Ray, Terima kasih..
***
Desember 2020,
Hari itu, wajah Ray lebih sendu dari sebelumnya.. Nala tidak pernah lupa tentang garis wajah yang menatapnya nanar.
Langkah Nala terasa berdetak lambat saat tangan Ray menyambut tangan lainnya dan mengucapkan nama wanita yang selama ini sangat mencintai laki-laki itu, diiringi gemuruh suara bahagia semua orang yang mengatakan “SAH”.
“Ray, ku berdoa yang terbaik untukmu..” batin Nala
***
Juli 2006,
“baik pak, terima kasih banyak semoga Nala betah sekolah disini” senyum ayah Nala sambil berjabat tangan dengan kepala sekolah.
Yaa.. hari ini Nala adalah murid pindahan kelas 3 di SMP Cendekia Bandung pada awal semester 2. Keluarganya memutuskan untuk pindah mendadak ke Bandung kota kelahiran ayahnya setelah mereka kehilangan wanita terhebat dalam hidup mereka.
Nala, hanya gadis kecil yang tidak tahu apapun tentang kehidupan luar selain sekolah dan rumah. Dia memiliki seorang kakak laki-laki yang sedang kuliah semester akhir di Jakarta dan akan segera menjadi dokter hewan. Ayahnya seorang Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung dan ibunya seorang wanita hebat yang mengabdikan hidupnya untuk keluarga dan kemudian beberapa minggu yang lalu pergi meninggalkan mereka setelah sakit yang dideritanya. Kepergiannya adalah sakit hati terhebat untuk mereka sehingga sang ayah harus memutuskan untuk pindah kekota yang sangat ingin istri tercintanya tinggali sebelum sang istri pergi.
“selamat pagi semuanya, nama saya Nala Qeena Ramadiansyah. Senang bertemu kalian semua” sapa Nala didepan kelas
“Haaaii Nalaaa” sapa semua orang yang berada dikelas itu
“Ray”
seorang anak laki-laki yang duduk dibelakang pada barisan tengah terkejut setelah namanya dipanggil
“iya bu?” jawabnya
“Ray, kursi disamping kamu selalu kosong kan? Nala bisa duduk disamping kamu yaa.. Nala silahkan kamu duduk disamping Ray yaa” pinta ibu guru tanpa menunggu persetujuan anak laki-laki itu.
Nala duduk dan tersenyum tipis padanya, wajahnya sangat kaku tapi terlihat manis.
“gua Ray” ucapnya singkat, Nala hanya membalasnya dengan anggukan kepala..
Ray, dalam hatinya Nala..
***
“Nalaa..” suara yang sangat akrab memanggilnya untuk menemuinya
“Apa sih ganggu terus..” jawab Nala ketus
“eh Nal.. sini dulu bentar gawat ini”
“apa sih Ray..” dengan hati gondok Nala sambil berjalan kearahnya
“itu liat gosong mie nya” muka panik Ray sambil nunjuk panci yang dipegangnya
“laaah lu ngapain tadi sampe gosong gitu masak mie doang?” Tanya Nala
“eh Nalaaaa gua kan udan bilang tadi nitip matiin kompor kalo mie nya udah mateng, gua pipis dulu” ucap Ray
“kapan lu ngomong” protes Nala
“tadi Nalaa gua ampe teriak”
“gua ga denger”
“makanya itu kuping jangan dijejelin headset mulu kan jadi budek” protesnya dengan sangar
“iya maaf, trus gimana ini? Mau pesen makan aja?”
“ga mau, bikinin gua mie yang baru!” pinta Ray sambil cemberut duduk disofa
“iyaa sayang” jawab Nala sambil menggoda Ray
Ray menghabiskan 2 bungkus mie yang Nala buat dan langsung pulang setelah ayah Nala pulang kerumah. Yaa.. Ray menjadi pengasuh Nala sekarang, hampir setiap hari Ray dirumah Nala untuk menemani sesuai permintaan sang Ayah.
Dua minggu lalu, Nala berdebat dengan ayahnya atas keputusan bahwa Ray menjaga Nala dirumah, tidak hanya dirumah sebetulnya karena nyatanya Nala dan Ray satu sekolah bahkan satu meja dikelas.
Semua itu karena ada pencuri yang membuntuti Nala sejak di jalan pulang sekolah sampai rumah, gadis itu terluka kecil didahinya karena terpukul orang itu yang menjambret kalungnya.
“ayah tuh harusnya lebih khawatir kalo aku dijaga sama Ray,dia kan cowok masa aku sama cowok terus?” protes Nala
“kan ada bibi juga dirumah jadi ayah ga usah khawatir” lanjutnya
“bibi kan perempuan dan ga bisa ngelawan kalo ada penjahat” jawab ayah sambil tidak teralih dari bukunya
“tapi kan..”
