Hai nama ku Anastasya panggil aja Sasya, aku anak sulung dari 2 bersaudara. Mama ku seorang kepala sekolah dan ayah ku seorang CEO. Aku selalu tampak seperti anak yang bahagia, tetapi sebenarnya aku kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuan ku.
Sejak aku kecil, aku selalu bersama dengan pengasuh ku. Tidak pernah ada waktu untuk bersama kedua orangtuaku. Aku selalu iri melihat teman-temanku yang sedang pergi berlibur dengan kedua orangtuanya.
Hari ini aku masuk ke sekolah baru ku, sebut saja SMA Raga. SMA ini adalah SMA terfavorit di tempat ku, aku sebenarnya tidak ingin masuk ke sekolah ini. Namun, dengan paksaan batin akhirnya aku memilih masuk sekolah ini.
Sebenarnya aku sangat ingin masuk ke SMK Jiwa, sekolah swasta yang sangat di kagumi dan sudah menghasilkan banyak orang-orang sukses. Dengan susah payah akhirnya aku membuat kesepakatan dengan mama. Aku akan tetap sekolah di SMA Raga jika aku lulus jurusan IPA, dan bila lulus di jurusan IPS aku akan pindah ke SMK Jiwa. Mama pun menyetujuinya.
Setelah mengikuti banyak seleksi akhirnya aku lulus masuk SMA Raga, Dan tinggal 1 tahap terakhir. Ya tahap pengetesan ujian pemilihan jurusan dengan sistem psikotes.
Hari ini adalah hari pertamaku memasuki sekolah ini, di sini kami dibagi menjadi 6 tim. yang di mana aku mendapat masuk ke tim 2, aku berkenalan dengan seorang siswi bernama Desi, dia adalah teman pertamaku di sekolah ini. walaupun kami berbeda keyakinan kami tetap berteman.
Di hari kedua aku bertemu dengan teman baruku bernama Widya, dia adalah teman satu tim dan juga satu agama denganku. Aku suka dengan Desi, karena walaupun dia berbeda keyakinan dengan kami dia masih mau berteman dengan kami. Bahkan ia mengenalkan teman smp-nya, yaitu Pena.
Aku yang tidak biasa bergaul dengan siapa-siapa, hari ini aku merubah sikapku dan mengenal banyak orang. Di sini aku sangat bahagia, karena tidak ada mata-mata yang mencintaiku. Saat SMP aku selalu dikerumuni oleh teman-teman yang hanya memanfaatkan ku saja, oleh karena itu aku sangat bersyukur karena tidak satu tim dengan mereka.
Kami bercanda dan tertawa bersama, tidak ada perbedaan di antara kami. Kami seperti orang biasa, di sini kami tidak memandang status sosial. Yang itu adalah hari penunjukan bakat, tanpa sengaja Widya bertabrakan dengan seorang siswi di situ. Dan Widya sempat meminta maaf, ketika ia melihat wajah siswi itu ia langsung memeluknya.
'' Hai Wina, aku nggak nyangka loh bisa ketemu kamu di sini. Kukira kamu nyambung di SMA Bunga.'' ucap Widya dengan memeluk wanita itu.
'' Enggak aku masuk di sekolah ini juga, kebetulan ayahku yang mengurus semuanya.'' ucapnya dengan menyombongkan jabatan ayahnya.
Kami yang mendengar perkataannya menjadi cukup kesal, dari tampangnya saja kami sudah bisa menebak kalau dia anak orang berada. Namun, kami tidak menyangka kalau ternyata dia adalah orang yang sombong. Pena kemudian ingin memukulnya, tetapi kami menghalanginya. karena kami tidak ingin terjadi keributan di sini.
Dengan berat hati Ia pun bergabung dengan kami, kami pun tetap merasa kesal dengan dirinya. Karena dia enggan untuk berbaur dengan kami, padahal saat ini kami semua sama. Mengetahui kelas mana yang akan kami masuki.
Kami terus bersabar menghadapi tingkahnya, hingga hari ini adalah hari pengetesan. Kami sengaja berbaris di paling pinggir, karena barisan paling pinggir akan digusur untuk memasuki ruangan yang lain. Kami berlima mendapat ruang ujian ruang 7, di sini aku duduk bersama dengan Wina. Pena dengan Desi, dan Widya bersama seseorang yang tidak kami kenal.
