Happy reading
"Si gue pulang dulu ya, udah malam nih," ucap seorang gadis pada temannya.
"Lu mau balik ke rumah itu lagi?" tanya Sisi pada Alea, gadis berlesung pipi itu.
"Enggak gue udah punya kos kok. Yang punya juga baik," jawab Alea dengan senyum.
"Ya sudah hati hati ya di jalan. Kalau hujan neduh dulu, gue gak mau lu sakit lagi," ujar Sisi pada Alea.
"Iya."
Alea keluar dari sebuah restoran yang sudah mau menerimanya bekerja disini walau Alea masih sekolah.
Alea mengambil sepeda motor miliknya, kemudian menjalankan motor itu.
Tiba ditengah jalan hujan turun tanpa SMS atau telepon terlebih dahulu. Hingga membuat Alea menepi ke sebuah gubuk tua yang sudah tak terpakai.
Gadis berusia 18 tahun itu turun dari motornya dan berteduh di bawah gubuk. Sial rasanya karena ia tidak membawa jas hujan, padahal tadi pagi sudah mendung.
Alea selalu berpendapat jika paginya mendung maka malamnya ada terang, tapi jika paginya terang maka malamnya pasti hujan.
Tapi sepertinya perkiraan itu salah saat ini. Padahal ini sudah menunjukkan jam 08.00 malam. Tidak ada kendaraan yang lewat di jam segini apalagi di gubuk ini tidak ada pencahayaan apapun selain cahaya dari motornya.
Oekk oekk oekk
Apakah ia halusinasi atau ini memang kenyataan, ia mendengar suara bayi tengah malam seperti ini.
Bulu kuduknya jadi berdiri jika seperti ini, ia paling anti dengan yang namanya setan. Ia takut nanti terjadi apa apa kan yang sudah dirinya sendiri.
Karena walaupun ia punya keluarga tapi keluarganya tidak ada yang peduli tentang dirinya lagi saat ini. Bahkan tadi malam ia baru saja di usir dari rumah ayah kandungnya karena sudah membuat adik tirinya menangis.
Alasannya simpel, Alea merebut paksa sendal jepit miliknya yang di makan adik tirinya yang masih berusia 16 bulan. Masa iya, Alea harus membiarkan anak kecil makan sandal sih, jijay lah. Walau Ardi adalah adik tirinya tapi ia juga tak mau adik tirinya itu makan sandal.
"Bunda, Alea takut," gumam Alea merapatkan doa yang ia hafal. Kemudian menutup kupingnya, bukannya tangisan itu hilang tapi malah semakin menjadi. Hingga
Uhukk uhukk uhukk
Eh eh eh tunggu bentar kok ada yang batuk, siapa gerangan? Apakah bayi tadi batuk, kan setan mana bisa batuk.
"Jangan jangan mbak kunt lagi yang batuk, ya Allah tolong selamatkan Alea. Bunda tolong Alea," gumam Alea yang tak tahu jika di dalam gubuk itu ada seorang bayi.
Oekk oekk hukk hukk
"Ya Allah tolong Lea."
Tangisan bayi itu kembali terdengar dengan nada yang lebih kencang, bahkan di sertai dengan batuk bayi. Kenapa ia tahu karena adik tirinya juga pernah batuk saat bayi.
Dengan segala keberanian yang ia punya, Alea mulai mengambil ponsel pintar miliknya yang ada di saku dan menghidupkan senter dari ponsel tersebut.
Ia mengarahkan senter ponsel itu ke dalam gubuk pesawat terkejutnya saat ia melihat bayi yang ada di keranjang menangis hingga terbatuk batuk.
Tanpa pikir panjang Alea langsung masuk ke dalam gubuk dan menghampiri bayi itu. Bayi yang diperkirakan masih berusia satu Minggu itu tergeletak di keranjang bayi. Disana ada baju baju bayi saja tanpa ada susu bayi ataupun makanan untuk bayi.
"Ya Allah kenapa ada bayi disini? Siapa yang punya bayi ini," gumam Alea mengangkat bayi itu dan keluar dari gubuk tua itu.
