Sekar seorang wanita yang berumur 21 tahun, ia anak yang terlahir dengan serba kekurangan, bapak dan ibunya adalah buruh tani di perkebunan juragan Doni.
Sekar adalah anak tunggal dari pasangan suami istri yang sudah mulai renta dan mulai sakit-sakitan, melihat kedua orang tuanya yang sudah mulai berumur, Sekar menjadi kasihan karena di usia mereka yang sepatutnya pensiun harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Sekar, kamu di mana ndok" panggil Mirna ibu Sekar yang sedang sakit di dalam kamarnya.
Dengan terburu-buru Sekar masuk ke dalam menemui ibunya yang tengah batuk-batuk.
"Ada apa bu?"
"Ambilkan ibu air" titah Mirna dengan suara seraknya.
"Baik bu, ibu tunggu di sini sebentar, Sekar akan ambil air di dapur sebentar"
Sekar keluar dari dalam kamar ibunya, ia berjalan menuju dapur untuk mengambil air, setelah itu kembali lagi ke dalam kamar ibunya.
"Ini bu airnya"
Mirna meminum air yang Sekar berikan agar melegakan tenggorokannya yang terasa gatal.
"Ibu sebenernya sakit apa, kenapa ibu terus batuk?"
"Ibu gak sakit apa-apa ndok, ibu baik-baik saja, gak ada yang mengkhawatirkan"
"Tapi bu lebih baik ibu periksa aja ke rumah sakit, biar tau ibu sakit apa"
"Gak usah, ibu baik-baik saja, kamu gak usah khawatir sama ibu, ini cuman sakit biasa kok, sebentar lagi ibu pasti akan sembuh"
Sekar menghembuskan nafas, percuma ia membujuk ibunya karena ibunya pasti tidak akan mau ia ajak ke rumah sakit.
"Ibu di sini dulu ya, Sekar mau masak, habis itu Sekar mau ngirim makanan ke bapak yang lagi ada di ladang"
Mirna mengangguk, ia terbaring lemas di atas tempat tidur yang di alasi karpet.
Rumah Sekar terbuat dari kayu, dinding-dindingnya juga terbuat dari kayu, lantainya hanya di alasi karpet, di dalam rumah ini hanya terdapat dua kamar yang berukuran kecil, namun masih bisa di tempati.
Sekar berjalan menuju dapurnya yang masih sederhana, ia melangkah ke belakang dapur untuk mengambil kayu bakar karena ia memasak dengan menggunakan tungku, bukan kompor listrik.
Sekar mulai menghidupkan api, lalu Sekar mengisi panci itu dengan air, kemudian Sekar meninggalkan panci itu karena airnya masih belum mendidih.
Sekar melangkah ke belakang rumah untuk mencabut singkong yang sudah siap untuk di panen.
Tak banyak yang Sekar cabut, ia hanya mencabut 2 pohon singkong saja, habis itu Sekar memetik pucuk daun singkong untuk di tumis.
Setelah bahan-bahan semuanya berada di dapur, Sekar mulai memasak makanan yang sederhana itu, ia tidak bisa membeli ikan karena tidak punya uang, gaji bapaknya yang bekerja di juragan Doni tidak terlalu besar, sehingga hanya cukup di beli beras setiap harinya.
Setelah semuanya matang, Sekar menaruh seperempat makanan itu ke rantang untuk ia berikan pada bapaknya yang bekerja banting tulang di sawah.
Sisanya ia taruh di dalam etalase yang terbuat dari kayu, kemudian Sekar berangkat ke ladang juragan Doni yang tidak terlalu jauh dari rumahnya dengan membawa rantang itu.
Kala sampai di sana Sekar melihat banyaknya orang yang panas-panasan bekerja hanya untuk mendapatkan penghasilan walaupun tidak seberapa.
Hati Sekar rasanya teriris saat melihat orang tuanya yang sudah renta masih bekerja di tempat itu bersama orang-orang lainnya.
