertarik dengan tawaran Dita.

 

“Hanya mengantarkan makanan untuk salah satu tamu hotel saja, nanti kamu boleh pulang,” kata Dita. “Dan kamu akan mendapatkan uang 2 juta setelahnya,” kata Dita lagi.

 

“Apakah benar hanya mengantarkan makanan saja sudah bisa mendapatkan gaji sebanyak itu?” tanya Khadijah ragu.

 

Dita langsung menaruh kedua tangannya di dada dengan tatapan sombong. “Tadinya aku merasa kasihan pada kamu setelah mendengarkan kabar dari teman-teman yang mengatakan kamu butuh banyak uang, tapi tidak disangka jika keperdulian aku ini malah membuat kamu berburuk sangka,” kata Dita berpura-pura marah. “Semoga saja si bodoh Khadijah, terkecoh dengan dustaku,” batin Dita.

 

“Dita maafkan aku, sungguh aku tidak bermaksud seperti itu,” kata Khadijah merasa bersalah.

“Kalau kamu tidak mau, maka akan aku berikan pada teman yang lain saja pekerjaan ini.” Usai bicara Dita hendak melenggang pergi namun, di cegah oleh Khadijah.

 

“Dita aku mau, aku percaya jika kamu tak akan berniat jahat,” kata Khadijah.

***

Khadijah kini menggunakan baju muslimah berwarna Pics lengkap dengan cadarnya dan ini adalah salah satu baju yang paling bagus milik Khadijah. Dita mengatakan jika Khadijah harus mengunakan gamis yang paling bagus karena tamunya adalah pasangan suami-istri. Khadijah pun tidak segan menuruti permintaan Dita setelah tahu tamunya adalah sepasang lansia muslim. Dita menyuruh Khadijah untuk mengantarkan dua gelas minuman yang berwarna putih kedalam ruangan presidential suite hotel itu. Khadijah sempat bertanya minuman apa itu dan Dita menjawab dia juga tidak tahu namun, kedua lansia yang ada didalam ruangan itu meminta minuman tersebut harus diantarkan oleh wanita yang benar-benar muslimah dan itulah alasannya Dita memilih Khadijah. Khadijah yang selalu berpikir positif pun langsung percaya.

 

"Khadijah, kamu harus mengunakan parfum ini agar kedua lansia itu mengetahui jika kau adalah wanita yang mereka tunggu," kata Dita seraya menyemprotkan parfum beraroma vanilla pada Khadijah. Khadijah nurut saja yang penting tugas ini lekas selesai pikirnya.

 

“Dita, apakah tidak masalah jika langsung masuk?” tanya Khadijah.

 

“Mereka berdua adalah lansia, siapa tahu telinga mereka sudah tidak berfungsi dengan benar,” ujar Dita dan Khadijah lagi-lagi percaya. “Sekarang kamu lekas masuk saja,” kata Dita setelah pintu hotel terbuka.

 

“Kamu tunggu di sini,” kata Khadijah yang langsung di jawab anggukan dusta oleh Dita.

Seringai licik langsung tersungging kejam dari bibir Dita ketika tahu Khadijah sudah masuk kedalam ruangan itu. “Selamat bersenang-senang Khadijah, siapa suruh selama ini kamu selalu merebut perhatian semua orang ketika ada di kantor dan terima balasan dariku,” gumam Dita lirih sembari melangkah menjauh dari ruangan hotel.

 

“Assalamualaikum,” kata Khadijah setelah masuk kedalam ruangan hotel ini.

 

Khadijah melihat tidak ada siapapun di ruang tamu hotel ini dan ia memutuskan untuk melangkah menuju ke meja kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya kemudian menaruh nampan berisikan dua gelas minuman di atas meja perlahan. Tangan seseorang segera mengambil satu gelas itu, dan membuat jantung Khadijah berdetak begitu kencang sekali hingga membuat tubuh Khadijah seakan membeku. Itu adalah tangan kekar seorang lelaki dan bukan seorang lansia. Ya, itulah yang ada didalam pikiran Khadijah sekarang.

 

Khadijah segera menaruh satu gelas lain di atas meja kemudian wanita itu berdiri dengan tegap. Khadijah mengangkat pandangannya sekilas kemudian menundukkan pandangannya lagi setelah mengetahui jika dugaannya itu benar.

