NovelToon NovelToon

Merciless: The Exiled Knight

Ch 0. Pembantaian Masal

{Bab ini adalah Flash-forward, atau ringkasan kejadian yang terjadi di masa depan, jauh setelah cerita dimulai. Fungsinya untuk menggambarkan perkembangan MC yang hampir overpowered, setelah melakukan pelatihan hari demi hari/ 'Solo Leveling'}

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi yang cerah, berlokasi diatas hamparan tanah rerumputan yang sangat luas. Tempat yang dikelilingi perbukitan itu, akan menjadi arena pertempuran dari dua kubu kerajaan, yang saling bersitegang dalam memperebutkan kejayaannya.

Disudut barat, terdapat kubu Kerajaan Grantarte, dipimpin oleh salah seorang jenderal perang yang terduduk diatas kuda kebanggaannya, membelakangi ratusan ribu pasukan berkuda lainnya yang tengah bersiap menghadapi puluhan ribu pasukan berkuda, dari kubu kerajaan Vargandy.

"Kejayaan akan terus berpihak pada kerajaan Grantarte! Hidup Raja Verdy Grantarte III!" sorak Zacques Grantarte seraya mengacungkan pedangnya, sang jenderal yang mampu memicu adrenalin seluruh pasukannya.

"Hidup Raja Verdy Grantarte III!" balas ratusan ribu pasukan secara serempak, dengan suara sorakan yang terdengar bergemuruh, sampai ke telinga puluhan ribu pasukan kubu kerajaan Vargandy yang terletak disudut timur.

"Sampai titik darah penghabisan, kita harus melindungi pertahanan kerajaan Vargandy! Hidup Raja Ernest Vargandy II!" sorak Olivard Vargandy, sang jenderal yang turut mengacungkan pedangnya tinggi-tinggi, memicu jiwa heroik puluhan ribu pasukannya.

"Hidup Raja Ernest Vargandy!" balas puluhan ribu pasukan tersebut, yang tak sedikitpun merasa gentar meski jumlah mereka kalah jauh dengan jumlah pasukan kerajaan Grantarte.

Terdapat berbagai macam satuan perang yang terbagi dalam beberapa barisan setiap pasukan. Barisan belakang diisi oleh satuan pasukan penyihir, yang berdiri dibelakang satuan pasukan ahli pemanah. Sedangkan barisan terdepan dipimpin satuan pasukan berkuda, yang dilengkapi dengan pedang dan tameng pertahanannya.

Suasana tegang telah menjadi teman setia bagi kedua kubu pasukan kerajaan tersebut, terlebih lagi bagi pihak kerajaan Vargandy, yang berusaha menelan ketegangan mereka sebelum perang berkecamuk.

"Tuan Jenderal, pasukan sudah siap," lapor salah seorang ajudan Zacques.

"Bagus! Biarkan mereka yang menyerang terlebih dahulu. Dengan jumlah kekuatan pasukan kita, kemenangan pasti akan datang dalam sekejap mata," balas Zacques.

Sedangkan di kubu pasukan kerajaan Vargandy, salah seorang ajudan Olivard datang menghampirinya, lalu berkata, "Tuan Jenderal. Yang Mulia Raja berpesan, bila keadaan sudah tak memungkinkan, segera tarik mundur seluruh pasukan."

Laporan itu, justru membuat Olivard naik darah. "Tidak akan! Aku tidak akan lari dari medan perang! Semua pasukan dilarang untuk mundur! Mereka hanyalah menang dalam jumlah prajurit, tetapi tidak dengan jumlah semangat yang kita miliki," tegasnya.

"B—baik Tuan Jenderal."

Olivard enggan menuruti anjuran dari sang Raja, yang sepertinya sangat menurunkan harga dirinya sebagai jenderal perang. Ia pun sama sekali tidak takut saat mendapati banyaknya jumlah kekuatan pasukan kerajaan musuh, yang telah bersiap meladeni pasukannya di medan perang.

"Pasukaaaan!" sorak Olivard dengan suara lantang, memicu sorakan yang bergemuruh dari puluhan ribu pasukannya. "Serbuuuuu!" perintahnya seraya memecut tali kekang kuda, lalu bergegas memimpin pasukannya menuju pasukan kerajaan Grantarte.

Akhirnya terjadilah bentrokan besar-besaran dari kedua kubu pasukan kerajaan, yang saling menunjukkan keahlian mereka dalam medan pertempuran. Suara dentuman pedang pun menjadi pengiring suasana mencekam, juga beberapa suara ledakan besar yang disebabkan oleh para penyihir-penyihir ulung, menambahkan hawa kengerian dalam perang tersebut.

(Ting! Tang!)

(Zwoof!)

(Duaaar!!)

(Ting! Tung! Tang!)

(Zwaaaf!)

(Dwaaar!)

(Icikiwir!)

(Aselole!)

(Acumalaka!)

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jauh diatas bebatuan bukit yang sangat besar, berdirilah seorang pemuda berambut hitam, bermata biru, serta tatapan kosongnya yang nampak sedang antusias menyaksikan pertempuran tersebut.

"Seratus ribu nyawa, adalah syarat yang ditentukan oleh ratu sialan itu padaku," ucap Luciferd, mantan pangeran kerajaan Grantarte, yang memilih jalan hidupnya sebagai pengikut ratu iblis.

Luciferd, atau Louis Grantarte, membuang jauh-jauh kenangan masa kecilnya sebagai putra bungsu sang Raja Verdy Grantarte III. Sebab tak ada satupun hal yang mengesankan baginya dimasa kecil, kecuali hanya perlakuan-perlakuan kasar, serta intimidasi yang selalu ia terima dari anggota keluarga kerajaan yang lain.

Sikap acuh tak acuh sang Raja pun telah memberikannya sebuah alasan, bila kehadirannya dalam lingkungan kerajaan itu, sudah tak diharapkan lagi.

Kembali pada pemandangan pertempuran yang sangat mencekam tersebut, Luciferd seketika memegang gagang pedangnya, lalu menarik pedang tersebut keluar dari sarung pedangnya.

(Swring)

"Jika dia berbohong lagi, akan kuludahi tempat duduk singgasananya," ucap Luciferd, yang tiba-tiba melesatkan tubuhnya menuju arena pertempuran.

***

Sementara, kubu pasukan kerajaan Grantarte terlihat sangat mendominasi arena pertempuran, dengan terus menjatuhkan satu persatu prajurit pasukan berkuda kerajaan Vargandy.

Tak sedikit diantara para pasukan Kerajaan Vargandy yang jatuh berguguran, karena kuatnya perlawanan yang diberikan oleh kekuatan pasukan kerajaan Grantarte. Akan tetapi, hal itu tetap tak menyurutkan semangat Olivard Vargandy, yang terus melayangkan pedangnya seraya menerobos masuk, menembus barisan kedua pertahanan musuh.

"Tunjukkan kegigihan kaliaaan! Pertahankan kejayaan kerajaan Vargandy!" soraknya dengan semangat berapi-api, yang mampu membakar sumbu adrenalin dalam jiwa seluruh pasukannya.

Alhasil, kubu kerajaan Vargandy pun dapat memberikan sedikit perlawanan, meski belum mampu menyeimbangi kekuatan pasukan kerajaan Grantarte. Hal itu dibuktikan dengan kontribusi para penyihir ulung, yang seketika mengeluarkan sihir mematikan mereka kearah barisan para pemanah musuh.

(Zwoof!)

