NovelToon NovelToon

ICE & FIRE IMMORTALITY

REINKARNASI KE DUNIA

Dahulu kala, Alam Surgawi dan Alam Iblis adalah 2 alam yang menjalin perjanjian kedamaian. Sebelum itu, Alam Iblis bernama Alam Mistik. Namun karena aura jahat Alam Mistik perlahan-lahan mempengaruhi penduduknya, penduduk Alam mistik telah mulai berubah menjadi kejam dan tak bermoral. Ambisi mengerikan pun menguasai hati mereka. Di samping semua itu, penduduk Alam Mistik mengalami banyak perubahan, dari fisik, moral, hingga kekuatannya.

Setelah mengalami banyak perubahan, mereka tak lagi disebut Klan Mistik, melainkan klan iblis. Pada masa perubahan, Alam Iblis menjadi kacau karena rajanya menggila karena terlalu banyak menyerap aura jahat Alam Iblis. Mata dan hatinya telah tertutup. Dia membunuh secara sadis siapa pun yang terlihat di pandangannya, termasuk rakyatnya sendiri. Qiao Na, sang putri raja iblis terpaksa harus membunuh ayahnya sendiri, demi melindungi klannya agar tidak musnah di tangan raja iblis yang tak lain pemimpin alam iblis sendiri.

Setelah semua itu, Qiao Na mulai menata Alam Iblis kembali. Dia menjadi pemimpin Alam Iblis selanjutnya. Sayangnya, semua tak berjalan sepertinya, karena banyak tetua yang menentang kepemimpinan Qiao Na yang lebih berkonsep seperti Alam Surgawi. Bukan hanya itu saja, ia pun harus menerima penkhianatan dari klannya sendiri dan Alam Surgawi yang telah menipunya karena berencana menginvasi Alam Iblis. Pengkhianatan itu membuatnya menyimpan banyak dendam dan kebencian dalam lubuk hatinya, membuatnya terkuasai oleh nafsu yang lebih mengerikan. Terlebih karena para tetua menghasutnya untuk menghancurkan semesta dan membalaskan dendamnya terhadap siapa saja yang telah mengkhianatinya.

Bersama dengan pasukan perang iblis, ia menyerang alam langit. Sekali lagi, tujuannya gagal karena Dong Hua dijun sang kaisar langit berhasil menumpasnya.

"Setelah Ratu blis berhasil disegel, dunia pun kembali damai seperti semula," ucap seorang pendongeng. Ia menjaja cerita tentang sang Kaisar alam langit, Dong Hua Dijun dengan Ratu iblis Qiao Na. Banyak yang mendengarkan ceritanya dan membayar untuk mendengarkan cerita tersebut.

Cerita yang sungguh menarik dan membuat banyak yang penasraan mendengarkan kelanjutan ceritanya. Mereka mendengarkan dengan antusias, seraya membayangkan apa yang terjadi dan kejadian yang akan terjadi selanjutnya.

“Lalu, setelah Kaisar langit berhasil menyegel Ratu iblis, apa yang dilakukannya setelahnya?” tanya salah seorang pendengar cerita.

Pembawa cerita itu terhening beberapa saat sembari menghela nafasnya.

“Setelah Pedang mata salju berhasil menyegel Ratu iblis, pedang itu tiba-tiba menghilang begitu saja. Para dewa di alam langit terus mencarinya. Namun, hingga saat ini, mereka belum berhasil menemukannya. Itulah yang membuat dunia continnet mengalami kekeringan panjang. Kaisar langit yang terluka serius pun harus bereinkarnasi menjadi manusia di dunia continent ini untuk memulihkan kembali kekuatannya dan mencari keberadaan pedang mata salaju,” ujar pembawa cerita itu.

“Baiklah. Saya akan melanjutkan cerita ini lain kali,” ucapnya sebelum mengememasi barang-barangnya dan sejumlah uang yang terkumpul dari hasil ia menjual sebuah cerita kepada sejumlah kalangan.