"Bapak" panggil Sekar pada Tono yang berada di tengah sawah.
Tono mendekati Sekar yang ada di pinggir sawah.
"Ini pak, makanan untuk bapak"
"Iya, terima kasih ya ndok sudah nganterin makanan ke sini"
Sekar membalasnya dengan senyuman, walaupun hidup di keluarga yang kurang mampu, ia masih bahagia karena mendapatkan orang tua yang baik seperti mereka berdua.
"Kamu pulang sana, jaga ibu di rumah"
"Baik pak"
Sekar menurut, ia pulang kembali ke rumah seorang diri.
"Sekar" panggil seseorang yang membuat langkah Sekar terhenti.
"Ada apa juragan?" Sekar menghampiri juragan Doni yang berada di dekat pohon yang tak jauh dari perkebunan miliknya.
"Kamu umur berapa Sekar?"
"Saya umur 21 tahun juragan"
"Kamu masih belum kerja?"
Sekar menggeleng."Belum juragan, saya masih belum kerja, saya udah cari kerja di sekitar sini, namun masih belum nemu"
"Kalau seperti itu kamu lebih baik kerja di ladang saya saja, di sana masih ada banyak lowongan pekerjaan kok"
Sekar tiba-tiba langsung terdiam, ia tidak memilih-milih dalam pekerjaan, cuman bapak dan ibunya melarang Sekar untuk bekerja di ladang juragan Doni, entah apa alasannya Sekar masih belum tau.
"Kerja di tempat saya itu enak, kamu bisa pulang setiap hari, gak usah nyewa tempat untuk istirahat, jaraknya dari rumah kamu juga gak jauh, apa lagi yang buat kamu ragu untuk kerja di tempat saya" juragan Doni mulai mengeluarkan rayuan mautnya agar Sekar mau bekerja di tempatnya.
"Saya akan pikir-pikir dulu juragan, kalau nanti saya sudah siap, saya akan beri tau juragan"
"Secepatnya saya tunggu karena ladang sedang kekurangan karyawan"
"Iya juragan, saya permisi dulu" Sekar pergi meninggalkan juragan Doni dengan tergesa-gesa.
Sekar tak mau ada orang yang melihatnya bertemu dengan juragan Doni, karena akan menimbulkan fitnah.
Ketika sudah jauh dari sana Sekar merasa lega.
"Untung gak ada yang lihat aku, kalau ada orang yang lihat aku pasti beritanya akan ada di mana-mana, dan kalau istrinya juragan Doni tau, pasti habis aku di makannya" lega Sekar.
"Sekar" panggil bu Salamah yang habis pulang belanja dari rumah bu Sinab bersama dengan bu Toya.
"Ada apa bu?"
"Kamu gak kerja, kamu kan sudah lulus sekolah, masa kamu masih belum kerja, kasihan orang tua kamu banting tulang selama ini, seharusnya kamu itu kerja bantuin mereka, mereka sudah sepuh masa kamu biarkan mereka masih kerja sih, lihat noh Shila, dia itu kerja di perusahaan, ibu sama bapak gak di bolehin kerja sama dia, seharusnya kamu tiru dia, masa udah bertahun-tahun lulus sekolah masih belum kerja, percuma kan sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya nganggur"
Jleb!
Hati Sekar seakan tertusuk, perkataan bu Salamah benar-benar membuat mentalnya down.
"Iya Sekar, kamu itu harus gantiin kedua orang tua mu, ibu kamu sudah sakit-sakitan, masa kamu cuman diam saja" sahut bu Toya ikut menghakimi Sekar.
"Ibu-ibu, ada apa ini, kenapa pada ngumpul di sini" pak RT menghampiri mereka karena tak sengaja melihat mereka berhenti di tengah jalan.
"Gak ada apa-apa kok pak RT, ayo bu kita pulang" ajak bu Salamah tak ingin ketahuan karena tanpa sadar menghakimi Sekar.
