NovelToon NovelToon

Engelskraft: Cinta Malaikat Terbuang

Prolog

Kegelapan menyelimuti seluruh dunia. Angin dingin berhembus dengan kencang mengayunkan pohon-pohon tinggi yang menjulang. Suara gemuruh petir mulai terdengar bersahutan dan disusul derasnya hujan yang turun membasahi bumi. Air laut mulai pasang, samudera bergoyang dengan keras diikuti ombak berderu yang menghantam pesisir pantai, seakan memberi sebuah peringatan.

Langit yang diselimuti kegelapan selama hampir 24 jam itu mulai dihiasi oleh percikan-percikan cahaya kemerahan. Bintang di alam semesta terlihat berjatuhan, tampak indah namun terasa menyeramkan. Beberapa di antaranya meledak seperti bertabrakan dengan batu meteor yang melintas. Hantaman listrik yang terjadi di langit menimbulkan suara menggelegar yang mampu menggoncangkan gunung.

Makhluk hidup di muka bumi melihatnya sebagai bencana dahsyat, Armagedon. Namun, mata fisik biasa tidak mampu melihat apa yang sebenarnya terjadi. Kekacauan ini belum pernah terlihat lagi setelah jatuhnya Satan ke dunia karena diusir oleh Tuhan.

Suara gemuruh terdengar dari langit. Hembusan anak panah menembus awan hitam dan dengan gesitnya beramai-ramai mengejar sekumpulan pemberontak bersayap. Lucifer dan sepertiga kawanannya tersudutkan hingga jatuh ke bumi, menembus samudera yang menyebabkan tsunami beratus-ratus meter tingginya. Mereka terus jatuh ke dalam kegelapan tak berujung. Kejadian itu membanjiri seluruh penghuni muka bumi, baik yang bernyawa maupun yang tak bernyawa. Air bah yang luar biasa itu tetap berada di atas permukaan hingga puluhan tahun lamanya, sebelum peradaban yang baru muncul dan menguasai hewan serta tumbuhan di planet ini.

Sejak saat itu, malaikat yang memberontak berjanji akan membalas Sang Pencipta dengan menghasut para manusia di dunia. Manusia mulai beranak cucu dengan cepat yang menandakan kasih Tuhan begitu besar terhadap ciptaan-Nya tersebut. Tetapi, para malaikat jatuh melihat peluang emas dari keturunan Adam dan Hawa yang semakin memenuhi muka bumi. Semakin banyak manusia di bumi, semakin banyak pula dosa yang dapat ditimbulkan.

Hingga kini, mereka masih melancarkan serangannya melalui bisikan-bisikan jahat yang memundurkan moral manusia. Semuanya hanya demi membuat Sang Pencipta geram dan sedih. Itulah strategi para malaikat jatuh untuk mendatangkan kepedihan bagi Tuhan. Namun, ada satu malaikat jatuh yang tersadar akan perbuatan jahatnya. Melalui malapetaka yang ditimpakannya kepada seorang manusia berparas cantik, dia mendapati penyesalan mendalam pada dirinya. Hal itu terjadi karena luka yang ditimbulkannya begitu dalam, hingga terkubur jauh di dasar hati manusia tersebut. Bagaikan diberi ilham oleh Sang Pencipta, dia bisa merasakan kepedihan yang sama yang dirasakan oleh Tuhan. Sebuah nyeri yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, yang bahkan tidak dapat diobati dengan kekuatannya sendiri.

Malaikat jatuh itu berlinang air mata yang membuatnya keheranan. Beribu tahun telah dia jalani, dan baru saat itu dia meneteskan air mata iba bercampur dengan rasa bersalah atas perbuatan kejinya. Dia tersungkur, menghantamkan kepalannya ke tanah sekuat mungkin sambil menyerukan nama Tuhan dan meminta maaf. Namun, Tuhan tidak mendatanginya. Dia hanya melihat Lucifer berdiri di depannya dengan tatapan jijik seolah menjelek-jelekkan tangisan lemah malaikat tersebut. Tidak lama, Lucifer pergi meninggalkannya dengan meludahi tanah yang ada di hadapan malaikat jatuh itu.

Kepakan sayap terdengar begitu lemah dari punggungnya. Sang malaikat jatuh menyeka air mata di pipinya. Lalu mengumpulkan sisa tenaganya untuk terbang ke tempat Sang Pencipta. Penebusan dosa.

