Sisilia adalah seorang gadis, yang dibesarkan di panti asuhan, yang berada di kota Jawa. Wajahnya cantik dan teduh bila di pandang mata. Karena kepandaiannya, dia mendapat beasiswa di fakultas Negri yang terletak di Semarang jurusan tata busana dan desain.
Pangeran Rahardian, dia seorang anak bangsawan dari Negeri Jiran sana. Dia menjabat CEO di beberapa perusahaan di bidang perhotelan termasuk di Indonesia.
Mereka berdua bertemu di sebuah butik tempatnya Sisilia bekerja.
Ketampanan yang sangat mempesona, juga banyak uang dan sangat baik hati, membuat banyak wanita yang tergila-gila padanya. Namun Sisilia lah yang menjadi tambatan terakhirnya seorang Pangeran yang dengan panggilan Eran tersebut.
Eran jatuh cinta pada Sisilia pada pandangan pertama. Dia gadis yang cantik teduh dan ramah, tidak butuh waktu yang cukup lama buat Eran untuk meyakinkan dirinya kalau Sisilia lah pelabuhan terakhir bagi dirinya.
Hari bersejarah bagi Sisilia yang tidak punya siapa-siapa selain orang-orang dari panti. Kini dia bersanding dengan Pangeran Rahardian dan menjadi anggota baru dalam kehidupannya.
Kini Sisilia dan Eran sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Senyuman bahagia tidak lepas dari wajah mereka berdua.
Suasana begitu meriah, dengan kehadiran salah satu artis ternama ibu kota, keluarga Eran pun di boyong ke acara pernikahan mereka berdua.
Hati Sisilia tentunya saat ini sedang di hinggapi rasa bahagia yang teramat sangat. Bersanding dengan pria bangsawan dan tampan yang akan menjadi suami terbaik nya kelak.
Namun, sementara siapakah dirinya? yang hanya merupakan anak panti asuhan, tidak punya apa-apa dalam hal harta. Sesungguhnya tidak sebanding dengan Eran yang dari kalangan atas tersebut.
Senyuman yang merekah pun tidak pernah pudar dari bibir keduanya. Sesekali mereka berbincang dengan mesra.
Semua orang ikut bahagia dengan kebahagian kedua mempelai dan melepas doa restu untuk keduanya.
Dari pelaminan berwarna emas. Keduanya saling melempar senyuman dan pandangan mata yang berbinar, menandakan betapa bahagianya mereka berdua di saat itu.
Tangan pun saling berpegangan erat. "Aku sangat bahagia dengan pernikahan ini. Kau tidak menyesalkan menikah dengan ku?" selidik Sisilia pada sang suami.
"Shuuttthh ... jangan bicara seperti itu, tentunya aku tidak akan menikahi mu bila aku akan menyesali itu." Telunjuk pria itu menempel di bibir Sisilia.
Sisilia menarik bibir nya ke samping. Lalu mengalihkan pandangannya pada keluarga nya dari panti yang sedang menikmati hidangan yang tersedia di sana.
"Aku akan langsung memboyong mu ke istana ku, ke Negeri Jiran sana, mau kan? dan aku rasa kau memang harus mau." Eran ingin membawa sang istri ke Negaranya tanpa membuang-buang waktu di Indonesia.
"Hari ini juga? tanpa istirahat barang sebentar pun?" Sisilia menjadi bengong.
"Iya, hari ini juga sayang," Eran mengangguk pelan. "Emangnya kenapa?"
"Eh ... gimana dengan kerjaan ku di butik?" Sisilia tampak cemas.
"Kenapa, kau resign! gampang. Lagian kan berapa sih gaji kerja di butik? kau bisa buka butik sendiri di sana! uang suami mu sudah banyak ... ngapain kau kerja di ujung telunjuk orang?" ungkap Eran dengan lembut.
"Tapi, tidak segampang itu. Setidaknya aku harus obrolkan dengan bos ku, dan ini tidak kita bicarakan sebelumnya kan? kalau saja kau bilang dari kemarin soal kepindahan kita. Aku pasti perbincangkan resign ku jauh-jauh hari!" tambahnya Sisilia.
"Sudah lah sayang, tidak usah banyak bicara lagi. Aku tidak suka dibantah, lakukan saja." Pinta Eran sambil memegangi tangan sang istri.