Ia tetap saja takut jika di dalam gubuk tua itu. Gimana jika gubuk itu tiba tiba tubuh apalagi sekarang lagi hujan deras.
"Cup cup jangan nangis lagi ya dek. Kamu udah hangat saat ini, sama kakak dulu ya," gumam Alea mengelus pipi bayi itu sangat lembut bahkan tidak ada gurat kasar.
Dalam angan Alea siapa yang sudah membuang bayi tak berdosa ini di gubuk tua. Bagaimana jika bayi ini kenapa napa? Apa mereka tidak sayang dengan bayi ini.
"Apa kamu lapar ya, Dek. Tapi gimana Kakak gak ada bawa makanan bahkan di keranjang kamu tadi gak ada susu," ucapnya dengan pelan. Ia merasa kasihan dengan bayi ini yang tak hentinya menangis.
Hujan juga belum tahu kapan redanya, bagaimana jika bayi ini sakit karena kedinginan. Walaupun Alea sudah menutup tubuh bayi ini dengan selimut yang ada di keranjang tadi.
Ia tak tahu ini akan berhasil atau tidak tapi ia mencoba untuk menyusui bayi ini. Walau ia tahu dadanya belum mengeluarkan ASI untuk menyusui bayi kecil ini.
Perlahan ia mencari tempat yang sedikit gelap, ia malu jika nanti ada orang lewat dan melihat dirinya.
Alea terkekeh geli saat bayi itu menyesap dadanya dengan kuat. Alea merasa sedih karena tak bisa memberikan susu untuk bayi ini.
Bayi ini memang butuh kehangatan, setelah ia menyusui bayi ini. Bayi itu tampak diam dengan menggigit pelan dadanya. Alea tak merasakan sakit tapi malah geli.
"Nanti kalau hujannya sudah reda, kakak bawa kamu ke kost ya, Dek. Nanti kakak juga belikan susu buat Adek," ujar Alea mengelus pipi bayi itu. Sangat halus hingga membuat Alea suka jika bermain di pipi tembem itu.
Setelah bayi itu terlelap, akhirnya Alea melepaskan pung**** bayi itu dari dadanya. Ia menutup kembali dadanya yang basah karena liur sang baby.
Ia kembali ke depan gubuk yang lebih terang dari cahaya motornya. Kemudian ia mengambil apa yang ada di dalam gubuk tadi.
Brak
Saat ia hendak keluar dari gubuk ia mendengar suara benda jatuh dari luar. Buru buru ia keluar dan betapa terkejutnya saat ia melihat sebuah motor sport yang sudah terjatuh itu disertai seorang laki laki yang tertimpa motor itu.
"Astaghfirullah apa lagi ini, tadi bayi sekarang orang yang jatuh dari motor," gumamnya melihat laki laki itu yang seakan meminta pertolongan. Walaupun cahaya minim tapi ia tahu jika laki laki itu sedang kesakitan.
Rasa kemanusiaannya keluar saat ini, ia meletakkan bayi itu dengan pelan di keranjang itu kemudian ia berlari menerobos hujan guna membantu laki laki itu.
Tak banyak tanya, Alea menyingkirkan motor itu. Untung ia sudah biasa menyingkirkan motor sport. Ia melihat laki laki yang ada di depannya ini.
Alea memapah tubuh laki laki yang sudah basah itu menuju gubuk. Keadaannya juga sudah basah kuyup karena membantu laki laki itu.
Alea menyandarkan tubuh laki laki itu di gubuk itu. Sebenarnya ada sebuah kursi disana tapi ia gunakan untuk meletakkan bayi itu. Dengan pelan Alea melepas helm full face itu dan melihat siapa laki laki yang ia tolong. Alea kaget saat ia menyibak rambut yang mengelilingi pandangan laki laki itu.
Deg
"Kak Davin."
Bersambung
Happy reading
"Kak Davin."