Kami pun berkenalan dengannya, ternyata namanya juga Desi. Dia sangat baik, dan dia lulusan dari pesantren. Dari sikapnya saja kami merasa nyaman dekat dengannya, kami sedang berjanji Kalau kami akan bersama terus hingga lulus. Begitu juga dengan Desi yang baru bergabung dengan kami, kami berharap kami akan disatukan di dalam kelas yang sama.
Kami pun melakukan bersih-bersih di ruangan yang akan kami gunakan untuk ujian, seusai bersih-bersih bel berbunyi pertanda waktu ujian dimulai. Kami pun segera duduk di kursi yang telah kami sediakan tadi, guru pun mulai membagi lembar ujian. Dan kami mengerjakannya dengan sangat tertib.
Entah kenapa aku merasa kesal dengan guru itu, karena ternyata aku mendapat nomor urut 1. Yang artinya akulah kunci dari semuanya, lembar jawabanku yang akan selalu diambil paling pertama. Padahal menurutku aku tidak ada pintar-pintarnya dan jawabanku pasti asal-asalan, karena ketika mengambil harus dari aku duluan. Dan yang lain masih memiliki waktu walau pun hanya beberapa detik saja.
Ujian pun terlaksana dengan lancar, setelah selesai ujian kami berkumpul di depan perpustakaan. Kami berenam membicarakan tentang soal yang kami ujian kan tadi, dan Jujur aku sempat mengeluh tentang aku yang mendapat nomor urut 1. Dan bukannya menyemangati teman-temanku malah menertawakanku.
'' Sudahlah Sya, itu semua sudah terjadi. Kita tinggal menunggu pengetesan esok hari, dan lusa pembagian lokal.'' ucap widya yang memang selalu berkata lembut kepadaku.
Mendengar ucapan dari Widya mereka semua hanya mengangguk, karena kami takut akan berpisah. Kami pun mengabadikan momen itu di dalam sebuah foto, kami foto bersama. Namun tidak dengan Wani yang tidak ingin bergabung dengan kami, kami sebenarnya kesal dengan sikap Wina. Tapi kami tidak bisa apa-apa karena itu adalah keinginannya, kami lanjut berfoto sambil tertawa dan tanpa sadar kami menjadi pusat perhatian di sana.
Kami terus saja tertawa, hingga ada seorang pemuda yang mendatangi kami. Dan ternyata dia adalah kakak tingkat kami, dia mengajak kami berkenalan. Dan saat ia bersalaman dengan Widya, wajahnya tampak berseri merona. Kami sudah menebak kalau ia sedang jatuh hati kepada Widya, tetapi kami tidak ingin mengatakannya di depan pemuda itu langsung. karena nantinya Widya pasti akan menghilang meninggalkan kami karena pemuda itu.
'' Hai aku Reza, aku anak kelas XI². Kalau boleh tahu nama kalian siapa ya?'' tanya pemuda itu.
Kami pun membiarkan Widya untuk memperkenalkan kami.
'' Hai aku Widya, yang di sebelahku ada Sasya, dan kemudian ada Desi, baru yang di sebelahnya lagi ada Pena. Lalu itu Desi lagi, dan yang terakhir Wina'' ucap Widya kepada pemuda itu.
'' Wah tampaknya kalian sangat akrab ya, apakah nanti kalian bisa sekelas ya.'' ucap pemuda itu dan membuat mereka kembali berpikir.
'' Kami pun berharap begitu, karena jujur kami sudah merasa nyaman.'' ucap sasya yang tiba-tiba saja membuka suara.
'' Kalau begitu kalian berdoa saja ya, semoga saja kalian satu kelas.'' ucap Reza kemudian pergi meninggalkan mereka.
'' Jujur aku takut banget, aku nggak mau pisa dari kalian.'' ucap pena dengan meneteskan air matanya.
'' Sudahlah itu semua nggak ada manfaatnya, lebih baik sekarang kita belajar untuk menghadapi ujian besok. Dan agar ketika pengumuman kita dapat satu kelas.'' ucap Sasya memberi semangat.
Mereka pun tersenyum, Mereka pun melakukan tos. Agar mereka dapat semangat kembali. Tidak lama terdengar suara bel, itu pertanda waktunya pulang. Mereka pun berjalan bersama menuju pintu gerbang, disitulah mereka berpisah untuk menuju rumahnya masing-masing.
