NovelToon NovelToon

Dear Nada

Prolog

Brakk!!!

“Heh!! Udah gue bilang kan jangan deketin Deril!! Lo batu banget ya jadi orang. Lo tuh gak pantas buat Deril!” bentak seorang perempuan dengan wajah marahnya.

Sedang yang di bentak hanya tertunduk di sudut toilet. Membiarkan tubuhnya yang ditampar dan do dorong dengan kasar oleh perempuan itu. Sedang teman perempuan yang membullynya hanya tertawa kecil sembari mengelilinginya.

“Aku gak mendekati Deril dia hanya membantu membawa buku aja” bela perempuan yang terduduk di sudut toilet itu.

“Alasan aja Lo! Heh Nada sebaiknya Lo jauhin sejauh-jauhnya Deril atau beasiswa Lo jadi taruhannya” seringainya dengan puas. Ya dia bisa melakukan apapun dengan beasiswa Nada karena dia merupakan putri donatur sekolah.

Nada mengangkat wajahnya terkejut dan raut wajah pias mendengar perkataan perempuan itu. “Aku mohon jangan apa-apa kan beasiswaku Prissil. Aku janji akan menghindari Deril sejauh mungkin” mohon Nada dengan suara bergetar.

“Bagus kalo Lo ngerti posisi lo” ujarnya sembari menepuk pipi Nada dengan seringai puas diwajahnya.

“Yuk Guys kita cabut!” serunya seraya melambaikan tangan kepada para temannya.

Setelah mereka semua keluar hanya tersisa Nada yang penampilannya sudah kacau. Dengan rambut yang berantakan dan goresan di lengannya. Dia bangkit dengan perlahan dan menuju wastafel untuk membasuh mukanya.

Nada membasuh mukanya sekaligus merapikan seragam dan rambutnya. Dia menatap pantulan dirinya di kaca dan terlihat dirinya yang kacau. Tidak ada air mata atau keluhan karena hal ini sudah biasa bahkan lebih parah juga ada. Menghembuskan nafas dan mencoba mengukir senyum seperti biasa.

“Gak apa-apa Nada. Kamu kuat!” bisiknya lirih kepada dirinya sendiri.

Dia keluar dari toilet dan melangkah menuju kelasnya tanpa menghiraukan kejadian tadi. Saat dia memasuki kelas, seluruh teman sekelasnya mengarahkan tatapan padanya. Dengan tatapan kasihan karena mereka sudah tahu kalau Prissil pasti membully dia lagi.

Nada menundukkan kepalanya melewati meja demi meja hingga sampai di mejanya. Dia menghiraukan tatapan kasihan mereka, sejujurnya dia sangat tidak suka dikasihani oleh siapapun.

Jam pelajaran terakhir guru mata pelajaran Kimia tidak masuk dan hanya memberikan tugas saja. Tanpa terasa jam pulang telah tiba. Nada bergegas pulang dan menuju tempat kerjanya. Ya dia masih harus bekerja setelah pulang sekolah bahkan dia belum beristirahat.

Sampai di restoran tempat dia bekerja, dia masuk melalui pintu belakang dan menuju lokernya untuk mengambil baju kerjanya dan mengganti seragamnya.

“Eh Nada udah dateng” sapa seorang wanita seraya tersenyum.

“Iya mbak Dian baru aja” balas Nada juga tersenyum membalas wanita yang dipanggil Dian.

“Yaudah kamu tolong anterin pesanan ke meja nomor sembilan ya” pintanya.

“Baik mbak”

Nada mengantarkan pesanan ke meja yang dituju dan terus melayani pengunjung di restoran itu. Sudah lumayan lama dia bekerja part time di sini.

Dia pulang ke rumahnya sekitar jam sembilan malam. Dia tidak pernah bersantai semenjak kejadian itu.

Dua tahun lalu kejadian yang mengubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Dari awalnya segala kemauannya dituruti dan dia menjalani kehidupan layaknya remaja pada umumnya. Tetapi dua tahun lalu semua itu berubah.