 

“Sepertinya ini adalah anak dari kedua lansia yang tadi Dita katakan,” batin Khadijah masih mencoba berpikir positif di tengah pikiran negatif yang mulai menyelimuti pikirannya.

 

“Sayang, kenapa kamu mengunakan cadar seperti ini? Apakah sekarang kamu sedang ingin berperan menjadi wanita muslimah?” tanya lelaki itu pada Khadijah kemudian meraih tangan Khadijah dengan kasar dan memeluknya.

 

Khadijah gemetar ketakutan dan air matanya pun jatuh begitu deras. “Pak, saya bukan orang yang Anda maksud, saya hanya bertugas mengantarkan minuman ini saja untuk kedua orangtua Anda,” ujar Khadijah bercerita dengan suara yang bergetar di ujung lidah.

 

“Lansia?” suara lelaki itu menyentak telinga Khadijah. “Aku ada didalam kamar ini sendiri dan tak ada Lansia? Kamu jangan bercanda denganku,” ujar lelaki itu mulai bersikap kasar pada Khadijah. “Siapa kau sebenarnya dan dimana Felishia?” tanya Lelaki asing itu.

 

Lelaki asing itu mendorong tubuh Khadijah hingga jatuh ke lantai kemudian ia melangkah menghampiri Khadijah dengan mata elangnya. Khadijah mundur menjauh agar tak kembali di sentuh oleh lelaki menakutkan dan juga kasar itu, tapi kini tubuh kurus Khadijah sudah terjebak pada dinding, Khadijah tidak kehabisan akal, ia hendak berdiri namun lelaki kasar itu langsung mendorong tubuhnya pada dinding.

 

“Katakan dimana Felis,” teriak lelaki asing itu lagi.

 

“Sa-saya tidak tahu Pak, tolong lepaskan saya,” kata Khadijah dengan bulir air mata yang terus membasahi cadarnya. “Dita menyuruh saya mengantarkan dua gelas minuman itu pada Lansia yang ada didalam ruangan kamar ini,” cerita Khadijah.

 

“Tidak ada lansia!” bentak lelaki asing itu dengan mata yang mulai gelap.

 

Lelaki itu melepaskan tangannya dari pundak Khadijah setelah merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya. Keringat jagung mulai memenuhi kening lelaki itu dan ia pun merasakan desiran aneh pada darahnya hingga membuat tubuhnya terasa panas. Khadijah langsung berlari menuju ke pintu ruangan ini, tetapi pintu itu terkunci dan Khadijah tidak tahu sandinya. Khadijah mencoba memencet pin kamar ini secara acak dan tidak lupa bibirnya terus berdoa supaya ada orang yang menyelamatkannya.

 

“Siapapun tolong aku,” teriak Khadijah seraya menggedor-gedor pintu itu. Khadijah tidak tahu jika ruangan ini kedap akan suara.

 

“Apa yang kamu masukkan kedalam minuman itu?” tanya lelaki asing tersebut sembari menarik lengan tangan Khadijah.

 

“Sa-saya tidak tahu Pak, saya hanya di suruh,” jawab Khadijah gemetar. “Lepaskan saya,” sambung Khadijah dengan suara memohon yang terdengar memilukan.

 

“Jalang seperti kamu tak pantas mengatakan itu, sudahi drama ini dan bermainlah denganku,” kata lelaki itu kemudian dengan kasar menarik cadar Khadijah.

Lelaki itu sudah mulai dibutakan dengan gairahnya sendiri hingga tak perduli dengan tangisan seorang perempuan malang yang ada di hadapannya sekarang dan hingga akhirnya kehormatan dan kesucian yang selama ini Khadijah jaga direnggut paksa oleh lelaki asing itu.

Kehilangan Mahkota Berharga

"Datta!" 

Suara teriakan seorang wanita membuat Khadijah dan juga lelaki asing itu langsung terbangun dari tidur lelap mereka-ralat Khadijah bukannya tertidur lelap, tetapi perempuan bercadar itu pingsan ketika Datta mencoba merenggut mahkota berharganya semalam.

Khadijah membuka mata dan alangkah terkejutnya perempuan itu ketika mengetahui tubuhnya hanya dibalut dengan selimut hotel, dan dia tidak menggunakan satu helai benang pun. Khadijah gemetar dengan air mata yang membasahi tubuhnya dan dengan menahan rasa sakit, perempuan malang itu berlari menuju kamar mandi sambil menutupi kepalanya sampai ujung kaki dengan selimut berwarna putih tulang itu.