“Apa kau percaya dengan apa yang baru saja diceritakan olehnya?” tanya salah seorang yang mendengarkan cerita, kepada teman yang duduk di sampingnya.

“Dia hanya seorang penjual cerita saja. Untuk apa mempercayainya? Aku merasa… cerita yang dia sampaikan terlalu dilebih-lebihkan. Dan juga, apa kau percaya jika ada senjata semacam itu?” tanyanya balik.

“Aku memang tidak terlalu yakin dengan apa yang diceritakan olehnya. Namun, satu hal yang aku yakini, kejadian itu sedikit masuk akal,” ujarnya.

“Benarkah? Kau percaya? Apa kau percaya Kaisar langit itu ada dan saat ini sedang bereinkarnasi? Kira-kira, Kaisar langit bereinkarnasi sebagai siapa? Tidak mungkin bawahannya yang disebut Dewa Shiming menyusun skenario hidup berat untuknya. Jika dia tidak menjadi seorang raja atau pangeran, mungkin dia akan bereinkarnasi sebagai bangsawan,” tebaknya.

“Mungkin, dia akan bereinkarnasi menjadi seorang pangeran mahkota tampan dan gagah. Begitulah yang sering kudengar dari para pembawa cerita seperti orang tadi.”

***

“Tutup semua pintu dan jendela. Malam ini akan ada badai salju yang cukup hebat!!!” perintah seseorang yang ada di istana kekaisaran.

Para petugas yang bekerja di istana pun dengan sigap menutup semua pintu dan jendela, serta celah-celah sumber udara dingin yang akan masuk ke dalam istana. Malam itu, badai salju yang sangat hebat benar-benar terjadi. Untungnya, istana telah mempersiapkan hal itu dengan baik, hingga mereka dapat meminimalisirkan kerusakan-kerusakan yang terjadi karena terpaan angin kencang pada malam itu.

Di tengah kuatnya badai salju yang menerpa, seorang dayang istana tengah melahirkan seorang diri di salah satu ruangan yang ada di dalam istana, tanpa bantuan siapa pun. Ia mempertaruhkan nyawanya, berjuang sekuat tenaga, hanya untuk melahirkan sang buah hati ke dunia.

Suara tangisan bayi pun terdengar hingga keluar, membuat siapa pun yang mendengarnya mengetahui situasi yang tengah terjadi.

“Ternyata dia telah melahirkan.”

“Dia hanyalah dayang rendahan. Berani-beraninya dia menggoda Kaisar dan tidur dengannya, hingga melahirkan seorang anak. Dia sangat rendahan! Pantas saja Ratu menghukumnya dan mengurungnya.”

“Aku tidak ingin melakukan ini. Tapi, bagaimanapun juga, anaknya mewarisi darah kekaisaran. Ayo! Kita harus membantunya.”

“Aaaaa!!! Mengerikan!” teriak 2 orang dayang istana yang melihat sosok bayi yang dilahirkan seorang dayang Istana, pelayan sang Kaisar.

“Monster macam apa itu? Buruk sekali wajahnya. Aku tidak ingin membantu mengurusnya. K-kau saja yang memandikannya,” gagapnya.

“Aku juga tidak sudi melakukannya! Melihatnya saja sudah jijik, apalagi menyentuhnya.”

“Sudahlah! Kita biarkan saja.”

2 orang dayang istana yang berhati dingin itu meninggalkan sang dayang yang terbaring lemas bersama bayinya yang masih dilumuri darah. Mereka meninggalkannya seperti itu, tanpa enggan sekalipun.

Sang dayang yang melahirkan buah hatinya pun hanya bisa memeluknya seraya menitikkan airmata.

“Anakku, bagaimanapun, kau adalah darah dagingku. Aku tetap akan menjagamu dan melindungimu,” bisiknya di telinga sang buah hati.