(Dwaaar!)

Namun, para penyihir kubu kerajaan Grantarte pun tak tinggal diam. Mereka seketika merapatkan barisan, dan dengan segera menjulurkan telapak tangan mereka kearah langit seraya merapalkan sebuah sihir, menciptakan sebuah pola lingkaran sihir bercahaya putih yang sangat besar diatas langit.

"Demi kejayaan kerajaan Grantarte. Air, api, tanah, udara, dan cahaya." Salah seorang gadis penyihir yang memimpin pasukan penyihir dari pihak kerajaan Grantarte, nampak sedang membacakan rapalan sihirnya, selagi dirinya melayang di udara bersama para penyihir yang lain. "Menyatulah seluruh elemen!"

"Bola cahaya kesucian yang agung, melesat!" ucap seluruh penyihir secara serempak, membuat pola lingkaran cahaya tersebut meluncurkan sebuah bola cahaya, yang lansung melesat menuju para penyihir pihak kerajaan Vargandy.

(Zwuuusshh!)

Akan tetapi, Luciferd tiba-tiba muncul didepan pasukan para penyihir kerajaan Vargandy, menghadapkan dirinya kearah bola cahaya yang tengah melesat secara cepat tersebut. "Lagi-lagi sihir mainan," ucapnya, sebelum akhirnya bola cahaya yang sangat besar itu menerjang tubuhnya, lalu menimbulkan ledakan sihir yang amat luar biasa.

(DWAAAAR!)

Munculnya Luciferd, sempat dilihat oleh beberapa orang, namun ledakan itu seketika menciptakan kepulan asap yang menutupi tubuhnya.

"Apa aku tidak salah lihat? Bukankah tadi ada seseorang yang sempat muncul didepan mereka?" tanya sang gadis penyihir, sesaat setelah dirinya menyaksikan bagaimana bola sihir itu sontak meledak begitu dahsyat, hingga menciptakan kepulan asap yang sangat tebal.

"Anna! Lihat!!" seru salah seorang penyihir lainnya, yang sontak terkejut saat mendapati kehadiran sosok pemuda, selepas menyaksikan memudarnya kepulan asap.

Anna Grantarte, sang gadis penyihir dari kalangan keluarga kerajaan Grantarte, yang juga bertugas sebagai pemimpin pasukan para penyihir, diharuskan menelan rasa ketidakpercayaannya saat menyaksikan siapa sosok yang tengah melayang, didepan pasukan para penyihir pihak kerajaan Vargandy tersebut. "S—siapa dia?!" tanyanya, dengan raut wajah mendadak curiga.

Entah apa yang dilakukan Luciferd, sampai-sampai dirinya berhasil melindungi para penyihir pihak kerajaan Vargandy, dari radiasi ledakan lingkaran cahaya sihir yang amat mematikan.

"Aku hanya menghisap inti sihirnya, membiarkan ampasnya meledak tanpa memberikan reaksi sihir apapun," batin Luciferd, dengan sebilah pedang yang tergenggam erat ditangannya.

"Siapa kau?! B-b-bagaimana bisa kau menghisap inti sihir itu hanya dengan berdiam diri saja, tanpa melakukan sihir resisten tingkat tinggi?!" tanya salah seorang tetua penyihir dari pihak kerajaan Vargandy, membuat Luciferd seketika menoleh kearah samping.

Luciferd hanya membalasnya dengan sunggingan senyum, lalu kembali memusatkan perhatiannya kearah para penyihir pihak kerajaan Grantarte. "Anna Grantarte. Sepertinya kau sudah lupa siapa aku," ucapnya.

Sementara, dua kubu pasukan yang tengah berdiri diatas tanah pun seketika menghentikan pertarungan mereka, selepas menyaksikan upaya sihir yang dilakukan oleh para penyihir mereka, digagalkan oleh Luciferd.

"Siapa pemuda itu?" tanya Zacques Grantarte, seraya mendongakkan wajahnya kelangit, menatap penuh heran kearah Luciferd.

Sedangkan Olivard yang sempat menyaksikannya pun nampak tercengang. "Mungkinkah dia utusan dari yang Mulia?" batinnya, yang turut menatap penuh heran kearah Luciferd.

"Siapa kau?! Aku tidak pernah mengenalmu! Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?!" tanya Anna, setelah mendengar pengakuan dari Luciferd.

Luciferd hanya terdiam, sejenak menajamkan pandangan matanya kearah Anna, yang tidak lain tidak bukan merupakan saudari sepupunya sendiri.

Mendapati keheningan yang ditunjukkan Luciferd, membuat Anna menjadi kesal. Gadis penyihir itu kemudian mencoba merapalkan sebuah sihir, demi menunjukkan bentuk kekesalannya.

Akan tetapi, Luciferd sontak melesatkan tubuhnya, dan berhenti tepat dibelakang tubuh gadis penyihir tersebut. "Kau adalah pengecualian," ucapnya, yang seketika membelenggu leher Anna, lalu membawa gadis itu menjauh dari para penyihir pihak kerajaan Grantarte.

"Nona Anna!" sorak salah seorang penyihir lainnya, menyaksikan bagaimana Anna tiba-tiba menjauh dari barisan mereka.

"Sakit! Lepaskan aku!" lirih Anna, yang berusaha melepaskan lehernya dari belenggu Luciferd.

"Diam dan saksikan. Aku akan melenyapkan seluruh pasukanmu," kata Luciferd, membuat Anna sontak terbelalak.

"Sudah kuduga! Dia memang benar-benar urusan dari yang Mulia! Aku harus segera menarik seluruh pasukan!" batin Olivard, sesaat setelah dirinya menyaksikan bagaimana Luciferd berhasil mejauhkan Anna, dari para penyihir pasukan kerajaan Grantarte yang lain. "Pasukaaaan! Munduuurr!" sorak Olivard.

Seluruh pasukan pihak kerajaan Vargandy pun lantas menyingkir, dan berhasil menjauhkan diri mereka mundur dari Medan pertempuran.

Sementara Zacques pun tak berkutik, menyaksikan seluruh pasukan musuh tiba-tiba menjauh dari seluruh pasukannya. "Brengsek! Pasukan penyihir!! Serang pemuda itu!!" perintahnya, setelah menduga bila Luciferd-lah yang menjadi penyebab mundurnya pihak musuh.

Para penyihir pihak kerajaan Grantarte pun lansung merapalkan sihir mereka, sesudah mendengar perintah dari Zacques. Akan tetapi, Luciferd sontak mengarahkan sebelah telapak tangannya kearah para penyihir tersebut. "Percuma saja. Mana kalian akan kuserap habis-habisan," katanya.

Luciferd sepertinya tak main-main. Ia tiba-tiba menyerap seluruh mana dari tubuh para penyihir-penyihir tersebut, membuat mereka seketika melemah, lalu terjatuh keatas tanah.

Hal itu justru membuat Anna lantas tercengang, tak menyangka bila seluruh penyihir bawahannya berhasil dilumpuhkan oleh Luciferd. "Brengsek! Apa yang telah kau lakukan?! Lepaskan aku! Lepaskaaan!" tegasnya, seraya mencoba melepaskan dirinya dari belenggu lengan Luciferd.

"Kau tau takkan bisa lepas dariku," balas Luciferd, yang semakin mempererat genggaman lengannya.