Selesai acara, Sisilia dan Eran ke kamar hotel namun bukan untuk beristirahat seperti yang di bayangkan. Melainkan untuk berkemas, bersiap untuk berangkat ke Negeri Jiran.
Sisilia pun berpamitan ke keluarganya, dan mereka tidak menyangka sama sekali. Kalau Sisilia akan secepat ini di boyong suami ke Negaranya.
"Kenapa secepat ini? bukannya istirahat dulu!" ungkap Bu panti dengan sedikit merasa kecewa.
"Ibu ... ini kemauan suami Lia dan aku tidak bisa apa ataupun membantah kan?" Sisilia menatap lekat pada Bu panti yang sudah dia anggap ibunya sendiri itu.
"Mbak, kami pastinya akan merindukan mbak," adik-adik panti sangat bersedih melepas sang kakak mereka.
Mereka berpelukan bergantian. Bagaimana mereka tidak merasa berat untuk berpisah? bertahun-tahun mereka bersama susah dan senang mereka lewati dengan suka cita.
Susana haru mewarnai perpisahan mereka. Isak tangis pun tak ayal menjadi pemandangan yang tidak biasa.
Eran menggeleng, namun dia pun memahami itu. Keluarga Eran pun sudah berkumpul untuk kembali ke Negeri asal mereka.
Di balik rasa bahagia nya Sisilia. Tersimpan rasa duka yang bertahta di hatinya, berharap ada ruang untuk dia bersantai di Indonesia barang beberapa hari setelah menikah. Tetapi kenyataannya jauh dari ekspetasi.
Sisilia berjalan di belakang sang suami yang sibuk dengan ponselnya, di belakang. Tampak keluarga Eran yang seolah memandang rendah pada Sisilia.
"Sebenarnya saya tak nak putra kita , menikah dengan gadis tersebut! masih banyak gadis yang lebih sepadan dengan putra kita itu." Ungkap sang bunda Eran yang bernama puan Nandita.
"Tapi hendak apa di kata, kalau pilihannya dia, Eran! kita hanya bisa mendoakan saja." Timpal ayah handa Eran yang memiliki nama Datuk Amirudin.
Yang lain mengangguk seraya berkata. "Kalau sudah takdir, sulit nak di rubah!"
"Pokonya, saya nak sudi punya menantu kan dia. Lihat saja Sisilia ... kau akan ku buat menderita dalam istana mu sendiri." kata puan Nandita dalam hati serta tatapan yang membunuh ke arah gadis tersebut.
Sementara Puan Nandita sebelumnya, mempunya calon buat putranya tersebut.
Di dalam pesawat, Sisilia dan Eran saling berpegangan. Inilah kali pertama Sisilia naik pesawat, rasa was-was pun menghiasi perasaannya.
"Tenang sayang ... ada aku bersama mu! jangan takut," ucap Eran dengan seutas senyumnya.
Sisilia mengangguk pelan seraya berkata. "Aku, aku takut sekali, Abang." Sisilia memegangi tangan Eran kuat-kuat.
"Sayang, jangan takut. Suami mu ada di sini, berdoa lah. Agar kita semua selamat, selamat sampai tujuan." Eran mengusap punggung tangan istrinya dengan lembut.
Selang beberapa jam penerbangan. Kini mereka sudah berada di area Bandara memasuki mobil jemputan.
Ketika mau memasuki mobil, pandangan sinis dari ibu mertua mengarah pada Sisilia dan hanya Sisilia lah yang merasakan itu. Tatapan tidak suka dari mertuanya.
Membuat hati Sisilia menciut, sudah dirasakan bau-bau konflik dalam rumah tangganya itu.
Setibanya di kediaman Eran. Sisilia terkagum-kagum melihat ke arah bangunan rumah bertingkat dan berwarna putih tulang tersebut. Setelah mobil memasuki halamannya yang luas.
"Oh my god ... ini rumah kamu?" tanya Sisilia sembari menoleh pada Eran dan rumah tersebut bergantian.
"Iya, sayang. Masa rumah orang!" jawabnya singkat sambil turun dari mobi dan menarik tangan sang istri.
Sementara semua barang di keluarkan oleh supir dan mengantarnya ke dalam rumah.
Sisilia mau membantu membawakan tas nya. Namun sang supir mencegahnya ....
...🌼---🌼...
