Tiga pemuda tampan sedang berjalan melewati koridor dengan banyak teriakan histeris dari para penggemar mereka dari berbagai sudut tempat di sana.
"Gue makin hari makin keliatan ganteng aja, " Ucap Varo sambil melihat pantulan dirinya di cermin kecil yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.
"Narsis lu, " Ujar Juna sambil menoyor kepala Varo.
Lalu Andy pun tertawa melihat temannya di lakukan seperti itu oleh Juna terlebih lagi semua orang yang memperhatikan mereka juga ikut tertawa karena kelakuan mereka.
"Lu mah seneng aja kayaknya kalau gue di ketawain semua orang, " Kesal Varo pada kedua temannya yang selalu membully dirinya, namun walaupun begitu ia tetap sayang pada mereka.
"Dih ngambek ni anak, " Goda Juna sambil merangkul pundak Varo.
Merekapun sekarang sudah berada di kelasnya, mereka duduk dengan gaya mereka masing-masing di kursi tersayang mereka, Juna duduk bersama Varo sementara Andi ia duduk di meja samping mereka.
"Lu tau gak kalau misalkan hari ini adalah hari yang indah? " Ucap Andi sedikit bergurau.
"Gak tau gak bisa liat cuaca, " Balas Juna acuh.
"Serah lu dah, kalau misalkan lu gak bisa bercanda belajar dulu sama gue makannya, " Ujar Varo sambil mengangkat sebelah alisnya, sok ganteng biasa.
Tiba-tiba bel masuk berbunyi dan membuat semua murid yang masih berada di luar pun berlarian masuk ke kelas, karena kalau mereka sampai telat bisa-bisa mereka terkena hukuman.
"Masuk nih, " Ujar Juna sambil mengambil buku yang berada di tasnya, Juna hanya akan mengambil satu buku yang sangat tipis di dalam tasnya. dan ingat ia tidak pernah menganti buku itu di setiap harinya.
Jika semua murid sudah menghabiskan beberapa buku selama bersekolah, itu tidak berlaku bagi Juna, ia hanya akan menghabiskan beberapa lembar saja untuk belajar di sekolah selama satu tahun, bahkan mungkin saja satu buku sudah cukup untuknya belajar di SMA tanpa membeli buku lagi.
Ia juga tidak pernah membeli bal poin untuk menulis, karena ia bisa dengan mudahnya meminta bal poin dari para fans nya, bahkan setiap pagi di kolong mejanya akan ada berbagai macam coklat di sana.
Beberapa jam berlalu jam pelajaran pun sudah selesai, tadi mereka belajar matematika.
"Buset gue hampir mati duduk tadi, " Ujar Varo sambil menatap kesal ke arah depan.
"Emangnya lu kenapa? " Tanya Juna.
"Lu pikir aja anjir, masa iya Pak Gidion ngasih soal matematika sebanyak itu, mana harus di selesain dalam waktu satu jam, dia pikir matematika itu segampang kita ngabisin krupuk satu apa? " Kesal Varo, masih terlihat di dalam matanya Varo masih sangat kesal pada Pak Gidion.
"Bisa aja kalau ngomong, " Ujar Andi.
"Ya abisnya, " Balas Varo.
"Mau ke kantin gak? " Tanya Juna pada kedua temannya.
"Bentar, " Varo mengambil beberapa coklat dalam meja Juna, dan juga ada sekotak bal poin.
"Ah rejeki anak sholeh, " Ujar Varo sambil mengelus dadanya.
"Buat gue yah, lumayan setok satu minggu, " Sambungnya sambil menatap ke arah Juna.
"Ambil aja sekalian lu ambil nih sama meja-mejanya, " Balas Juna.
"Bagi napa, " Rupanya Andi juga menginginkan apa yang Varo ambil dari kolong meja Juna.
"Ya udah nanti kita bagi rata aja, sekarang kita ke kantin dulu deh, " Varo pun memasukan semua yang ia ambil ke dalam tasnya lalu setelah itu mereka pergi berjalan menuju kantin.