Zacques pun sontak terbelalak, saat menyaksikan seluruh pasukan penyihir dibawah kepemimpinannya jatuh berguguran keatas tanah medan perang. "Sialan! Hei kau!! Turunlah! Tunjukkan nyalimu sini!" tegasnya, sambil menunjuk kearah Luciferd.

Luciferd, hanya tersenyum melihatnya. "Nyali kau bilang?" Bola matanya seketika menghitam, dengan pupil mata yang bertranformasi menjadi titik merah. "Kalian semua akan menjadi persembahan, bagi wanita sialan itu," ancam Luciferd, yang secara perlahan menurunkan ketinggian terbangnya, lalu menapakkan kakinya dihadapan seluruh pasukan kerajaan Grantarte.

"Pasukaaan!! Serang diaaaa!!" sorak Zacques, demi memanfaatkan kesempatan itu.

"Aku melakukan ini, hanya untuk memenuhi permintaannya." Luciferd seketika mengacungkan pedangnya, kearah seluruh pasukan yang tengah bergegas menghampirinya. "Demi pedang hitam yang melegenda itu," ucapnya. Ia pun sontak mengayunkan pedangnya dari kiri ke kanan.

(Zwuushh!)

Ayunan pedang itu menciptakan hempasan angin hitam yang melebar secara horizontal, juga nampak melaju sangat cepat dan mematikan.

(Sreebbb!)

(Srebb!)

(Sreb!)

Malapetaka pun terjadi. Satu persatu orang dari para pasukan pihak kerajaan Grantarte lantas berguguran, saat bagian tubuh mereka mendadak terputus setelah terkena hempasan angin tersebut, mengejutkan Zacques yang tengah berdiri dibarisan paling belakang.

"T—tidak mungkin! Musta—"

(Sreebb!)

Perut Zacques sontak terbelah, selepas angin horizontal yang mematikan itu terhempas mengenai perutnya, membuat bagian atas tubuhnya terjatuh dari pelana kuda, lalu tewas ditempat dalam hitungan detik.

Perang pun berakhir, dengan kemenangan yang berpihak pada kubu kerajaan Vargandy, meski ada campur tangan dari Luciferd.

Karena telah melarikan diri dari medan pertempuran, tak ada seorangpun dari para pasukan kerajaan Vargandy yang menyaksikan pembantaian masal tersebut. Sebab mereka meyakini bila Luciferd adalah utusan dari sang Raja, Ernest Vargandy II, yang ditugaskan sebagai bala bantuan, dalam menanggapi sedikitnya jumlah pasukan kerajaan yang dikirim ke medan perang.

Ratusan ribu nyawa pun melayang begitu saja, hanya dengan sekali serangan pedang Luciferd, membuat Anna yang turut menyaksikan, sontak menjerit sejadi-jadinya.

***

Kematian Zacques dan seluruh pasukannya, menjadi bukti betapa tingginya ilmu pedang yang dimiliki Luciferd, secara ilmu tersebut didapatkannya dari hasil latihannya seorang diri.

Tentu ada sedikit campur tangan sihir dalam ilmu pedang tersebut, yang dimana Luciferd menggunakan beberapa mana hitam, untuk mengakumulasi kekuatan serangan pedangnya pada musuh.

Luciferd adalah satu-satunya orang yang memiliki tiga mana. Mana biasa berwarna biru, didapatkannya setelah berhasil menguasai sihir dasar. Sedangkan mana kedua, adalah mana yang berwarna merah gelap, didapatkannya setelah berhasil meminum darah naga espherd. Dan mana yang ketiga, mana yang berwarna hitam pekat, didapatkannya atas anugerah seseorang yang memiliki pengaruh tinggi atas dirinya.

Hanya sedikit informasi yang tertera dari beberapa buku sihir kuno, mengenai asal dan terbentuknya mana hitam, yang dimana sejarah mengatakan bila mana tersebut hanya dapat dimiliki oleh satu orang saja.

Akan tetapi, tak ada satupun yang menyadari bila mana tersebut telah diwariskan oleh sang pemilik kepada Luciferd, membuatnya menjadi penguasa ilmu bela diri pedang dan sihir nomor satu di benua Athareas.

Siapakah pemilik sebelumnya? Dan apa hubungannya dengan Luciferd a.k.a Louis Grantarte, sang pemuda misterius yang memiliki keterampilan pedang, serta sihir yang amat luar biasa tersebut?

~Tbc

Ch 1. Prolog [Ramalan Sang Raja]

{<

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Lingkungan istana kerajaan Grantarte.

Terdengar kicauan burung-burung yang saling menyapa satu sama lain, menjadi penghias dipagi hari yang sangat cerah itu.

Diluar area sekitar istana, terdapat pekarangan taman dari berbagai bunga dan bebuahan, yang memanjang dari ujung gerbang istana, sampai ke sebuah perempatan yang terhubung dengan pemukiman penduduk.

Kerajaan Grantarte, adalah salah satu kerajaan yang paling makmur dimasa itu.

Rakyat-rakyatnya bahagia, para pedagang pun selalu mendapatkan keuntungan disetiap sektor bisnis, juga para petani yang turut merasakan betapa nyamannya tinggal di daerah kawasan kerajaan seluas sepuluh juta kilometer persegi tersebut.

Benua Athareas, adalah suatu kontinen yang terbagi-bagi menjadi beberapa kerajaan, yang dimana kerajaan Grantarte menjadi wilayah paling terluas diantara kerajaan-kerajaan lainnya.

Atas dasar itulah, banyak dari kerajaan-kerajaan tersebut yang memilih untuk bersekutu dengan kerajaan Grantarte, guna menjalin hubungan kerjasama disetiap sektor penunjang ekonomi kerajaan.

Sang Raja, Verdy Grantarte III, menjadi aktor utama dalam tercapainya kemakmuran hidup rakyat-rakyatnya. Beliau merupakan orang yang paling disegani, dan ditakuti oleh negara-negara tetangga, atas pencapaiannya dalam memimpin kerajaan Grantarte selama beberapa dekade.

Dalam bidang pendidikan, sihir adalah ilmu yang paling diminati oleh seluruh rakyat setiap kerajaan. Karena dengan sihir itulah mereka dapat menunjukkan serta menonjolkan status kebangsawanan, guna bersosialisasi dalam kasta tertinggi di lingkungan kerajaan.

Siapapun murid yang berprestasi dalam bidang sihir, akan dicap sebagai calon bangsawan, meskipun berasal dari kalangan bawah. Banyak dari kawula muda belia yang sangat terobsesi dengan ilmu sihir, terlebih lagi setelah pihak kerajaan mempropagandakan pendidikan sihir gratis bagi seluruh rakyat.

Terlepas dari hal itu, hanya sedikit dari mereka yang telah dianugerahi kekuatan sihir turun temurun dari para leluhur. Terutama dari kalangan keluarga kerajaan.

Mulai dari raja pertama, sampai seluruh keturunannya, akan terus mewarisi kekuatan ilmu sihir yang sangat diidam-idamkan oleh kalangan non-kerajaan.

Raja Verdy Grantarte III, adalah penerus dari mendiang raja August Grantarte II, yang dimana mereka berdua lebih banyak mewarisi kekuatan sihir dari mendiang raja Hendrick Grantarte I, sang Penyihir agung dimasanya.

Elemen sihir yang dimiliki Hendrick Grantarte I, adalah cahaya, yang dimana elemen itu sangat ditakuti sejak era peperangan antar kerajaan, di masa lampau.