Ya, itu adalah nama lelaki asing tersebut dan dia begitu terkejut saat melihat noda merah yang ada di atas kasur. Lelaki itu masih berusaha mengingat kejadian semalam dan akhirnya semua ingatan memilukan itu berhasil kembali dan yang diingat oleh Datta hanyalah kelakuan bejatnya pada seorang gadis malang.

 

“Apa yang kamu lakukan pada gadis remaja itu!” teriak Alza yang merupakan Mama kandung Datta dengan wajah nampak murka.

Di dalam kamar mandi.

 

Khadijah tidak berani menatap cermin, ia merasa kotor dan juga menjadi perempuan hina karena tidak bisa menjaga kehormatannya. Apa yang akan ia katakan pada Amira-ibu kandungnya? Apakah Khadijah akan mengatakan jika semalam seorang lelaki asing mengambil kesuciannya, sungguh hati Khadijah merasa sangat hancur sekali ketika membayangkan tentang semua itu. 

Kenapa dia harus percaya dengan ucapan dusta yang Dita katakan kemarin! Sebenarnya sejak awal Khadijah sudah merasa ragu akan sikap Dita yang tiba-tiba menjadi baik, tapi Khadijah tidak mau bersu'udzon pada temanya itu hingga mengubah pikiran negatifnya menjadi positif.

“Dita, kamu tega sekali padaku? Memangnya apa yang telah aku lakukan hingga kamu melakukan hal keji seperti ini?” tanya Khadijah pada dirinya sendiri dengan masih duduk di lantai kamar mandi. 

“Aku tidak akan pernah membiarkan kamu hidup dengan tenang Dita, apalagi setelah kamu menjebak aku seperti ini,” batin Khadijah tidak terima. “Andaikan saja aku tidak mengingat Ibu yang sedang sakit, maka aku akan membawa masalah ini ke pihak yang berwajib, tapi aku tak mau sampai Ibu mengetahui semua ini! Dia bisa sedih dan lebih parah lagi aku takut Ibu akan meninggal,” batin Khadijah.

Di luar ruangan ini.

Alza menatap ke arah lantai dan ia melihat gamis yang sudah sobek dan juga terdapat cadar di sana. Alza sudah bisa menebak jika anak yang kurang ajar ini pasti sudah menodai seorang gadis muslimah. Alza melangkah mendekati Datta yang masih bengong di atas ranjang, kemudian Alza langsung memukul kepalanya dengan sangat keras sekali. Suara tamparan itu sampai menggema di seluruh ruangan yang sunyi ini.

“Kenapa Mama menampar Datta?” tanya lelaki itu dengan bodohnya.

“Kau masih berani bertanya,” teriak Alza sambil menamparnya untuk yang kedua kali. “Kau telah memaksa seorang gadis muslimah untuk melakukan dosa. Datta, Mama tidak pernah menyangka jika sikapmu seperti binatang,” teriak Alza dengan isakan tangisnya.

Alza semalam bermimpi buruk sehingga wanita paruh baya itu mencari keberadaan putranya. Dan setelah mengetahui jika Datta berada di dalam hotel milik keluarganya, Alza pun tak mau membuang waktu dan langsung menemui Datta di pagi hari.

Alza tak perlu menunggu Datta membuka pintu karena sandi pintu kamar hotel ini adalah tanggal lahir Datta karena Alza yang menghadiahkan kamar presidentsial suite ini pada putranya.

“Mama, ini semua nggak seperti apa yang ada didalam pikiran Mama,” kata Datta mencoba untuk menjelaskan. 

Datta hendak membuka suara namun, ponselnya yang berada di atas nakas bergetar hingga lelaki itu mengurungkan niatnya berbicara dan memilih untuk membuka pesan singkat yang ternyata dari kekasihnya Felisia.

'Sayang, apakah semalam kau menyukai gadis itu? Dan aku sengaja memilih wanita yang masih belum terbuka segelnya.' Itulah pesan singkat yang Felis kirimkan pada Datta.

Datta langsung menjatuhkan ponselnya di atas ranjang, lelaki itu kembali mengingat tangisan juga memohon perempuan bercadar itu yang meminta ia melepaskannya. 

“Sepertinya perempuan bercadar itu tidak bohong,” kata Datta.

“Apa maksudmu? Katakan yang jelas,” bentar Alza geram.