Abram Corporation

Cuaca terik yang menyelimuti kota Jakarta tidak meluputkan Ailey dari keringatnya yang berjatuhan. Rambutnya yang panjang sebahu mulai terlihat lepek. Dengan mengenakan kemeja dan sepatu seadanya, Ailey melangkahkan kakinya dengan tegas, tanpa mempedulikan hawa panas ibukota yang menyergap. Dia berpindah dari satu gedung pencakar langit ke gedung lainnya di salah satu kawasan perkantoran di daerah selatan. Semua dilakukannya karena dia ingin segera memperoleh pekerjaan sejak dipecat bulan lalu karena perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya bangkrut. Di tangannya terlihat amplop coklat terakhir yang digenggamnya dengan sangat hati-hati.

“Hari ini tinggal satu surat lamaran lagi.” Katanya dengan penuh semangat di depan sebuah gedung tinggi bertuliskan Abram Corporation.

Sesampainya di resepsionis, Ailey segera memberitahu maksud kedatangannya. Amplop coklat yang dari tadi dipegangnya, langsung ia serahkan kepada resepsionis di sana setelah dia mengisi buku tamu yang ada di meja.

“Amplop apa ini?” Tiba-tiba seorang wanita berambut pendek menghampiri resepsionis dan mengambil amplop tersebut.

“Oh, Bu Lina. Itu surat lamaran Bu.” Jawab resepsionis yang sedang berjaga hari itu.

Ailey memperhatikan wanita yang bernama Lina tersebut. Dia mengagumi paras cantik wanita itu, padahal riasannya tidak terlalu tebal tapi tetap terlihat natural dan berkarisma. Baju kerja yang dikenakan pun sangat modis, berbeda dengan kemeja yang dipakainya yang dia beli di pasar dekat kosannya. Ditambah lagi aksesoris mewah yang dipakainya dari anting, kalung, gelang, hingga cincin mahal menambah daya tarik tersendiri.

“Kamu Ailey Subandono, pemilik surat lamaran ini?” Tanyanya dengan menatap rendah Ailey sambil sesekali membaca surat lamarannya.

“Iya, Bu!” Jawab Ailey dengan lantang dan semangat.

Lina menatap Ailey dengan detil, dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Wajahnya tampak tidak senang dengan keberadaan perempuan sederhana itu.

“Kamu kira dengan penampilan tersebut lamaranmu bisa diproses? Berdandanlah lebih baik jika ingin melamar di perusahaan sekelas Abram.” Kata Lina angkuh sambil mengembalikan surat lamaran Ailey ke tangan resepsionis di sebelahnya, lalu ia beranjak pergi dengan penuh percaya diri.

“Siapa, sih wanita itu? Sok sekali!” Kata Ailey kepada resepsionis di depannya.

“Ssssst, kecilkan suaramu! Dia kepala operasional di Abram, Lina Marliani.” Timpal resepsionis itu.

Ailey segera refleks menutup mulutnya dengan kedua tangannya, “Kamu bercanda?” Lanjutnya.

Resepsionis itu hanya menghela napas, “Surat lamaranmu akan saya sampaikan ke HRD jadi kamu bisa pulang sekarang.”

“Hanya itu? Aku tidak diwawancara?” Tanya Ailey bersemangat.

“Tidak secepat itu prosesnya, kalau CV mu lolos kualifikasi pasti HRD kami akan menghubungimu. Lagipula, siapa sih yang masih mengirim CV secara fisik begini? Kamu tidak punya email?” Kata si resepsionis dengan gemas.

“Hehehe, laptopku sudah kujual. Sementara, ponselku sudah kehabisan kuota internet. Jadi mau bagaimana lagi.” Jawab Ailey sambil tertawa malu.

Abram Corporation adalah sebuah perusahaan properti dan retail elektronik yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan ini. Lima tahun sejak perusahaan itu berdiri, Abram langsung melantai di bursa saham dan telah memiliki lebih dari 1000 proyek tersebar di Indonesia. Keuntungan bekerja di Abram pun sangat banyak, mulai dari tunjangan hobi, kendaraan pribadi, hingga rumah dinas. Tak ayal, banyak orang ingin menjadi bagian dari Abram demi mendapatkan penghidupan yang lebih layak dan memuaskan gengsi.

Ailey tidak berharap banyak karena dia hanya lulusan SMK, namun dia selalu berdoa untuk dapat bekerja di Abram, sekali pun hanya sebagai SPG (Sales Promotion Girl) di salah satu toko cabangnya. Setidaknya, dia bisa membanggakan dirinya di hadapan keluarganya waktu pulang kampung ke Banyuwangi nanti.