Fu Jin adalah nama dari dayang yang melahirkan bayi keturunan Kaisar itu. Walaupun ia melihat dengan jelas wajah buruk rupa sang buah hatinya, ia tetap tak ingin melepaskannya. Kasih sayang seorang Ibu tak pilih kasih, tak memandang rupa, ia tetap mencintainya.

Dengan sisa tenaga yang tersia, ia berusaha bangkit. Fu Jin merobek sehelai kain untuk membalut tubuh buah hatinya. Dia anak laki-laki rupanya. Rupanya tak memudarkan kasih sayangnya terhadap buah hatinya, apalagi ketika mengetahui bahwa anaknya adalah laki-laki.

“Putraku, bagaimanapun… Ibu tetap mencintaimu,” lirihnya.

BRUAKK!!!

Tiba-tiba pintu ruangan didobrak sangat kasar. Seorang wanita berpenampilan glamour dan berwajah dingin, perlahan berjalan ke arah Fu Jin.

Ketika Fu Jin melihat kedatangan sosok itu, ia mulai gemetar ketakutan sembari memeluk putranya sangat erat di pelukannya. Dia adalah Ratu, seorang wanita yang dikenal ambisius dengan sifat bengisnya.

“Pelayan, ambil anak itu!” perintah sang Ratu kepada salah satu pelayannya.

Pelayan itu pun segera memenuhi perintah dari sang Ratu. Ia merebut paksa bayi itu dari pelukan Fu Jin.

“Jangan! Kumohon jangan! Jangan ambil anakku! Kembalikan!!!” rintihnya, memohon-mohon kepada sang Ratu agar segera mengembalikan anaknya.

“Monster macam apa ini? Apakah dia manusia? Menijijikan! Anak ini adalah hukuman untuk wanita rendahan yang lancang, karena merebut cinta dan suami orang lain. Kau lihat! Anak ini adalah hasil dari cinta kalian. Benar-benar menijikan!!!”

Setelah mengucapkan kata-kata yang begitu pedas didengar ditelinga dan menusuk hati, Ratu pun keluar dari ruangan itu dan meninggalkan Fu Jin sendiri di sana. Ratu memerintahkan Dayang yang merebut putra Fu Jin untuk membawanya bersamanya.

“Kembalikan… anakku!” rintih Fu Jin, sebelum beberapa saat kemudian tak sadarkan diri.

“Ratu, apa yang harus saya lakukan untuk anak ini?” tanya Dayang.

Ratu melirik sekilas bayi yang baru lahir itu dengan tatapan menghinakan.

“Menurutmu? Jika orang lain, kau, dan aku saja memandangnya jijik… bagaimana jika Raja melihat anaknya yang buruk rupa seperti monster seperti ini? Dia pasti akan sangat malu. Sebelum kabar menyebar dan menjadi aib bagi Istana, bunuh anak itu!” perintahnya.

“Ratu… .”

“Kenapa?” potongnya. “Apa kau tidak tega melakukannya? Apa harus aku yang melakukannya sendiri?” tanyanya.

Dayang yang menggendong bayi itu pun segera berlutut memohon ampun kepada Ratu. “Saya tidak berani! Mohon tarik lagi perkataan Anda. Saya akan segera membunuh anak ini,” cetus sang Dayang.

“Baguslah jika kau mengerti tanpa aku sendiri yang mengajari. Ingat, jika kau tidak membunuhnya, maka, aku akan membunuh semua keluargamu. Kau tahu siapa aku, ucapanku tidak pernah main-main. Jika aku memutuskan sesuatu, maka, aku pasti akan melakukannya,” cetusnya.

BURUK RUPA

“Di mana anak itu?” Pertanyaan yang ditanyakan Raja pertama kali, ketika ia menjumpai sang Ratu.

“Bertahun-tahun kau tidak pernah datang, dan kunjungan pertama kali ini, pertanyaan yang pertama kali kau tanyakan adalah anak buruk rupa itu? Aku sangat takjub! Begitu cintanyakah kau dengan dayang rendahan itu?!” sentak Ratu seraya menghamburkan barang-barang yang ada di hadapannya.