Adakalanya apa yang menjadi ekspetasi itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Di kamar yang di huni oleh puan Nandita dan suami. Mereka sedang duduk di atas tempat tidur, wanita yang masih tampak awet muda itu menoleh pada sang suami yang sedang memainkan ponselnya.
"Abang, saya tidak suka dan sampai bila-bila pun tidak akan pernah merasa suka, Eran beristri kan gadis kampung itu!" ucap Puan Nandita dengan geram.
Sebenarnya mertua Sisilia, tidak merestui putra nya menikah dengan gadis tersebut! masih banyak gadis yang lebih sepadan dengan putra nya itu. Begitu pendapat orang tuanya Eran.
"Ibu ini kenapa, tidak suka sangat dengan gadis itu?" selidik suaminya tersebut.
"Karena dia tidak sepadan. Eran putra bangsawan dan Sisilia hanya anak yatim piatu bahkan tidak tahu asal usulnya, masa Ayah tidak peka? kalau jelas siapa orang tuanya. Pasti ada kah keluarga atau saudaranya." Sambung puan Nandita.
Suaminya bengong sesaat. "Saya juga tidak suka dengan gadis itu. Namun apa hendak di kata? nasi sudah menjadi bubur!" ungkapnya.
Hening ....
Keesokan paginya.
"Abang, maaf ya, semalam aku kecapean? sehingga tidur ku pulas sekali," ucap Sisilia sambil merapikan tempat tidurnya.
"Tidak apa-apa sayang, aku juga sama kok." Eran menunjukan senyum nya sambil sibuk dengan laptop di pangkuan. Dimana dia duduk di sofa dan Sisilia beres-beres khusus kamar ini saja.
Semalam memang keduanya langsung tidur dengan nyenyak akibat dari kecapean yang menyelimuti tubuh mereka berdua.
Sehingga tidak ada kejadian, atau menikmati yang namanya malam pertama seperti yang seharusnya.
"Aku jadi tidak enak, sama ibu dan ayah juga. Aku dari bandara langsung masuk kamar dan tertidur," ucap Sisilia kembali yang kini mendekati gorden.
"Sudah lah, jangan di pikirkan soal itu. Aku saja sebagai suami mu tidak masalah karena aku pun sama capek nya! he he he ..." seru Eran sambil terkekeh sendiri.
"Apakah hari ini Abang mau ke kantor?" tanya Sisilia sambil mendekati Eran.
"Iya, banyak pekerjaan ku, jadi kita belum bisa berbulan madu. Sorry ya? tapi aku janji lain kali kita akan berbulan madu dan menghabiskan waktu bersama." Eran menggenggam tangan Sisilia di ciumnya dengan sangat mesra.
"Aku tidak menuntut apa-apa, apalagi kalau Abang sibuk. Jangan pikirkan aku lah." Balas Sisilia sambil menunjukan gigi putihnya yang berbaris.
"Kau sungguh wanita yang pengertian. Wanita idaman sangat untuk ku!" Eran memeluk Sisilia dengan erat.
Kemudian mereka pun turun ke lantai dasar untuk sarapan. Keduanya berjalan bergandengan.
Di ruang makan sudah ada ibu mertua yang menatap tajam ke arah Sisilia yang menunjukan wajah yang sumringah.
"Pagi Ibu? ayah mana?" tanya Eran sambil celingukan mencari keberadaan sang ayah.
"Pagi juga Pangeran Ibu, ayah sudah pergi baru saja. Oya Eran ... boleh! kalau Ibu tinggal di sini? Ibu ingin mengajarkan istri mu tuh gimana hidup di kalangan bangsawan seperti kita ini!" ungkap Puan Nandita sambil melirik ke arah Sisilia dengan pandangan sinis.
"Boleh, tentu boleh. Kenapa tidak? ini kan istana Ibu juga." Eran duduk dan sebelumnya menarik kursi buat sang istri.
"Ooh, terima kasih Sayang ..." Puan Nandita sangat senang telah mendapat ijin dari Eran untuk tinggal di Mension tersebut.
Sisilia mengambilkan sarapan buat Eran sepotong roti yang di olesi dengan selai dan segelas air susu murni.
"Sarapan apa ini? hanya ada roti saja. Tidak ada makanan berat nya ya?" gumamnya Sisilia sambil memandangi isi meja.
"Kalau kau ingin sarapan yang berat-berat, tinggal bicara saja sama bibi. Biar dia bikinkan untuk mu sayang." Eran menarik gelas susu nya.