“Nalaa.. Ray itu tetangga kita yang paling dekat, dia juga teman sekolah kamu jadi bisa pulang bareng dan dia juga jago berantemnya, anak tinjuu..” ucap ayah sambil mengacungkan jempolnya
“elah anak tinju apa hebatnya masih bocah gitu” malas Nala
“eh kamu kalo kemarin ga ada dia pasti udah bonyok sama jambret itu, untung ada Ray.. udah percaya aja sama dia”
“au ah” gerutunya sambil masuk kamar, entah kepercayaan dari mana ayah bisa sebegitunya sama Ray. Meskipun Nala tau walaupun mereka masih SMP tapi badan Ray tinggi besar seukuran badan orang dewasa. Makan galah kayanya.
***
“Takk!..bukan begitu Nala, ini nih rumusnya” Ray sabil megayunkan pulpen dikening Nala
“ih katanya tadi yang ini! Tunjuk Nala sambil cemberut
“itu rumus nomor 3 kalo ini beda lagi, nih tadi udah berkali kali latihan soal tetep aja ga ngerti, katanya mau jadi arsitek tapi ngitung aja salah terus” ucap Ray
“tuhkan ngomongnya malah kesitu” marah Nala
“mau apa engga?” Tanya Ray
“iyaaa..” gerutu Nala
“yaudah itung lagi itu salah” pinta Ray
“Kenapa ada orang senyebelin Ray dihidupku ya Tuhan..” protes Nala, Ray hanya tersenyum mendengar keluhan Nala sambil terus memperhatikan hitungannya.
Hari-hari Nala memang lebih ramai setelah ada Ray, tapi Ray selalu tidak pernah berhenti mengganggu Nala. Ibunya seorang bidan bekerja di salah satu Rumah Sakit dan pulang malam hari. Ray hanya tinggal berdua dengan ibunya karena ayahnya sudah meninggal ketika Ray berusia 10 tahun.
Ray adalah laki-laki yang sangat menyayangi ibunya, dia bahkan selalu membantu mendapatkan uang tambahan untuk biaya sekolah dengan bekerja serabutan padahal ibunya bisa memberikan kehidupan yang layak untuknya tapi dia tidak pernah mau minta uang jajan sekalipun. Saat ayah Nala memintanya menjaga Nala, ia sangat senang Karena punya tambahan uang jajan..
***
Februari 2010,
“Nal, kamu beneran ga mau antar Ray kebandara? Ucap kakak Nala yang tiba-tibak nongol dibalik pintu kamar
“engga kak.. Nala kan ada seminar juga dikampus” jawab Nala
“tapi kan Ray pulangnya bisa lama lagi tau Nal, gimana kalo misalnya dia disana punya pacar coba?” goda Dimas, kakak Nala
“ya biarin aja kak, dia kan juga bukan pacar aku kenapa aku harus takut?” jawab Nala sambil terus coba fokus pada laptop
“serius?” Dimas memasang wajah imutnya dihadapan Nala
“iya! Udah sana ih kakak ganggu terus udah tau adenya lagi banyak tugas” gerutu Nala
“uuhh awas aja kalo nangis ditinggal pergi Ray” Dimas pun bersiul keluar kamar
Entah kenapa hati Nala terasa berat saat ini, yaa.. Ray, dia akan pergi kembali ke Singapura untuk kuliah disana. Nala tidak terkejut saat dulu dia diterima di kampus bergengsi disana karena kecerdasannya, impiannya menjadi dokter bedah seperti ayahnya dulu.
Laki-laki yang selama ini ada dihidup Nala selain ayah dan kak Dimas. Walaupun Nala dan Ray tumbuh besar bersama menjadi sahabat tapi ada satu rasa yang entah.
“Nalaaaa….” Teriak seseorang dibawah jendela kamar Nala dan mengejutkan gadis yang sedang asik dengan laptopnya
“Ah bocah itu masih sama saja bertahun tahun selalu berteriak disitu” batin Nala
“pintu tuh ada belnya sampe kapan jadi ga berguna terus?” kepala Nala keluar jendela sambil memaki
“elah Nal, sini cepetan dipanggil ibu tuh” ucap Ray
“bilang ibu, gua lagi ngerjain tugas” tolak Nala
“eh anak durhaka, buruan tar dikutuk jadi batu lu” protes Ray
“iissshh.. tunggu bentar gua ganti baju dulu” jawab Nala
“sama aja lu mau pake baju apa juga ga cantik” gerutu Ray
“lu mau liat gua seksi pake hotpants? Yakin ga jatuh cinta? Gua udah jadi gadis dewasa loh sekarang?” goda Nala sambil nunjukin paha
“gua lempar batu beneran lu Nal, buruan ganti!” teriak Ray buat Nala terkikik
Beberapa menit kemudian Nala turun dari kamarnya.