“Apa kau… membunuhnya?” Raja masih menginterogasi sang Ratu.

Ratu berusaha menenangkan dirinya terlebih dahulu, baru mulai menjawab pertanyaan dari Raja. “Iya, aku membunuhnya. Kenapa? Apa setelah aku mengetahui bahwa aku membunuhnya kau akan membunuhku? Maka, bunuhlah aku sekarang juga! Bunuh aku!!!” sentak sang Ratu yang tak bisa lagi menguasi emosi dan kecemburuannya.

"Baguslah … .” Hanya satu kata yang keluar dari mulut Raja. Ia terlihat lega sembari menghela nafasnya. Namun, sikap yang ditunjukkan oleh Raja membuat Ratu tidak mengerti.

“Apa maksud satu perkataan itu? Aku benar-benar tidak mengerti,” tanya sang Ratu yang penasaran, karena tak ingin asal menebak tentang apa yang dirasakan sang Raja.

“Tindakanmu sudah tepat. Mendengar kabar itu, tadinya, au ingin memerintahkan seseorang untuk membunuhnya. Tapi ternyata, kau selangkah lebih cepat melakukannya. Bagus sekali jika kau membunuhnya,” cetus Raja.

Ratu mengernyitkan kedua alisnya karena merasa sedikit aneh dengan sikap Raja kali ini. Ia pikir, Raja akan menghukumnya karena bertindak semena-mena.

‘Mungkin, karena anak itu buruk rupa. Benar juga, anak sepertinya hanya akan membawa aib kepada keluarga kekaisaran. Membunuhnya adalah tindakan tepat,’ batin sang Ratu.

“Istriku, sudah lama aku tidak melihatmu. Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja?” tanya Raja kepada Ratu.

Ratu semakin dikejutkan ketika mnedengar pertanyaan seperti itu dari Raja. Selama lebih dari 5 tahun, Raja tak pernah mengunjungi Ratu Yuan ketika Raja dikabarkan terjerat oleh kecantikan salah satu Dayang istana. Raja sangat menyayangi Dayang muda yang bernama Fu Jin, hingga melupakan Ratu.

Karena hal itulah yang membuat Ratu berubah menjadi lebih bengis dari sebelumnya, karena terlalu cemburu terhadap Dayang istana itu. Ratu semakin membencinya ketika Fu Jin dikabarkan telah mengandung anak Kaisar.

Ratu yang memiliki energi tubuh yang terlalu dingin, dikatakan hanya bisa memiliki seorang anak perempuan. Ratu telah memiliki 2 anak, tetapi semuanya adalah anak perempuan yang diberi gelar Putri. Harapan raja kepada Fujin yaitu agar dia melahirkan seorang putra.

Ratu tak ingin semua berjalan dengan lancar. Untuk mengacaukannya, Ratu Yuan mencoba segala cara untuk mencelakai bayi yang ada di dalam kandungan Fujin secara diam-diam. Sayangnya, obat yang diresepkan selalu gagal menggugurkan kandungannya. Dan ketika putra Fu Jin telah lahir, akhirnya Ratu pun menyadari bahwa usahanya selama ini tidak sia-sia. Meski tak berhasil menggugurkannya, Ratu berhasil membuat wajah anak itu menjadi cacat permanen.

“Istriku … .” Panggilan Raja membuyarkan lamunan sang Ratu.

“Eh?” gagapnya.

“Apa ada hal baik yang menimpamu? Kau melamun sambil tersenyum. Dapatkah kau membagikan kesenanganmu padaku?” tanya Raja.

“Yang mulia, selama ini aku telah mempelajari banyak obat. Dan di antaranya adalah obat yang dapat menghangatkan elemen di dalam tubuhku. Aku sudah bisa memiliki seorang Putra,” ujarnya memberitahu kabar gembira kepada sang Raja.