“Selesai! Tidak kusangka sudah 5 surat lamaran yang aku kirim hari ini, capek juga!” Gumamnya sambil duduk di pinggir trotoar kawasan CBD itu.

Di tengah teriknya hari itu, Ailey membuka kaleng soda dan meminumnya dengan cepat untuk memuaskan dahaga di tenggorokannya. Tak disangka-sangka, mobil sport mewah melewatinya dan menghembuskan emisi dari knalpot tepat di mukanya.

“Uhuk uhuk!” Ailey terbatuk-batuk, agaknya soda yang diminumnya juga ikut tersedak.

“Hei, orang gila! Gak lihat kalau saya lagi duduk di sini?” Teriak Ailey protes kepada pengendara mobil itu yang sedang berhenti karena lampu merah.

Pengendara mobil itu menurunkan kaca jendelanya. Terlihat seorang pemuda dengan usia 20-an akhir melongo ke belakang untuk mencari tahu siapa yang berteriak. Dengan rambut yang tertata rapi dan kacamata hitam di wajahnya, dia menunjukkan wajah yang kesal.

“Mbak yang barusan teriak?” Kata laki-laki itu.

“Menurutmu siapa lagi kalau bukan saya? Tidak sopan sekali mengendarai mobil seperti itu!” Lanjut Ailey protes.

“Wah, sejak kapan trotoar bisa dijadikan tempat nongkrong?” Laki-laki itu tidak mau kalah.

Emosi Ailey tersulut mendengar respon pengendara mobil itu. Tanpa ragu-ragu, Ailey segera berdiri dan menghampiri pemuda itu. Muka masamnya sengaja ia tunjukkan berharap agar pengendara itu meminta maaf padanya.

“Saya tidak ada waktu meladeni orang yang tidak tahu fungsi trotoar sepertimu. Bye!” Katanya sambil menginjak gas segera setelah lampu hijau menunjukkan tandanya.

“Hei!!! Laki-laki kurang ajar!” Teriak Ailey kesal melihat laki-laki itu melarikan diri dengan mobil mewahnya.

Rasa dongkol Ailey berusaha untuk dia redam sendiri. Dia tidak mau mood bagusnya hari ini terganggu hanya karena pengendara mobil yang arogan tersebut. Kaleng soda yang digenggamnya ia lemparkan ke dalam tong sampah di dekatnya sebagai pelampiasan rasa kesal terakhir yang ia miliki.

***

Sesampainya di kos, Ailey segera mandi dan membersihkan tubuhnya dari emisi mobil yang tidak tahu diri itu. Di bawah siraman air shower, Ailey termenung sejenak. Entah apa yang dirasakan perempuan yang masih berumur 25 tahun itu, air mata menetes di pipinya dan berbaur dengan air yang mengalir dari pancuran.

“Aku kangen bapak.” Lirihnya sambil memeluk erat tubuhnya sendiri, “Aku mau pulang.” Sambungnya sambil terisak.

Ailey sudah 3 tahun tidak pulang ke rumahnya. Selain karena tidak ada ongkos untuk membeli tiket bus, dia juga merasa malu karena belum mampu menghidupi dirinya sendiri dengan layak. Bagaimana dia bisa menghadapi ayahnya di kampung tanpa membawa apa-apa? Andai ibu Ailey masih hidup, tentunya dia dapat bercerita dengan lebih leluasa karena kedekatannya. Sejak kecil, Ailey banyak menghabiskan waktu dengan ibunya sehingga ia merasa ibunya adalah sosok teman bagi Ailey. Sementara, ayahnya adalah sosok yang sangat keras dan tegas. Kendati demikian, Ailey selalu menjadikan ayahnya sebagai panutan hidup yang sangat ia hormati dan sayangi.

Sebenarnya, ayah Ailey tidak mengijinkan anaknya untuk merantau ke ibukota. Namun, karena kegigihan Ailey dalam membujuk ayahnya, dia berjanji akan kembali ke rumah dengan membawa banyak uang sebagai pembuktian bahwa dia bisa hidup mandiri. Hati ayahnya pun melunak karena tidak mampu menahan mimpi anaknya untuk bekerja di Jakarta. Ailey pun merantau ke Jakarta dan berusaha untuk menghidupi dirinya tanpa meminta uang sepeser pun dari ayahnya.

