"Saya terima nikahnya dan kawinnya Fichia pradikta dengan mas kawin tersebut dibayar tunai"
"bagaimana para saksi? sah?"
"SAHHH"
"Sahh"
.
.
Pernikahan seperti ini bukanlah pernikahan yang fichia impikan.
pernikahan karna sebuah perjodohan bukanlah pernikahan yang fichia inginkan. tetapi, semua ini memanglah sudah terjadi. seorang laki-laki yang di jodohkan dengan nya sudah mengucapkan ijab Qobul, itu berarti dirinya sudah berstatus menjadi seorang istri.
"selamat Fichia, kamu sudah keluar dari masa jomblo mu selama ini" kekeh teman Fichia yang bernama ratu
"Terimakasih ratuku"
"sama-sama, semoga segera di berikan keturunan yang Sholeh dan Sholihah ya"
"aamiin" ucap ku dan mas Amran secara bersamaan.
Setelah acara pesta pernikahan selesai, Fichia pulang kerumah orang tuanya bersama laki-laki yang sudah menyandang status sebagai suaminya ini.
"ini kamarku mas, maaf jika hanya seperti ini"
"tidak papa, sama aja. aku mau mandi, dimana kamar mandi nya?"
"eoh, ada disana mas" tunjuk fichia di salah satu pintu yang ada di dalam kamarnya.
***
Fichia terlahir sebagai anak perempuan kedua dari 2 bersaudara. kakak perempuan nya yang bernama Sabrina sudah menikah dengan sang kekasih pilihannya.
Meskipun Fichia anak terakhir, tetapi dirinya bukanlah anak yang manja dan anak yang selalu di berikan fasilitas kemewahan oleh kedua orang tuanya.
orang tua Fichia merupakan salah satu orang terpandang di desa tempat tinggal nya kini.
Sang ayah mempunyai ladang teh dan peternakan ayam terbesar di daerah nya dan sang ibu hanyalah sebagai ibu rumah tangga dengan tutur bahasa yang lembut.
keluarga pradikta adalah keluarga yang cukup harmonis.
tidak ada berita simpang siur yang berterbangan tentang keluarga tersebut.
ke akuran antar saudara dan kesejahteraan para karyawan pun yang selalu menjadi sorotan para warga.
Hingga suatu ketika ,di malam itu sang ayah mengatakan jika dirinya harus menerima perjodohan dengan anak teman nya.
BOOMMM!!
terasa hancur hidup Fichia.
Fichia mempunyai banyak angan-angan, sehingga semua angan-angan tersebut harus pupus di hantam oleh kenyataan yang harus ia terima dan yang harus ia lakoni.
'kenapa tidak kak Sabrina'
'kenapa harus Fichia,yah?'
'fichia masih belum mau menikah'
'fichia masih ingin meraih cita-cita fichia'
'fichia mau menikah dengan laki-laki yang fichia cintai'
'kenapa ayah dan ibu begini, kenapa?'
kata-kata itu yang selalu ia tanyakan dari mulut manisnya.
tetapi, tidak ada satupun jawaban dari pertanyaan yang ia berikan kepada ayah dan ibu nya.
ayah nya hanya menjawab, 'jika ini sudah keputusan ayah dan kamu harus menerima nya'
Ibu nya bahkan tidak mengatakan sepatah dua patah kata pun.
sebenarnya dari fisik Fichia bukanlah wanita yang kurang modis.
dia wanita yang sangat cantik, suara nya yang parau dan lembut, mempunyai mata cantik, bulu mata lentik, hidung mancung , bibir bervolume dan dagu yang tegas.
tubuh nya mungil berisi dan berambut gelombang. ciptaan tuhan, indah bukan? tetapi kenapa harus dia yang di jodohkan.
***
"Segeralah kamu mandi, mas sudah selesai" ucap Amran saat keluar dari balik pintu kamar mandi
"baik mas"
Fichia berjalan perlahan hingga tubuhnya sudah tidak terlihat.
