Naeva Angeline putri tunggal keluarga konglomerat yang baru saja menginjak usia 20 tahun memutuskan kabur dari rumah karena harus menjalani perjodohan bisnis yang diatur oleh ayahnya dengan seorang pria yang usianya 30 tahun lebih tua dari dirinya.
"Pokoknya aku nggak akan mau terima perjodohan ini! Biarkan saja ayah bangkrut! Daripada aku menikah dengan kakek-kakek!" gerutu Naeva sambil mengendap-endap memanjat tembok pagar belakang rumahnya yang cukup tinggi.
Dia tidak peduli sekalipun dia akan jatuh karena tidak pernah memanjat. Yang penting, pokoknya dia harus kabur dari rumah karena dia benar-benar tidak ingin menikah dengan pria yang berusia 50 tahun. Siapa juga coba yang mau menikahi pria setua itu apalagi pria itu sudah mempunyai putri yang seusia dengannya. Iya kalau duda tampan yang seperti di angan-angannya. Ini? Melihat foto yang ditunjukkan ayahnya saja sudah membuat bulu kuduk Naeva berdiri. Pria itu lebih mirip dengan pria hidung belang yang berkeliaran di diskotik daripada seorang CEO.
Bruk!
Setelah bersusah payah memanjat tembok pagar akhirnya Naeva berhasil keluar dari area rumahnya. Dia sedikit kesal karena sandal yang dipakainya putus saat melompat tadi. Tapi dia tidak peduli akan hal itu. Dia langsung berlari menjauh dari rumah, sejauh mungkin agar orang tuanya tidak bisa menemukan dirinya.
"Sudah jauh belum sih?" gumam Naeva dengan napas terengah-engah.
Dia menoleh kebelakang, dia sudah tidak bisa melihat rumahnya lagi. Artinya dia sudah cukup jauh. Mata Naeva menyapu daerah sekelilingnya, terlihat sebuah halte bus. Dia berjalan ke arah halte bus tersebut berniat untuk beristirahat.
Baru saja Naeva duduk tiba-tiba handphonenya berdering. Melihat nama ayahnya yang tertera di layar handphone tersebut, dia langsung mematikan daya handphonenya dan melepas kartu nomornya agar ayahnya tidak bisa melacak dirinya.
"Huh.. hampir saja."
Gadis itu melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam menunjukkan pukul 1 dini hari. Tetapi di kota yang besar dan sibuk seperti ini, jalanan masih sangat ramai. Seolah-olah mereka semua robot yang tidak pernah lelah yang siang dan malam bekerja dengan waktu istirahat yang sedikit.
"Sekarang aku tinggal dimana?" tanya Naeva kepada dirinya sendiri.
Jujur saja, dia kabur dari rumah tanpa persiapan apapun. Dia sama sekali tidak membawa pakaian atau yang lainnya. Bahkan sepeser uang pun dia tidak membawanya. Yang ada di otaknya tadi hanyalah kabur dari rumah agar bisa lolos dari perjodohan gila itu.
Terbesit dipikirannya untuk menelepon sahabatnya, tapi dia ingat bahwa kartunya baru saja dia buang. Dirogohnya saku baju dan celananya berharap menemukan uang untuk membeli kartu baru. Tapi sayang tidak ada uang yang terselip disana. Pundak gadis itu merosot lemas. Dalam posisi menunduk mata tajam Naeva melihat selembar uang yang terjatuh di dekat tempat sampah.
"Wah, Tuhan benar-benar maha penolong." ucap Naeva. Dengan cepat disambarnya selembar uang seratus ribu tersebut, lalu segera berjalan kembali mencari toko yang menjual kartu perdana.
Setelah mendapatkan kartu baru Naeva mencoba menghubungi Ruby, satu-satunya sahabat yang dia miliki. Dia tidak ragu menelepon sahabatnya itu ditengah malam begini, karena dia tahu Ruby pasti masih belum tidur sebab sahabatnya itu memiliki hobi begadang menonton berbagai macam film. Dan benar. Baru saja Naeva menelepon Ruby, sahabatnya tersebut langsung mengangkat telepon darinya.