Berawal dari kematian Ayahnya dan perusahaan Ayahnya yang diambil alih oleh pamannya dan dia juga Ibunya harus terusir dari rumah dan menjalani kehidupan sulit. Ibunya yang sudah merasa terpukul karena kepergian ayahnya harus menerima kenyataan kalau mereka jatuh miskin menjadi tertekan dan depresi mengharuskannya di rawat di rumah sakit jiwa.

Nada tentu saja ikut merasa terpukul, keluarganya hancur dan dia sepeti sebatang kara. Dia harus menghidupi dirinya dan juga ibunya di rumah sakit. Untung saja dia mempunyai tabungan yang cukup banyak karena dulu dia selalu menyisihkan uang untuk ditabung jadi saat sepeti itu bisa dipakai.

Tapi tidak mungkin dia terus bertahan dengan uang tabungannya sedang kebutuhan banyak dan uangnya terbatas. Jadi dia memutuskan untuk bekerja sampingan.

***

Sesampainya di rumah nada bergegas membersihkan tubuhnya lalu Dia harus mengerjakan pekerjaan rumah Prissil. ya prisil juga sering sekali memberikan tugasnya untuk dikerjakan oleh Nada. Nada tidak bisa mengelak karena mengancamnya dengan mencabut beasiswanya.

Kadangkala Nada berharap ada seseorang yang bisa membantunya keluar dari siksaan ini sungguh kadang dia sudah muak dengan perilaku Prissil.

Dia menghembuskan nafas lelah, setelah selesai mengerjakan tugas Prissil hari sudah larut sekali dan dia harus cepat-cepat tidur agar besok tidak terlambat ke sekolah. Membaringkan tubuhnya di ranjang kecil dan berharap bermimpi indah walau kadang mimpi bukan kenyataan tapi sejenak ingin melarikan diri dari sebuah kenyataan sampai dia terbangun nanti dan dia sudah punya tenaga untuk menghadapi kenyataan yang ada

Murid Baru

Hari ini lumayan ramai kelas dengan pembicaraan kalau ada murid baru di kelas mereka. Nada tidak memperdulikan pembicaraan yang menurutnya membuang waktu. Ada atau tidaknya murid baru itu tak akan berpengaruh dengan hidupnya.

Tak lama bel masuk berbunyi dan siswa di kelas sudah duduk di tempatnya dengan rapi. Terdengar suara hentakan kaki di luar Nada menebak ada dia orang yang sedang berjalan. Pintu di ketuk dan masuklah seorang guru perempuan yang dipanggil Ibu Lin yang menjabat sebagai wali kelas XI IPA 1 diikuti seorang lelaki jangkung di belakangnya.

“Oke anak-anak, hari ini kita kedatangan anggota baru di kelas ini. Dia pindahan dari Jerman, jadi tolong buat dia nyaman di kelas ini ya” Bu Lin menoleh pada lelaki yang mengikutinya tadi. “Silahkan perkenalkan dirimu”

Lelaki itu mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas dengan tatapan datarnya, tetapi saat netranya berhenti di Nada dia berhenti sejenak dan mentalnya dengan penuh arti. Nada tidak tahu mengapa tatapan murid baru itu aneh kepadnya. Nada memilih menundukkan kepalanya.

“Arkande Gematera Wechler, Panggil Arkan” ucapnya datar.

Para murid perempuan yang ada di kelas itu langsung heboh ketika mendengar suara maskulin Arkan.

“Baik ada yang ditanyakan kepada Arkan?” tanya Bu Lin seraya mengedarkan pandangan ke seluruh muridnya.

“Spill Ig dong Arkan” ucap genit salah satu perempuan.

“Udah punya pacar belum?”