“Benarkah?!” Mendengar kabar gembira dari Ratu, Raja tampak sangat bahagia mendengarnya. “Sejak kapan?” tanyanya.

“2 tahun lalu,” jawabnya.

“2 tahun lalu? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku? Jika itu 2 tahun lalu, kita pasti kan memiliki seorang Putra lebih cepat,” balas Raja.

“5 tahun ini, aku selalu menunggumu. Setiap malam, aku selalu menunggumu datang. Aku sering meminta seorang pelayan untuk memberitahumu, tapi kau selalu menolak undanganku. Kau begitu kejam, karena lebih mementingkan wanita rendahan sepertinya. Apa aku tidak cantik? Lihat! Apa aku tidak cantik?” Ratu sudah mulai emosional.

“Ratuku, mohon maafkan aku selama ini. Sepertinya, aku telah dibutakan olehnya. Mungkin, dia menggunakan jimat dan mantra jahat untuk merayuku. Aku juga tidak tahu kenapa aku terjerat oleh wanita rendahan sepertinya.” Raja berusaha meyakinkan Ratu.

“Itu hanya alasanmu saja! Kau boleh memilih selir, tapi bukan dia. Aku merasa terhina karena aku dipandang kalah dari wanita rendahan sepertinya. Kau membuat harga diriku terinjak-injak.” Ratu tak ingin kalah debat dari Raja.

“Maafkan aku, aku sungguh bersalah padamu. Sekarang, kau bisa lebih tenang, karena aku telah memberi titah untuk mengurungnya di Istana Timur. Dia telah menjadi tahanan rumah dan tidak diizinkan keluar selangkah pun. Sekarang, aku baru menyadari betapa bodohnya aku karena mengacuhkan wanita terbaik sepertimu,” rayu Raja.

“Benarkah? Kalau begitu, buktikan kalau saat ini aku adalah wanita satu-satunya dalam hidupmu,” tantangnya.

Raja mengalungkan lengannya di pinggang Ratu, lalu menariknya ke pelukannya. Ia mendekatkan wajahnya menyentuh wajah Ratu. Mereka saling tatap begitu dalam.

“Baiklah. Kalau begitu, maukah kau menghabiskan malam ini bersamaku?” tanyanya dengan nada menggoda seraya mengelus wajah Ratu.

Ratu tersenyum nakal, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Raja.

“Tergantung apa kau bisa mengalahkanku,” bisiknya.

***

"Pergi dari sini! Dasar menjijikan!!!” usir seorang penjaja makanan kepada pemuda yang mengenakan topeng menutupi wajahnya.

“Tuan, berikan aku makanan. Sedikit saja ...,” pintanya dengan lirih.

“Puih! Minta? Kau harus membelinya! Kau kira membuat makanan menggunakan pasir, apa?!” bentaknya.

Mau tidak mau, pemuda itu pun harus angkat kaki dari tempat itu. Ia berjalan tanpa arah tujuan, dengan perut kosong yang keroncongan. Tubuhnya kering kerontang karena ia tak setiap hari berhasil mendapatkan makanan. Ia ingin bekerja dan menghasilkan uang. Sayangnya, tak ada yang bersedia menerimanya dan mempekerjakannya.

Setiap ia singgah di satu tempat untuk beristirahat, orang-orang yang ada di sekitarnya selalu mengusirnya karena dianggap sebagai pembawa sial. Jika ia enggan pergi, maka, mereka akan memukulinya hingga babak belur.

“Seharusnya aku tetap tinggal di hutan dan memakan buah-buahan liar saja selama hidupku. Dia mengatakan bahwa para manusia itu jahat, tapi aku tidak pernah menyangka jika akan sejahat itu. Aku kira, semua manusia akan berhati baik, karena aku merasakan kehangatan dalam hatiku,” gumam pemuda itu.

“Bukankah dia Yi Cai?”

“Benar, dia Yi Cai.”

Dua pemuda yang sedang menongkrong di sebuah kedai teralihkan fokusnya ketika melihat sosok pemuda bertopeng yang berpenampilan kusut tak terawat.