“Ray, si Nala masa ga mau anter kamu ke bandara katanya? Jelas kak Dimas sambil nyemil cireng
“tau lu Nal ga setia kawan sama gua” protesnya sambil ambil cireng
“buruan katanya dipanggil ibu malah makan cireng disini” Nala sambil narik kerah baju Ray dan menariknya keluar.
Rumah Nala dan Ray hanya terpisah halaman saja, rumah Ray memiliki halaman yang luas dan dulu mereka sering main futsal disana.
“Nal, lu beneran ga mau nganter gua?” tatap Ray
“ada seminar, gua kan anak semester baru jadi harus rajin” jawabnya sambil berjalan melihat langit yang penuh bintang
“dasar lu ga so sweet” protes Ray
“iihh jijik” toyor Nala ke Ray
“Nalaa..” sapa wanita paruh baya dengan senyum manisnya
“ibu kok duduk diluar, dingin bu..” sapa Nala
“sini duduk” tunjuk kursi disampingnya
“Nal, besok kan Ray berangkat dan ibu juga ga bisa antar karena di RS lagi ada jadwal melahirkan besok. Kamu bisa gantikan ibu antar Ray kan nak? Ucap ibu
“ga mau dia bu” jawab Ray ketus
“bukannya Nala ga mau bu, tapi Nala besok ada seminar dikampus” jawabnya tak enak
“wah gitu.. Ray, kamu sendirian aja gapapa kan berangkat?”
“ga sendirian juga bu, kan ada Sarah” asal Nala
“Sarah?” lirik ibu pada Ray
“itu bu pacarnya Ray” sambung Nala singkat
“pacar apanya, sembarangan aja lu” Jewer Ray
“lah emang iya, kan Cuma dia cewek yang ngejar-ngejar lu dari SMA, tau ga bu sampe Sarah ngasih hadiah tapi malah dibuang sama Ray, ih jahat banget pokoknya anak ibu itu” adu Nala
“bener Ray kamu kaya gitu ke perempuan?” wajah ibu berubah cemberut dan Nala terkikik melihat ekspresi Ray yang kebingungan
“apaan si lu, jadi gini bu dia kan ngasih aku kado trus tanganku kan satu pegang bola basket dan satu lagi pegang tas, itu tuh susah mau nerima kado dia eh ga sengaja kadonya jatoh keselokan yang ada disamping aku” jelas Ray
“bohong itu bu, alesan” ucap Nala
“apaan sih lu nenek sihir. Besok Ray dianter Rendy kok bu, ibu tenang aja yaa..” ucap Ray
“Oohh.. Ray mulai belok ternyata karena sering beduaan sama Rendy..” Tawa Nala mengejek
Nala dan Ray pun berdebat dengan penuh tawa saat itu, malam sangat indah hingga tak ingin mengakhirinya.
***
November 2008,
“Nal, ini buat kamu” ucap seorang laki-laki sambil memberikan seikat bunga mawar pink
“buat apaan?” Nala bingung
“Nala, aku udah suka sama kamu sejak kita kelas 10. Kamu mau kan jadi pacarku? Ucapnya
Nala terkejut mendengar pengakuan lelaki dihadapannya itu
“duh sori gua ga bisa..” jawab Nala spontan
“kenapa Nal?” bingungnya
“hhmm itu.. aku udah suka sama seseorang, maaf ya Rendy..” Nala pun meninggalkannya
“siapa Nal? Nalaa..” panggil Rendy tapi Nala tetap berjalan pergi
Saat itu, entah kenapa hati Nala sangat sedih. Rendy adalah laki-laki yang baik dan dia juga temannya dan Ray sejak mereka masuk SMA.
Rendy orang yang sangat hangat dan penyayang entah itu pada Nala atau pun Ray. Mereka sering menghabiskan waktu akhir pekan bersama dengan menonton film, olahraga atau hanya sekedar duduk ditaman. Anak kepala sekolah yang cerdas dan mendambakan menjadi seorang Polisi, dengan fisik yang tinggi putih dan wajah oriental. Nala rasa sangat sayang jika menjadi polisi, kenapa tidak menjadi aktor saja yang jelas-jelas dia selalu dipuja puja dan didambakan oleh gadis-gadis di sekolah mereka.
Seminggu setelah kejadian hari Rendy menyatakan perasaannya pada Nala, Nala bertemu dengannya saat dia bermain basket dengan Ray. Entah apa yang harus Nala lakukan.