Setelah berada di kantin banyak sekali pasang mata yang menatap mereka dengan tatapan kagum, ada juga yang meneriaki nama mereka dengan bilang kalau mereka adalah pacarnya, atau mereka adalah kakaknya, dan masih banyak lagi yang ingin berdekatan dengan mereka.
"Gue jadi ngerasa jadi artis, " Ujar Varo sambil cengengesan.
"Gue juga ngerasa jadi artis, gue gak bisa bayangin kalau sampai gue benar-benar jadi artis, pasti mereka akan pingsan kalau liat gue lewat, " Timpa Andi sambil membayangkan dirinya akan seperti apa jika ia menjadi seorang aktris.
"Kalau ngayal jangan ketinggian, udah ah pesenin gue makan sana! " Titah Juna yang sudah mual mendengar oceha mereka yang benar-benar membuatnya sedikit kesal.
Andi pun berjalan menuju penjaga kantin dan mulai memesankan makanan untuk kedua temannya dan juga untuk dirinya, setelah memesan makanan kini ia kembali ke tempat nya dan menyodorkan apa yang kedua temannya inginkan.
"Lu belum mau punya pacar gitu? " Tanya Andi pada Juna, pasalnya di antara mereka bertiga hanya Juna lah yang belum pernah punya pacar.
Bahkan mereka tidak yakin kalau Juna pernah berpacaran dulu, karena ia masih terlihat sangat bodoh jika sudah berhadapan dengan yang namanya cinta dan juga perempuan.
Dan diantara mereka Varo lah yang selalu ganti-ganti pasangannya, ia terkenal karena sering menyakiti dan mengkhianati perempuan, namun walaupun seperti itu ia tetap menjadi idola kedua setelah Juna bagi pada siswi di sekolah ini.
Sedangkan Andi, ia di kenal sebagai lelaki yang bisa di bilang setia, ia lebih bisa menghargai hati wanita di banding yang lainnya, ia adalah orang yang mampu membuat wanita nyaman jika sudah berada di sampingya, namun entah kenapa para wanita malah lebih suka pada Varo di banding dirinya.
Saat akan berjalan menuju penjaga kantin untuk membayar semua makanan yang barusan mereka makan, Tiba-tiba seorang perempuan menabrak Juna membuat piring makanan yang Juna bawa terjatuh ke lantai.
"Sorry gue buru-buru, " Ucap wanita yang barusan menabraknya, ia menatap wajah Juna tanpa terpukau sedikitpun ia malah menatap wajah ketiganya dengan tatapan yang biasa saja.
Wanita itu mengambil barang-barang yang ia jatuhkan lalu memberikannya kembali pada Juna, setelah itu ia pergi dari hadapan mereka ia pikir masalah mereka sudah selesai, namun ternyata itu belum selesai, Juna benar-benar tidak suka di tatap seperti itu oleh perempuan tersebut.
Juna tersenyum tipis, " Bisa-bisa nya wanita itu natap gue dengan tatapan yang kayak gitu" Ujar Juna dengan suara yang pelan.
"Gue gak nyangka ternyata masih ada wanita yang gak tertarik sama lu, gue pikir semua murid di sini akan tertarik sama lu, " Ujar Varo sambil menatap kepergian gadis itu.
"Tenang mungkin dia lagi pura-pura aja," timpa Andi.
"Pura-pura gimana? Orang barusan aja dia cuman kayak gitu," balas Varo.
"Gitu gimana?" tanya Andi kembali.
"Gak usah pura-pura dongo deh, akui aja kalau gak semua cewek emang suka sama Juna, iya gak?" Varo menatap Juna yang sedari dari hanya diam saja menatap kepergian wanita tersebut.
"Kayaknya ada yang gak terima tuh," sindir Andi sembari cengengesan.