"Oh, iya tentu kau bisa minta apa saja sama bibi dan biar dia yang akan buatkan. Kau ini kan nyonya rumah di sini! jadi tinggal nyuruh saja asisten di rumah ini. Oya, kau belum tau kan gimana luasnya rumah ini dan setiap ruang nya? nanti Ibu yang antar oke!" Puan Nandita menunjukan wajah dan sikap tamahnya pada Sisilia.
"Oh, terimakasih Ibu sebelumnya. Mau mengantar ku untuk melihat-lihat rumah ini! makasih Ibu?" Sisilia menunjukan senyumnya.
Setelah memakan sepotong roti dan segelas susu. Eran berpamitan untuk pergi bekerja.
Sisilia pun mengantar sampai teras saja. "Hati-hati ya abang!"
"Oke sayang, kau juga baik-baik di rumah ya? tidak perlu kau kerjakan pekerjaan rumah ini, karena sudah banyak asisten untuk mengerjakannya." Eran menarik kepala Sisilia di kecupnya mesra.
"Assalamu'alaikum ...."
"Wa'alaikum salam ..." tangan Sisilia melambai ke arah suaminya yang pergi memasuki mobilnya.
Sisilia berdiri di teras sambil melihat kepergian mobil suaminya tersebut yang dikemudikan oleh sang supir.
Selepas Eran tidak ada, Sisilia masuk ke dalam bangunan Mension yang mewah itu. Dan Puan Nandita menghampiri Sisilia.
"Ibu!" gumamnya Sisilia menatap ke arah ibu mertua yang menunjukan perangai wajah yang beda dari sebelumnya.
"Kau jangan merasa senang dulu ya, menikah dengan putra saya. Karena saya tidak suka sama kamu! kau itu anak panti, anak haram yang tidak tau asal dan usulnya. Mana miskin tidak punya apapun, Hem bermimpi bersuamikan putra bangsawan." Puan Nandita menatap tajam ke arah Sisilia yang merasa sangat kaget.
Puan Nandita terang-terangan mengatakan kalau dirinya tidak suka dengan pernikahan Eran dan Sisilia yang dia anggap tidak sepadan.
"Mak-maksud Ibu apa? aku tidak mengerti," selidik Sisilia dengan bibir yang bergetar.
Puan Nandita menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau memang bodoh, sehingga tidak mengerti dengan yang saya bicarakan! kami tidak merestui pernikahan kalian berdua."
Penglihatan Sisilia langsung berkaca-kaca, dadanya terasa sesak. Mendengar perkataan dari sang ibu mertua yang begitu mengiris hati.
"Dan satu lagi. Kalau kau itu jangan bermimpi untuk mempunyai keturunan dari Eran. Kalau kamu sampai hamil juga, jangan harap hidup mu berusia panjang termasuk keturunan mu. Saya bisa bertindak kejam padamu," ungkap Puan Nandita penuh nada ancaman.
Puan Nandita berspekulasi kalau Sisilia masuk ke dalam kehidupan Eran hanya untuk Meraup harta putra nya saja.
Begitu kata puan Nandita dengan nada sinis, penuh ancaman serta tatapan penuh kebencian pada mantunya tersebut. Yang akan selalu terngiang di telinga Sisilia dan akan tersimpan dia dalam memori nya.
Degh.
Sisilia semakin dibuat tertegun mendengar ucapan dari sang ibu mertua seperti itu. Dia tidak menyangka kalau sang ibu mertua akan berucap yang tidak berperasaan.
Bak disambar petir, di tengah teriknya mata hari. Ucapan itu sangat membuat Lia, panggilan dari Sisilia tercengang. Tubuhnya tak bergeming, mematung tak percaya dengan yang telah dia dengar.
Air mata menetes di pipi, ini awal kehidupan rumah tangga nya yang dia jalani bersama Pangeran Rahardian yang ternyata tanpa restu dari sang ibu mertua ....
...🌼---🌼...
Hati siapa yang tak akan hancur, bila kenyataan tidak sesuai ekspetasi.
"Apa salah ku, Bu? sehingga Ibu membenci ku?" suara Sisilia bergetar serta menatap nanar wanita berpenampilan elegan tersebut.
"Saya tidak suka, karena kamu bukan keturunan bangsawan seperti putra saya, dan kamu hanya menginginkan hartanya saja kan?" sergah Puan Nandita.