“Nalaa..” panggil Ray
“pulang duluan yaa..” jawab Nala singkat sambil melambaikan tangan kepada mereka
“kenapa sih tuh anak, Ren gua duluan ya kasian Nala pulang sendirian. Nalaaa.. tunggu” pamit Ray. Rendy hanya menatap mereka jalan beriringan.
Sesampainya dihalaman rumah,
“Nal, kenapa?” Tanya Ray
“apanya?” Jawab Nala ketus
“seminggu ini lu aneh.. menghindar dari gua sama Rendy, gua punya salah ya?” bujuk Ray
“engga..” Nala terdiam
“trus kenapa Nal?” bingung Ray
“gapapa..” jawab Nala singkat dan ingin segera masuk rumah tapi tangan Ray menghentikannya berjalan
“Nala..” Ray berusaha membujuk Nala
“lu tuh ga peka, bego atau gimana sih Ray” bentak Nala
“apa? Kenapa? Lu aja ga ngomong ke gua” bingung Ray
“bilang kenapa Nal..” sambung Ray yang masih menggenggam tangan Nala
“Rendy nembak gua” ucap Nala pelan
“hah? Rendy? kok bisa? Wajah Ray kebingungan
“iya Rendy, gua juga bingung kenapa malah dia.. ah udahlah” Nala bergegas masuk rumah
Saat masih SMP dulu hanya ada Nala dan Ray. Mereka selalu bersama dimana pun, terkadang Nala tidak tahu rasa nyamannya seperti apa terhadap Ray. Perasaan itu tidak pernah jelas, selalu abu-abu.
Ray, orang yang akan selalu menjaga Nala saat dalam kondisi apapun. Bahkan pernah saat itu dia sedang demam tinggi tapi malah menjemput Nala pulang les karena kemalaman dan sesampainya dirumah dia malah jatuh pingsan karena kelelahan.
Rendy, yaa.. saat ini ada dia diantara Nala dan Ray. Bukannya Nala tidak tahu tentang perasaan Rendy terhadapnya. Sejak mereka dulu masih dikelas 10. Rendy sering sekali menunjukannya. Tapi, Nala tidak pernah mau jika dia dan Rendy lebih dari sekedar teman. Hanya ada satu arah dalam hati Nala dan dia tidak tahu apakah arah itu akan menjadi tujuannya pada akhirnya.
Beberapa minggu kemudian,
“Ray” sapa Rendy
“eh Ren..” Ray terkejut
“ngapain lu bengong sendirian disini? Nala ga ikut?” Tanya Rendy
“engga, dia..” suara Ray terhenti
“masih marah paling sama gua” sambung Rendy
“ga marah, dia Cuma ga tau gimana harus bersikap” ucap Ray
“Hmm.. yaa salah gua juga sih kenapa nekat ngomong ke dia” tunduk Rendy
“Cinta gada yang salah Ren” tatap Ray
“trus lu sendiri kenapa diem selama ini kalo memang punya pendapat begitu? Timpal Rendy
“hah? Apa?” Tanya Ray bingung
“udahlah yuk maen” sambung Rendy mendrible bola ketengah lapangan
***
Januari 2020,
Seseorang memeluk tubuh Nala dengan hangat
“Selamat ulangtahun ya Nal” sambil memberikan seikat bunga mawar pink yang membuat Nala tersenyum.
“kok cuma senyum, niihh ambil” sambungnya
“kalo gua ambil berarti gua terima cinta lu dong Ren?” jawab Nala sambil tersenyum
“hahaha.. Nala.. masih inget masa lalu aja lu, tapi kalo mau terima sekarang juga gapap Nal” sambungnya sambil tertawa puas
“sori ya gw baru bisa nemuin lu sekarang, tau lah akhir tahun kan gw harus jaga dan balik-balik gw tepar langsung tidur, hahaha” jelas Rendy
“sekalian aja lu ga usah bangun Ren” protes Nala
“jih jahatnya.. mana Ray?” Rendy celingak celinguk
“paling bentar lagi sampe” jawab Nala
“are you okay Nal?” Rendy menatap lekat Nala
“Hmm? Apa nih?” jawab Nala sambil menyeruput kopi
“Ray” senyum Rendy
“kenapa Ray?” jawab Nala bingung
“come on Nal.. kita udah bukan anak SMA, selama itu Nal lu diem?” heran Rendy
“emang gua harus gimana?” senyum Nala
“Nala, Rendy…” seseorang yang mereka tunggu akhirnya muncul
“eh bro men” peluk Rendy
“anjir kangen banget gua sama kalian” kini Ray pun memeluk Nala erat
Mereka menghabiskan waktu bersama seharian. Membicarakan masa lalu yang indah, entah betapa sakit perut mereka karena tertawa. Yaa.. betapa beruntungnya Nala memiliki dua sahabat tampan, bertubuh atletis dan cerdas.