Seorang gadis cantik sedang buru-buru karena kebelet ingin ke kamar mandi, ia bahkan sampai menabrak seorang pria. Setelah selesai dari kamar mandi ia kembali ke meja duduknya di sana juga ia bersama dengan sahabat nya yang bernama Karina, yang selalu ia panggil dengan sebutan Rina saja.
Sementara gadis itu bernama Adinda rizkyana Margaretha. Seorang gadis cantik anak dari sang pemilik sekolah ini, namun ia tidak mau ada yang tau kalau dirinya adalah anak orang kaya, ia lebih memilih untuk hidup sederhana saja, karena ia percaya bahwa tidak semua kebahagiaan dan kenyamanan di dasari oleh harta.
Ia bahkan ke sekolah suka naik angkutan umum, ia malas membawa mobil pribadinya ke sekolah, ia juga terkadang ke sekolah dengan keadaan yang benar-benar kacau, ia adalah wanita yang juga tidak terlalu mementingkan penampilan, kerjaan dia sehari-harinya hanya di habiskan dengan membaca novel dan juga beberapa buku pelajaran.
Ia di kenal kutu buku, sampai-sampai ia terkadang lupa waktu karena kebanyakan membaca, dulu karena keasikan membaca buku ia sampai di kunci di sekolah, ia lupa kalau waktu sudah mulai malam dan sudah waktunya satpam sekolah mengunci gerbang sekolah, untung saja ia adalah anak pemilik sekolahnya jadi ia bisa dengan mudahnya menelpon ayahnya dan menyuruh ayahnya untuk bilang pada satpamnya dan membukakan pintu gerbang nya.
"Abis dari mana lu? " Tanya Rina sambil menatap ke arah Dinda.
"Habis dari kamar mandi, gue kebelet pipis, " Balas Dinda dengan mata yang fokus menatap buku novel yang saat ini sedang ia baca.
"Kalau lagi di ajak bicara, bisa liat muka gak sih? " Ujar Rina yang mulai kesal dengan kelakuan sahabat nya ini, selalu saja kalau di ajak bicara ia tidak pernah menatapnya yang Dinda lakukan hanya membaca novel.
"Sahabat ku sayang, jangan marah yah, ya udah aku liatin kamu aja deh, " Rayu Dinda, ia menyimpan novelnya lalu menatap dengan lekat wajah sahabatnya ini sembari memberikan senyuman terbaiknya.
"Ya gak gitu juga kali, " Balas Rina sambil memincingkan tatapan ke arah Dinda.
"Iya aku juga tau, ya udah ah gak ada yang mau di bicarakan lagi kan? Kalau gak ada aku mau baca novel lagi nih, " Tanya Dinda sambil menatap wajah Rina.
"Ya udah terusin aja kalau gitu. "
"Ke kelas yuk aku ngantuk, " Ajak Dinda pada Rina, rupanya saat ini ia sangat-sangat sedang mengantuk, bahkan ia sudah tidak dapat membendung lagi matanya yang sudah mulai berat untuk di buka, membaca novel kadang membuatnya mengantuk.
"Ya udah lagian bentar lagi masuk kelas, " Balas Rina mereka saat ini perjalan menuju kelasnya, namun saat mereka berjalan melewati koridor tiba-tiba ada sebuah tangan yang menarik tangan Dinda.
Dan membuat Dinda menghentikan langkahnya, lalu menatap aneh pada seorang pria yang barusan menariknya.
"Lu orang yang tadi nabrak gue kan di kantin? " Tanya Juna, rupanya pria itu adalah Juna, tak lupa ia juga di dampingi oleh kedua temannya.
"Iya emangnya kenapa? Aku kan udah minta maaf sama kamu, " Tanya Dinda heran bukannya ia sudah minta maaf pada pria di depannya ini, lalu untuk apa pria ini membahas masalah itu, apa maaf juga belum cukup baginya.
"Emangnya minta maaf aja cukup buat kita? " Ujar Juna.