Datta pun menceritakan semua kejadian mulai dari awal perempuan bercadar itu yang masuk ke dalam ruangan ini. Mendengar cerita itu Alza semakin marah dan memukul putranya, bahkan jerit tangis Alza juga terdengar sampai ke dalam kamar mandi hingga membuat Khadijah semakin gemetar ketakutan.

“Ap-apa yang sedang terjadi di sana? Dan siapa wanita paruh baya itu?Kenapa dia terlihat murka saat melihat aku? Ak-aku sangat takut sekali,” batin Khadijah sambil memeluk selimut yang masih menutupi tubuhnya.

1 jam kemudian.

Khadijah sudah selesai membersihkan tubuhnya sekitar 30 menit yang lalu namun, perempuan bercadar itu tidak berani keluar dari kamar mandi lebih lagi gamis yang ia gunakan kemarin telah sobek. Khadijah tidak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga diri dan ia harus mempertanggung jawabkan semuanya di hadapan Allah kelak. Mengingat semua itu sungguh membuat Khadijah semakin merasa ketakutan sekali. 

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya dan terdengar suara parau seorang wanita yang Khadijah yakini ialah wanita yang ia lihat pertama kali saat membuka mata. 

“Nak, saya tahu kamu pasti sudah selesai mandi,” kata wanita itu dengan suara yang lembut. “Bukalah pintunya, saya bawakan kamu baju ganti,” kata wanita paruh baya itu lagi. 

Khadijah hanya diam saja. Ia merasa sangat ketakutan hingga suaranya seakan tak bisa keluar. 

“Nak, bukalah pintunya dan terimalah gamis lengkap dengan cadarnya ini. Saya berjanji tidak akan ada orang yang menyakitimu lagi,” bujuk wanita paruh baya itu.

Suara yang terdengar lembut itu mampu membuat Khadijah mengarahkan tangannya untuk memutar kenop pintu kemudian ia membiarkan tangan wanita paruh baya itu masuk dan Khadijah menerima paper bag itu.

“Terima kasih,” jawab Khadijah sebelum pintu itu tertutup.

Mendengar suara Khadijah yang terdengar sangat lembut sekali membuat hati Alza merasa sangat pilu mengingat apa yang baru saja menimpa perempuan malang itu.

Selang beberapa waktu.

Khadijah melangkah keluar dari kamar mandi setelah memantapkan hatinya terlebih dahulu. Bibir perempuan itu bergerak perlahan membaca dzikir di balik cadarnya. Rasa sakit di area sensitif Khadijah terasa jelas membuat perempuan itu berjalan dengan sangat pelan.

Alza langsung menghampiri Khadijah dengan rasa iba. 

“Nak, duduklah di sofa sebentar dan mari kita berbicara masalah yang menimpa kamu secara baik-baik,” kata Alza yang takut jika Khadijah akan menuntut putranya karena perbuatan hina semalam.

Datta melihat ke arah Khadijah dengan rasa bersalah yang sangat besar sekali.

Setelah mendapatkan bujukan dari Alza akhirnya Khadijah mau juga duduk di sofa yang sama dengan Alza.

“Kenapa semalam kamu bisa membawakan minuman itu untuk putra saya?” tanya seorang lelaki yang bernama Farhan-Papa Datta.

Khadijah hanya diam dan terdengar suara isak tangisnya, Alza yang melihat hal itu merasa kasihan hingga memeluk Khadijah.

“Nak, ceritakan semuanya mulai dari awal agar kami bisa mengerti apa yang sedang kamu alami,” bujuk Alza.

Akhirnya Hadijah pun menceritakan awal mula Dita menghampirinya hingga ia berakhir dengan sikap lelaki asing itu yang mencoba untuk merebut kesuciannya. Dan berhasil.

“Aku adalah Mama anak kurang ajar itu dan andaikan tidak ada hukum maka aku akan bunuh anak kurang ajar itu,” kata Alza geram.

“Jangan,” khadijah mulai mengeluarkan suara. "jangan lakukan dosa yang besar seperti itu, hanya cukup satu dosa saya yang terjadi,” kata Khadijah disela rasa sakitnya. 

Alza dan juga Farhan menganggukkan kepala. Entah apa artinya itu.

“Menikahlah dengan putra kami.”

 

Bagaimana Jika Kamu Hamil  

Khadijah menundukkan pandangannya, kedua tangan perempuan itu saling menggenggam satu sama lain. Membuat ruangan ini diselimuti oleh keheningan.