"Eughhh apa kita saling kenal?" tanya Davin dengan suara lirih. Badannya sakit semua karena terjatuh tadi. Bahkan laki laki itu belum menatap Alea yang kini berada di depannya. Matanya masih terlalu berat untuk di buka.
"Aku kenal kakak tapi kakak gak kenal aku. Lagian siapa sih yang gak kenal sama Kakak, kakak kan primadona sekolah. Setiap cewek ngomongin kakak yang katanya inilah itulah," ujar Alea meletakkan helm itu di kursi dekat keranjang.
"Kepala kakak kok berdarah?"
"Mungkin kena helm tadi," jawabnya sedikit dipaksakan.
Alea yang tak tega melihat itu langsung mencari sesuatu yang bisa menghentikan pendarahan di kepala Davin. Alea menemukan kapan di dekat keranjang bayi itu. Kemudian ia membersihkan darah itu dengan lembut.
Davin melihat siapa wanita yang sudah rela menolongnya disaat hujan hujan seperti ini.
Deg
"Dia," batinnya menatap wajah gadis di depannya.
Setelah selesai mengobati kepala Davin, Alea kini mengambil plaster dari saku bajunya. Plaster yang seharusnya ia gunakan untuk jari tangannya yang tadi tak sengaja terkena air panas.
"Dah selesai."
Alea tersenyum saat melihat plaster bergambar pokemon berwarna kuning itu menempel di keningnya.
"Kakak kenapa bisa jatuh tadi?" tanya Alea pada Davin.
"Balapan."
Alea yang mendengar jawaban Davin yang sangat singkat itu mengangguk. Ia tak lagi bertanya banyak tentang apa yang tadi dilakukan Davin. Toh bukan urusannya juga.
Kini tatapan Alea sudah beralih ke arah bayi yang tadi mengusiknya. Ia merasa kasihan dengan bayi itu. Tanpa melihat Davin, Alea mengambil bayi itu dengan pelan.
Mata Davin tak lepas dari pandangan Alea, laki laki itu heran. Setahunya Alea belum pernah hamil dan menikah tapi kenapa Alea membawa bayi. Yah Davin memang tahu siapa itu Alea, karena para sahabatnya sering kali membicarakan gadis ini.
"Ini anak kamu?"
Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir pucat Davin. Laki laki dengan jaket hitam itu tampaknya tak bisa menahan rasa penasaran pada Alea.
"Ini bukan bayi aku, aku tadi baru pulang kerja. Ditengah jalan hujan, aku menepi disini dan aku dengar suara bayi menangis. Dan itu bayi ini, tuh keranjangnya," jawab Alea dengan jujur. Buat apa juga ia berbohong tak ada gunanya untuknya.
"Kenapa ada bayi disini? Padahal ini sudah malam, bagaimana jika nanti ada yang menculiknya?" tanya Davin menatap Alea yang sedang berdiri.
"Aku gak tahu, tapi aku kasihan kalau nanti bayi ini kedinginan," jawab Alea memeluk pelan bayi mungil itu.
"Laki laki apa perempuan?"
"Gak tahu," jawab Alea polos.
Davin berusaha untuk bangun dari duduknya, walau masih sedikit pusing tapi ia tahan tahan karena ingin melihat bayi itu.
"Kak, duduk aja dulu. Jangan paksain berdiri, nanti tambah sakit," ujar Alea dangan khawatir. Nanti kalau Davin kenapa napa gimana.
"Aku gak apa apa. Mau lihat baby."
Alea mengangguk dan memperlihatkan bayi yang ada di gendongannya. Davin menatap bayi yang sedang terlelap itu dengan seksama. Wajahnya sangat imut dengan bibir pink, hidung kecil, bulu mata yang lentik membuat siapa saja langsung sayang dengan bayi ini.
"Rencananya kamu mau bawa kemana bayi ini?" tanya Davin menatap Alea.
"Rencananya malam ini mau aku bawa ke kost, dan besok pagi aku mau bawa dia ke kantor polisi. Gimana kalau nanti ada orang tua yang cari," jawab Alea menatap bayi itu. Entah apa perasaannya saat ini, ia tak pernah merasa sebahagia ini.