"Terus kamu maunya apa lagi? " Tanya Dinda. kebingungan.
"Jadi asisten gue selama satu minggu, di sekolah doang, " Balas Juna membuat penawaran dengan Dinda.
"Apakah anda gila? Saya hanya menabrak anda bukan membuat anda menjadi manajer di perusahaan, sampai-sampai anda harus punya asisten, " Rupanya Dinda tidak Terima dengan apa yang Juna inginkan, yang benar saja Juna meminta hal seperti itu pada dirinya hanya karena tidak sengaja tertabrak.
"Tidak ada penolakan, gue ingetin yah sama lu, kalau lu gak mau menerima penawaran dari gue maka lu tinggal siap-siap aja, hidup lu akan menjadi tidak tenang, " Ujar Juna final, ia berjalan meninggalkan gadis itu sambil tersenyum, dirinya yakin kalau Dinda akan setuju dengan apa yang ia katakan.
"Lu Terima aja apa yang dia minta, serem tau gak kalau sampai di tolak, lu bisa abis di kerumuni oleh semua siswi di sekolah ini, " Rupanya Rina tidak mau ada hal buruk menyerang hidup sahabat ini.
"Emangnya dia siapa? Sampai-sampai gue bakal di benci sama satu sekolah? " Tanya Dinda, rupanya anak ini menang benar-benar tidak tau dunia luar selain novel dan berbagai cerita lainnya yang selalu ia baca di bukunya.
"Makannya hidup itu di dunia nyata, jangan sampai terbawa ke dunia hayalan lu, gini nih orang yang keseringan ngayal sampai gak peduli sama lingkungan sendiri, " Balas Rina.
"Dia adalah pria yang paling di gilai sama satu sekolah, banyak tim yang cewek pengen jadi pacar nya, dan yang cowok pengen masuk ke geng nya, jadi kalau lu nolak permintaan dia bisa abis lu di makan sama satu sekolah, " Sambung Rina.
"Woyyy, gue mau jadi asisten lu, " Tanpa berpikir panjang lagi akhirnya Dinda mau menjadi asisten Juna, ia lebih memilih itu di bandingkan harus menyerahkan ketenangan hidupnya di sekolah hanya karena menabrak orang ia tidak kenal di kantin.
Juna pun berbalik, ia tau kalau pada akhirnya gadis itu akan menyetujui permintaan dirinya, " Ok gadis yang pintar, " Balas Juna sambil berteriak dan tersenyum kemenangan, rencananya berjalan dengan lancar.
"Gue yakin dia juga bakalan suka sama gue suatu saat nanti, atau mungkin dia memang sedang sok jual mahal saja sekarang," gumam Juna dalam hatinya.
Semua wanita yang tidak tau awal mula percakapan mereka menjadi penasaran dengan apa yang mereka bicarakan sebenarnya, banyak yang mulai membenci Dinda karena mendekati kekasih mereka. ada juga yang memiliki pikiran kalau mereka melakukan apa yang tidak ia sukai dan masih banyak lagi tuduhan-tuduhan yang mereka tunjukkan untuk Dinda.
Saat ini Dinda kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas, lalu ia mendudukkan kepalanya yang sudah hampir mau pecah, ia benar-benar tidak habis pikir dengan pria yang tadi, hanya karena menabraknya ia bahkan harus menjadikan dirinya asisten, yang benar saja.
"Sepertinya hidupku yang damai dan indah ini akan mulai berubah," ucapnya.
"Udah lu ikutin ajalah apa mau Juna untuk sementara waktu, gue gak mau lu di bully mereka-mereka. Fans berat Juna."
"Salah aku apa coba sampai-sampai harus merelakan kehidupan ini."
"Ini udah waktunya lu hidup di dunia nyata, jangan baca novel mulu."
...Orang ganteng mah bebas mau ngapain aja...