Datta terus saja memperhatikan wajah Khadijah yang terus tertunduk. Datta percaya jika Khadijah akan menerima pernikahan ini karena dia sangat tampan dan juga kaya, mana ada perempuan yang menolak pesona dan juga semua harta keluarganya. Pikir Datta.

“Mama, Papa. Datta tidak mau menikah dengan wanita sepertinya,” kata Datta yang tidak segan mengutarakan isi hatinya sekarang.

“Berani sekali kamu berbicara seperti itu setelah apa yang kamu lakukan pada gadis malang ini!” bentak Farhan pada anak-anaknya.

“Jika kamu menolak menikah dengannya maka, kamu juga keluar dari ahli waris keluarga Emran!” timpal Alza yang merasa geram dengan sikap anaknya itu.

“Mama, kenapa tidak membela Datta.”

“Kau pikir Mama akan membela tindakan keji kamu dengan merebut kehormatan seorang wanita muslimah,” ketus Alza dengan kedua mata yang sudah membulat penuh.

Khadijah semakin menitihkan air mata melihat bayangan tentang apa yang terjadi tadi malam didalam ruangan ini. Khadijah terus saja membaca dzikir didalam hatinya mencoba untuk mencari ketenangan hati. Saat ini Ibunya pasti sedang menunggu di rumah sakit dan mungkin saja akan khawatir karena dia semalam tidak datang ke rumah sakit dan juga tidak memberikan kabar sama sekali.

“Mana mungkin aku akan menikah dengan lelaki asing ini, lelaki ini juga sepertinya bukan orang yang baik karena dia pasti sudah terbiasa melakukan hubungan terlarang dengan banyak wanita, aku tidak akan bisa hidup bahagia dengan lelaki sepertinya,” batin Khadijah penuh pertimbangan dan selidik.

“Kamu tidak bisa menolak pernikahan ini!” kata Farhan pada Datta seperti suatu perintah yang tak terbantahkan.

“Wanita ini juga pasti merasa senang sekali karena dia bisa menikah denganku.” Datta dengan kejam menuduh Khadijah tanpa alasan yang jelas.

Farhan merasa bersalah, tapi dia juga tidak mau menikah dengan Khadijah karena dirinya mencintai kekasihnya Felisia.

“Hanya wanita yang gila harta saja, yang mau menikahi lelaki yang tidak ia kenal. Selama ini saya selalu menjaga pandangan dan juga setiap sikap saya pada lawan jenis dan semalam saya sudah melakukan dosa besar, apakah menurut Anda semua kekayaan yang Anda miliki bisa membeli kehormatan dan juga kesucian saya yang telah Anda nodai.” Khadijah bicara dengan menangis terisak.

Alza tidak tega dengan Khadijah membayangkan, andaikan saja ia memiliki seorang putri dan mendapatkan nasib malang seperti Khadijah, pasti Alza akan sangat hancur sekali.

Farhan yang ahli ibadah mulai mengepalkan tangannya dan ingin sekali memukul anaknya itu, tapi Alza menggoyangkan kepalanya seakan melarang dia melakukan hal tersebut. Farhan menarik napas dalam dengan membaca istighfar supaya dia tidak melayangkan tinjunya ke wajah sang putra.

“Saya menolak pernikahan ini,” kata Khadijah dengan tubuh yang semakin bergetar luar biasa.

“Dia berani menolak ku! Selama ini tidak pernah ada perempuan yang berani menolak ku, tapi wanita sok alim ini melakukannya,” batin Datta merasa tidak terima.

Selama ini Datta selalu saja mendapatkan apa yang dia inginkan dan dia tak terima jika ada yang menolaknya.

“Saya setuju dengan pernikahan ini,” kata Datta.

Alza dan juga Farhan langsung menatap ke arah Datta dengan penuh tanya karena putra mereka begitu mudah langsung mengubah keputusannya.

“Kenapa aku seperti itu? Saya tidak mau kehilangan harta keluarga Emran jadi agar tidak ditendang dari kartu keluarga maka saya akan menikah dengannya,” kata Datta santai.

“Saya tidak mau menikah, lupakan saja masalah ini.” Khadijah tidak ingin menikah dengan lelaki yang hanya memikirkan tentang harta dan tidak bisa memuliakan seorang wanita yang diinginkan.