Nada menggelangkan kepalanya melihat keantusiasan murid perempuan di sini. Iya sih Arkan walau dilihat sekilas dia tetap tampan malah sangat tampan lagi. Matanya yang biru, kulit putih pucatnya, tubuhnya yang tinggi dan hidungnya yang mancung menjadi nilai tersendiri baginya.

Bu Lin hanya bisa pasrah melihat anak muridnya yang heboh sendiri menanyai murid baru yang tampan itu.

“Udah punya calon” ucapnya dengan tatapan terpusat pada Nada. Yang lain tidak menyadari bukan berarti Nada juga tidak. Sudah sedari tadi dia merasa murid baru itu terus menatapnya.

Terdengar ******* kecewa dari murid perempuan dan raut lega para lelaki karena Arkan tidak akan menyaingi mereka.

“Arkan kamu bisa duduk di kursi kosong di sebelah Nada” tunjuk Bu Lin ke arah Nada yang berada di paling belakang.

Arkan mengangguk dan melangkah menuju kursi di samping Nada. Dia menaruh tasnya di kursi dan mendudukkan dirinya di kursi. Nada menyunggingkan senyum kaku ketika Arkan menatapnya yang berada tepat di sampingnya.

Nada tidak memerdulikan lagi tentang Arkan dan mulai fokus karena sudah mulai proses belajar. Nada yang sedang menulis terkesiap ketika pulpennya habis dan sialnya dia lupa membawa pulpen cadangan.

“Kenapa harus habis sekarang sih” gerutunya kesal.

Mungkin mendengar gerutunya Nada Arkan menoleh dan mendapati Nada yang sedang bersungut-sungut. Dia mengambil pulpen lain di dalam tasnya dan mengulurkannya ke arah Nada.

Nada mengernyit melihat perilaku Arkan. “Buat aku” tunjuknya pada dirinya sendiri

“Hm” dehemnya lalu dia melanjutkan mencatatnya.

Nada mengambilnya dan sangat berterima kasih kepada Arkan. “Terima kasih” bisiknya pelan.

***

Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit tadi. Ruang kelas sudah kosong karena penghuninya pergi ke kantin untuk mengisi perut. Tidak kosong sepenuhnya karena masih ada Nada dan Arkan. Nada tidak ke kantin karena dia membawa bekal sendiri. Tetapi Arkan, Nada mengira dia mungkin tidak tahu letak kantin.

Nada melihat Arkan yang menelungkupkan kepalanya di atas meja dia pikir lelaki itu tertidur. Sebenarnya tadi ada beberapa yang ingin berkenalan dengan Arkan tapi dia memberikan tatapan tajam sehingga mereka tidak jadi menyapa.

Tak lama netranya menangkap Prissil dan teman-temannya berada di depan pintu dan masuk dengan gaya angkuhnya. Prissil mendatangi tempat Nada berada. Nada menghela nafas.

“Tugas gue mana?” tanyanya dengan ketus.

“Sebentar aku ambil dulu” Nada membuka tasnya dan mengambil buku tugas Prissil. Prissil merebut dengan kasar bukunya.

“Bener semua kan ini? Awas Lo kalo salah abis lo sama gue” ancamnya dengan mendorong telunjuknya ke kening Nada.

Setelah puas dan mendapatkan apa yang dia inginkan Prissil dan teman-temannya melenggang keluar dari kelas.

Tanpa Nada sadari tangan Arkan mengepal kuat setelah Prissil keluar dari kelas. Dia tidak tidur seperti yang dikira Nada dia mendengar dengan jelas bagaimana Prissil mengancam Nada.

***

Saat ini Nada sedang berjalan di koridor sendirian menuju gerbang. Dia melangkah dengan ringan ditemani musik yang mengalun di telinganya lewat headsetnya. Nada memasukkan tangannya ke dalam jaketnya. Saat ini suasana sekolah sudah lenggang, memang dia pulang lambat karena harus piket dulu teman yang harusnya juga piket bersamanya malah sudah pulang duluan jadinya dia yang harus piket sendirian.