Satu hari berlalu dan ini adalah hari pertama Dinda menjadi asisten Juna, dan kawan-kawan, saat ini Dinda di suruh menunggu mereka di depan gerbang. Kemarin sebelum pulang sekolah Juna berpesan pada Dinda untuk menunggunya datang di sana.
Dinda sambil membaca sebuah novel yang berjudul kan Senja dengan santainya menunggu Juna di depan gerbang, ia sudah agak lama berdiri di sana. Dan akhirnya Juna pun datang, dari mobil Juna dapat tersenyum lebar saat melihat gadis itu sudah berada di sana, ia satu mobil dengan kedua sahabatnya juga.
Mereka bertiga keluar dari mobil tiba-tiba parkiran yang tadinya bising karena suara kendaraan dan langkah kaki kini bertambah dengan suara teriakan penyambutan Juna, Dinda yang kaget dengan suara itu bahkan sampai menjatuhkan novelnya ke bawah.
"Ya ampun gue pikir ada apa, ternyata cuman karena dia datang, kok gue baru tau kalau dia datang bisa sampai di sambut sedemikian rupa," Ujar Dinda yang bingung kenapa banyak orang yang berteriak, kini ia mengambil kembali bukunya lalu diam di tempat menunggu Juna datang menghampiri dirinya.
Tiba-tiba Juna melemparkan tasnya ke arah Dinda, dengan cepat Dinda menangkap, semua yang melihat kejadian itu benar-benar di buat keheranan, sebenarnya apa yang mereka lakukan?
Juna berjalan mendahului Dinda dengan gaya sok cool nya, Dinda langsung mengikuti mereka dari belakang namun Andi menariknya untuk membuat Dinda sejajar dengan mereka.
Hingga sampailah mereka di depan kelas Juna, Dinda langsung di perintahkan untuk menyimpan tasnya di meja Juna, setelah menyimpan tas milik Juna kini Dinda berpamitan untuk pergi ke kelasnya.
"Gue ke kelas dulu yah? Kan udah selesai nanti pas bel istirahat gue nyamperin lu lagi, " Ujar Dinda sambil berusaha tersenyum manis ke arah Juna.
Baru saja Dinda akan meninggalkan kelas Juna tiba-tiba tangannya di cekal oleh Juna, membuat Dinda kembali menghadap ke hadapan Juna sambil mengerutkan keningnya. Tanpa banyak bicara Juna langsung mengeluarkan sebuah gelang dari saku bajunya, ia langsung memasangkan gelang itu di tangan Dinda.
"Ini adalah pertanda kalau lu jadi asisten gue, biar gue bisa bedain lu sama cewek yang lainnya, " Jelas Juna ia bermaksud memakaikan Dinda gelang hanya untuk membuatnya mudah menemukan gadis itu.
Dinda tersenyum kecil sambil memandang gelang itu, " Sampai segitunya lu jadi orang, eh ya gak bakalan ke tuker juga kali, emang nya muka gue sama muka murid yang ada di sini itu sama apa sampai harus di kasih tanda, eh tapi makasih yah lucu kok gelangnya, gue Terima, " Balas Dinda ia merasa alasan yang di buat Juna benar-benar membuatnya tertawa geli. Untungnya gelang itu lucu jadi ia sedikit senang menerimanya.
Bukan hanya Dinda kedua sahabatnya pun tertawa dengan alasan Juna memberikan gelang pada Dinda, alasan yang sangat konyol.
"Sudahlah kau pergi saja sana, " Usir Juna pada Dinda.
"Baik gue bakalan pergi, " Baru saja Dinda akan melangkahkan kakinya kembali, tiba-tiba Varo memanggilnya.
"Minta nomor lu dong, " Pinta Varo.
"Gue juga minta, " Rupanya Andi juga ingin nomor Dinda.
Dinda langsung memberikan nomor nya, " Udah kan gak ada yang bakal manggil gue lagi? " Tanya Dinda sedari tadi ia selalu saja di panggil, membuat moodnya agak kacau.