Bu Toya mengangguk, mereka berdua meninggalkan Sekar yang masih diam di tempat.
Pak RT melirik Sekar yang masih diam karena ucapan mereka, ia tau kalau selama ini Sekar selalu saja di sindir-sindir sama ibu-ibu kampung karena Sekar adalah anak yang tidak mampu, tidak seperti anak-anak mereka lainnya.
"Sekar kamu yang sabar ya, jangan masukin ke hati"
"Iya pak RT, saya permisi dulu pak RT, assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam"
Sekar berjalan menuju rumahnya kembali, sepanjang perjalanan Sekar terus memikirkan ucapan ibu-ibu itu yang bagaikan tamparan baginya.
"Aku harus kerja, ibu udah sakit-sakitan, gak mungkin aku diam saja, aku harus cari pekerjaan buat gantiin bapak, sudah sepatutnya mereka menikmati hasil kerja keras ku, bukan malah terus bekerja untuk kebutuhan sehari-hari, aku harus bisa bekerja walaupun di ladang juragan Doni, yang penting aku bisa dapat penghasilan, habis ini aku akan bilang sama bapak dan ibu, semoga mereka izinin kemauan ku" harapan Sekar.
Sekar mempercepat langkah, ia ingin segera sampai di rumahnya yang sudah tak jauh lagi untuk meminta izin pada ibunya terkait keinginannya yang akan bekerja di ladang juragan Doni, orang paling kaya di kampung ini, dia memiliki banyak sekali tanah di desa anggrek, ia bisa berkuasa di desa karena kekayaannya.
Tak berselang lama dari itu ia sampai di rumahnya.
Sekar langsung masuk ke dalam kamar ibunya."Ibu, tadi Sekar ketemu sama juragan Doni, dia nawarin Sekar kerjaan, boleh ya bu Sekar kerja di sana biar bantu bapak sama ibu"
"Uhuk uhuk jangan nak, kamu jangan kerja, kamu di sini saja" larang Mirna.
"Tapi Sekar mau kerja bu agar Sekar bisa bawa ibu ke rumah sakit, tolong ibu izinin Sekar kerja, Sekar udah pengen banget kerja, mumpung sekarang di sana ada lowongan kerja" bujuk Sekar pada ibunya, ia memijat kaki ibunya untuk merayu ibunya agar mengizinkan dia untuk bekerja di ladang juragan Doni.
"Jangan nak, kerja di sana itu gajinya gak seberapa!"
"Gak apa-apa kok bu, walaupun gajinya gak seberapa, Sekar terima, yang penting Sekar punya penghasilan, Sekar itu ingin banget bantu bapak sama ibu, dan dengan cara ini Sekar bisa bantuin kalian, tolong ibu izinin Sekar kerja di sana"
"Tempatnya juga dekat bu, tiap hari Sekar bisa pulang ke sini, ayolah bu izinin Sekar kerja"
Mirna diam, ia berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan.
"Sekar apa kamu bisa kuat kerja di sana?" Mirna memastikan terlebih dahulu, ia takut Sekar tak sanggup kerja di tempat yang panas dan berat itu.
"Orang-orang kuat kok bu, Sekar pasti bisa kuat juga, Sekar yakin Sekar bisa kerja dengan baik, nanti kalau Sekar gajian, Sekar akan bawa ibu ke rumah sakit, ibu harus di obati, gak boleh di biarin terus, Sekar gak mau ibu kenapa-napa"
"Ya sudah, ibu izinin kamu kerja"
"Yeeyy makasih bu, makasih ibu sudah izinin Sekar kerja di sana" Sekar memeluk ibunya saking girangnya karena ibunya berhasil ia bujuk.
"Iya sama-sama, kamu kerja yang rajin, jangan sampai mengecewakan kesempatan yang telah juragan Doni beri" perintah Mirna.