Meskipun sekarang mereka hanya bertemu sesekali dalam setahun tapi rasanya semua masih sama seperti saat mereka SMA.
Saat ini Nala, Ray dan Rendy sudah menjadi apa yang mereka bertiga impikan.
Rendy berhasil menjadi Polisi yang ditugaskan di Jakarta. Nala saat ini sudah menjadi PNS disalah satu kantor pemerintahan Kota Bandung sebagai Eksterior designer tata kelola kota. Dan Ray.. yaa dia segera akan menjadi Dokter spesialis bedah dan masih melanjutkan studi dan praktek di Rumah Sakit di singapura untuk gelar spesialisnya, karena itulah mereka sudah jarang bertemu.
Nala dan Ray pulang bersama setelah berpamitan dengan Rendy yang langsung pulang ke Jakarta karena ada tugas esok siang.
“Gimana Ray disana?” Nala dan Ray berbincang dalam mobil menuju rumah
“yaa gitu, siang ngampus dan malem langsung praktek ke RS” Ray sambil menyetir
“syukurlah kalo enjoy disana” senyum Nala
“gua kangen sama lu Nal” tatap Ray.
Netra Ray dan Nala bertemu dan entah berapa lama mereka saling bertatapan sampai bunyi klakson mobil belakang yang memperingatkan lampu hijau sudah menyala
“iya gua juga kangen sama lu” jawab Nala canggung sambil melihat ramainya jalanan
“gimana udah dapet cowok belum lu? Anak PNS banyak yang kece kan?” goda Ray
“gada, boringin” Nala memonyongkan bibirnya
Ray hanya tersenyum melirik wajah Nala
“tar kalo gua udah lulus dan pulang, kita nikah aja ya? dari pada lu jadi perawan tua dari lahir ga pernah pacaran” Ray hanya tersenyum sambil terus melihat jalanan didepan
“tenang Nal, Cuma beberapa bulan lagi kok” sambungnya
“trus gua harus seumur hidup sama perjaka tua yang dari orok jomblo dong?” sambung Nala
“hahahaha… dasar lu” Ray mengusap lembut rambut Nala
Entah seberapa kencang jantung Nala berdetak saat itu, dan Ray, dia.. tidak pernah mengatakan dengan jelas apa yang dia rasakan selama ini.
Ray mengambil cuti libur selama dua minggu di Indonesia. Nala dan Ray sering menghabiskan waktu bersama dengan keluarga dan sesekali jalan berdua dan mengunjungi Rendy di Jakarta.
Hari ini Nala dan Ray duduk ditepi lapangan basket SMA mereka dulu, banyak sekali cerita yang mereka habiskan disana. Melihat permainan anak-anak SMA penuh dengan canda tawa yang sesekali membuat mereka tersenyum.
“Nal, dulu pas Rendy nembak lu kenapa ditolak?” seketika Ray membuat Nala terkejut dengan pertanyaanya
“Hmmm?.. ya ga mau aja, kita kan temen dari dulu masa harus terlibat hal kaya gitu.. iya kalo hubungannya awet tapi kalo engga yang ada rusak pertemanan Cuma karena hal itu” jawab Nala ragu
“kalo gua yang nembak lu, bakal diterima ga?” celetuk Ray bikin Nala mau gantung diri dipohon sawi
“kenapa ga pernah coba?” jawab Nala penasaran
“katanya ga mau sama temen, hahahaha…” Ray pun beranjak dan bergabung main basket, lagi-lagi meninggalkan Nala dengan pertanyaan besar dan hati yang sesak.
***
Maret 2020,
Mereka kembali pada aktivitas seperti biasanya. Ray dan Rendy juga meninggalkan Nala sendiri di Bandung. Kepergian Ray dan Rendy kali ini sangat begitu membuat Nala kesepian.
Teringat Rendy mengatakan hal yang membuat dada Nala sesak
“Nala, sesulit apapun cara mengungkapkan perasaan terhadap seseorang yang kita cinta, seberat apapun jalan setelahnya, bukankah itu lebih baik dihadapi dari pada harus terus berdiam dalam teka teki yang entah kapan akan terbuka? Jangan sampai semua tersudahi tanpa dimulai yaa”
Rendy mengusap pucuk kepala Nala dengan lembut seraya pamit dari hadapannya dihari terakhir mereka saling bertemu.
Nala termenung dimeja kerjanya sambil terus memikirkan kalimat yang Rendy sampaikan dengan lembut padanya, kalimat yang sangat ia tau arah tujuannya namun entah ia tidak tahu harus berbuat apa.