"Tidak! itu tidak benar, aku menyayanginya." Elak Sisilia sambil mengusap air mata di pipi nya itu.
"Hah. Penjara penuh bila semua penjahat mau mengakui kesalahannya. Saya punya calon yang sepadan dengan putra ku, dia cantik dan keturunan keluarga bangsawan, tidak seperti dirimu yang tidak tahu asal-usul mu itu. Kau harus hengkang dari kehidupan putra ku! karena dia akan ku jodohkan dengan wanita lain!" Ungkap Puan Nandita kembali yang tajam mengoyak hati.
"Ibu, jangan pisahkan aku dengan suami ku! di sini aku tidak punya siapa-siapa selain dia. Aku mohon padamu Bu ... aku rela tidak mempunyai keturunan. Asal kau tidak pisahkan kami berdua!" Sisilia memohon sembari menyatukan kedua tangannya di dada.
Puan Nandita mendelik kan manik matanya sambil meninggalkan Sisilia yang berlutut di lantai. Namun detik kemudian dia kembali dengan senyuman licik di bibirnya.
"Kau harus bereskan kamar ku sampai bersih!" titahnya sambil berdiri menatap ke arah Sisilia yang kini sudah berdiri.
"Aku?" Sisilia menunjuk hidung nya sendiri.
"Iya, Kamu. Emang di sini ada siapa lagi ha?" Puan Nandita Nandita celingukan ke sekitaran dirinya.
"Tapi, aku tidak tahu kamar Ibu!" akunya Sisilia.
"Bodoh ... kau ikut aku?" Puan Nandita memutar badan lalu berjalan yang di susul oleh Sisilia.
Sisilia mematung melihat kamar yang berantakan dan Puan Nandita menyuruh Sisilia memasukan pakaiannya yang dari dalam koper ke lemari.
Walau tampak bingung. Sisilia tak ayal mengerjakannya satu persatu. Mulai dari tempat tidur yang berantakan, pakaian kotor berceceran termasuk pakaian dalam.
Seharian ini. Sisilia sibuk dengan pekerjaan rumah yang ada saja Puan Nandita perintahkan, sepertinya dia tidak betah bila melihat Sisilia bersantai ria. bahkan Sisilia pun tidak sempat untuk makan.
"Sayang! kau tampak capek sekali," sapa Eran sambil berjalan mendekati sang istri yang sedang menutup jendela besar di kamarnya itu.
"Oh, iya. Aku seharian keliling melihat-lihat suasana Mension ini yang ternyata lebih luas dari yang aku kira." Akunya Sisilia berbohong. Padahal boro-boro yang ada dia sibuk melayani mertuanya, bak pembantu rumah tangga saja.
"Sama ibu kah?" tanya sang suami sambil membuka jam yang melingkar di tangannya.
"Em, iya. Sama Ibu, dia sangat baik pada ku!" Sisilia membantu Eran membuka kemejanya yang akan dia masukan ke keranjang cucian.
"Baguslah. Kalau begitu sayang!" Eran mendekat dan memeluk sang istri, lantas ia kecup keningnya dengan mesra.
Sesaat kemudian, Sisilia menyiapkan air untuk Eran berendam di bathub.
Lanjut menyiapkan pakaiannya yang dia siapkan di atas tempat tidur. Setelah Eran selesai mandi, barulah dia sendiri yang berendam. Rasanya lelah dan capek, bukan cuma di badan saja tapi juga hati dan pikiran karena ulah sang ibu mertua.
Malam berlalu begitu saja di antara Eran dan Sisilia. Gadis itu tidur lebih cepat.
Keesokan harinya, Eran pun sudah pergi ke kantor. Sang ibu mertua memanggilnya dan menyuruh Sisilia untuk membuatkan makanan Negeri sana, yang sama sekali Sisilia tidak tau bahan maupun rasanya.
"Tapi, Bu ... aku gak tahu caranya, bahannya juga!" ucap Sisilia.
"Kamu jangan bodoh, semua bahan ada di dapur." Bentak Puan Nandita
Sisilia tidak bisa membantah, dengan segala sergahan dari sang ibu mertua.
Gadis itu berjalan menuju dapur dengan rasa bingung. Namun menyimpan harapan untuk bertanya kepada bibi saja.