Hendrick mewarisi darah keturunannya, dengan tanda atau simbol sihir yang melekat ditubuh mereka. August Grantarte II contohnya, raja kedua dari kerajaan Grantarte itu, memiliki simbol sihir yang melekat dibalik bahunya.

Sedangkan Verdy Grantarte III, memiliki simbol dikedua telapak tangannya, yang menjadikannya sebagai pewaris kekuatan sihir paling mendominasi diantara anggota keluarga kerajaan yang lain.

Dengan simbol sihir itu, Verdy tak hanya dianugerahi kapasitas mana sihir yang luar biasa, tetapi ia juga bisa menciptakan sihir-sihir baru, menyatukan semua elemen, bahkan yang paling terkenal bagi seluruh rakyatnya, adalah kemampuan meramalnya yang sangat akurat.

Kemampuan meramal itulah yang membuatnya mampu mengantisipasi segala kerugian di masa paceklik, mengantisipasi segala pemberontakan dan bencana alam, serta memprediksi siapa yang sangat pantas menjadi penerusnya.

Demi memperkuat hubungan politik dengan kerajaan tetangga, salah satunya kerajaan Levardion, August memutuskan untuk menikahkan Verdy dengan Julianne Levardion, putri kerajaan Levardion yang paling dikagumi kecantikannya seantero benua.

Dari hasil pernikahan itu, mereka dikaruniai lima orang anak, dua orang pangeran dan tiga orang putri, yang semuanya sama-sama memiliki simbol kelahiran pada bagian tubuh masing-masing.

Alexander Grantarte, berusia dua belas tahun, menjadi putra sulung yang sangat menjanjikan kemampuan akademik sihirnya, juga kerap disebut-sebut sebagai penerus sang Raja.

Putri kedua, Aleanna Grantarte, berusia sepuluh tahun. Kemampuan sihirnya berada dibawah Alexander, akan tetapi ia sangatlah terobsesi untuk menjadi penerus sang Raja.

Dannisa Grantarte, putri ketiga yang berusia sembilan tahun, masih dalam tahap pembelajaran dan pengembangan ilmu sihir leluhur. Ia mewariskan kecantikan dari sang bunda, Ratu Julianne Grantarte, akan tetapi sifatnya yang sangat ceroboh, membuatnya sering menyalahkan siapapun, termasuk seluruh saudara-saudarinya.

Putri keempat, Anna Grantarte, berusia sembilan tahun. Kecantikan wajahnya turut mewarisi kecantikan sang ratu. Ia juga dikenal sebagai satu-satunya murid akademi sihir yang berhasil menciptakan sebuah sihir baru.

Anna sangatlah berperasaan dan emosional. Hal itu dibuktikan dengan sikap kepeduliannya pada sang adik, Louis Grantarte, yang kerap menerima perlakuan kasar dari saudara-saudarinya.

Dan yang kelima, putra bungsu berusia tujuh tahun, Louis Grantarte. Saat kelahirannya, para tetua penyihir yang tergabung dalam serikat penyihir kerajaan pun terkejut, setelah menyaksikan simbol sihir yang terletak dibawah telapak kaki bocah tersebut.

Apa yang terjadi pada Louis saat itu, rupanya telah diramalkan oleh sang Raja, yang notabene merupakan ayahnya sendiri. Dalam ramalan yang tertulis dan tersimpan di perpustakaan kerajaan tersebut, Verdy menuliskan bila salah satu dari keturunannya, akan menjadi ancaman bagi kerajaan Grantarte.

Verdy juga meramalkan ciri-ciri keturunan yang akan menjadi malapetaka bagi kerajaannya itu. Salah satunya, adalah letak simbol sihir yang terletak pada telapak kaki keturunannya.

Louis-lah yang justru mengejutkan para tetua penyihir, dengan hadirnya simbol tersebut pada kedua telapak kakinya, yang segera menerbangkan isu bila dirinya akan menjadi malapetaka bagi kejayaan kerajaan Grantarte.

Akan tetapi, Verdy berusaha untuk tak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, walau mengetahui bila Louis adalah keturunan yang sesuai dengan ramalannya. Ia pun memerintahkan pada seluruh ajudan penyihirnya, untuk terus memberikan pengawasan serta pengawalan yang ketat, bagi pertumbuhan usia Louis sejak balita.

Atas dasar itulah, Louis dilarang untuk mengunjungi perpustakaan sihir kerajaan, dilarang keluar dari lingkungan kerajaan, bahkan dilarang muncul pada setiap kunjungan diplomatik dari pihak kerajaan lain.

Louis dilarang tampil di muka publik, dilarang melakukan aktivitas apapun diluar lingkungan istana kerajaan, agar isu tentang dirinya tak menyebabkan kecemasan bagi seluruh rakyat kerajaan Grantarte.

Hingga saat ini, menjelang usianya yang ketujuh tahun, Louis terlihat hanya berdiam diri saja dalam kamarnya, terduduk murung seraya memeluk kedua lututnya diatas ranjang, tanpa ada satupun yang berani mengunjungi kamarnya kecuali sang kakak, Anna Grantarte.

"Kak Anna. Kenapa kamu sangat berani mengunjungiku? Bukankah mereka sudah bilang untuk tidak dekat-dekat denganku?" tanya Louis.

Anna yang tengah berdiri dihadapan Louis pun menyungging senyum, lalu berkata, "Bagaimanapun juga, kamu tetaplah adikku. Tak ada yang berani melarangku untuk dekat dengan siapapun, termasuk kamu Louis," jawabnya, sambil mengelus-elus rambut Louis.

Keseharian Louis, Anna-lah yang mengurusnya, walau melakukannya secara diam-diam dari anggota keluarga kerajaan yang lain. Anna bahkan dapat mengatasi puluhan pengawal yang selalu berjaga didepan pintu kamar Louis, guna memudahkannya mengunjungi kamar tersebut.

Kepedulian Anna terhadap Louis sangatlah tinggi, meski perlakuan tak mengenakkan yang diterima adiknya itu semakin bertambah dan terus bertambah.

"Louis. Ayo buka mulutmu. Kamu harus makan agar tetap sehat dan kuat," perintah Anna, yang nampak tengah menyodorkan sesendok makanan didepan mulut Louis.

Perlakuan dan kasih sayang Anna, sontak membuat Louis meneteskan air mata, merasa bila gadis itulah satu-satunya yang dapat mengerti bagaimana perasaannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Menjelang gelapnya malam, disebuah ruangan yang diperuntukkan bagi para petinggi-petinggi kerajaan, Verdy nampak terduduk seraya mendengarkan perdebatan yang dilakukan oleh para petinggi-petinggi tersebut, yang notabene berasal dari keluarga kerajaan.

"Louis harus segera dihukum mati! Atau tidak, kerajaan ini hanya tinggal menghitung hari saja untuk menunggu kehancurannya," tegas salah seorang petinggi kerajaan.

"Jaga ucapanmu! Bagaimana mungkin kerajaan besar ini bisa dikalahkan oleh seorang bocah kecil?!" sanggah salah seorang petinggi kerajaan lainnya, yang semakin memanasi perdebatan dalam ruangan tersebut. "Sebaiknya, Louis jangan dihukum mati. Kita harus mendapatkan bukti terlebih dahulu, bila anak itu benar-benar mengancam kejayaan kerajaan ini. Sebab, apa jadinya nanti bila kerajaan lain tahu kalau kita menghukum mati salah seorang keturunan raja?" tambahnya.

"Mereka akan berasumsi yang tidak-tidak tentang kerajaan ini," sambung salah seorang petinggi kerajaan lainnya.