“Nala…” sapa seseorang sambil menyentuh lembut pundak wanita yang sedari tadi termenung
“Ya? Eh ya ampun maaf mas, ada yang bisa saya bantu? Jawab Nala terkejut
“kamu belum pulang? Ini sudah jam 9 malam? Tanya pria itu
“Hmm iya mas, masih ada yang harus diselesaikan dari revisian design tadi siang” senyum Nala
“Itu kan belum deadline Nal masih ada waktu dua minggu lagi, wajah kamu pucat tuh lebih baik pulang dan istirahat ya..” ucapnya lembut
“Betul juga sih belum mendesak, hehehe.. kalau begitu saya siap-siap pulang duluan ya mas Tama” Nala salah tingkah
“mau saya antar?” Tama menawarkan diri
“Hmm.. gimana?” Tanya Nala yang masih belum fokus
“Boleh kah saya antar pulang Nala?” pinta lembut Tama melihat kebigungan diwajah Nala
“saya kebetulan memang searah dengan rumah kamu, ini udah malam lebih baik saya antar ya?” lanjutnya
“Terima kasih mas tapi nanti merepotkan” tolak halus Nala
“engga kok Nal lagian juga searah, yuk..” Tama menuntun Nala untuk mengikutinya
Dengan langkah ragu Nala pun berjalan mengikuti Tama, mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan Kota Bandung yang ramai menyambut akhir pekan.
“Besok ada acara apa Nal?” Tanya Tama memecahkan keheningan
“Besok ga ada acara apa-apa mas, paling dirumah saja kebetulan kakak saya ada berkunjung dengan anak dan istrinya” jawab Nala
“wah kamu sudah punya berapa ponakan Nal?” Tanya Tama antusias
“sudah dua mas, Alhamdulillah kembar sepasang usia 3 tahun sekarang” senyum Nala mengembang membayangkan kelucuan dua keponakan kembarnya
“duh lagi lucu-lucunya itu Nal, jadi ingin bertemu” senyum Tama tak bisa dibendung saat melihat senyuman hangat Nala merubah ekspresi yang seharian ini terlihat murung
“kapan-kapan apa boleh saya berkunjung kerumahmu Nal?” sambung lelaki tampan berwajah khas bule turunan dari sang ibu yang berasal dari Australia itu
Nala yang mendapat pertanyaan itu makin dibuat bingung dengan sikap Tama yang semakin lama semakin terus mendekat.
Tama Alexander merupakan kepala Divisi dikantor Nala, Tama pribadi yang sangat sopan, baik, dan hangat juga professional dan cekatan dalam bekerja. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada Tama dengan perhatian yang terkadang membuat Nala sungkan didekatnya.
“Nal, kok bengong?” senyum Tama berganti menjadi rasa bersalah
“Maaf ya kalau saya lancang” sambungnya
“eh engga mas, maaf sepertinya saya hari ini kurang fit jadi kurang fokus” ucap Nala
“Rumah kamu ini kan?” senyum Tama
Nala celingukan melihat sekeliling
“oya sudah sampai ternyata, maaf ya mas merepotkan. Terima kasih dan hati-hati dijalan mas” pamit Nala yang kemudian hilang dibalik pintu pagar
Tama termenung melihat punggung Nala, entah bagaimana ia bisa meluluhkan hati Nala yang sedari beberapa bulan terakhir sudah ia coba lakukan. Tama pun kembali melajukan mobilnya pulang.
***
Singapura, Mei 2020
“Dokter Ray maaf mengganggu waktunya” seorang gadis memasukan kepalanya dibalik pintu ruang istirahat dokter jaga di rumahsakit.
“oya, silahkan masuk dokter Adelia” Ray langsung menghentikan aktivitas membaca laporannya
“Dok, nanti malam apakah ada waktu luang?” Tanya gadis itu penuh antusias
“nanti malam?” beo Ray sambil melirik Adelia heran
“ada apa dokter Adel? Apakah mau saya bantu tukar jaga malam?” tanyanya lagi
“oh bukan itu dok, hmmm.. gini, apakah dokter Ray berkenan makan malam di apartemen saya nanti malam? Seraya Adelia menyipitkan mata karena gugup
“orangtua saya kebetulan sedang berkunjung kesini, ibu saya asli padang dan setahu saya dokter Ray sangat suka masakan padang, jika dokter berkenan makan malam bersama dengan menu yang sudah kami siapkan” lanjutnya panjang lebar
Ray hanya melihat bingung kearah Adelia.
“terima kasih atas undangannya dokter Adel, tapi..” Ray ragu untuk melanjutkan ucapannya.