Alza menahan tangan Khadijah dengan sorot mata teduh yang begitu menenangkan hati. “Nak, Kamu sudah kehilangan kesucian dan sebagai seorang wanita itu adalah hal yang berharga. Dan masalah tidak hanya sampai situ saja, bagaimana jika kamu hamil? Bukankah kamu juga memiliki orangtua lalu bagaimana dengan perasaannya jika mengetahui kalau kamu hamil tanpa menikah,” kata Alza mencoba untuk mengingatkan wanita dihadapannya tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari.

Khadijah diam tak berani mengucap kata. Ia memijat keningnya yang terasa pusing secara tiba-tiba kemudian Khadijah tidak sadarkan diri.

Dan setelah sadar dari pingsan Khadijah sudah ada didalam ruangan bercat putih tulang yang ia yakini adalah rumah sakit.

“Nak, kamu sudah bangun,” kata Alza lembut.

“Saya ada dimana?” tanya Khadijah.

“Rumah sakit Mutiara Bunda,” jawab Alza.

“Ini rumah sakit yang sama dengan Ibu saya, saya akan menemui Ibu saya, dia pasti cemas karena saya tidak datang menemuinya semalam,” sambung Khadijah lebih memikirkan perempuan yang telah melahirkannya dari pada memikirkan dirinya sendiri.

“Tubuh kamu masih lemas sekarang,” kata Alza.

“Ponsel … ponsel saya mana? Saya harus mengabari perusahaan jika saya libur hari ini,” kata Khadijah yang tidak tahu jika pemilik perusahaan tempatnya bekerja adalah milik Farhan.

“Aku sudah mengijinkan kamu ke atasan kamu di kantor, jadi jangan cemas,” jawab Alza yang sudah menyelidiki semua tentang Khadijah.

“Terima kasih,” jawab Khadijah. Khadijah mengerutkan keningnya bingunh dengan apa yang barusan perempuan paruh baya itu katakan, bagaimana mungkin dia bisa mengerti Khadijah bekerja di mana sedangkan sebenarnya Khadijah tak pernah membahasnya! Khadijah memilih menepis pemikirannya itu karena yang terpenting ia sudah ijin ke atasannya akan libur bekerja hari ini.

“Kamu pikirkan lagi mengenai pernikahan itu. Dan pernikahan akan di langsungkan secara diam-diam secepat mungkin untuk menjaga kemungkinan jika kamu hamil,” kata Alza kembali mengingatkan Khadijah.

“Saya akan memikirkan masalah ini lagi. Saya harus meminta ijin pada Ibu saya dan dia ada di rumah sakit ini juga,” kata Khadijah. 

“Saya tahu,” jawab Farhan. “Saya sudah membantu membayar semua sisa tagihan berobat Ibu kamu, jadi sekarang kamu tidak perlu lagi cemas memikirkan tentang biaya rumah sakit ini,” sambung Farhan.

“Terima kasih. insyaallah Saya akan membayar dengan mencicil di setiap bulan dengan gaji saya,” kata Khadijah yang tidak ingin berhutang budi pada orang lain.

“Kamu akan menjadi menantu kami, jadi tak perlu melakukan hal itu,” tegas Farhan yang yakin jika Datta dan juga Khadijah akan menikah.

“Insyaallah,” jawab Khadijah yang tidak ingin berjanji. “Sekarang saya pamit ke ruangan ibu saya terlebih dahulu,” kata Khadijah.

Khadijah melangkah melewati Datta yang sedang berdiri di ambang pintu. Khadijah sengaja berjalan di dekat dinding agar tidak bersentuhan dengan Datta.

“Baru kali ini ada wanita yang menghindari aku, apakah dia pikir aku ini sampah kotor hingga ia merasa jijik seperti itu,” batin Datta geram.

Khadijah melangkah dengan menundukkan kepalanya dan disaat bersamaan ada seorang lelaki sibuk melihat kearah ponsel sedang melangkah mendekati Khadijah. Datta yang bisa menebak jika keduanya akan bertabrakan pun reflex langsung menarik lengan tangan Khadijah mendekat padanya.

“Kau itu jika melangkah lihat kearah jalan, jangan lihat ke lantai. Bagaimana jika tadi kau menabrak lelaki itu.” Sembur Datta dengan suara lantang. “Ada apa denganku, kenapa aku perduli dengannya?” tanya Datta pada dirinya

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!