Tapi langkahnya terhenti saat netranya menangkap seseorang yang menghalangi jalannya. Dia mendongak melihat orang itu. Nada menghembuskan nafas lelah dan menaikkan sebelah alisnya.

“Kenapa kamu ngindarin aku Nada?” tanyanya dengan raut penasaran dan terlihat tidak terima.

Nada mendengus kesal dan sungguh muak. “Maaf, tapi bukannya kita tidak terlalu dekat mengapa aku harus menjauhi kamu”

Deril menggeleng tidak percaya dengan perkataan Nada. “Aku tau pasti Prissil yang membuat kamu jadi bersikap gini ke aku”

Nada terdiam tidak menanggapi lidahnya tiba-tiba kelu untuk menyahut. Sebenarnya Deril sangat baik kepadanya di saat sangat banyak orang yang menatapnya remeh dan menghinanya tapi lelaki itu tidak pernah sekalipun.

“Prissil benar-benar gila! Tenang aja dia gak akan menggangu kamu lagi kok. Akan aku peringatkan dia” ucapnya menggebu-gebu.

Nada menggeleng, “Nggak ada hubungannya dengan Prissil, jangan marahi dia. Kita memang gak sepantasnya dekat walau hanya menjadi teman. Kamu merupakan orang terkenal dan aku hanya Upik abu yang gak pantes buat hanya sekedar dekat dengan kamu” tegasnya lalu kembali melangkah tanpa menghiraukan Deril

Deril tidak setuju dengan ucapan Nada dia mengejar Nada yang sudah jauh melangkah. Dia menangkap tangan Nada dan memaksa Nada berbalik ke arahnya.

Nada tersentak saat ada yang menarik tangannya. Dia berusaha melepaskan cekalan tangan Deril yang kuat di tangannya.

“Dengerin aku Nada, aku gak peduli sama Prissil yang aku pedulikan dari dulu hanya kamu. Hanya kamu Nada! Coba sekali aja lihat aku” nada suara Deril meningkat dengan wajah frustasinya.

Nada terkesiap mendengar perkataan Deril. Dia sudah tahu sejak lama kalau Deril menyukainya, lelaki itu bahkan sudah sering menyatakan perasaannya pada Nada dan selalu di tolak. Bohong kalau dia tidak memiliki sedikitpun perasaan pada lelaki itu, tetapi dia hanya sadar diri dengan keadaanya.

“Aku sudah pernah bilang aku nggak menyukai kamu Deril. Dan sekarang tolong lepas tanganku” ucap Nada seraya berusaha melepaskan tangannya.

“Kamu selalu bohong Nad! Kapan sih kamu bisa jujur aja hah! Aku sangat mencintaimu Nada” tanpa sadar Deril membentak Nada dan mengeratkan cekalannya membuat Nada meringis kesakitan. Sungguh Nada merasa tangannya akan lebam setelah ini.

“Lepas! Deril lepas tangan aku!” pintanya dengan berusaha melepaskan tangannya.

“Dia udah bilang lepas Lo gak ngerti!” seseorang datang dan melepas dengan paksa cekalan tangan Deril.

Nada menatap tidak percaya melihat seseorang yang membantunya. Sedang Deril merasa tidak terima dan menoleh melihat seseorang itu.

“Siapa Lo?” tanyanya sinis.

“Gue..?” tanyanya dengan mengangkat alis dan tersenyum miring

Arkan Mengobati Tangan Nada

“Gue..? Lo gak pantes tau nama gue”

Lelaki itu menarik tangan Nada yang masih tercengang meninggalkan Deril yang mengepalkan tangan menatap kepergian Nada dan lelaki asing itu.

Lelaki itu membawa Nada ke parkiran sekolah dan melangkah menuju mobil yang terparkir di situ. Lelaki itu membuka pintu mobil dan mendorong Nada masuk tanpa sempat Nada memprotesnya. Dia juga menyusul masuk kedalam mobil.