"Siapa nih? Malam-malam telepon, ganggu orang nonton drama saja." tanya Ruby dengan ketus.
"Ohh, aku ganggu ya? Oke, kalau gitu aku bakal kasih tahu orangtuamu tentang belasan pria yang kau PHP itu." jawab Naeva sambil tersenyum kesal.
"Njir, Naeva?? Kau Naeva kan? Tumben kau meneleponku selarut ini? Biasanya juga sudah tidur? Ada apa? Dan kenapa tiba-tiba kau mengganti nomor hpmu?" Ruby langsung menghujani Naeva dengan pertanyaan-pertanyaannya. Nada bicaranya terdengar khawatir.
Naeva menghela napasnya kemudian melihat daerah sekitarnya. "Kau bisa menjemputku? Aku di dekat alun-alun." tanya Naeva, sekaligus menyuruh sahabatnya itu untuk menjemput dirinya.
"Wait! Tetap disana! Aku berangkat sekarang!" ucap Ruby kemudian langsung memutuskan panggilan mereka.
Merasakan perih di kakinya, Naeva menunduk melihat kakinya yang lecet-lecet karena berjalan dan berlari tanpa menggunakan alas kaki. Dia menertawakan keadaan dirinya sendiri yang terlihat jauh dari kata anak konglomerat.
"Masa bodoh, yang penting aku bisa kabur dari perjodohan gila itu." gumam Naeva.
Karena bosan duduk di bangku taman. Naeva berjalan-jalan melihat-lihat. Selama ini dia tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa pengawasan bodyguard, sekarang kesempatannya untuk bebas kesana kemari.
Saat berjalan-jalan, perhatian gadis itu teralihkan dengan seorang laki-laki yang berlari menuju ke arahnya.
"Huh? Apaan tuh?" gumam Naeva sambil memicingkan matanya.
Laki-laki tersebut semakin dekat dengannya. Tanpa di duga laki-laki tersebut langsung menghimpit dirinya ke tembok gazebo. Tepat disaat yang sama datanglah segerombolan gadis gadis berteriak memanggil nama 'Laskar' berulang kali.
"Apa-apaan nih orang?!" batin Naeva kesal.
Ketika Naeva hendak mendorong laki-laki tersebut, segerombolan gadis tersebut menyenggol punggung laki-laki di depannya itu hingga bibir mereka bertemu. Naeva langsung membelalakkan matanya. Baik Naeva ataupun laki-laki didepannya tersebut langsung kaku ketika bibir mereka bersentuhan.
Setelah segerombolan gadis itu jauh dari mereka, Naeva langsung mendorong laki-laki di depannya tersebut menjauh dari dirinya.
"Anjg! Kau sudah gila hah?!" bentak Naeva marah sambil mengusap-usap bibirnya.
"Mereka yang mendorongku. Harusnya kau bersyukur bisa merasakan bibirku." ucap laki-laki di depannya itu dengan songongnya.
Naeva mengerutkan keningnya. Dia sampai tidak bisa berkata-kata dengan tingkah laki-laki di depannya itu. Disaat dia hendak mengatakan sesuatu, laki-laki yang memiliki paras cukup tampan itu melangkahkan kaki berniat pergi dari sana.
"Heh! Mau kemana kau?! Sudah menciumku seenaknya, lalu mau kabur begitu saja?!" tanya Naeva sambil menarik lengan baju laki-laki tersebut.
"So? Mau kau apa?" tanya laki-laki di depannya itu.
"Minta maaf!"
"Aku kan nggak sengaja, lagian kau itu beruntung bisa berciuman denganku! Ribuan gadis diluar sana belum tentu mendapat kesempatan sepertimu." cetus laki-laki tersebut. Dia menolak untuk meminta maaf.