"Betul!" balas beberapa petinggi kerajaan yang sependapat.

Menanggapi hal itu, Verdy hanya menghela nafasnya sekali. "Padahal, yang sangat kukhawatirkan adalah pertemuan Louis dengan seorang wanita, yang diduga berasal dari pihak iblis. Ahh ...." Verdy seketika menggengam erat kepalanya. "kenapa mimpiku akhir-akhir ini menjadi terlihat samar-samar bayangannya, sampai-sampai membuatku sulit menerka kejadian yang akan terjadi dikemudian hari," batinnya.

"Yang Mulia. Bagaimana tanggapan anda tentang hal ini?" tanya salah seorang petinggi kerajaan.

Verdy sontak mendengus. "Aku tidak sependapat dengan hukuman mati Louis." Ia kemudian beranjak dari kursi istimewanya, lalu berjalan melangkahkan kakinya menuju pintu ruangan. "Biar bagaimanapun juga, dia tetaplah putraku, dan akulah yang harus bertanggungjawab atas dirinya," tambahnya, sebelum akhirnya keluar dari ruangan para petinggi kerajaan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keesokan harinya, beberapa orang yang berasal dari pihak akademi sihir Grantarte, datang mengunjungi istana kerajaan Grantarte.

Salah seorang wanita yang diduga sebagai guru pembimbing akademi sihir, seketika berjalan menuju singgasana sang Raja. "Selamat pagi, Yang Mulia." sapanya seraya membungkuk, yang juga dilakukan oleh beberapa orang dibelakangnya.

"Ya. Selamat pagi, guru Theresa," balas Verdy, yang nampak sedang terduduk diatas kursi singgasananya.

Wanita yang disebut Verdy sebagai Theresa itu, tiba-tiba berjalan menghampirinya, lalu menyerahkan empat gulung lembar kertas yang belum diketahui apa isinya. "Yang Mulia. Ini adalah laporan hasil dari ujian akademik keempat siswa kami, yang merupakan putra-putri Anda," ucapannya, membuat Verdy segera meraih keempat gulungan tersebut.

"Hmm ... Alexander cukup membanggakan," puji Verdy, sesaat setelah melihat isi gulungan milik Alexander. Ia kemudian beralih membuka gulungan selanjutnya. "Lalu bagaimana dengan Aleanna dan Dannisa ...."

"Yang Mulia. Aleanna dan Dannisa, tahun ini mendapatkan sedikit penurunan kemampuan akademik sihirnya. Hal itu disebabkan oleh kejadian-kejadian yang sempat terjadi di gedung akademi sihir Grantarte," cakap Theresa, demi menerangkan hasil yang diterima kedua putri Verdy tersebut.

"Kejadian? Penyerangan monster yang terjadi sebulan yang lalu kah?" tanya Verdy, yang tetap fokus menatap pada masing-masing dua lembar gulungan milik Aleanna dan Dannisa.

"Benar, Yang Mulia. Sepertinya pengaruh monster tersebut sangat berdampak pada kemampuan sihir Aleanna dan Dannisa," jawab Theresa.

Menanggapi pengakuan itu, Verdy hanya mengangguk-angguk, sebelum ia beralih pada lembar gulungan selanjutnya. "Lalu Annaa ... dia hampir setara dengan Alexander." Verdy pun sontak menutup lembar gulungannya, mengejutkan Theresa yang sedang berdiri dihadapannya.

"Ada apa yang Mulia?" tanya Theresa.

Pertanyaan itu, dijawab dengan pertanyaan Verdy. "Bagaimana pendapatmu, jika aku mengikutsertakan Louis dalam pendidikan akademi sihir?"

Theresa kembali membungkuk. "Yang Mulia. Sesuai dengan program pendidikan yang Anda canangkan, siapapun dapat mengikuti pendidikan akademi sihir, termasuk Tuan muda Louis," jawab Theresa, yang kemudian menegakkan kembali badannya.

Mereka pun tidak menyadari, bila Alexander, Aleanna, serta Dannisa, turut mendengar percakapan itu dari kejauhan.

"Aku tidak setuju Ayahanda!" sergah Alexander, yang tiba-tiba berjalan menghampiri singgasana Verdy.

Verdy pun menyaksikan bagaimana ketiga putra putrinya itu berjalan menghampirinya, lalu berdiri tepat membelakangi Theresa.

"Ayahanda. Kami keberatan dengan usulan itu. Bukankah Ayahanda sendiri yang mengatakan bila Louis adalah ancaman bagi kerajaan ini?" tegas Aleanna.

"B—betul Ayahanda yang Mulia! Itu sama saja dengan menyalahgunakan ramalan Ayahanda sendiri!" protes Dannisa.

Menanggapi bentuk protes dari mereka, Verdy mencoba bersikap tenang. "Baiklah baiklah. Kembali pada kamar kalian masing-masing. Aku ucapkan selamat atas pencapaian kalian pada tahun akademik ini," tanggapnya.

Ketiga putra-putri kerajaan itu tiba-tiba saling menoleh satu sama lain, lalu kemudian membungkuk seraya mengatakan secara serempak. "Terimakasih. Ayahanda yang Mulia."

Verdy mendengus hebat, imbas dari sikap penolakan tiga putra-putrinya, terhadap usulan yang diperbincangkannya dengan Theresa mengenai Louis.

"Yang Mulia. Jika tidak ada lagi yang dipertanyakan." Theresa seketika membungkuk, diikuti oleh beberapa orang yang berdiri dibelakangnya. "Kami ijin pamit," ucapnya.

"Ya. Terimakasih," balas Verdy, lalu menyaksikan bagaimana Theresa bersama rombongan para pengajar lainnya berjalan meninggalkannya menuju pintu istana.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Menuju sore hari, para keluarga istana kerajaan, serta seluruh tetua dari serikat penyihir pun sontak terkejut, saat mendengarkan pernyataan Verdy.

"Aku katakan sekali lagi. Mulai hari ini, Louis diizinkan keluar dari kamar, ataupun berjalan-jalan disekitar lingkungan kerajaan." Verdy seketika berdiri dari kursi singgasananya. "Ini ada keputusan mutlak. Tidak ada yang boleh menggangu gugat!" tegasnya, lalu bergegas melangkahkan kakinya meninggalkan aula singgasana kerajaan.

Terjadilah perdebatan diantara seluruh orang yang menyaksikan pernyataan itu, termasuk beberapa anggota keluarga kerajaan yang masih satu ayah dengan Verdy.

"Apakah dia sudah gila?! Bisa-bisanya dia mengizinkan anak pembawa sial itu keluar dari istana?!" protes salah seorang anggota keluarga kerajaan.

"Tidak. Jangan remehkan keputusannya! Pasti ada maksud lain dibalik pernyataannya itu," sambung salah seorang anggota keluarga kerajaan lainnya.

Perdebatan pun akhirnya dimenangkan oleh anggota kerajaan yang pro dengan Verdy, sedangkan mereka yang kontra, lansung saja pergi meninggalkan aula istana, karena sudah tak mampu lagi melawan perkataan-perkataan yang memihak sang Raja.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Seminggu kemudian, semenjak Verdy menegaskan putusannya untuk melonggarkan peraturan yang mengikat Louis, suasana disekitar kerajaan telah berubah jauh lebih tegang, dari sebelumnya.

Ketegangan itu disebabkan oleh kehadiran Louis, yang mulai menampakkan dirinya disekitar lingkungan istana Kerajaan.