“Lihat saja penampilannya! Bukan hanya tak terawat, tapi wajahnya itu … .”

“Kenapa dengan wajahnya? Aku belum pernah melihat wajahnya karena dia selalu mengenakan topeng untuk menutupinya. Aku juga tidak sudi melihat wajahnya. Lebih baik dia menutupinya seperti itu.”

“Apa kau belum pernah mendengarnya? Katanya sih, wajahnya … Auuhh… Menjijikan! Dia serigala buruk rupa,” ungkapnya merendahkan.

BUKA TOPENGMU!

"Benarkah? Aku jadi penasaran. Bagaimana kalau kita sedikit bermain dengannya?”

“Apa yang kau rencanakan?”

“Lihat saja bagaimana caraku melakukannya,” ucapnya sembari tersenyum licik. “Yi Cai! Oiii… Yi Cai!!!” panggilnya dengan cara tidak sopan.

Pemuda bertopeng yang merasa namanya terpanggil pun mencari-cari sumber suara orang yang memanggilnya. Ketika melihat seorang pemuda yang duduk santai sembari melambai-lambaikan tangannya, Yi Cai menoleh-nolehkan ke sekitarnya.

“Iya, kau! Yi Cai serigala buruk rupa. Aku memanggilmu. Aku akan menraktirmu jika kau datang kemari,” ujar pemuda itu.

Ketika pemuda itu mengatakan bahwa dia akan menraktir Yi Cai, Yi Cai yang sudah kelaparan pun akhirnya mulai bersemangat.

“Ternyata tidak semua manusia itu jahat,” pikirnya.

“Apa kau benar-benar akan mentraktirku?” tanya Yi Cai dengan tatapan mata berbinar.

“Tentu saja. Tapi… kau harus melakukan sesuatu untukku, baru aku akan membayarmu dengan makanan.” Menawar kepada Yi Cai.

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Yi Cai dengan polosnya.

“Lepas topengmu!” perintahnya.

Perintah dari pemuda itu membuat Yi Cai reflek membelalakkan netranya.

“Kenapa? Kau tidak berani melakukannya? Hei! Semua orang sudah tahu betapa buruknya wajahmu itu. Bukankah melihat sekali lagi bukanlah masalah? Benar, tidak?” Melirik teman yang ada di seberangnya. Temannya pun tertawa kecil sambil berpikir bahwa permainan yang tengah dilakukan benar-benar gila.

“Coba tanya semua yang ada di sini. Semua, apa kalian tidak penasaran dengan wajah Yi Cai?” serunya kepada semua orang yang ada di kedai itu.

Semua orang yang mampir di kedai itu saling berbisik-bisik kepada rekan-rekannya, membuat kedai yang tadinya tenang menjadi gaduh.

“Apa dia Yi Cai?”

“Siapa dia?”

“Apa kau tidak tahu? Dia si serigala buruk rupa. Aku dengar, wajahnya sangat menjijikan.”

“Benarkah? Apa karena itu dia memakai topeng?”

“Lihat saja penampilannya. Sangat lusuh dan tak terawat. Aku baru melihat penampilan seorang manusia yang sangat buruk seperti itu.”

“Apa kau tidak penasaran dengan wajahnya?”

“Aku lumayan penasaran. Bagaiaman jika kita menyruhnya melepaskan topengnya?”

“Ide bagus. Aku juga penasaran dengan sosok manusia berwajah paling buruk ini.”

“Hei, Kau! Apa kau tidak ingin menunjukkan wajahmu kepada kami?” seru salah seorang yang ada di Kedai itu dengan lantang.

“Benar! Coba perlihatkan wajahmu pada kami jika kau berani,” desak yang lainnya.

“Benar, tunjukkan pada kami.

“Aku juga penasaran. Cepat buka topengmu!”

“Yi Cai, buka topengmu!”