Naeva semakin jengkel dibuatnya. Di amatinya lagi wajah laki-laki tersebut dengan seksama. Barulah dia sadar siapa orang yang baru saja mengambil first kiss nya. Opininya semakin kuat karena dia mendengar rombongan gadis tadi meneriakkan nama Laskar.
"Wait.. Laskar bukan sih? Iya njay." batin Naeva. Tiba-tiba terbesit sesuatu di otaknya. Gadis itu tersenyum miring. "Dia kan selebriti nih, pasti paling nggak punya rumah besar dong." batin Naeva.
Ketika Laskar hendak melangkah Naeva langsung mengatakan hal yang muncul di kepalanya. Dia tidak akan melewatkan kesempatan emas untuk hidup enak diluar kekangan ayahnya.
"Berani kabur, aku sebarin kejadian barusan ke media!" ceplos Naeva. "Bagaimana ya tanggapan Ka'loveu kalau muncul skandal tentang aktor kesayangan mereka yang mencium gadis sembarangan lalu kabur begitu saja." ucap Naeva lagi bertujuan mengancam.
Laskar langsung berbalik dan menghampiri Navea lagi. "Apa maumu?!" tanya Laskar dengan dingin.
Naeva tersenyum puas. "Simple, berikan aku tempat tinggal yang nyaman dan aku bakal tutup mulut rapat-rapat." jawab Naeva sambil mengedipkan sebelah matanya.
...***...
...Bersambung......
Laskar Emilio Rafael. Seorang aktor yang sedang naik daun. Malam itu dia lari dari kejaran fansnya ketika pergi ke minimarket untuk membeli sebuah ramen. Sampai di sebuah taman dia melihat seorang gadis sendirian. Dia berniat memanfaatkan gadis itu untuk sembunyi dari kejaran fansnya tersebut. Tapi, siapa sangka dia yang malah dimanfaatkan oleh gadis itu sekarang.
Dia harus memberi seorang gadis asing tempat tinggal hanya karena dia tidak sengaja mencium bibirnya. Mau menolak juga tidak bisa karena gadis yang tidak sengaja diciumnya itu mengancam akan menyebarkan kejadian tadi ke media. Dia merupakan aktor yang baru saja naik daun, kalau sampai terkena skandal agensinya bisa marah besar.
"Berapa hari kau akan tinggal di rumahku?" tanya Laskar.
Naeva terlihat berpikir. Sejujurnya dia ingin tinggal di rumah laki-laki di sampingnya ini selama mungkin, sampai ayahnya mau membatalkan perjodohannya dengan pria yang lebih mirip dengan pria hidung belang daripada CEO yang berwibawa. Tapi mana bisa dia bilang seperti itu.
"Mungkin 1 bulan." jawab Naeva.
Mendengar jawaban Naeva, Laskar spontan menginjak rem mobilnya karena kaget. Laki-laki itu menoleh dan menatap Naeva dengan ekspresi terkejut bukan main.
"Apa? Cuma satu bulan, Kau kan kaya. Rumahmu yang lain juga banyak." ucap Naeva.
Ketika Laskar membuka mulutnya hendak menjawab Naeva, gadis itu langsung mengancamnya dengan akan membocorkan kejadian satu jam yang lalu ke media agar citra Laskar sebagai laki-laki perfect langsung hilang.
Hal itu membuat Laskar tidak bisa menolak keinginan Naeva untuk tinggal di rumahnya selama satu bulan. Laki-laki itu hanya pasrah dan menjalankan mobilnya lagi. Sebenarnya Laskar tidak apa-apa membiarkan gadis di sampingnya itu untuk tinggal di rumahnya selama sebulan, asalkan dia punya tempat tinggal yang lain. Sayangnya tidak, sekalipun dia kaya tapi dia memilih menghemat uangnya. Karena itu kebiasaannya sejak kecil. Mau pulang ke rumah orangtuanya juga tidak mungkin. Rumah itu bagaikan neraka baginya.