'' Semua aku duluan ya.'' ucap widya yang memang sudah dijemput.
'' Iya.'' jawab mereka serentak.
Tidak lama Setelah itu mereka pun perlahan mulai meninggalkan sekolah, kini hanya tinggal Sasya yang menunggu jemputannya. Akhirnya dijemput oleh mamanya, walaupun saat ini keadaan sekolah sudah sangat sepi.
Jujur saja rasanya ingin marah, tetapi ia tidak tega. Dia juga tau kalau mamanya lelah, karena itu dia diam saja dan segera menaiki kendaraan milik mamanya. Tidak membutuhkan waktu lama kendaraan itu melaju dengan kecepatan yang tinggi dan sampai di rumahnya.
Sampainya di rumah, dia langsung membuka buku dan membacanya. Iya berusaha agar masuk di IPA dan bersatu di kelas yang sama dengan teman-temannya.
Keesokannya matahari pagi masuk dari celah-celah jendela, Anastasya atau yang biasa di siapa Sasya ini. Ia terbangun ketika cahaya itu menimpa wajahnya, ia langsung membersihkan dirinya dan pergi ke sekolah.
Ketika ia berdiri di depan gerbang, dia bertemu dengan Widya. Mereka pun berjalan menuju ruangan tempat ujian, dan ternyata di sana sudah ada Desi. Desi saat itu sedang membaca Alkitab, karena mereka tidak ingin mengganggu Desi. Mereka pun tidak bersuara, setelah Desi selesai, Desi pun menyapa kedua temannya itu.
'' Kalian sudah sampai, kenapa nggak panggil aku?'' tanya Desi yang memulai percakapan.
'' Nggak enak ah Des, kamu kan lagi baca Alkitab. Masa kami main ganggu aja, kan nggak sopan.'' ucap Sasya.
Desi yang mendengar ucapan temannya itu, Ia pun langsung memeluk Widya dan juga Sasya. Ia sangat bersyukur karena telah memiliki sahabat yang sangat pengertian, walaupun mereka berbeda mereka saling menghargai. Walaupun mereka baru kenal mereka merasa sudah lama saling mengenal, dan itulah yang membuat mereka merasa nyaman.
'' Ih main peluk-pelukan aja, aku nggak diajak.'' ucap pena yang baru saja muncul dari pintu.
'' Makanya jangan lama datang, ayo cepat sini.'' panggil Desi, pena pun segera berlari ke dalam pelukan mereka.
Mereka pun tertawa terbahak-bahak, karena ulah pena mereka terjatuh di lantai. Anak-anak lain yang melihat tingkah mereka, merasa iri dengan pertemanan mereka. Walaupun mereka berbeda tetapi mereka saling menyayangi.
Bel pun berbunyi, sudah waktunya Mereka melaksanakan ujian. Mereka sangat tegang dan takut, mereka takut terpisah. Guru pun membagikan soal ujian, mengerjakan soal ujian dengan sangat tenang. Dan tanpa mereka sadari waktu berlalu dengan sangat cepat, dan sudah waktunya untuk pengumpulan.
Setelah selesai dikumpulkan semuanya, mereka pun dipulangkan. Dan hanya tinggal menunggu hasil esok hari, mereka semua merasa panik. Mereka mulai menebak-nebak, mereka merasa takut kalau tidak ada yang mereka kenal di dalam kelas mereka nantinya.
Mereka pulang dengan suasana hati yang ambigu, namun mereka tetap berusaha tenang. Karena mereka tidak ingin membuat kedua orang tuanya cemas, walaupun sebenarnya bagi Anastasya itu tidak masalah, karena sesuai dengan kesepakatan awal. Ia akan keluar jikalau dia lulus di jurusan IPS.
Keesokan paginya mereka sudah berkumpul di ruang ujian 7, tempat mereka akan melanjutkan tes berikutnya. Bel pun berbunyi, bapak pengawas ujian pun sudah tiba dengan membawa amplop yang berisi soal ujian. Bapak itu mulai membagikan soal, dan seperti hari sebelumnya. Sasya urutan pertama, tetapi kini ia tidak tegang. Ia berusaha menjawab soal dengan sebisanya.