"Lihatlah dia ... apakah ini sudah benar? mengizinkan anak itu berkeliaran disekitar istana? Bukankah keberadaannya dapat menimbulkan ancaman bagi kita semua?" tanya salah seorang wanita dari anggota keluarga kerajaan, yang tengah berbisik seraya menyaksikan bagaimana Louis berjalan melewatinya.

"Sudaah ... jangan pikirkan soal dia. Jangan sampai yang Mulia Raja mendengar perkataanmu tadi," bisik salah seorang wanita dari anggota keluarga kerajaan lainnya, yang masih menyaksikan Louis berjalan menuju pintu istana, seraya membawa sebilah pedang yang menggantung dibelakang punggungnya.

"Louiiiss!" Anna pun bersorak, menghimbau Louis yang sempat dilihatnya dari kejauhan.

Louis sontak berhenti, tepat didepan pintu istana yang tengah terbuka. "K—kak Anna??" ucapnya, lalu mendapati Anna berlarian menghampirinya.

"Louis! Hari ini mau latihan pedang lagi?" tanya Anna.

Louis yang tengah menoleh kearah Anna pun seketika memalingkan wajahnya kearah depan. "Iya," jawabnya dengan singkat, lalu perlahan melanjutkan langkah kakinya berjalan keluar melewati pintu istana.

Setibanya di halaman samping istana kerajaan, Louis segera meraih pedangnya, yang dimana Anna pun nampak berdiri dibelakangnya.

"Kak Anna, sebaiknya tinggalkan aku. Aku takut bila orang lain tidak senang melihatmu terlalu dekat denganku," kata Louis.

Anna pun tersenyum menanggapinya. "Tenang saja Louis. Apa salahnya seorang kakak menyaksikan perkembangan adiknya sendiri?" balasnya, membuat Louis sempat terdiam saat melihatnya.

Louis pun akhirnya membentuk kuda-kudanya, lalu memulai latihannya dengan mengayunkan pedang kearah depan.

(Fyuh!)

.....

(Fyuh!)

.....

(Fyuhh!)

"Waahh! Kemampuan pedangmu hebat sekali Louis!" puji Anna, yang mulai merasa kagum dengan latihan yang ditunjukkan Louis.

Akan tetapi, sang Ratu bersama beberapa wanita pengawal pribadinya tiba-tiba muncul dari pintu istana. Mereka kemudian bergegas menghampiri Anna, yang sedang antusias menyaksikan latihan Louis.

"Anna!" himbau Julianne, mengejutkan Anna yang sontak menoleh kearahnya.

"Ibunda!" Anna sempat membungkuk, akan tetapi Julianne sontak meraih pergelangan tangannya, lalu membawanya menjauh dari Louis.

"Sudah kukatakan padamu untuk tidak dekat-dekat dengan anak itu!" omel Julianne.

"Louis!" Anna sontak menoleh kearah Louis, akan tetapi langkah kakinya terus terdesak meninggalkan anak tersebut. "Ibunda! Apa yang salah dengan Louis?! Dia kan juga salah satu anak—"

(Prak!)

Tamparan keras seketika dilayangkan Julianne pada sebelah pipi Anna, membuatnya sontak tercengang atas perlakuan tersebut.

"Aku begini karena sayang padamu dan tak ingin kehilanganmu! Yang Mulia Raja sudah meramalkan bila anak itu akan menjadi monster yang bisa menghacurkan kerajaan ini! Apa kau mengerti?!!" tegas Julianne, dengan nafas emosi yang menggebu-gebu dalam dadanya.

Anna sontak meneteskan air mata, seraya tertunduk saat mendengarkan omelan Julianne. Ia pun akhirnya mengangguk pelan, karena sudah tak berdaya lagi dengan segala larangan yang dilontarkan oleh sang Ratu.

Louis yang sempat menyaksikannya, nampak menghentikan latihannya sejenak. Ia sempat mendapati raut wajah penuh kesedihan, yang nampak jelas diwajah Anna. "Aku akan membuktikan pada mereka semua, bila ramalan Ayahanda tidaklah benar!" batinnya, lalu kembali melanjutkan latihan pedangnya.

~Tbc

Ch 2. Mimpi Buruk Sang Raja & Pertemuan Dengan Ratu Iblis, Beelzebub!

Menjelang malam selepas berlatih dihalaman samping istana, Louis segera bergegas melangkahkan kakinya masuk kedalam istana. Akan tetapi, ia pun terlanjur mendapati kehadiran beberapa anggota keluarga kerajaan yang memadati seisi aula singgasana sang Raja.

Seluruh mata yang menatap sinis, sontak tertuju kearah Louis, yang tengah berhenti tepat didepan pintu istana.

"Coba lihatlah dia!" Salah seorang anggota kerajaan seketika menunjuk kearah Louis. "Mana mungkin anak sekecil itu bisa memunculkan bahaya bagi kerajaan kita?!" sindirnya, lalu tertawa terbahak-bahak, memicu gelak tawa dari beberapa anggota keluarga kerajaan lainnya.

Louis sekejap mengepalkan kedua tangannya, atas tertawaan yang ditujukan padanya itu. Ia pun perlahan melangkahkan kakinya, tanpa sedikitpun menoleh kearah kerumunan orang-orang tersebut.

"Hei kau Louis!" himbau salah seorang anggota kerajaan, namun mendapati Louis tetap melanjutkan langkah kakinya menuju tangga istana.

"Brengsek! Berani-beraninya dia mengacuhkanku!" Orang yang menghimbau Louis tadi lantas geram. "Hei kau bocah terkutuk! Jangan kau kira hidupmu akan aman-aman saja dalam istana ini! Cepat atau lambat kau pasti akan terusir, atau setidaknya dihukum mati secepatnya!!" bentaknya dengan sekuat tenaga, seraya menunjuk kearah Louis.

Seisi aula istana pun menjadi ribut atas kelakukan yang ditunjukkan salah seorang anggota keluarga kerajaan tersebut, memulai kembali perdebatan mereka tentang keberadaan Louis.

Mirisnya, baik yang pro ataupun kontra dengan Verdy, tak ada satupun dari mereka yang menaruh simpati terhadap Louis, selalu menganggap rendah bocah yang jelas-jelas masih memiliki darah dari sang Raja tersebut.

Louis perlahan melangkahkan kakinya melewati lorong istana, namun tiba-tiba mendapati kehadiran salah seorang tetua penyihir yang akan berpapasan dengannya.

"Selamat malam. Tetua pen—"

(Brugh)

Belum sempat Louis menunjukkan sopan santunnya, ia tiba-tiba tersungkur kearah belakang, sesaat setelah tetua penyihir tiba-tiba mendorongnya dengan sengaja.

"Aku tidak butuh sepatah katapun darimu." Sang tetua penyihir kemudian berjalan melewati Louis, tanpa sedikitpun menyesali perbuatannya. "Kehadiranmu di istana ini sudah membuat banyak kekacauan. Enyahlah dari pandanganku," ucapnya, lalu melenggang begitu saja meninggalkan Louis.

Malang sekali nasib yang dialami Louis, selalu menerima berbagai macam bentuk penghinaan dari orang-orang yang sangat tidak senang dengan keberadaannya.

Akan tetapi, ia tak terlalu mengambil hati, dan segera membangkitkan dirinya, lalu bergegas menuju kamar.