"Yakali aku harus tinggal dengan gadis ini selama satu bulan?" batin Laskar sambil melirik sekilas Naeva yang asik bermain handphonenya.
"Tahu ah, pikirkan nanti saja." gumam Laskar.
Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen. Apartemen yang paling mewah di kota tersebut. Luxury Apartment. Tempat dimana Laskar tinggal.
"Lantai berapa? Nomor berapa? Sandinya apa?" tanya Naeva.
Laskar hanya melirik sekilas. Lalu berjalan menuju lift.
Tidak ingin ditinggal, Naeva segera berlari menyusul Laskar masuk ke lift.
Setelah sekian lama lift berjalan, tapi belum juga sampai di lantai yang dituju. Hingga akhirnya lift berhenti di lantai paling atas, barulah mereka keluar dari lift. Naeva mengikuti Laskar mendekati pintu satu-satunya di lantai tersebut. Diperhatikannya dengan seksama nomor pin yang disentuh Laskar, dihapalkannya nomor-nomor tersebut.
Tririring~ Jegrek.
Setelah pintu terbuka mereka masuk kedalam.
"Ingat cuma satu bulan!" ucap Laskar tiba-tiba.
"Hm, iya iyaa. Dah sana pergi." sahut Naeva.
Laskar melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap sombong Naeva. "Kenapa aku harus pergi dari penthouse yang aku beli sendiri dari hasil kerja kerasku?" tanya Laskar.
Naeva langsung menoleh dan menatap nyalang Laskar. Ketika gadis itu hendak mengucapkan kalimatnya, Laskar lebih dulu mengatakan fakta yang tidak bisa di sangkal oleh Naeva.
"Kau cuma menumpang selama satu bulan." ucap Laskar sambil menekankan kata-kata numpang.
Naeva tersenyum kesal. Ingin rasanya dia mengucapkan kata-kata kasar kepada laki-laki di depannya ini. Belum tahu saja, bahwa dirinya adalah putri tunggal keluarga konglomerat yang bahkan bisa beli satu gedung apartemen ini. Tapi dia tidak bisa membocorkan identitasnya sebagai putri tunggal keluarga konglomerat. Bisa-bisa dia dicap sebagai konglomerat melarat oleh laki-laki di depannya ini.
"Kamar tamu di samping kamarku." ucap Laskar sambil berjalan.
Naeva mendengus kesal, kemudian dia berjalan mengikuti Laskar. Laskar masuk ke kamar yang pintunya berwarna hitam. Jika kamarnya berada di samping kamar Laskar, artinya kamarnya adalah kamar dengan pintu berwarna putih.
Ceklek.
Naeva langsung terpaku melihat pemandangan kamarnya. Jauh dari bayangannya, bahwa penthouse yang mewah kamar tamunya juga semewah kamar utama. Nyatanya yang ada di hadapannya saat ini adalah ruangan yang penuh debu dan di setiap sudutnya terdapat sarang laba-laba. Hanya ada satu meja belajar, satu lemari kecil, dan kasur tipis yang digulung disana.
"Ini, sebelum tidur aku harus membereskan semua ini begitu?" batin Naeva.
Gadis itu melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Fix, sepertinya besok dia tidak akan bisa datang ke kampus.
Karena dia juga belum terlalu mengantuk, akhirnya Naeva memutuskan untuk membereskan kamar tamu itu terlebih dahulu. Pertama-tama dia membersihkan sarang laba-laba di sudut-sudut kamar tersebut. Setelah selesai dia mengelap meja dan rak buku agar bersih dari debu. Baru dia sapu lantai kamar tersebut. Setelah semua selesai, Naeva mengobrak-abrik isi lemari kecil di kamar tamu tersebut untuk mencari sprei. Digantinya sprei dan sarung bantal guling di kamar itu.