.
.
"mas mau aku buatkan teh hangat?"
"Hmm? boleh. jika tidak merepotkan mu"
"tidak. aku keluar dulu ya"
Fichia berjalan menuju dapur dan bertemu dengan sang ibu yang berada di meja makan.
"ada yang kamu butuhkan nak?"
"tidak Bu, hanya ingin membuat teh"
"eoh iya. sekalian bawa buah-buahan ke atas nak. biar Amran memakan nya"
"iya Bu"
Tidak ada banyak kata yang terucap dari mulut Fichia. dia terlalu sakit menerima keputusan semua ini, bukan karna dia sudah memiliki kekasih. tetapi, karna keinginan nya untuk meraih cita-cita tidak bisa ia dapatkan.
Padahal selama masa pendidikan ,ia berusaha semaksimal mungkin supaya mendapatkan hasil yang maksimal.
toh, sekarang nasi sudah menjadi bubur.
apa yang ada saat ini, akan ia jalani dengan sebaik mungkin. selagi, sang suami tidak pernah menyakiti nya secara fisik dan hati.
"ibu, fichia ke kamar dulu ya"
"iya nak, hati-hati"
.
"mas tolong bukakan pintu" teriak Fichia dari luar
ceklek..
"terimakasih"
"iya, sama-sama" ucap Amran dengan duduk di sofa yang ada di kamar dengan memainkan handphone milik nya.
"mas ini di minum dan ini ada buah-buahan di makan ya"
"iya, terimakasih Fichia"
Kedekatan Amran dan Fichia bisa terbilang tidak terlalu intim.
perkenalan pertama mereka saat wisuda Fichia 2 tahun sebelumnya.
Setelah itu mereka tidak ada komunikasi atau bertemu kembali hingga pernikahan ini terjadi.
"Fichia, ada yang mau aku katakan. bisa duduk disini sebentar"
"iya mas, ada apa?"
"begini, kita menikah karna perjodohan orangtua kita dan aku tau kalau kamu tidak mencintai ku. jujur, aku juga tidak mencintaimu. meskipun demikian, aku tetap suami mu dimana kamu sudah menjadi tanggung jawab ku"
Fichia diam..
"Ini kartu buat kamu. kamu bisa gunakan untuk keperluan rumah tangga kita dan keperluan kamu juga, setiap bulan aku akan transfer sejumlah uang untuk mu. tolong pergunakan uang sebaik-baik mungkin" lanjut nya
"Hmm, terimakasih mas. maaf, fichia mau bertanya. setelah ini, kita akan tinggal dimana? dirumah orangtua Fichia apa dirumah orangtua mas Amran?"
"kita akan tinggal dirumah kita sendiri. aku sudah mempunyai rumah, ya meskipun tidak sebagus rumahmu"
"eoh, baiklah. tidak apa-apa mas. kita akan kerumah mas amran kapan?"
"lusa, kita akan pulang kerumah itu dan kamu persiapkan semua kebutuhan mu yang akan kamu bawa mulai hari ini"
"iya mas"
"ada yang ingin kamu tanyakan?"
"emm. benar apa yang mas Amran katakan, jika Fichia belum mencintai mas Amran. tetapi, bisakah kita menjalani kehidupan rumah tangga ini seperti orang pada umumnya? "
"aku akan mencoba nya. sholat dulu dan segeralah tidur"
"iya mas"
Fichia beranjak dari soffa tempat nya duduk tadi dan menuju toilet untuk mengambil air wudhu.
tidak lupa kartu yang mas Amran berikan, ia taruh di dompetnya.
setelah Fichia menjalankan kewajiban nya sebagai umat manusia. ia berjalan menuju tempat tidur nya dan segera memejamkan mata indahnya.