Setibanya didalam kamar, Louis lansung terduduk disisi ranjangnya. "Semua ini gara-gara ramalan Ayahanda!" Ia pun seketika mengangkat kedua kakinya, menatap penuh kesal pada simbol yang menempel ditelapak kakinya tersebut. "Semuanya gara-gara simbol ini! Entah mengapa simbol ini harus berada bisa menempel ditelapak kakiku! Ayahanda jadi meramalkan yang tidak-tidak tentangku!" keluhnya dalam hati.

(Tok tok tok)

Tiba-tiba terdengar suara ketukan yang berasal dari luar pintu, membuat Louis seketika turun dari ranjangnya, lalu bergegas membuka pintu.

"Tuan muda. Aku mengantarkan susu untukmu," ucap salah seorang pelayan istana, seraya menenteng segelas susu hangat.

Pelayan tersebut lansung berjalan memasuki kamar Louis, lalu meletakkan segelas susunya keatas meja yang terletak didekat jendela kamar.

"T—terimakasih, nona pelayan," ungkap Louis, namun tiba-tiba mendapati sang pelayan sontak berjalan tergesa-gesa meninggalkan kamarnya.

Selepas menutup pintu, Louis segera berjalan menghampiri meja."Tumben sekali ada pelayan yang mengantarkan segelas susu untukku." Ia lansung meraih segelas susunya dari atas meja. "Biasanya kalau malam begini, tak ada satupun dari mereka yang berani membawakan makanan ataupun minuman untukku," batin Louis, yang sekejap meneguk segelas susu tersebut.

Awalnya, Louis merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakannya saat meneguk habis segelas susu itu. Akan tetapi, selepas cairan putih yang sangat manis tersebut masuk kedalam lambungnya, pandangannya seketika memudar, dengan rasa pusing yang sontak menjalar dikepalanya.

(Brugh)

Louis sempat memuntahkan cairan dalam perutnya, sebelum akhirnya ia jatuh tersungkur keatas lantai kamar, seiring dengan tubuhnya yang mulai kejang-kejang tak karuan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Bagaimana? Apa kau sudah memastikan bila anak itu telah meminum susunya?" tanya salah seorang anggota kerajaan, kepada seorang gadis pelayan yang sudah mengantarkan segelas susu untuk Louis.

"Aku sudah berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan padanya, Tuan Verdan. Kemungkinan, ia sudah keracunan karena meminum susu tersebut," jawab sang gadis pelayan.

Verdan Grantarte, pria paruh baya yang merupakan adik kandung Verdy Grantarte, juga dapat dikatakan sebagai paman dari Louis Grantarte, tiba-tiba menyunggingkan senyuman saat mendengar pengakuan sang gadis pelayan.

"Bagus! Rasakan itu, bocah sialan!" ucap Verdan, yang rupanya dalang dibalik semuanya.

Verdan dengan teganya meracuni Louis, dengan segelas susu yang diantarkan sang gadis pelayan atas perintahnya.

"Tuan Verdan. Aku pergi du—"

Sang gadis pelayan pun sontak terkejut, saat mendapati Verdan tiba-tiba memeluk tubuhnya seerat mungkin.

"Jangan pergi dulu. Setidaknya, temani aku malam ini, untuk merayakan kematian bocah sialan tersebut," pintanya, seraya meraba-raba bagian b*kong sang gadis pelayan.

Durjana dan biadab, mungkin dua kata itulah yang pantas disematkan untuk Verdan, saat dirinya kedapatan bersetubuh dengan gadis pelayan. Ia sepertinya kerap melakukan pelecehan pada seluruh gadis pelayan istana, yang terpaksa memenuhi hasrat sek*ualnya, demi menjaga posisi mereka sebagai pelayan istana kerajaan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara, didalam sebuah kamar yang nampak memprihatinkan kondisi perabotannya, Louis sudah setengah jam kehilangan kesadaran.

Terdapat cairan berbusa yang terus keluar dari mulut Louis, yang nampak masih menganga lebar, dengan kedua matanya yang tetap terbuka, meski kesadarannya menghilang entah kemana.

Tetapi, jari jemarinya masih menunjukkan sedikit pergerakan, menandakan bila dirinya sedang berjuang dari efek racun, yang telah melemahkan saraf-saraf diseluruh tubuhnya.

Tiga jam pun berlalu, tepat pada pukul dua belas malam, Louis nampaknya hanya mampu menggerakkan sebelah jari telunjuknya, karena sudah tak kuasa lagi menahan efek racun yang hampir membuatnya bertemu dengan kematian.

Namun, sebelum anak tersebut menghembuskan nafas terakhirnya, sekelebat lingkaran cahaya hitam tiba-tiba muncul, dan melayang-layang diatas langit-langit ruangan.

"Wahai anak manusia. Aku akan menunda kematianmu. Maka terimalah kehadiranku ini," Terdengar sebuah suara yang nampaknya bersumber dari lingkaran cahaya tersebut.

(Zwuuufh!)

Sekelebat lingkaran cahaya hitam itu sontak bertranformasi menjadi sosok wanita berwajah cantik, berpakaian serba hitam lengkap dengan sepasang tanduk hitam yang menempel pada kepalanya.

Wanita yang tengah mengepakkan kedua sayap hitamnya itu, perlahan turun menapakkan kakinya tepat dibelakang Louis, yang tengah tergeletak diatas lantai.

"Wahai anak manusia. Atas izinku, sembuhlah!" ucapnya, seraya memunculkan sebuah sihir dari sebelah telapak tangannya, yang tengah menjulur kearah Louis.

Keajaiban pun datang. Louis seketika tersadar, sesaat setelah sihir itu meresap kedalam tubuhnya.

Sang wanita kemudian berjalan, lalu berdiri tepat dihadapan Louis. "Bangunlah, Louis Grantarte," perintahnya, membuat Louis sempat tercengang saat menyaksikan kehadirannya.

Louis pun mencoba bangkit secara perlahan dari tempatnya. "N—Nyonya. Siapa anda? Kenapa ada tanduk? Dan ... b-b-bagaimana anda bisa memiliki sayap?" tanyanya, menatap penuh heran pada wujud wanita tersebut.

Mendapati keheranan Louis, sang wanita pun sontak tertawa terbahak-bahak. "Aku maklumi ketidaktahuanmu tentang diriku, wahai Louis." Ia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya, seraya mendekatkan wajahnya pada wajah Louis. "Aku adalah Ratu Iblis, Beelzebub," kata sang wanita, dengan bola mata yang mendadak berubah menjadi hitam pekat, serta pupil matanya yang turut bertranformasi menjadi titik merah.

Bukannya menatap dengan serius wajah Beelzebub, pandangan Louis seketika tertuju pada belahan dadanya. "B—besar sekali!" batinnya.

"Hei hei! Aku mendengar isi pikiramu, Louis," ucap Beelzebub, membuat Louis sekejap mengalihkan pandangan kearah wajahnya.

"M—maaf Nyonya! Aku benar-benar tidak bermaksud an—"

.

"Ssstt!" Beelzebub lansung memotong perkataan Louis, dengan menempelkan jari telunjuknya pada mulut anak tersebut. "Aku sangat merasakan penderitaan yang kau alami selama ini. Bagaimana jika kita membuat kontrak? Aku akan memberikanmu kekuatan, tapi kau harus memenuhi segala permintaanku," tambahnya.

Louis lansung terbelak mendengar perkataannya. "K—kekuatan?!" tanyanya.