Jujur saja, ini adalah pertama kalinya dia memegang benda yang disebut sapu. Di rumah dia tidak pernah di izinkan menyapu oleh orang tuanya. Sedangkan di sekolah, dia di istimewakan sehingga terbebas dari tugas piket. Jadi acara membereskan kamar yang seharusnya cukup 1 jam, untuk Naeva membutuhkan 2 jam untuk menyelesaikannya karena dia belum terbiasa menggunakan sapu dan alat kebersihan lainnya.
Setelah semua selesai barulah, Naeva berbaring di kasur tipis yang sudah di ganti sprei olehnya.
"Tipis sih, tapi cukup nyaman." gumam Naeva. Lama kelamaan dia tertidur karena lelah yang dirasakannya.
Tunggu, tapi sepertinya ada sesuatu yang dilupakan. Kita lihat ke alun-alun kota. Sebuah mobil terparkir di pinggir jalan, dengan pengemudi yang tertidur. Sang pengemudi terbangun dan melihat sekelilingnya.
"Naeva anj*ng!!!" teriak Ruby yang kesal.
Dia langsung menunju alun-alun kota saat tengah malam untuk menjemput Naeva. Tengah malam dia berkeliling alun-alun untuk mencari sahabatnya tapi setelah satu jam lebih mencari Naeva, dia tidak bisa menemukannya. Di telepon berkali-kali juga tidak di angkat, padahal teleponnya berdering. Karena sudah mengantuk Ruby memilih tidur di mobil, batinnya sambil menunggu Naeva. Dan lagipula mengemudi dalam keadaan mengantuk itu berbahaya. Tapi, sampai pagi sahabatnya tersebut tidak kunjung datang.
"Lihat saja kau di kampus nanti, akan ku kunyah kau hidup-hidup!" geram Ruby. Gadis itu segera pergi dari sana.
Sebenarnya yang dirasakan Ruby bukan hanya marah. Tapi cemas, khawatir, marah, dan kesal bercampur menjadi satu di hatinya. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk kepada sahabatnya, makanya dia juga rela sampai tidur di mobil untuk menunggu Naeva. Kalau sampai dia tahu, sahabatnya itu sudah tidur enak di penthouse yang super mewah pasti dia akan benar-benar marah. Tidak, bukan marah. Lebih tepatnya dia akan merajuk, dan mengomeli Naeva habis-habisan.
...***...
...Bersambung......
Karena baru pergi tidur pukul 5 pagi. Sampai jam 11 siang Naeva masih belum bangun juga dari tidurnya. Panggilan berderet dari Ruby di abaikan semuanya. Rasa kantuknya terlalu besar sehingga membuat matanya susah untuk dibuka. Triiingg... Alarm berdering untuk yang kesekian kalinya. Dan pada alarm kali inilah Naeva memutuskan untuk bangun dari tidurnya.
Ketika membuka handphonenya betapa terkejutnya gadis itu melihat banyaknya pesan dan panggilan tidak terjawab dari sahabatnya.
"Njir gila..." gumam Naeva. Gadis itu segera menelepon balik sahabatnya.
Tidak sampai 5 detik, Ruby langsung mengangkat teleponnya dan mengomeli dirinya dengan kecepatan 5G tanpa henti.
"Heh! Anjer! Malah diam! Jawab! Semalam kau tidur dimana?! Kau nggak diculik om-om kan? Atau diculik orang gila? Atau Kau di bawa ke Pluto oleh alien?" tanya Ruby dengan kesalnya.
"Bagaimana aku mau jawab astaga. Kau dari tadi tidak berhenti berbicara." ucap Naeva dengan senyum tertekan.
"Datang ke kafe biasa, sekarang!" perintah Ruby. Setelah itu dia langsung mematikan teleponnya.
Naeva menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian tertawa kecil. Sahabatnya yang mengomel seperti itu baginya tidaklah menakutkan, tapi malah lucu. Percaya deh, kalau saat mengomel tadi Ruby ada di depannya sudah pasti dirinya tertawa terpingkal-pingkal dan semakin membuat Ruby jengkel.