Davin mengangguk dengan pelan, kemudian ia menatap kembali bayi itu. Ia ingin menggendong tubuh kecil itu tapi ia takut salah.
Hujan yang turun seakan enggan sekali henti, entah kenapa Alea sendiri tak tahu. Biasanya hujan akan berhenti tak lama setelah ia meneduh tapi ini setelah 1 jam lebih Alea disini. Hujan tak kunjung berhenti.
Tepat pukul 10 malam, hujan mulai reda. Alea bersiap untuk pulang tapi saat melihat Davin yang masih terduduk di sini membuat Ale atak tega.
"Kakak gak pulang dulu?"
"Gak kuat bawa motor," ujar Davin dengan pelan.
"Ya sudah gimana kalau kakak ikut Alea aja ke kost, kakak harus ganti baju dulu biar gak sakit. Sekalian kakak bawa baby ini, biar Alea yang bawa motor," ujar Alea dengan senyum lembut.
"Kost kamu?" tanya Davin tak percaya. Kenapa ada seorang wanita mengajak laki laki yang baru dikenalnya ke kost.
"Hahaha tenang aja, maksud aku bukan kost yang aku tempati tapi di kost aku masih ada kamar lagi. Kalau kakak mau sewa satu malam juga gak apa apa kak."
Davin sontak langsung paham dengan apa yang diucapkan oleh Alea. Kemudian ia mengangguk, ia ingin melihat kehidupan Alea saat ini. Apa benar ucapan teman temannya selama ini.
"Bukannya dia anak orang kaya?" batin Davin menatap Alea yang sedang membereskan keranjang bayi itu.
"Ayo kak, motor kakak biar disini aja. Gak akan hilang kok," ujar Alea yang tadi sudah mengambil motor Davin dan meletakkannya di gubuk.
Davin yang mendengar itu mengangguk, hilang juga gak apa apa karena uang dari keluarganya juga tak akan habis walau ia membeli 10 motor sport seperti ini.
Alea dan Davin naik ke atas motor metic itu, laki laki itu mengendong pelan bayi itu. Atas bantuan Alea ia bisa menggendong bayi mungil itu. Sedangkan Alea meletakkan keranjang bayi itu di depan dan ia mulai menjalankan motor itu meninggalkan gubuk.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang melihat mereka disana. Seorang yang sedari tadi melihat interaksi kedua remaja itu.
"Maafkan Mama sayang. Semoga kamu bahagia dengan mereka," gumam wanita itu menatap motor metic yang sudah menjauh dari pandangannya.
"Mama tak mau kamu ikut menderita dengan mama. Mama janji setelah Mama sukses Mama pasti akan jemput kamu, dan kita akan hidup bahagia sayang," gumamnya lagi.
Wanita yang diperkirakan berusia 26 tahun itu menatap sendu motor itu. Ia tak bisa lagi menahan air matanya, sedari ia meninggalkan bayinya di gubuk. Wanita itu tak pergi dari sana, hingga ia melihat seorang remaja yang menyusui anaknya.
Hatinya menghangat saat melihat itu, ia berharap anaknya bisa bahagia walau tidak bersamanya.
"Mama janji akan membalas rasa sakit hati Mama dan kamu pada laki laki bajingan itu. Mama janji," dengan kasar wanita itu menghapus air matanya.
Tujuannya saat ini adalah membalaskan dendamnya dan anaknya pada laki laki yang tidak pantas di sebut suami.
Bersambung
Happy reading
Kini sampailah Alea dan Davin di kost gadis itu, tadi mereka terlebih dahulu mampir ke minimart untuk membeli kebutuhan hidupnya dan bayi ini. Alea juga membelikan Davin kaos walau harganya murah.
Mereka turun dari motor metic itu dengan pelan, apalagi keadaan Davin yang sangat memprihatikan dengan kondisi seperti ini.
"Ini kost kamu? Gak apa apa kalau aku nginap?" tanya Davin menatap bangunan yang ada di depannya.