Ibukota lebih kejam dari ibu tiri, mungkin ungkapan ini memang cocok untuk Ailey yang kesulitan berjuang seorang diri di Jakarta.

Luka Lama

Matahari pagi telah menunjukkan sinarnya dan menerobos ke sela-sela gorden yang tergantung di jendela. Ailey membuka mata perlahan sambil mengumpulkan nyawa. Dia menerawang ke langit-langit kamar, memikirkan apa yang akan dilakukannya hari ini.

Sudah sebulan dia menganggur dan tidak terlihat akan adanya kesibukan hari itu. Seluruh surat lamaran sudah diantarnya kemarin, sepertinya Ailey hanya akan bermalas-malasan di kamar kosnya yang sempit hari ini.

Kringggg!! Suara alarm ponsel Ailey berbunyi tepat pukul 6 pagi. Alarm tersebut bukan untuk membangunkan dirinya, karena jam biologis Ailey sudah terbiasa membangunkannya 15 menit sebelum alarm itu berbunyi.

Ailey lalu memaksa dirinya bangun dan mengeluarkan sebotol obat dari laci mejanya. Ia menghela napas sambil membaca botol obat itu yang bertuliskan Tenolam E. Tampaknya sudah 7 tahun dia mengkonsumsi obat itu. Obat yang mengandung Tenofovir, Lamivudine, dan Efavirenz tersebut harus diminumnya secara rutin di jam yang sama. Jam 6 pagi adalah jadwalnya meminum obat setiap hari, sehingga alarm diperlukan supaya dia tidak lupa.

“Masih ada 1 botol, bulan depan aku harus ambil obat lagi ke rumah sakit.” Gumamnya.

Ailey adalah ODHIV (Orang dengan HIV) yang sangat bergantung dengan obat Tenolam E. Pasalnya, jika dia tidak meminum obat secara teratur, virus HIV yang ada di dalam tubuhnya dapat aktif kembali dan menghancurkan sistem imunitas tubuhnya dengan cepat. Oleh karena itu, sebagai ODHIV, Ailey tidak boleh melewatkan jam konsumsi obatnya. Karena jika virus HIV dalam tubuhnya menjadi resisten akibat konsumsi obat yang tidak teratur, usaha bertahun-tahun untuk dapat konsisten meminum obat tersebut menjadi percuma.

Sambil meminum air putih untuk menenggak habis tablet obat tersebut, Ailey teringat kembali kejadian 8 tahun lalu yang menyebabkannya terinfeksi HIV.

Saat itu Ailey yang masih berusia 17 tahun baru saja selesai belajar di tempat les matematika. Jarak dari tempat les dengan rumahnya sebenarnya tidak begitu jauh, hanya 4 km saja. Namun, karena Ailey berasal dari keluarga yang kurang mampu, ia memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki. Daripada harus menghabiskan uang jajannya untuk naik angkot atau ojek, lebih baik ia capek sedikit dan menabung sisa uang jajannya.

Tidak seperti biasanya, les matematika hari itu berjalan cukup lama sehingga Ailey harus pulang jam 8 malam untuk mengerjakan tugas-tugas terlebih dahulu. Penerangan tidak cukup memadai saat itu sehingga gelapnya malam cukup membuat Ailey merinding beberapa kali. Namun, demi menyisihkan uang jajannya, ia tidak mengindahkan perasaan takutnya. Lagipula, dia tidak percaya dengan hantu, untuk apa memikirkan hal-hal yang tidak masuk akal tersebut.

Sekalipun jarak ke rumahnya tidak terlalu jauh, Ailey harus memutari kebun jagung karena jalan yang biasanya ia lewati tertimbun tanah longsor sehingga aksesnya masih ditutup. Saat dia melewati kebun jagung dengan penerangan seadanya, tiga orang laki-laki paruh baya mendekatinya. Dengan tatapan teler karena mabuk, tiga laki-laki tersebut seperti dihinggapi setan. Mereka menyergap Ailey dan menyeretnya ke dalam kebun jagung. Mereka melucuti baju wanita SMA itu dan melakukan tindakan biadab yang merenggut keperawanannya. Meskipun Ailey meronta sekuat tenaga, ia tidak mampu melawan ketiga orang tersebut. Mulutnya pun disumpal dengan ****** ******** sendiri oleh salah satu pria tersebut agar Ailey tidak bisa berteriak meminta pertolongan.