'lelah sekali' keluh Fichia dalam hati nya.
belum sempat Fichia berada di alam mimpi, dia merasakan ada pergerakan di samping nya dan sudah bisa di tebak jika itu adalah mas Amran, sang suami.
Tidak ada obrolan malam.
Tidak ada kegiatan malam.
Tidak ada ucapan selamat malam.
'Bukan seperti ini yang aku inginkan' batin Fichia dengan buliran air yang keluar dari mata nya.
****
Matahari menjulang tinggi, dua insan manusia yang sedang tidur dengan nyenyak tidak terganggu dengan sinar sang mentari.
tok..tok..tok
"Fichia bangun dek, ini sudah jam 6"
"Fichia"
"eungghh" Fichia membuka mata nya dan terkaget karna ada tangan yang memeluk nya dari belakang.
perlahan tangan itu ia lepaskan dari perutnya dan dia berjalan menuju pintu.
ceklek..
"iya kak"
"baru bangun? ayo segera mandi kemudian turun, kita sarapan"
"iya kak, aku mandi dulu"
"iya. jangan lupa bangunkan suami mu juga"
"iya kak sabrina"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Karangan novel terbaru, dengan genre terbaru dan alur terbaru.
Semoga suka dan di mohon selalu memberikan dukungan untuk author yang masih belajar ini yaa..
Jangan lupa ,
Like..
Vote..
Comment..
Tambahkan ke favorit bacaan kalian, supaya kalian tidak ketinggalan dalam update cerita ini..
Terimakasih ❤️
Matahari menjulang tinggi, dua insan manusia yang sedang tidur dengan nyenyak tidak terganggu dengan sinar sang mentari.
tok..tok..tok
"Fichia bangun dek, ini sudah jam 6"
"Fichia"
"eungghh" Fichia membuka mata nya dan tergaget karna ada tangan yang memeluk nya dari belakang.
perlahan tangan itu ia lepaskan dari perutnya dan dia berjalan menuju pintu.
ceklek..
"iya kak"
"baru bangun? ayo segera mandi kemudian turun, kita sarapan"
"iya kak, aku mandi dulu"
"iya. jangan lupa bangunkan suami mu juga"
"iya kak sabrina"
Fichia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu, setelah itu . dia akan membangun mas Amran.
.
.
"mas, bangun. ini sudah pagi"
"eungghh"
"ayo bangun, kita sudah di tunggu di bawah"
"eoh, iya"
"buruan mandi, aku siapkan bajunya"
"iya"
Amran berjalan menuju kamar mandi dan Fichia berjalan menuju koper milik sang suami.
Fichia benar-benar ingin menjalankan rumah tangga ini dengan hati yang ikhlas. karna dia menginginkan pernikahan seumur hidup hanya sekali, maka dari itu pernikahan ini akan ia jaga dengan sebaik-baiknya.
"kamu sudah sholat fichia?"
"belum mas"
"segeralah ambil wudhu, ayo kita sholat dulu"
Pertama kali di pimpin sholat oleh sang suami rasanya benar-benar berbeda.
satu persatu air mata turun dengan cantik nya. satu persatu perasaan Fichia rasakan.
Dia berdoa, semoga hati nya di bersihkan dari segala macam dendam dan semoga hati nya menerima pernikahan ini dengan ikhlas.
'Ridhoi pernikahan ini tuhan'
Setelah mereka menyelesaikan ibadah, mereka berjalan berdua menuju meja makan.
"Wahh, pengantin baru bangun nya ke siangan ini. apa begadang nya terlalu larut?" ucap salah satu keluarga
"hehe, tidak bibi. maaf jika terlambat bangun" ucap Fichia dengan malu-malu.
" ya sudah ayo makan. ini keburu pada dingin"
"iya Bu"
Fichia dengan telaten mengambilkan makanan untuk sang suami. pelajaran ini tidak ia dapatkan di sekolahan, melainkan di dalam rumah nya.
ibu nya selalu mengambilkan makanan untuk sang ayah dan semua yang ibu kerjakan. akan Fichia terapkan dalam pernikahan ini.