Banyak yang mendesak Yi Cai untuk membuka topeng wajahnya, membuat tubuh Yi Cai seakan membeku di tempat.

Yi Cai yang tumbuh besar jauh dari kalangan masyarakat, awalnya tak pernah mempermasalahkan wajahnya. Namun, ketika dia mulai menginjakkan kaki ke dunia luar, semua pasang mata selalu tertuju pada wajahnya.

Mereka saling berbisik-bisik di belakang, beberapa yang lainnya mengusir Yi Cai secara terang-terangan karena wajah buruk rupanya dianggap sebagai pembawa kesialan.

Sejak saat itu, Yi Cai baru menyadari bahwa wajahnya adalah kelemahannya. Untuk meminimalkan perasaan benci mereka terhadap wajahnya, Yi Cai mengukir seuah topeng yang terbuat dari kulit kayu untuk menutupi wajahnya yang bagi orang lain sangat tak sedap untuk dipandang.

“Hei, apa kau tuli? Teriakan sekeras itu dari banyak orang, apa kau tidak mendengarnya? Apa kau ingin membuat mereka mati penasaran? Bukankah hanya wajah saja? Lihat! Selain dirimu, apa ada yang menutupi wajahnya dengan topeng kayu busuk sepertimu? Cepat lepas! Melepas topengmu tidak akan membuat wajahmu rupawan. Cepat! Jika kau tidak ingin melakukannya sendiri, aku bisa membantumu,” desaknya.

“Aku… aku …,” gagap Yi Cai.

“Kenapa? Cara bicaramu sangat menyebalkan. Jangan bicara lagi! Cepat lepas topengmu! Jangan buat aku turun tangan dan memaksamu,” paksanya. “Oh, benar. Di Dunia Continent ini, apa kau sudah membuka segel bayangan penjaga di tubuhmu?” tanyanya.

Yi Cai hanya menggeleng-gelengkan kepala, karena ia sendiri tidak mengerti tentang bayangan penjaga yang dimaksud.

“Haha, dia belum membukanya.”

“Berati dia hanyalah pemuda lemah. Bukan hanya buruk rupa, tapi juga lemah. Benar-benar paket lengkap,” ejek seseorang yang ada di sana.

“Kau belum membuka segelnya. Jadi, jangan salahkan aku jika memaksamu dengan cara kasar. Lemah… jangan salahkan aku. Salahkan dirimu yang terlahir jelek dan lemah,” hinanya.

Yi Cai membisu. Dia hanya bisa menundukkan kepalanya, mendengar hinaan dan cercaan-cercaan yang dia dapat dari banyak orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Yi Cai benar-benar tidak mengerti.

Mengapa mereka semua membencinya?

Yi Cai tidak mereka yang membenci dirinya tanpa alasan, hanya karena mereka tidak senang melihat wajahnya. Hanya masalah wajah, membuatnya menderita hingga di titik ini. Namun, Yi Cai yang tak bisa apa-apa, hanya bisa terdiam tanpa melakukan pembalasan apa pun. Ia hanya bisa menggigit lidahnya sembari mengepalkan kedua telapak tangannya.

“Kenapa kalian semua membenciku?” tanyanya dengan suara pelan. Akhirnya Yi Cai memberanikan diri mengeluarkan uneg-uneg yang selalu mengganggunya.

“Apa aku tidak salah dengar? Kau bertanya kenapa kami membencimu? Bukankah sudah jelas? Jawabannya, karena wajahmu yang sangat menjijikan! Masih bertanya?!” sentaknya. “Sudahlah! Lupakan tentang membuka topengmu. Terima ini!” Pemuda itu melemparkan sepotong roti ke bawah Yi Cai.

Kemudian, mereka berdua menaruh beberapa uang perak di atas meja dan beranjak pergi dari tempatnya.

Ketika pemuda itu melemparkan sepotong roti ke arah Yi Cai, Yi Cai pun segera memungutnya, walau roti telah kotor karena terjatuh ke tanah. Meskipun demikian, Yi Cai tetap memungutnya dan membersihkannya. Ia menyantap roti itu dengan cepat, layaknya orang kelaparan, karena dia memang sangat kelaparan.