Sekelebat memori menyakitkan tersebut membuat Ailey meneteskan air matanya. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tetap tidak bisa menghilangkan rasa trauma di hatinya. Sakit sekali, bahkan virus HIV yang diidapnya karena kasus pemerkosaan tersebut tidak mampu menggantikan pedihnya keperawanan yang telah direnggut para laki-laki bejat itu.

Ailey meletakkan kembali botol obatnya ke dalam laci. Sambil mengusap matanya yang sembab, dia berdoa agar pelakunya tidak bisa hidup dengan tenang. Meskipun dia tahu para pelaku tersebut sudah dipenjara, dia ingin mereka merasakan hal yang lebih buruk dari sekedar tinggal di jeruji besi.

Di tengah lamunannya, sebuah dering telepon mengagetkan Ailey. Lalu wanita itu dengan sigap mengangkat panggilan masuk yang datang dari ayahnya.

“Halo, Pak!” Sapanya lembut.

“Apa kabarmu, nak? Sudah hampir seminggu Bapak tidak dihubungi.” Tanya ayahnya khawatir.

“Kabarku baik, Pak. Maaf, Ailey lagi sibuk belakangan ini sampai tidak bisa menghubungi Bapak di rumah.” Jawabnya dengan sopan.

“Syukurlah! Kerjaan lancar, Nak?”

“Emmm… Iya, lancar, Pak! Gajinya tidak begitu besar tapi masih sanggup untuk biaya hidup di sini.” Kata Ailey berbohong.

“Kamu kalau tidak betah kerja di sana karena gajinya kecil, lebih baik kembali ke kampung. Bantu Bapak jualan di kedai saja. Meskipun penghasilan seadanya, tapi biaya hidup di sini jauh lebih murah daripada di Jakarta.” Sambung ayahnya.

“Tenang saja, Pak. Ailey masih betah di sini. Ailey janji tahun ini akan pulang ke rumah dan bawa uang yang lebih banyak.” Kata Ailey berusaha menenangkan ayahnya.

“Baiklah kalau begitu. Kamu jangan lupa sarapan, ya! Sebentar lagi kamu berangkat kerja ‘kan?” Lanjut ayah Ailey.

“I…iya. Terima kasih, ya Pak.” Jawab Ailey dengan gugup.

“Jangan lupa minum obatnya! Jaga kesehatan, Nak.” Sambung ayahnya.

“Iya, Pak. Sudah saya minum, kok barusan. Saya siap-siap dulu, ya Pak. Kalau telat bekerja nanti dipotong gajinya. Hehe.” Ailey berusaha menutup percakapan.

Telepon pun dimatikan dengan penuh rasa bersalah. Ailey terpaksa berbohong karena tidak ingin membuat ayahnya khawatir. Bagaimana pun juga, dia harus segera mendapatkan pekerjaan atau dia tidak bisa menepati janjinya kembali untuk pulang ke rumah. Ayahnya sebatang kara di kampung, sungguh keterlaluan jika Ailey membiarkan ayahnya sendirian tanpa dijenguk sekali pun oleh anaknya, setidaknya itulah yang ada di pikiran Ailey.

Ailey lalu berdiri dan menyibakkan gorden jendelanya lalu membuka jendela dan membiarkan cahaya matahari masuk sepenuhnya ke dalam. Sambil menghirup udara pagi dia menyemangati dirinya sendiri.

“Aku pasti bisa! Tuhan pasti memberikanku pekerjaan. Amin!” Sahutnya hingga membuat burung-burung yang bertengger di kabel listrik terbang karena kaget.

Ailey menopang dagunya dengan kedua tangannya sambil memperhatikan pemandangan kumuh di luar. Rumah penduduk yang padat dengan gang-gang kecil sebagai pemisahnya memang terlihat tidak menyegarkan mata, apalagi area tampat tinggalnya berada dekat dengan sungai yang berbau karena banyaknya aktivitas mandi, cuci, kakus di sana. Namun, ia tetap bersyukur karena masih diberikan napas hidup dan semangat dalam menjalani harinya.

Dia memperhatikan dua awan yang sedang bergerak saling menjauh di atas pemukiman tersebut dan memberikan jalan kepada sinar matahari yang terang seolah alam semesta mendengar doa dan harapannya selama ini. Ailey tersenyum menyaksikan pemandangan itu dengan mata berbinar-binar. Entah kenapa, ada kekuatan yang mendorong keyakinannya agar bisa menjalani semuanya dengan baik walau apa pun itu tantangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!