"anak ibu sudah besar, sudah bisa melayani suami"
"Hehe"
Setelah acara makan pagi selesai, seluruh keluarga di kumpulkan dalam ruang untuk bersantai.
"kenapa kita semua di kumpulkan disini mbak?" tanya tante ratna, adik ibu fichia
"begini, kita akan mengumumkan kebahagiaan selanjutnya" ucap ayah Fichia, pak dikta
"apa itu mas?"
"iya apa mas?" (saut menyaut antar saudara)
"Sabrina saat ini tengah hamil dan usia kandungan nya saat ini sudah memasuki bulan ke dua" ucap ibu ayu dengan muka berbinar.
"wow, benarkah? wahh..selamat Sabrina, keponakan Tante yang sebentar lagi mau jadi ibu"
"wahh, iyakah kak? selamat kak sabrina kak Herman" ucap Fichia dengan memeluk sang kakak
"sama-sama Tante, adek kecil Kakak"
"sama-sama Tante. mohon doanya untuk kehamilan Sabrina, supaya di beri kemudahan dan kelancaran hingga melahirkan nanti" ucap Herman, suami Sabrina
"tentu, pasti kita doakan dan semoga Fichia segera menyusul. supaya tambah rame nanti rumah ini"
"hehe..aamiin" ucap Fichia malu-malu
tidak ada yang menyadari raut muka salah seorang yang ada disana tampak tidak seperti yang lain nya yang menyambut kehamilan dengan hangat.
muka yang ia tampilkan sangat datar ,bahkan tidak ada kata 'selamat' yang ia ucapkan.
.
.
"oh ya, ibu ayah saya mau mengatakan sesuatu"
"iya katakan nak Amran"
"Setelah pembicaraan saya dengan Fichia semalam. kami memutuskan untuk tinggal dirumah kami sendiri"
"maksudnya?" tanya Bu ayu
"kami tidak bisa tinggal disini seperti kak sabrina dan mas herman Bu. kami ingin belajar hidup mandiri"
"apa kamu mau membawa Fichia ke rumah orangtua mu nak?"
"tidak Bu, saya sudah membeli rumah sederhana untuk saya tinggali dengan fichia"
"eoh. kalau begitu tidak apa-apa asalkan Fichia mau dan kamu menjaga Fichia dengan baik"
"pastinya Bu, mohon doa nya juga untuk kelangsungan rumah tangga kami"
"iya ammiin ,ayah dan ibu doakan semoga anak-anak ayah selalu bahagia dalam hidup nya" ucap ayah Dikta
"terimakasih"
"terimakasih ayah, ibu" ucap Fichia dengan memeluk orangtuanya satu persatu.
"dek, jadi istri yang baik ya. kalau ada apa-apa telfon kaka,oke" ucap Sabrina dengan menciumi pipi adik kecil nya ini
"iya kak, terimakasih"
"rencananya kalian mau pindah kapan mran?" tanya tante ratna
"besok Tante. kita akan pindah besok"
"eoh, kenapa cepat sekali? apa rumah kalian jauh dari sini?"
"tidak terlalu jauh Tante. hanya memakan waktu 1 jam perjalanan"
"baiklah. jaga keponakan Tante yang ini juga ya, jangan sampai dia kenapa-kenapa"
Fichia benar-benar sangat beruntung hidup di keluarga yang hangat ini.
Meskipun ada satu kebohongan yang keluarga ini simpan dari nya.
***
"mas, apa nanti sewaktu kita tinggal disana. aku masih boleh main kerumah ini?" tanya Fichia yang sedang membereskan barang-barang nya
"boleh" jawab Amran
"terimakasih"
Setelah selesai dari ruang keluarga tadi, sikap Amran sedikit berbeda.
dia terlihat menutup obrolan dengan cepat. padahal, sebelum nya dia bisa mengobrol banyak pembahasan dengan Fichia.