"Iya bu, Sekar gak akan sia-siakan kesempatan itu, besok Sekar akan datang ke ladang juragan Doni buat kerja, insya Allah Sekar pasti akan bisa ngumpulin uang untuk bisa bawa ibu ke rumah sakit yang ada di kota"
Mirna tersenyum dalam keadaan tubuhnya yang lemas, sudah lama ia sakit namun tak kunjung sembuh, ia hanya meminum obat dari warung saja, ia tidak punya uang untuk bisa periksa ke rumah sakit yang ada di kota.
"Ibu Sekar mau ke kamar dulu, kalau ibu perlu apa-apa, ibu bilang aja, Sekar pasti akan langsung turutin"
"Iya" Mirna mengangguk sambil tersenyum, ia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk putri tunggalnya itu.
Sekar keluar dari kamar ibunya, ia gembira sekali karena ibunya mengizinkannya untuk bekerja di tempat juragan Doni.
"Aku akan kerja dengan rajin, aku harus ngumpulin uang agar aku bisa bawa ibu ke rumah sakit, kasihan dia terus sakit namun tetap tak sembuh-sembuh walaupun sudah minum obat, aku hanya takut ada apa-apa sama ibu kalau terus-terusan di biarin kayak gitu"
"Semoga dengan cara ini, aku bisa meringankan beban keluarga ku dan juga aku bisa bawa ibu ke rumah sakit besar, biar ibu bisa cepat sembuh"
Sekar begitu berharap dengan ia bekerja, ia bisa membantu kedua orang tuanya yang sudah mulai renta.
Sekar masuk ke dalam kamarnya, ia begitu senang karena mendapatkan izin dari ibunya.
Sekar membersihkan kamarnya, ia menyapu kamar itu dengan sebersih mungkin, setelah selesai ia mulai menyapu halaman rumah yang belum sempat ia sapu karena harus mengantarkan makanan ke ladang untuk bapaknya.
Setelah menyapu halaman hingga bersih, Sekar mengambil pakaian kotor untuk ia bawa ke sumur yang ada di belakang rumahnya.
Sumur itu menjadi tempat di mana setiap hari ia mencuci baju dan mandi, ada beberapa warga yang juga menggunakan sumur itu, namun tak banyak karena kebayangkan warga-warga tidak mau mencuci baju di sana karena harus menimba air terlebih dahulu, mereka kebayangkan mengeluh tangannya sakit sebab melakukan hal itu.
Alhasil mereka sekarang memasang sanyo di sumur itu, semenjak saat itu jarang ada orang yang mandi di sumur.
Sekar menimba air terlebih dahulu, ia mulai mencuci baju-bajunya, sekalian ia mandi karena sarung yang ia kenakan basah kuyup.
Sekar mencuci baju dengan tenang, tempat itu jauh dari keramaian karena terletak di belakang rumah Sekar, namun tak menutup kemungkinan kalau tidak akan ada orang yang melihat Sekar.
Dari balik pohon singkong yang tumbuh lebat, ada seseorang yang mengintip Sekar, ia terus memperhatikan Sekar mandi dan Sekar sama sekali tidak menyadarinya.
"Kelak aku pasti akan memiliki mu" yakin orang itu pelan kemudian pergi dari sana sebelum ada orang lain yang melihatnya.
Sekar terus mencuci baju-bajunya, setelah selesai ia menjemurnya di bawah teriknya sinar matahari, kemudian ia masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian setelah itu merebahkan tubuhnya karena mulai kelelahan mengerjakan semuanya sendiri.
Sekar tidak memiliki hp, ia tidak mampu membelinya, semua teman-temannya punya benda pipih itu, ia memang ingin memilikinya, tetapi melihat ekonomi keluarganya seperti ini, ia sadar diri, ia tidak mau merepotkan orang tuanya lagi.
Sekar masuk ke dalam alam mimpi setelah urusan rumah selesai ia kerjakan, tak ada beban lagi yang ia tanggung setelah itu, sekarang dia bisa tidur dengan tenang.