"Heem, kost aku ini kost bebas kak. Karena hanya ini kost kostan yang harganya miring," ujar Alea mengambil bayi mungil yang sedari tadi tidur itu.
"Kamu gak takut kalau tiba tiba ada orang jahat kesini?" tanya Davin yang sepertinya ingin banyak tahu tentang Alea.
"Aku baru 2 hari disini kak," jawabnya mengambil keranjang bayi yang berisi barang barang belanjaan dan baju sang bayi.
"Ayo kak."
Alea menatap seluruh kamar kos yang sudah tertutup. Entah karena sudah malam atau apa tapi ibu kost juga sudah mematikan lampu depan berarti beliau sudah tidur.
"Kak udah sepi banget, ibu kost juga sudah tidur. Tuh lihat lampunya udah padam. Gimana kak?" tanya Alea yang merasa bersalah.
Padahal kemarin di jam segini ibu kos belum tidur dan juga teman-temannya masih ada yang di luar. Tapi kenapa malam ini sudah sepi apa karena hujan.
"Gimana kalau kakak nginep di kost aku aja, walau gak di kamar sih."
Karena tak ada pilihan lain akhirnya Davin menerima tawaran Alea.
Mereka berjalan menuju kost Alea, yang berada di pinggir. Mereka masuk, dan Alea menyuruh Davin untuk mandi dulu.
"Pakai air dingin gak apa apa kan kak? Soalnya kalau mau pake air panas harus masak dulu," ujar Alea dan dianggukkan oleh Davin.
Lagian badannya sudah sangat lengket karena air hujan dan juga keringat tadi habis balapan.
Sepeninggal Davin ke kamar mandi, Alea berjalan menuju kamarnya kemudian menidurkan bayi itu di kasurnya.
"Eh."
Alea menemukan sebuah kalung di kain bedong yang membalut tubuh mungil itu. Ia melihat gantungan kalung itu.
"Huruf G, siapa?" tanya Alea dalam hati.
Ia menatap bayi yang sedang menutup matanya itu. Bayi yang ia temukan di gubuk kecil tadi, bahkan ia tak tahu siapa nama bayi yang baru ia ketahui berjenis kelamin laki laki.
Alea yang masih asik dengan pikirannya itu, langsung kaget saat pintu kamarnya sudah terbuka dan menampilkan laki laki yang tak lain adalah Davin.
Laki laki itu berjalan ke arah Alea, karena tadi setelah ia mandi. Davin tak mendapati Alea ada di ruang tamu.
Kost Alea memang terbilang murah, 500 ribu perbulan di kota Jakarta memang sangat miring. Karena hanya terdapat tiga ruang saja. Kamar mandi, kamar tidur, dan ruang tamu yang gandeng dengan dapur.
Sedangkan gaji Alea di restoran itu adalah 1,4 juta, 600 ribu untuk bayar kost dan selebihnya untuk bayar uang sekolahnya. Sayang jika ia harus putus sekolah karena ia sudah kelas 3 SMA hanya butuh berberapa bulan saja untuk lulus dan mendapat ijazah.
"Kenapa Al? Kok kayak bingung gitu?" tanya Davin yang sudah tahu nama Alea.
Modusnya tadi pake tanya nama, padahal Davin sudah tahu jika wanita yang bersamanya itu adalah Alea Saraswati. Karena apa? Karena Alea sangat terkenal di pembicaraan teman temannya, walau gadis itu tidak terkenal tapi Alea salah satu perempuan tercantik di sekolah mereka. Walau gadis itu tak terlalu peduli dengan lingkungan sekitarnya.
"Nih kak, ada kalung di kain bedong baby. Apa ini inisial namanya ya?" tanya Alea memberikan kalung itu pada Davin.
"Mungkin iya, tapi gak tahu juga. Kita juga belum memberi nama bayi ini. Dari tadi panggilnya baby baby Mulu," ujar Davin mengambil baju bayi itu dan membuka kain bedongnya.
Terlihat laki laki itu sangat pintar dalam mengasuh anak. Alea yang perempuan saja masih bingung kenapa Davin bisa secepat itu beradaptasi dengan bayi.