***
Hari ini hari yang sangat Amran tunggu.
hari dimana dia akan pulang kerumah yang menjadi saksi dirinya dan cinta nya kepada salah seorang wanita.
dia akan datang kerumah itu dengan membawa sang istri,Fichia.
"ibu ,ayah ,kak sabrina dan mas herman. kami pamit dulu" ucap Amran dengan menyalami ayah ibu dan Kaka ipar nya.
"iya hati-hati ya nak. mengemudi nya santai saja, pelan-pelan dijalan" ucap ayah
"ibu nanti sering-sering telfon Fichia ya" ucap Fichia
"iya sayang,pastinya"
Kini mereka tengah berada di dalam mobil, tidak ada obrolan, tidak ada suara musik atau raido. heninggg sehening hening nya.
tiba-tiba...
"Fichia, apa kamu bisa masak?" tanya Amran tiba-tiba setelah keheningan melanda di mobil ini.
"eum? masak? bisa mas, tapi hanya masakan rumah. kenapa?"
"tidak papa. apa kamu ingin segera mempunyai anak?"
"pastinya, setiap pernikahan bukanlah akan menjadi lengkap jika kita di takdir kan memiliki seorang anak? seperti kak sabrina dan kak Herman yang kelihatan nya sangat bahagia"
Amran hanya diam ,tidak menanggapi jawaban yang fichia utarakan tadi.
"mas amran kerja dimana? aku belum begitu mengenal mas Amran dengan baik"
"aku bekerja di salah satu perusahaan di kota. ada apa?"
"apa jika mas ke kota, aku akan tinggal dirumah sendiri?" tanya Fichia dengan raut muka khawatir.
"tidak, jika aku ke kota. kamu bisa ikut ,jika mau. jika ingin disini, nanti akan aku antarkan kerumah ibu dan ayah"
"em..apa mas Amran di kota lama? jika sedang bekerja?"
"iya, sebulan hanya bisa pulang sekali dan menginap 2 malam saja"
"kalau gitu aku akan ikut" jawab Fichia dengan cepat.
apa Fichia sudah mencintai Amran? entahlah, bahkan Fichia belum pernah merasakan jatuh cinta.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tinggalkan jejak berupa
Like
Comment
Follow
Vote
dan jangan lupa tambahkan ke dalam daftar Favorit bacaan kalian ya, supaya tidak ketinggalan cerita nya..
Terimakasih ❤️
Setelah mereka sampai di rumah, Fichia sangat tertegun dengan bangunan nya.
"Rumah nya indah" gumam nya
"apa kamu akan betah tinggal disini?" tanya Amran yang sedang menurunkan koper mereka
"hemm, sepertinya aku akan betah mas"
"syukurlah kalau begitu. ayo masuk"
Dirumah ini terdapat satu lantai dengan berisikan furniture yang sudah lengkap tersusun dengan rapih.
ada 2 kamar tidur , ruang tamu dan ruang tv yang di gabung , dapur beserta ruang makan dan terdapat halaman belakang yang sangat luas dengan di tanami pepohonan rindang.
"apa ada perlengkapan masak mas?"
"hanya ada kompor dan beberapa panci saja. nanti kita beli dulu perlengkapan masak yang kamu butuhkan"
"Hmm, baiklah"
Fichia segera menata baju nya dan milik suaminya ke dalam almari yang tersedia di kamar utama.
Fichia dengan telaten membersihkan setiap sudut kamar nya, mengganti seprai dengan yang baru dan tidak lupa dia membersihkan seluruh rumah ini
.
.
"kamu mau makan apa fichia? aku akan ke depan cari makanan"
"apa aku boleh ikut mas?"
"Hmm, boleh. segeralah berganti pakaian, aku tunggu di mobil"
"iya mas, sebentar"
Mereka memutuskan untuk makan di tempat warung makan sederhana.