“Kamu ngapain bawa aku ke sini Arkan?” tanya Nada.

Ya lelaki yang menolong Nada adalah Arkan. Nada tidak mengerti mengapa lelaki yang bahkan dia belum kenal secara baik mau membantunya.

Arkan menoleh pada Nada dengan tatapan yang tidak bisa Nada mengerti. Kemudian tatapan Arkan jatuh kepada pergelangan tangan Nada yang mulai memerah kebiruan. Nada juga menyadari tatapan Arkan ke arah tangannya.

Arkan menghela nafas panjang dan menyalakan mobilnya lalu melajukan keluar dari lingkungan sekolah. Nada tidak tau kemana lelaki di sampingnya membawanya. Tak berselang lama Arkan menghentikan mobilnya di tempat yang Nada tau adalah Apotik.

“Tunggu di sini” titahnya pada Nada dan diangguki pasrah oleh Nada.

Arkan keluar dari mobil dan melangkah menuju apotik. Sepeninggalan Arkan, Nada mulai termenung sendiri. Dia sebenarnya tidak suka dengan keadaan saat ini, tidak, berdaya dan hanya diam menuruti apa kemauan orang lain.

Nada melihat Arkan keluar dari apotik dengan menenteng sebuah kresek. Nada memperhatikan Arkan yang sudah berada di dalam mobil dan membuka kreseknya untuk mengeluarkan bawaannya.

“Sini tangan lo” pinta Arkan.

“Buat apa?”

“Sini aja kenapa sih” suara Arkan terdengar memaksa.

Nada akhirnya mengiyakan dan menjulurkan tangannya ke arah Arkan.

“Bukan yang ini. Yang satunya”

"O-oh ini” Nada Menganti tangan menjadi yang satunya untuk diberikan pada Arkan.

Arkan menarik dengan pelan tangan Nada dan mengeluarkan obat yang dibelinya lalu dioleskan secara perlahan di atas lebamnya. Nada meringis sedikit saat Arkan mengoleskan salep. Arkan yang melihat itu lalu meniup pelan tangan Nada dan mengolesnya dengan lebih pelan lagi.

Nada terkesiap saat merasakan tiupan di tangannya. Tanpa sadar tubuhnya meremang karena hal itu. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya. Perempuan itu menatap Arkan yang masih mengoleskan salep dengan pandangan tidak mengerti.

Mereka bahkan baru bertemu hari ini tetapi lelaki itu sudah berbuat sangat baik padanya. Nada tidak menemukan tatapan menghina di mata Arkan.

Arkan mengangkat kepalanya setelah selesai mengoleskan obat pada tangan Nada. Tanpa sengaja netra biru safir lelaki itu bertemu dengan iris hitam milik Nada. Mereka saling menatap beberapa saat sebelum Nada mengalihkan pandangannya ke depan.

“Makasih Arkan” ucapnya setelah beberapa saat hening mengisi suasana mobil itu.

Arkan mengangguk ringan ucapan Nada.

“Oh iya kita belum berkenalan, aku Melodi Denada panggil aja Nada” ujarnya sembari mengulurkan tangan yang satunya lagi ke arah Arkan dan tersenyum manis

Arkan menatap lamat tangan Nada yang terjulur dihadapannya sebelum dia juga membalas uluran tangan perempuan itu. “Arkande Gematera Wechler” balasnya dengan datar. Setelah itu mereka saling menarik kembali tangan mereka.

Nada sempat mengira lelaki itu merupakan orang yang acuh karena dia yang minim ekspresi dan terkesan dingin. Tetapi saat ini dia mematahkan pandangannya, dibalik wajah tanpa ekspresi Arkan dia memperlakukan dirinya dengan baik bahkan mengobati tangannya.

“Aku turun di sini ya” ucapnya sembari hendak membuka sabuk pengamannya. Tetapi sebuah tangan menahan gerakan tangannya membuat dirinya mengurungkan niatnya.

“Gue antar” ucap Arkan dengan cepat.