Setelah puas membayangkan wajah lucu sahabatnya ketika mengomel, Cia menunduk melihat kaki dan bajunya. Benar-benar acak-acakan. Sejak semalam dia belum mandi lagi, menggunakan baju tidur yang sudah kotor dan bau, kakinya yang lecet-lecet, rambut yang terlihat kusut.
"Fix. Kau bukan Naeva Angeline." gumam Naeva ketika melihat kondisi dirinya sendiri yang mengenaskan.
Karena dia tidak punya baju ganti, akhirnya Naeva memutuskan menggunakan baju tidur tersebut untuk menemui Ruby, siapa tahu sahabat yang sudah seperti saudaranya itu mau membelikan dirinya baju.
Setelah mencuci muka dan menyisir rambutnya agar terlihat sedikit rapi, Naeva berangkat untuk menemui Ruby dengan mengenakan baju tidur dan tanpa menggunakan alas kaki. Dia hanya membawa uang 82.000 sisa beli kartu nomor kemarin. Dan tersisa 30.000 untuk membayar taxi.
Starlight Caffe
Di depan kafe tersebut, Naeva berhenti sebentar. Diamatinya uang di tangannya yang terdiri dari satu lembar 20.000 an dan dua lembar 5.000 an. Teringat di pikirannya, bahwa harga minuman termurah di kafe tersebut adalah 250.000. Mengingat hal itu Naeva menghela napasnya.
"Benar-benar melarat kau Naeva." ucap Naeva kepada dirinya sendiri. Sedetik kemudian gadis itu langsung menepuk jidatnya sendiri sebanyak 3 kali. "Hih, mending melarat daripada hidup sama kakek-kakek!" celetuk Naeva. Kemudian gadis itu segera masuk ke kafe dan menghampiri Ruby.
Ketika melihat kedatangan Naeva, Ruby yang tadinya hendak mengomeli sahabatnya itu langsung terdiam. Ditatapnya Naeva dari atas sampai bawah, dan dari bawah kembali ke atas lagi. Bahkan matanya sampai tidak berkedip melihat penampilan Naeva yang sangat berbeda dari biasanya. Datang dengan baju tidur, tanpa makeup dan tanpa alas kaki. Bahkan tas yang biasa dia bawa saat jalan-jalan pun tidak dibawa saat ini.
"Kau Naeva atau bukan sih?" tanya Ruby tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Nggak usah meledekku!" sahut Naeva dengan kesal sambil menarik kursi dan duduk di sebelah Ruby.
"Kau kesambet apaan sih?" tanya Ruby lagi.
"Aku kabur dari rumah." jawab Naeva sambil menyedot minuman yang sudah dipesan Ruby.
"What?!! Kabur?! Kenapa kabur?? Kau ada masalah dengan keluargamu? Terus sekarang kau tinggal dimana? Bagaimana dengan kuliahmu?" Ruby menghujani Naeva dengan pertanyaan-pertanyaannya. Raut wajah gadis itu benar-benar menunjukkan rasa khawatir kepada sahabatnya.
"Aku di jodohjan dengan kakek-kakek!"
Seketika Ruby terdiam. Otaknya yang sedikit lemot berusaha memahami kalimat yang baru saja Naeva ucapkan. Sesaat kemudian, Ruby langsung tertawa terpingkal-pingkal. Benar-benar tidak punya hati nurani, sahabatnya kesusahan dia malah menertawakannya.
"Ketawa saja terus, aku do'ain kau mendapatkan suami kakek-kakek 100 tahun!" celetuk Naeva dengan kesal.
"Haha, maaf-maaf. Aku akan coba berhenti tertawa." kata Ruby, tapi nyatanya dia masih tertawa sampai sekarang.
Setelah Ruby berhasil mengendalikan dirinya agar tidak tertawa terus menerus dia meminta Naeva menceritakan semua kejadian dari awal sampai Naeva berakhir kabur dari rumah.