Sekar membuka matanya, ia melihat jam yang menunjukkan pukul 12, Sekar beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur, ia mengambil makanan untuk ia antarkan ke kamar ibunya.
"Bu, Sekar masuk ya" Sekar meminta izin pada ibunya terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kamar.
"Masuk aja ndok, pintunya gak di kunci" suruh Mirna dari dalam, ia tidak keluar rumah sama sekali karena tubuhnya yang terus menerus lemas tak bertenaga.
Sekar masuk ke dalam kamar ibunya dengan membawa nasi dan lauk yang sudah ia masak tadi pagi.
"Bu ini makanan buat ibu, ibu makan dulu, lalu minum obat, biar ibu cepat sembuh"
Sekar meletakkan makanan yang ia bawa di atas meja, kemudian ia membantu ibunya untuk duduk dari tidurnya.
"Terima kasih ndok sudah jadi anak yang berbakti buat ibu dan bapak, ibu beruntung bisa melahirkan anak seperti kamu" di usia tuanya saat ini Mirna merasa beruntung karena punya anak yang berbakti kepadanya walaupun ia tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk putrinya.
"Sama-sama bu, sudah sepatutnya Sekar berbakti sama bapak dan ibu, sekarang ibu makan dulu, lalu minum obat biar ibu cepat sembuh"
Mirna mengangguk, ia mulai menyantap makanannya yang sudah di bawa oleh Sekar, walaupun rasanya terasa hambar di lidahnya, ia tetap memakan makanan itu hingga habis tak tersisa, setelah itu ia meminum obat batuk yang ia beli di warung yang ada di desa ini.
Krieet
Tiba-tiba pintu kamar Mirna terbuka, mereka berdua melihat siapa yang masuk ke dalam rumah itu.
"Bapak, kok bapak udah pulang aja, ini kan masih siang" heran Mirna saat mendapati suaminya yang pulang dengan wajah suram.
"Bapak di pecat bu" jelas Tono dengan wajah sedihnya.
"Di pecat! kok bisa pak" kaget Mirna dan Sekar saat kalau Tono di pecat dari pekerjaannya.
"Di ladang ada pengurangan karyawan yang sudah lanjut usia seperti bapak, juragan Doni banyak memecat karyawan, dia cuman ngasih beberapa uang untuk biaya pesangon" jelas Tono.
Sekar bergitu prihatin saat tau kalau bapaknya yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga hari ini di pecat dari pekerjaannya.
"Ya Allah pak, kita akan makan apa pak kalau bapak gak kerja" Mirna mulai gelisah, ia bingung apa yang harus ia lakukan untuk mendapatkan uang di usianya yang sudah tidak muda lagi.
"Enggak tau bu, bapak juga bingung harus berbuat apa" Tono merasakan ketakutan yang sama, ia takut tak bisa menafkahi keluarganya setelah ia di pecat dari pekerjaannya.
"Gini aja pak bu, besok Sekar akan datang ke ladang juragan Doni, Sekar akan coba lamar pekerjaan di sana, Sekar pasti akan di terima kok"
"Jangan Sekar, kamu jangan kerja di sana, di sana itu kerjanya kasar, kamu gak akan kuat kerja di sana" larang Tono.
"Sekar kuat kok pak, Sekar yakin Sekar bisa kerja walaupun pekerjaan itu kasar, Sekar mohon bapak sama ibu izinin Sekar kerja di sana"
Mereka berdua terdiam, mereka sebenarnya tidak mau Sekar kerja di tempat yang kasar dan panas seperti itu, mereka masih berharap kalau Sekar akan bekerja di tempat yang nyaman yang ada di kota-kota besar.
Sekar melihat bapak dan ibunya yang diam, ia merasa kalau mereka ragu untuk mengizinkannya bekerja.