Semua orang yang ada di sana pun semakin jijik ketika meihat tingkah laku Yi Cai yang dipandang jorok bagi mereka.

“Aku jadi tidak nafsu makan. Ayo pergi ke tempat lain,” ajak seseorang yang ada di sana kepada temannya.

“Aku juga. Ayo pergi!”

Melihat pelanggannya banyak yang meninggalkan Kedai, Bos pemilik kedai pun segera mengusir Yi Cai dengan kasar. Bukan hanya itu saja, ia bahkan menyiramkan air bekas cuci piring ke tubuh Yi Cai, sebelum Yi Cai bersiap untuk pergi.

Yi Cai pun terpaksa pergi karena ia pun dipaksa. Tubuhnya basah kuyup, membuatnya menggigil kedinginan. Bahkan, langit tak memihak padanya. Langit menurunkan rintikan hujan, lalu mengguyur tubuh Yi Cai yang semula basah kuyup, kini ditambah guyuran derasnya hujan.

“Dingin sekali,” gumamnya. ‘Apa yang harus kukenakan? Aku bahkan hanya memiliki ini saja yang bisa kupakai,’ batinnya resah karena tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan, di samping dia yang tak memiliki pakaian ganti.

Yi Cai adalah namanya. Dia hanyalah anak sebatang kara yang baru menginjak usia 16 tahun.

Sejak kecil, Yi Cai tak pernah berbaur dengan masyarakat, tempat orang-orang bersosialisasi. Ia tinggal di hutan yang jauh dari peradaban penduduk.

Yi Cai yang ingin melihat dunia luar, si samping menemukan identitasnya yang sebenarnya pun memberanikan diri untuk pergi ke suatu Negara makmur yang terletak di Xianjiang Selatan.

Ia berpikir bahwa hidupnya akan lebih mudah dan menyenangkan, karena ia bisa berkomunikasi dengan sebangsanya. Namun, semua tak seindah yang dia kira. Karena kekurangannya yakni wajah buruk rupa, orang-orang merasa jijik terhadapnya, juga menilai penampilannya yang kampungan.

Untuk mengurangi kebencian mereka, Yi Cai pun menutupi wajahnya dengan topeng yang ia buat dengan kulit kayu. Walau Yi Cai sendiri tahu bahwa semua itu takkan membantunya mengurangi kebencian mereka.

Tak jarang ia mendapat cercaan, hinaan, ditindas, bahkan dipermainkan seperti yang dilakukan oleh 2 pemuda tadi. Namun, karena tujuan utamanya yaitu menemukan identitas aslinya, Yi Cai tidak akan menyerah untuk menghadapi takdir yang tak berpihak kepadanya.

Tuk… tuk… tuk… bunyi suara sepatu yang perlahan sampai ke telinga Yi Cai. Yi Cai akhirnya sadar jika kepalanya tak lagi diguyur derasnya rintikan hujan di tempat perteduhannya seadanya. Yi Cai pun mengangkat kepalanya. Ia sangat heran tatkala melihat seorang pria tua membagi payungnya dengannya.

“Nak, pasti berat bagimu,” ucap pria tua itu.

Yi Cai terpaku dalam keheningan. Pandangan matanya tetap tertuju kepada sosok pria tua yang baginya, bagaikan malaikat berwujud manusia yang baru ia jumpai pertama kalinya dalam hidupnya.

Setelah menatapnya begitu lama, Yi Cai pun akhirnya tersadar ketika suara berat pria itu memanggilnya sekali lagi.

“Nak, apa kau bersedia ikut denganku?” tanyanya sembari mengulurkan tangannya di hadapan Yi Cai.

Yi Cai menatap uluran tangan itu tanpa menyambutnya. Kemudian, ia baru membuka mulutnya, “Siapa… kau?”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!