"Iya udah selesai kok, " Balas andi
dan Varo berbarengan.
"Ya udah bay, sampai ketemu lagi nanti di kantin, " Ujar Dinda saat akan pergi dari kelas Juna, Juna memandang gadis itu dengan tatapan aneh, ia rasa gadis itu aneh di matanya, benar-benar gadis yang berbeda dari yang lainnya.
Dinda berjalan menuju kelasnya, setelah sampai di kelasnya ia langsung duduk di kursi miliknya yang berada di barisan paling belakang.
Sementara itu di kelas Juna mereka masih asik bermain, tak jarang para wanita iri pada Dinda yang merasa di perlakukan berbeda oleh Juna, namun pada dasarnya Juna merasa ia tidak memperlakukan Dinda secara istimewa, itu hanyalah hal biasa di matanya.
"Woy lu bengong aja, kek orang yang lagi kesambet setan aja lu, " Varo mengagetkan Juna.
Bukannya kaget Juna hanya menatap Varo dengan tatapan datar, dan juga ekspresi wajah yang amat sangat datar, rupanya saat ini Juna sedang banyak pikiran.
"Mau apa sih lu? " Tanya Juna datar.
"Gak lu jangan bengong aja napa, kalau lu kesambet kan gue yang repot, ia gak, " Ujar Varo sambil menatap ke arah Andi.
"Iya, nanti kalau lu kesambet kan harus di bawa ke UKS terus bawanya kan gak gampang, " Andi juga setuju dengan apa yang dikatakan Varo.
"Serah lu dah, lu tau gak setannya juga takut sama gue, " Balas Juna yakin.
"Massa, " Andi tidak percaya pada ucapan yang Juna katakan.
"Gak percaya lu, " Juna berdiri lalu menatap tajam ke arah Andi Varo, tatapan itu bahkan mengalahkan Elang.
"Lu kenapa natap kita, kitakan cuman bercanda, " Balas Varo sedikit ketakutan.
Bukannya menjawab Juna malah mendekatkan wajahnya ke arah mereka berdua, Juna mengelus pelan rambutnya mereka dengan kedua tangannya.
"Lu kenapa sih? " Tanya Andi yang melihat kilatan mengerikan di mata Juna.
Namun tiba-tiba Juna tertawa sambil memegang perutnya, " Lu kenapa? " Tanya Andi sambil melihat ke arah Juna yang sedang tertawa lepas.
"Lu kan bilang sama gue, kalau misalkan suruh buktiin setannya takut atau enggak sama gue? " Balas Juna masih menahan tawanya.
"Terus, " Heran Varo.
"Buktinya lu takutkan, berarti benar dong ucapan gue, " Balas Juna.
Mereka berpikir sejenak mencerna ucapan Juna yang butuh beberapa menit untuk masuk ke otaknya, hingga akhirnya satu tas mengenai wajah Juna.
"Dasar gak waras, masa iya gue di bilang setan, " Akhirnya mereka mengerti dengan maksud dari ucapan Juna.
Juna semakin mengeraskan tawanya, ia benar-benar tidak bisa mengontrol tawanya, wajah Andi dan Varo begitu lucu saat ketakutan.
"Gue nyesel gak poto kalian barusan, kalau gue poto mau gue pajang tuh di mading sekolah, " Ujar Juna.
"Gak waras," ujar Andi dengan wajah agak cemberut.
"Gue kirain lu lagi ada masalah, taunya cuman mau bilang gitu doang. Nyesel gue peduli sama lu," timpa Varo malas.
"Bercanda gak usah ngambek gitu dong, masa gitu doang ngambek gak asik," Yuda mulai mengeluarkan ponselnya dari saku untuk bermain game.
"Gak asik gak asik berisik lu, masa Andi di samain sama setan, lebih dari itu dia mah," Varo tertawa meledek.
"Sialan kalian berdua," Andi memukul pundak Varo tidak terlalu keras.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!