Adelia tampak menundukan kepalanya Karena sudah yakin akan ditolak oleh Ray.
“Tapi, apakah tidak keberatan jika saya agak terlambat datang karena masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan?” sambung Ray saat melihat raut sedih Adelia dan tidak sampai hati jika menolaknya
“Sungguh?” Adelia tidak percaya dengan apa yang ia dengar
“Dokter Ray sungguh akan datang?" mata Adelia berbinar
"Tidak masalah bagi saya dok mau jam berapapun, kalau begitu terima kasih saya pamit dulu yaa..” Adelia pun langsung hilang dengan dada menahan gembira tak terkira.
Adelia Praratya adalah teman satu angkatan dengan Ray. Adelia jatuh cinta pandangan pertama pada Ray ketika mereka bertemu dalam masa orientasi.
Adelia menganggap Ray adalah pria idamannya yang selalu ada dikriterianya. Lelaki tampan, tubuh atletis, stay cool dan yang terpenting terlihat tidak tertarik dengan wanita-wanita yang berusaha mengejarnya.
"Tipe cowok setia", batinnya sambil tersenyum.
“wah kayanya ada yang lagi bahagia nih?” lamunan Adelia terpecah ketika Laras sahabatnya menghadang didepan wajahnya
“hehehe, iya doong…” senyum Adelia mengembang
“ada apa nih Del, keluar ruangan itu tiba-tiba sumringah gitu?” Tanya Laras penasaran
“Hmm tar aja ceritanya, aku ada follow up pasien dulu ya” Adel pun pergi
“isshh… Adel tunggu..” protes Laras
Adelia berlalu dengan wajah sumringah menuju bangsal
***
Malam harinya Adelia menyiapkan hidangan masakan Padang lengkap yang sudah dimasak oleh sang ibu, Adelia merapikan dengan sangat teliti sambil terus bersenandung dan tersenyum sumringah hingga membuat ibu dan ayahnya heran sendiri.
“Temanmu itu kapan sampainya Del?, ini sudah hampir jam 8 malam?” tanya sang ayah
“eh ya ayah tunggu sebentar lagi yaa.. katanya dia agak telat” jawab Adelia
“spesial sekali sepertinya sampai ibu harus masak lengkap seperti ini Del?” goda sang ibu sambil melirik ayahnya
Adelia hanya terseyum sambil menundukan kepalanya.
Ting..Tong…
suara bel mengejutkan Adelia seraya langsung bergegas untuk membuka pintu, dengan hati berdebar Adelia pun membuka pintunya.
“Assalamualaikum” sapa Ray
“Wa’alaikumsallam, selamat datang dokter, silahkan masuk” jawab Adel dengan perasaan entah
Ray masuk dan tersenyum ketika melihat kedua orangtua Adelia
“Ibu, Ayah, ini dokter Ray teman Adel dikampus dan dirumah sakit” Adelia memperkenalkan
“Assalamualakum om tante” seraya Ray menyalami tangan kedua orangtua itu
“Wa’alaikumsallam, waah gagah sekali pacar kamu nak” celetuk sang ibu melirik Ray dan Adel
“ibu..” Adel spontan mencubit tangan ibunya
“Maaf nak Ray, silahkan duduk” sapa pak Harun mempersilahkan Ray
“Terima kasih atas undangannya om, tante dan dokter Adel. Mohon maaf jika saya terlambat” ucap Ray sopan
“tidak apa nak, kami senang bisa berkenalan dengan teman Adel” senyum ayah Adel
“loh kok manggilnya saling formal gitu sih? Kenapa tidak santai saja?” Tanya ibu penasaran
Adelia dan Ray saling menatap canggung. Ini pertama kalinya Ray mengunjungi tempat tinggal teman sesama orang Indonesia, terlebih Adelia tidak begitu dekat dengannya meskipun selama ini Adelia selalu berusaha mendekat dan bersikap perhatian padanya.
“bagaimana jika kita langsung makan malamnya nanti keburu dingin?” pak Harun berusaha mengalihakan pembicaraan dan menuntun semua orang menuju meja makan.
“Silahkan nak Ray, semoga cocok dengan nak Ray” ucap bu Rani
“Terima kasih tante” senyum Ray
Mereka pun makan malam dengan suasana hangat, meskipun sesekali bu Rani bertanya mengenai hubungan keduanya dan membuat suasana canggung.
Selesai makan malam, merekapun berbincang sambil meminum teh diruang tamu.
Pukul sepuluh malam Ray pamit pulang dan diantarkan Adelia sampai keluar apartemen.