Tentu saja Naeva menceritakan semuanya dengan jujur. "Sekarang aku benar-benar bingung, aku nggak ada uang sepeserpun. Baju aku nggak bawa. Buku-buku untuk kuliah aku juga tidak membawanya karena aku kabur tanpa persiapan." ucap Naeva merengek kepada sahabatnya.
Ruby diam sebentar, kemudian dia mengobrak-abrik isi tasnya lalu mengambil tiga lembar uang 100.000 dari dalam tasnya. Tanpa ragu dia memberikan uang tersebut kepada Naeva.
"Nih, pakai saja. Aku cuma bawa ini" kata Ruby sambil meletakkan uang tersebut di tangan Naeva.
Naeva benar-benar bersyukur punya sahabat seperti Ruby. Padahal semalam dia membuat sahabatnya itu tidur semalaman di jalan, tapi sahabatnya tersebut tetap baik kepadanya. Yap, seperti itulah hubungan persahabatan mereka. Daripada sahabat mereka lebih cocok disebut saudara karena saking dekatnya.
"Ahh makasihh, nanti kalau aku sudah kaya lagi aku balikin uangmu ." ucap Naeva.
Ruby hanya menggelengkan kepalanya. "Terus, semalam kau tidur dimana?" tanya Ruby.
"Emm, itu rahasia. Belum saatnya kau tahu." jawab Naeva sambil mengedipkan sebelah matanya.
Ruby memutar bola matanya sambil menghembuskan napasnya. Naeva selalu seperti ini. Penuh rahasia, dan yang pasti kalau sudah seperti ini rahasia yang disembunyikan sahabatnya itu sudah pasti sangat mengejutkan dan diluar nalar tentunya.
"Kau bisa membantu ku nggak?" tanya Naeva sambil mengedip-ngedipkan matanya ke arah Ruby.
"Apaan?" tanya Ruby balik sambil mengerutkan keningnya.
"Bantu aku mengambil buku-buku ku yang ada di rumah." jawab Naeva sambil tersenyum menunjukkan deretan giginya.
"Njir gila! Akh nggak mau di bantai ayah Lo!" tolak Ruby.
"Ahh, ayolahhh..." Naeva terus merengek.
*
Setelah dari Kafe, Naeva memutuskan pergi ke toko sepatu untuk membeli alas kaki. Kakinya sudah perih sejak kemarin berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Tapi, karena selama ini dia selalu menggunakan barang-barang branded dia tidak tahu dimana tempat yang menjual alas kaki dengan harga murah.
"Maaf kak, tapi uang kakak kurang." jawab penjaga kasir.
Sumpah malu banget, gadis itu tanpa berkata apa-apa langsung pergi dari toko sepatu tersebut. Lalu beralih ke toko baju yang ada di samping toko sepatu tersebut. Tapi hal serupa terjadi lagi, uang Naeva tetap tidak cukup untuk membeli baju yang dia pilih. Dan lagi-lagi dia keluar toko baju tersebut dengan menahan rasa malu.
"Gila, jadi melarat ternyata nggak enak." gumam Naeva.
Disaat seperti ini tiba-tiba dia melihat pemulung yang menginjak botol air mineral kosong untuk dijadikan alas kaki. Dan dengan polosnya dia menirukan apa yang dilakukan pemulung tersebut dengan menginjak botol air mineral yang kosong dan menjadikannya sebagai alas kaki.
"Nyaman juga sih. Lumayan gak keluar uang. Hehe.." ucap Naeva merasa bangga dengan dirinya sendiri. Setelah itu dia melanjutkan jalan kaki menuju penthouse Laskar. Dia sengaja tidak naik taksi untuk menghemat uangnya karena uangnya hanya tersisa 230.000 setelah dia gunakan untuk naik taksi dari kafe sampai toko sepatu tadi.
...***...
...Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!