"mang saya seperti biasanya ya" ucap Amran seperti dirinya sering kali kesini
"oke siap bos. nggak keliatan kemana aja ini?" tanya pedagang tersebut
"nggak kemana-mana mang"
"kamu mau makan apa fichia?"
"pacar baru ini? yang lama di kemanain?"
"ini istri mang"
"eoh istri. maaf ya neng , amang nggak tau"
"iya tidak papa mang"
'pacar? jadi mas Amran pernah mempunyai pacar?'
Setelah acara makan tersebut selesai, mereka memutuskan untuk pergi ke salah satu supermarket sekalian belanja perlengkapan dapur dan bahan pokok.
***
"Fichia, bolehkan aku meminta hakku sebagai suami?" tanya Amran lirih saat berada di belakang tubuh Fichia
Fichia bukan anak kecil yang tidak maksud kata-kata tersebut.
tapi, dia juga tidak tau harus menjawab seperti apa.
Fichia mengangguk...
Dan terjadilah malam itu, malam bersejarah untuk Fichia..
***
'badanku sakit sekali' keluh Fichia saat bangun tidur.
entahlah, dirinya tidak tau berapa lama waktu yang ia lalui bersama sang suami malam tadi.
"mas, tangan nya. aku masu ke kamar mandi" ucap Fichia pelan, Karna dirinya tidak bisa melepaskan belatan tangan suami nya ini.
"mas"
"eunggh"
"bangun sebentar. ini aku nggak bisa bangun"
"eoh, iya maaf. mau kemana?"
"ke kamar mandi"
"sini aku bantu"
Amran dengan sigap nya menggendong Fichia dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun.
Setelah mereka menyelesaikan mandi, tidak lupa mereka melakukan ibadah. meskipun waktu nya sangat terlambat.
***
7 bulan pernikahan mereka berjalan, semakin hari Fichia semakin di buat mabuk kepayang oleh sang suami.
bagaimana tidak, sang suami benar-benar meratukan dirinya di dalam pernikahan ini.
"Fichia, apa kamu belum merasakan tanda-tanda kehamilan?" tanya Amran dengan mendadak.
"heum? belum mas, ada apa?"
"tidak papa"
'apa mas amran benar-benar ingin segera memiliki anak?' batin Fichia
***
Pernikahan sudah memasuki tahun pertama dan hal yang paling Amran tunggu akhirnya ia dengar juga.
Fichia dinyatakan positif hamil..
"akhirnya, jaga anak kita baik-baik ya. aku benar-benar menginginkan anak ini Fichia" ucap Amran dengan memeluk Fichia
"iya mas, bantu aku juga untuk menjaganya"
seluruh keluarga menyambut berita gembira ini dengan riang.
apalagi keluarga pradikta akan memiliki cucu kedua .
Ya Sabrina sang kakak sudah melahirkan bayi laki-laki yang sangat lucu dan sehat.
Amran menitipkan Fichia ke kediaman pradikta, karna tidak memungkinkan jika Fichia akan ikut serta dengan dirinya yang bekerja di kota seperti sebelumnya.
berat memang, tapi inilah jalan yang harus mereka lalui.
"mas, apa aku benar-benar tidak bisa ikut dengan mu saja?"
"tidak Fichia. disana kamu tidak ada yang menjaga, kalau dirumah kan ada ibu yang menjaga mu"
"hahh..baiklah. tapi mas Amran sering-sering pulang ya"
"iya Fichia, itu pasti. yang harus selalu kamu ingat. jaga anak kita. mengerti?"
"iya mas"
Sebulan berlalu..
Dua bulan berlalu..
Hingga kini usia kehamilan Fichia memasuki usia 9 bulan.
"ibuuu ibu ini kenapa?" teriak fichia dari dalam kamarnya
"ada apa nak? astaga, ayo kita segera kerumah sakit"
Bu ayu membawa Fichia ke rumah sakit bersama Herman, suami Sabrina.