“mohon maaf jika ada yang tidak berkenan ya mas?” Adelia menunduk malu
“tidak ada kok Del, orangtuamu sangat baik dan hangat. Terima kasih sudah mengundang saya” senyum Ray
“sama-sama mas, terima kasih juga sudah berkenan hadir” senyumnya
“saya permisi ya Del, assalamualaikum” pamit Ray
“wa’alaikumsallam, hati-hati dijalan mas” Adel pun tersenyum
Ray berlalu menuju halte bus, tempat tinggal Ray membutuhkan waktu 15 menit dengan bus.
“ibu kenapa sih dari tadi bicaranya melantur membuat mas Ray tidak nyaman aja?” protes Adelia sesampainya diapartemen
“ya maaf Del, ibu kira kan kalian memang ada sesuatu makanya ibu to the point aja, lagian kalian cocok mending pacaran aja, eh engga langsung nikah aja Del biar kamu ada yang jagain disini” ucap sumringah bu Rani
“buu..” pak Harun langsung melirik bu Rani dan menggelengkan kepalanya
Adelia langsung masuk kekamarnya seraya mengaminkan ucapan sang ibu dalam hati sambil menyunggingkan senyum pada wajah cantiknya itu.
“aamiin..” batinnya.
***
Keesokan harinya
Bandung,
“tante Nala, kakak mau ini..” tunjuk Saba
“Suly juga mau tante” tunjuknya
Kedua anak kembar itu sibuk dengan kedua es krim ditangannya menuntut pada sang tante
“okee..trus buat tante mana?” jongkok Nala menyamai tinggi mereka
“tante sudah besar tidak boleh makan es krim” senyum Suly
Nala tertawa sambil menggandeng kedua keponakannya menuju kasir. Nala selalu menghabiskan waktu akhir pekannya dengan keluarga, ditambah dua keponakan yang menggemaskan yang selalu menemaninya.
Setelah sampai rumah, mereka pun bergegas masuk. Tak lama ponsel Nala berdering
“Hallo Ren, sebentar” Nala mengangkat tlp dan mendudukan keponakannya depan televisi dan menjauh beberapa langkah
“Ada apa Ren?” sambungnya
“Nal, gua besok ada tugas ke Bogor, mau dikirimin apa gitu?” Tanya Rendy sambil melipat pakaiannya kedalam tas
“Bogor?” beo Nala
“Iya, lusanya gua libur trus balik ke Bandung” ucap Rendy girang
“Hmm.. ga ada sih Ren” jawab Nala sambil mencoba berpikir
“Iya tau, maunya gua aja gitu yaa? Hahahah..”
“Dih pede.. udah ah ganggu aja lu” protes Nala
“tante Nalaa…” panggil si kembar
“Loh ada si kembar yaa?” Rendy antusias
“Iya nih” Nala langsung mengalihkan menjadi panggilan video pada Rendy
“Haaii.. sayangnya om Rendy” sapa Rendy
Rendy dan si kembar saling mengobrol beberapa menit.
Ray, Rendy dan si kembar memang sangat dekat sampai hafal semua kesukaan satu sama lain.
“Tantee.. telpon om Ray” pinta Suly menyodorkan hp saat setelah mematikan video call Rendy
“Nanti ya sayang, setelah Suly dan kakak Saba makan” potong Sinta, kakak ipar Nala sambil mengambil hp dan mengembalikannya pada Nala
“Iya sayang, sekarang makan dulu nanti baru kita telpon om Ray yaa” senyum Nala sambil mengelus pucuk kepala Suly yang cemberut
Suly dan Saba pun menurut dan pergi kehalaman depan untuk makan sambil bermain dengan sang kakek
“Ga kangen sama Ray, Nal?” Lamunan Nala buyar ketika kak Dimas duduk disampingnya sambil melihat kedua anaknya yang sedang bermain
“Kangen lah kak” senyum Nala
“Gak mau ambil cuti trus maen gitu ke Singapur sekalian tengokin Ray?” goda sang kakak
“Gak ah kak, untuk apa juga?” tawa Nala
“Yaa katanya kangen.. samperin lah” goda Dimas
“Masa aku yang nyamperin?” Nala menunduk malu
“Emang kenapa? Kalian kan bukan anak kecil lagi, kenapa sih pada gengsi terus gitu?” Tanya Dimas
“Karena kita udah bukan anak kecil lagi makanya lebih canggung kak” senyum Nala
“Ayolah.. bukan waktunya buat gengsi Nal, masa adek kakak yang satu ini penakut sih?” elus Dimas lembut dipucuk kepala Nala, Nala hanya tersenyum ragu memikirkan perkataan sang kakak.
Ada rasa ingin mengikuti saran kak Dimas tetapi juga ragu dalam hatinya.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!