"Kenapa bengong? Ada yang salah?" tanya Davin yang tak sengaja melihat Alea terdiam.
"Mending kamu mandi, biar aku yang gantiin popok dia."
"Eh iya kak."
Alea tersenyum singkat kemudian berjalan menuju kamar mandi, Alea tak lupa mengambil pakaiannya. Karena jika di rumah orangtuanya, Alea mempunyai kamar mandi yang ada di dalam kamar tidurnya.
Alea meninggalkan Davin yang sedang menggantikan popok dan pakaian baby.
Davin tahu apa yang ada di pikiran Alea tadi. Ia memang punya adik yang biasanya bersamanya. Biasanya Mama dan Papanya juga menitipkan adiknya bersama dirinya.
"Baby, kakak gak tahu kamu siapa tapi besok kita ke kantor polisi ya. Semoga aja kamu bisa cepat ketemu sama orang tua kamu."
Walau Davin sendiri tidak yakin dengan apa yang baru saja ia katakan. Bayi itu ditinggal begitu saja di gubuk itu berarti orang tuanya sengaja meninggalkan bayi itu.
Yang ada dipikiran Davin saat ini adalah, jika tidak ada yang mengambil dan mencari anak ini. Terus bayi mungil ini mau dikemanakan? Tak mungkin ia merawat bayi ini, bisa bisa Mama dan Papanya syok. Kan dia belum nikah, lagipula usianya masih muda untuk memiliki anak.
****
Setengah jam berlalu entah apa saja yang dilakukan oleh Alea di kamar mandi tapi hal itu membuat Davin yang sudah selesai mengantikan popok dan pakaian baby itu terlelap di samping bayi.
"Astaga selama itu ya aku mandi sampai kak Davin tertidur?" tanya Alea pada dirinya sendiri. Wanita itu kemudian berjalan ke arah Davin kemudian ia mengambil selimut miliknya dan menyelimuti dua laki laki itu.
"Gak nyangka deh, seorang Davin Arista Pratama bisa jaga bayi bahkan bisa gantiin popok bayi."
Yah, sedikit banyak Alea tahu jika Davin adalah tipikal cowok yang sangat pemilih. Bahkan banyak wanita yang menembak Davin tapi Davin menolak. Darimana ia tahu? Tentu dari orang orang yang ada disekolah, ia sudah sangat jengah jika sampai kelas yang ia dengar adalah Davin, Davin, dan Davin lagi.
Davin sang cowok badboy yang gemar tawuran dan juga suka balapan itu sudah bukan menjadi rahasia lagi. Apalagi sering kali laki laki itu dihukum.
Sibuk memikirkan Davin, tiba tiba Alea tersadar jika tadi ia belum makan malam. Mungkin Davin juga begitu karena ia mendengar suara krucuk krucuk dari perut laki laki itu.
Alea keluar dari kamar menuju dapur, gadis itu mengambil mie dan sosis yang masih tersisa di kulkas. Berhubung Alea baru saja pindah, Alea belum banyak membeli bahan makanan. Mungkin ia memasak apa kadarnya jika sendiri jadi tak perlu banyak banyak begitulah pikirnya.
Masih setengah jalan Alea memasak mie instan itu, tiba tiba suara yang ia kenal itu menusuk Indra mendengarnya.
"Masak mie?" tanya Davin dan dianggukkan oleh Alea.
"Kakak kok udah bangun. Padahal niatnya tadi bikin makanan karena perut kakak bunyi pasti laper juga kan," jawab Alea mengaduk mie yang ia buat.
Davin menatap mie itu dengan tak biasa, Davin memang sangat jarang memakan makanan instan. Tapi sesekali pernah terkecuali mie instan, Davin tak pernah merasakan mie instan selama ia hidup.
"Makan seadanya ya kak."
"Hmm."
Tak enak juga jika menolak, sudah sukur Alea tadi mau membantu dan membawanya ke kost. Kalau tidak mungkin Papa dan Mamanya bisa marah saat tahu ia balapan.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!