“Tapi aku nggak langsung pulang aku harus ke restoran dulu” ucapnya seraya menatap heran Arkan

“Gue anter ke restoran” kekehnya

“gak usah deh, aku turun di sini aja ya” tolaknya.

Tatapan Arkan menajam mendengar penolakan dari Nada. Arkan sangat tidak suka di tolak. Dan Nada tidak menyadari hal itu.

“Gue.antar.” tekan Arkan seakan tidak menerima penolakan dari gadis di sampingnya.

Nada menghela nafas dan mengiyakan perkataan Arkan. Lelaki itu menghidupkan mobil dan melakukannya menuju restoran tempat Nada bekerja.

Nada mengalihkan pandangan ke luar mobil dan melihat bangunan berjejer di pinggir jalan dan gedung yang tinggi seakan mengejar langit dan saling bersaing dengan gedung lain untuk menjadi yang tertinggi. Nada kadang merasa lucu dengan dunia ini, orang-orang kadang selalu terlena dengan banyak hal yang sebenarnya semu. Harta dan tahta saat ini dinikmati dan di agungkan bisa saja dalam sekejap menghilang.

Dulu dia sendiri merasa hidupnya sempurna sampai di saat itu Ayahnya pergi meninggalkan dirinya dan Mamanya di dunia yang kejam ini. Kadang Nada merasa ingin menyerah tapi janjinya pada Ayahnya untuk selalu menjadi gadis kuat selalu teringat di benaknya.

Saat Nada merasa tidak baik-baik saja dan hampir menyerah dia selalu ingat ada mamanya yang butuh dirinya. setelah ayahnya tiada dia yang menopang seluruh keluarga, dia harus menjadi lebih kuat lagi lebih daripada yang dulu. Memang dia kadang merindukan saat-saat dulu saat keluarganya masih utuh saat ada ayahnya yang selalu melindungi saat ada ibunya yang selalu memberikan kasih sayang. Tapi mau apa dikata sekarang Dia hanya bisa terus pegangan pada kenangan itu untuk membuat dirinya lebih kuat lagi.

Arkan sesekali menolehkan matanya ke arah Nada, entah apa yang dipikirkan Nada saat ini Arkan tidak mengetahuinya. Tapi satu hal yang Arkan liat dari sorot matanya yang menyiratkan banyaknya beban yang di tanggung gadis itu

‘Apa sebenarnya yang sudah kamu lewati selama ini Nada’ gumam Arkan di dalam hatinya.

“Restoran mana?” tanyanya memecah hening di antara mereka.

“Aahh, restoran 'Gemeldi” ucap Nada.

Ekspresi Arkan sedikit berubah tetapi dia menormalkan kembali ekspresinya. “Oke”

Restoran Gemeldi merupakan restoran milik dirinya yang selama ini di jalankan oleh orang suruhannya. Dirinya sudah sejak dini diajarkan berbisnis okeh orang tuanya. Dan restoran ini baru berdiri setahun lalu.

Mobil Arkan berhenti di depan restoran dan Nada mulai turun dari dalam mobil. Gadis itu menunduk di kaca mobil Arkan dan sekali lagi mengucapkan rasa terima kasihnya. Yang dihadiahi sentilan di dahi gadi itu oleh Arkan.

Setelah itu Nada melangkah masuk ke restoran Gemeldi diikuti tatapan Arkan yang tidak melepaskannya sampai Nada tidak terlihat lagi oleh matanya. Lalu dia mengambil handphone dari dasboard mobil dan memencet satu nomor. Tak lama kemudian seseorang di seberang mengangkat teleponnya.

“Cari tahu tentang Melodi Denada. Saya mau besok sudah ada” perintahnya tanpa bertele-tele.

Seseorang di seberang menyahut mengiyakan perintah lelaki itu. Arkan menutup teleponnya dan menatap restoran itu sekali lagi dengan tatapan rumit sebelum pergi dari situ.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!