"Kalau Sekar gak kerja kita akan makan apa pak bu, bapak sudah di pecat, kita akan dapat uang dari mana lagi, jadi Sekar mohon izinin Sekar kerja, Sekar tak apa kerja di tempat yang kasar seperti di sana, yang penting Sekar bisa punya uang untuk membiayai kebutuhan sehari-hari kita"
Tono menghembuskan nafas berat."Baiklah bapak izinin kamu kerja di sana, kalau kamu tidak kuat buat kerja di sana, kamu berhenti, jangan di paksa!"
"Iya pak, Sekar pasti bisa kuat kok, Sekar yakin Sekar bisa jadi harapan terakhir kalian" Sekar tersenyum senang, ia lega saat mendapatkan izin dari bapaknya.
"Sekarang kamu balik ke kamar, besok kamu ke ladang juragan Doni, kalau kamu gak di terima di sana, jangan maksa" suruh Tono.
"Baik pak"
Sekar keluar dari kamar itu, ia mengambil jemuran yang sudah kering, lalu membawanya ke kamarnya untuk ia lipat.
"Sekar yuhu" panggil seseorang dari luar.
Sekar yang ada di dalam kamar keluar untuk melihat siapa yang datang ke rumahnya.
"Nina" senang Sekar saat melihat teman kecilnya yang datang ke rumahnya, ia dan Nina sudah lama tidak bertemu karena Nina menetap di kota beberapa tahun ini.
Nina menatap Sekar dengan tatapan jijik, semenjak dia menjadi orang kaya, sikapnya berubah 360°, Nina tak sama seperti Nina yang dulu, sekarang dia malah ikut-ikutan membenci dan menghina Sekar karena terlahir dari keluarga yang kurang mampu.
"Nina kamu ngapain ke sini?" Sekar menghampiri Nina yang berdiri di depan rumahnya dengan memegang plastik besar berwarna putih.
"Ini dari mami aku" dengan jijik Nina memberikan plastik itu pada Sekar.
Sekar tak mengambil hati sikap Nina, ia dengan ramah mengambil plastik yang tidak tau apa isinya.
"Apa ini Nina?" Sekar yang penasaran membuka plastik putih itu.
"Sembako untuk orang miskin!" jawab Nina.
"Makasih Nina, makasih banyak udah ngasih ini semua sama aku" Sekar begitu berterima kasih pada Nina saat tau kalau isi di dalam plastik itu adalah makanan pokok yang sangat ia perlukan.
"Sama-sama, udah aku pulang dulu, di sini panas, malah bau lagi" dengan sombongnya Nina berkata seperti itu.
Tanpa sadar dia menghina Sekar, gaya hidupnya sekarang sudah sangat berbeda, semenjak ia kaya ia tidak mau lagi berteman dengan Sekar yang miskin.
Nina yang sombong pulang ke rumahnya, Sekar hanya menatap kepergian Nina dengan tatapan sedih karena kehilangan temannya.
Nina adalah teman satu-satunya yang Sekar punya, namun sekarang dia malah memusuhi Sekar karena dirinya yang tidak mampu.
"Siapa ndok yang datang?" penasaran Tono yang ikut keluar dari dalam kamar saat mendengar suara orang yang memanggil Sekar.
"Nina pak, dia datang ngasih sembako sama kita, insya Allah pemberiannya ini akan cukup untuk beberapa hari ke depan"
"Alhamdulillah masih ada orang baik yang bantu kita" Tono mengucap syukur, walaupun keadaan ekonominya yang kacau, tapi masih ada orang yang mau meringankan bebannya walaupun tak banyak.
"Ndok bawa masuk sembako itu, taruh di tempat yang aman, jangan sampai di makan tikus" perintah Tono.
"Baik pak" Sekar membawa sembako itu ke dapur, ia menaruh sembako yang terdiri dari beras, gula, minyak, mie instan, telur dan bawang putih dan bawang merah.
Setelah menaruh sembako itu ia balik ke kamarnya untuk melanjutkan melipat baju.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!