"Ya!" Beelzebub kembali menegakkan tubuhnya, yang kemudian berdiri seraya bersedekap tangan. "Kekuatan yang akan membuatmu terbebas dari segala penderitaan! Bagaimana?!"

Dengan wajah polosnya, Louis sempat meluangkan waktunya untuk berpikir, membuat Beelzebub semakin tak dapat menahan rasa gemasnya saat menatap wajah mungil bocah tersebut.

"Aku setuju! Tapi, apa permintaanmu Nyonya Beelzebub?" tanya Louis.

Beelzebub menyungging senyum. "Bagus. Keputusan yang sangat bagus, Louis," sanjungnya, seraya mengusap-usap rambut Louis.

Tetapi, sebelah telapak tangan Beelzebub yang tengah menyentuh kepala Louis, seketika memunculkan sebuah sihir yang membentuk pancaran sinar berwarna emas.

Louis sempat merasakan sesuatu yang sedang meresap dalam kepalanya, sebelum akhirnya ia mendadak kejang-kejang, seiring dengan perubahan bola matanya yang serupa dengan mata Beelzebub.

"Mulai sekarang, aku mengangkatmu sebagai anakku. Namamu adalah Luciferd, bukan Louis Grantarte lagi." Beelzebub menatap penuh serius pada wajah Louis, selagi dirinya nampak tengah mentransfer sejumlah energi kedalam tubuh anak tersebut. "Penderitaanmu adalah penderitaanku. Kesedihanmu adalah kesedihanku. Jadilah anak yang akan membanggakanku suatu saat nanti! Balaskan dendammu pada mereka, Luciferd!!" ucapnya dengan nada lantang.

(Jedder!)

Petir seketika menyambar, memicu awan hitam yang mendadak menurunkan jutaan liter air, lalu jatuh membasahi seluruh area kawasan kerajaan Grantarte.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Suara hantaman petir yang menyambar itu, mampu membangunkan Verdy dari tidurnya. Ia pun sontak bangkit dan terduduk diatas ranjang, mengejutkan Julianne yang turut terbangun karenanya.

"Ada apa yang Mulia suamiku? Apa yang sudah mengganggu pikiranmu?" tanya Julianne, yang turut membangkitkan tubuhnya.

Dengan nafas yang menggebu-gebu, Verdy pun berkata, "Aku mengalami mimpi buruk. Sepertinya itu akan terjadi di masa depan."

"Yang Mulia suamiku." Julianne mencoba menenangkan kegelisahan hati Verdy, dengan mengelus-elus punggungnya secara lembut. "Tenangkan jiwamu. Tidak semua mimpi akan benar-benar terjadi. Barangkali pikiranmu sedang kelelahan," ucapnya.

Verdy seketika termenung. Ia lalu membayangkan suatu kejadian mengerikan, yang nampaknya masih tergambar jelas dalam mimpinya itu. "Tidak mungkin! Tidak mungkin anak itu benar-benar melakukannya!" ucapnya, dengan penuh rasa kekhawatiran.

Julianne lantas terbelalak saat mendengar pengakuan Verdy. "Louis kah?" tanyanya.

"Ya. Dalam mimpi itu, aku melihat Louis menghunuskan pedangnya ke tubuh Alexander. Ia juga mencoba menghunuskan pedangnya pada Aleanna dan Dannisa. Lalu sesaat kemudian." Verdy seketika mengepalkan kedua tangannya erat-erat, lalu kembali menjelaskan apa yang sudah dilihatnya dalam mimpi. "Anak itu menghunuskan pedangnya ke perutku, membakar istanaku, dan memusnahkan seluruh rakyat kerajaan Grantarte!" tambahnya.

"Pengawaaal!" Julianne sontak bersorak, menghimbau para pengawal yang tengah berjaga didepan kamar.

Kedua pengawal seketika beranjak memasuki kamar, lalu berjalan menghampiri ranjang sang Raja. "Kami siap memenuhi panggilanmu, Yang Mulia," kata salah seorang pengawal, bertekuk sebelah lutut dihadapan Verdy, bersama salah seroang pengawal lainnya.

"Bawa Louis keluar dari kamarnya! Kurung anak itu didalam penjara bawah tanah!" perintah Julianne, menanggapi kekhawatiran sang Raja atas mimpi buruknya.

"Baik, yang Mulia Ratu." Kedua pengawal tersebut lantas berjalan melangkahkan kaki mereka keluar dari kamar sang raja, lalu bergegas menuruti perintah dari sang Ratu.

Setibanya didepan kamar Louis, salah seorang pengawal lansung mendobrak pintu kamarnya, mendapati anak tersebut sedang tertidur pulas diatas ranjangnya.

"Bangun! Ini perintah dari yang Mulia Ratu!" kata salah seorang pengawal, yang secara sengaja memaksa Louis bangkit dari tempatnya terbaring.

"Ada apa ini?!" tanya Louis, selagi dirinya dipaksa berjalan keluar dari kamarnya.

"Maafkan aku Tuan muda. Tetapi yang Mulia Ratu telah memerintahkan kami untuk segera membawa anda menuju penjara bawah tanah," kata salah seorang pengawal, yang berhasil menggiring Louis keluar dari kamarnya.

Perkataan itu sontak membuat Louis berusaha memberontak. "Lepaskan aku!" Ia lalu menggigit lengan salah seorang pengawal, yang tengah menarik paksa tangannya.

Pengawal tersebut sontak mengerang kesakitan, yang dimana kesempatan itu segera dimanfaatkan Louis untuk mengelabui seorang pengawal lainnya, lalu bergegas melarikan diri.

Louis sempat menoleh kearah belakang, mendapati kedua pengawal turut berlari mengejarnya. Akan tetapi, tubuhnya seketika membentur tubuh seseorang, yang membuatnya sontak terpental kearah belakang.

Rupanya, Verdan-lah yang sudah menghadang tubuh Louis. Ia pun sontak terkejut, saat mendapati anak tersebut rupanya selamat dari upaya pembunuhannya. "Mau kemana kau, anak sialan?!" tanyanya, dengan raut wajah yang mendadak murka.

"Tuan Verdan!" himbau salah seorang pengawal, yang berhasil mendapatkan Louis.

"Ada apa ini?!" tanya Verdan, yang mulai mencurigai kehadiran dua pengawal tersebut.

"Yang Mulia Ratu telah memerintahkan kami, untuk segera membawanya pergi menuju penjara bawah tanah," jawab salah seorang pengawal, seraya berusaha membangkitkan Louis dari tempatnya tersungkur.

"Paman Verdan, tolong aku! Aku tidak tahu dimana letak kesalahanku!" mohon Louis.

"Haaa?!" Verdan sontak melayangkan terjangan kakinya, kearah perut Louis.

(Bugh!)

Louis kembali terpental kebelakang, seiring dengan rasa sakit yang sontak menjalar diperutnya, namun kedua tangannya telah berada dalam genggaman masing-masing pengawal.

Darah seketika mengucur deras dari mulut Louis, membuat pandangan matanya menjadi samar-samar, lalu kehilangan kesadarannya secara perlahan.

Walau sudah dalam kondisi tak sadarkan diri, kedua pengawal tetap bergegas membawa tubuh Louis keluar dari istana.

Setibanya di penjara bawah tanah, mereka pun lansung menjebloskan Louis kedalam jeruji besi tahanan kerajaan, lalu beranjak meninggalkan anak tersebut seorang diri, ditengah gelapnya suasana malam yang sangat dingin.

~Tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!