Sesampainya dirumah sakit, pihak rumah sakit meminta untuk segera menandatangani surat operasi dan mereka harus melakukan tindakan sesar sesegera mungkin. karna takut akan terjadi hal buruk yang akan terjadi kepada sang jabang bayi yang ada di dalam kandungan Fichia.
tidak menunggu lama, Bu ayu selaku ibu kandungnya menandatangani surat tersebut supaya sang putri segera mendapatkan tindakan sesuai prosedur RS.
Herman menelfon Amran selaku suami nya dan ayah Dikta supaya segera kerumah sakit.
Waktu berselang 2 jam , hingga terdengar suara..
oekk..oekkk..oekkk
"Alhamdulillah" ucap Bu ayu, Herman dan ayah Dikta secara bersamaan.
Bayi mungil tersebut mendapat tindakan intensif karena kesehatan sang anak menurun.
Belum sempat Amran mengAdzani sang putri. bayi mungil tersebut pergi meninggalkan dunia yang kejam ini.
"inalillahi, ayahh gimana nanti dengan putri kita" tangis Bu ayu pecah setelah mendengar kabar tersebut dari sang dokter.
Saat ayah Dikta menenangkan Bu ayu, mertua dari Fichia datang dan menanyakan keberadaan sang cucu.
"dimana cucu saya pak dikta?"
pak dikta yang ditanya oleh ayah Amran hanya diam dengan sesekali mengusap air mata yang meleleh.
"jawab Dikta, dimana cucuku!!" teriak ibu Amran
"duduk dulu..."
"aku tidak mau berlama-lama, dimana cucuku Dikta?" tanya tajam pak Joko, ayah Amran
"cucu kita meninggal Joko , baru saja dokter memberikan kabar ini"
"Jangan bercanda kamu Dikta?! jangan-jangan kamu yang ingin menyembunyikan keberadaan cucuku ? iya?!"
"tidak joko, tanyalah dokter yang menangani kelahiran putriku"
"memang dasarnya putri mu tidak bisa menjaga anak Dikta!!" cecar bu asih,ibu Amran
"jangan seenaknya mengatai anakku yang tidak-tidak Bu asih!" ucap Bu ayu di sela tangisan nya.
"ayah ibu, dimana Fichia dan anakku?" ucap Amran tiba-tiba
"anakmu sudah meninggal Amran. istri mu benar-benar tidak becus menjaga anakmu dengan baik" ucap Bu asih dengan nada emosi
"apa? tidak mungkin kan Bu, ayah?"
"benar nak, ini semua sudah takdir. anak kalian memang sudah meninggal"
Amran yang mendengar hal tersebut lunglai.
Terasa tidak ada kekuatan apa-apa yang ia punya.
"Amran ayo kita pulang" Bu asih menarik tangan anaknya.
"Bu, biarkan Amran disini. Putri saya masih terbaring di brangkar rumah sakit" teriak Bu ayu yang sudah sangat jengah dengan sikap besan nya ini.
"itu kan putri kamu, urusi saja putri mu. aku akan mengurusi putraku, paham kamu ayu?"
Amran dengan badan yang lemas, dia berjalan mengikuti langkah kedua orangtuanya meninggal kan rumah sakit tersebut.
"ayah. bagaimana nanti jika Fichia tau akan hal ini?"
"tidak papa Bu, nanti kita jelaskan dengan perlahan"
"Herman, tolong kamu pulang dan ambilkan perlengkapan untuk saya , Bu ayu dan Fichia" ucap pak dikta
"baik ayah. saya pulang dulu, ayah ibu hati-hati disini"
"iya nak, kamu juga hati-hati"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tinggalkan jejak berupa.
Like...
Vote...
Comment..
Follow...
dan jangan lupa tambahkan kedalam daftar favorit bacaan kalian yaa.. supaya tidak ketinggalan update ceritanya..
Terimakasih ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!