Namun apa yang terjadi, belum juga Sisilia meminta tolong. Sang ibu mertua sudah berteriak agar bibi tidak membantu Sisilia dan cukup memberi catatan saja.
"Jangan ada yang membantu! beri dia catatan saja," sergah Puan Nandita pada para asisten.
Sisilia melongo, dibarengi rasa bingung yang tidak terhingga karena karena praktek tidak selalu sesuai dengan teori.
"Oke, aku harus memasaknya sendiri tanpa bantuan bibi, padahal aku tidak mengerti sama sekali." Gumamnya dalam hati sambil mendekati lemari pendingin dan mencari bahan-bahan di sana.
Sisilia berusaha memasak dengan panduan yang ada! tanpa bisa bertanya pada siapa pun. Bahkan harus mencari dulu bahan yang tidak ada di dapur dan harus mencarinya di swalayan terdekat.
Setelah sekian waktu berkutat dengan peralatan dapur, akhirnya masakan sang ibu mertua siap juga. Sisilia tersenyum lalu menghidangkan nya di hadapan ibu mertua yang sudah menunggu dengan tatapan yang tidak bersahabat.
"Ibu, ini masakannya sudah siap!" Sisilia mesem-mesem sambil berdiri tidak jauh dari Puan Nandita.
"Jangan senyum-senyum, kau pikir hati saya akan luluh dengan senyuman mu itu? dan perasaan kau, pandai begitu! no. No-no." Jelas Puan Nandita seraya mendelikkan matanya yang tajam seperti Tatapan elang.
Kemudian, Puan Nandita menatap geli, baru melihat penampilannya saja, lalu mengambil sendok dan mencicipi nya.
Sisilia berharap kalau masakan yang dia masak itu rasanya pas. Namun apa yang terjadi.
Brakkk ....
Prakkk ....
Puan Nandita menggebrak meja dan melempar makanan ke lantai sehingga piring nya pecah berkeping, dan isinya buyar berantakan mengotori lantai.
Dengan refleks Sisilia menutupi telinganya dan memejamkan kedua manik mata, shock dengan perlakuan sang ibu mertua.
"Makanan apa ini ha? ini dikasi binatang pun belum tentu nak suka. Apalagi manusia seperti saya, apa sih ... yang harus putra saya banggakan dari kamu ha?" tangan Puan Nandita mencengkram dagu Sisilia dengan sangat geram.
Jelas Sisilia ketakutan dan lantas meminta maaf, karena dia baru pertama kali dan tidak tahu apa-apa tentang masakan Negara sana.
"Ma-maaf? Ibu. Aku tidak tahu ma-masakan itu rasanya seperti apa, biarpun sudah ku cicipi." Suara Sisilia terbata-bata. Dan air matanya pun berjatuhan.
Tapi justru kata maaf dari Sisilia semakin membuat sang ibu mertua murka, Dia semakin mencaci dan menghina. "Dasar bodoh, otak udang. Gadis kampung! sudah miskin, tidak tahu diri. Apa yang kau bisa ha? cuma melayani suami mu di ranjang ha ... itu saja yang kau bisa?"
"Ma-maaf Ibu? yang jelas aku sudah berusaha. Membuatkan seperti yang Ibu mau." Sisilia semakin ketakutan dengan roman wajah garang nya Puan Nandita.
"Enak saja kau minta maaf, Kau pikir membeli bahan-bahan masakan itu tidak pakai duit ha?" sergah Puan Nandita semakin meluap-luap amarahnya.
Sisilia di seret ke sebuah ruangan yang ada di bawah, yang merupakan sebuah gudang kecil. Gadis itu di sekap di sana. Kebetulan, Eran ada acara di luar kota dalam jangka waktu seminggu ini.
"Jangan ada yang buka dan jangan ada yang memberinya makanan atau minuman, kalau ada yang mengeluarkan atau membantunya. Saya akan keluarkan kalian dari rumah ini dengan tuduhan yang akan memberatkan kalian." Hardik Puan Nandita dengan tatapan tajam ke arah para asisten yang merasa kasihan pada Sisilia.
"Mengerti gak kalian?" bentak Puan Nandita kembali.
Mereka semua mengangguk lalu menunduk dalam, tidak ada yang berani membantah wanita yang sok berkuasa di saat Eran tidak ada ....
...🌼---🌼...
Mampukah Sisilia melewati ini semua.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!