Tanpa terasa waktu pengujian tes telah habis, kini guru itu mengumpulkan semua lembar jawaban milik siswa. Kini semuanya tampak cemas, ini adalah ujian terakhir yang akan menentukan mereka masuk kelas IPA atau IPS.
Karena pengujian telah selesai, semua calon siswa dipulangkan. Kami berenam memilih untuk berkumpul di sebuah lapangan, di lapangan ini adalah tempat para siswa dan siswi biasanya menunggu angkot. Sambil menunggu angkot kami membeli beberapa makanan dan minuman, kemudian kami saling berbincang.
'' Guys aku takut loh'' ucap widya.
'' Takut kenapa?'' tanya Desi.
'' Takut kalau misalnya kita nggak satu kelas.'' ucapnya dengan ekspresi sedih.
'' Uda tenang saja, kita banyak berdoa saja.'' ucap Desi yang beragama Islam yang kami panggil dengan nama ''Ira.''
'' Ira, kau kayaknya tenang banget ya. Pasti karena kau bisa jawab semua kan.'' ucap pena.
'' Mimpi, aku aja banyak yang kosong. hehehe.'' ucapnya sambil tertawa.
'' Ya ampun, kau Ira. Kirain siap semuanya.'' ucap Sasya dengan tersenyum.
Mereka semua pun tertawa dengan serentak, kini wina yang awalnya nggan berbaur. Ia sudah mau berbaur dengan teman-teman yang berpenampilan biasa ini, Dia juga sangat bahagia bisa mengenal teman-teman yang memiliki sikap yang aneh-aneh ini.
'' Gays, aku seneng banget bisa kenal kalian.'' ucapnya dengan tersenyum lebar.
'' Kita juga senang kok.'' ucap pena, kemudian mereka berpelukan.
Keenan sahabat baru ini, melanjutkan perbincangan dengan bahagia. Mereka di penuhi canda dan tawa, tanpa mereka sadari waktu sudah menunjukkan sore hari.
'' Nggak terasa ya uda sore aja.'' ucap pena, dan mereka langsung melihat ke arah jam tangan masing-masing.
'' Iya benar, nggak terasa.'' ucap widya dan mereka mengangguk.
'' Ya, kita harus pulang dong. Padahal aku belum mau pulang.'' ucap pena yang memang malas untuk pulang ke rumah.
'' Nggak boleh gitu, ingat orang tua di rumah.'' Ira mengingatkan.
'' Siap Bu.'' jawab mereka serentak, kemudian mereka tertawa.
Perlahan-lahan mereka pun mulai pulang, kini Sasya juga sudah sampai di rumah. Ia bersalaman dengan mamanya kemudian membersihkan diri, selesai mandi ia mengobrol dengan adiknya yang seperti terlihat letih.
'' Adek, Adek kenapa? kayaknya Adek capek kali.'' ucapnya.
'' Gak apa-apa kak.'' jawab lembut.
'' Yakin, beneran Adek gak apa-apa?'' tanyanya kembali.
'' Nggak kak, Adek cuma capek aja. Karena lagi banyak hapalan.'' jawabnya lagi.
'' Oh yauda, jangan terlalu di paksa ya dek. Kakak yakin Adek pasti bisa.'' ucapnya menyemangati sang adik.
'' Makasih Kakak.'' ucapnya dengan memeluk Sasya.
'' Yauda, sekarang mandi sana. Bauk lebus.'' ucapnya dengan menutup hidungnya.
'' Ih kakak jahat.'' ucapnya dengan memukul sang kakak.
'' Ih mukul dia, kakak gelitiki mau.'' ucapnya dengan menunjukkan tangan untuk menggelitik adiknya.
Sang adik langsung melarikan diri, karena ia takut di gelitik oleh Sasya.
Anatasya sendirian, ia di kamarnya tanpa siapapun. Sang Adik kini sedang mandi, Sasya yang sangat merindukan kasih sayang orang tuanya. Orang tua yang super sibuk dan jarang peduli padanya, bukan hanya dia yang merasakannya tapi adiknya juga.
Karena itu ia sangat menyayangi adiknya, ia tidak ingin apa yang ia rasakan juga dirasakan oleh adiknya. Ia ingin sang adik bisa merasakan kebahagiaan yang lebih dari yang ia rasakan, Iya ingin melihat adiknya selalu tersenyum tanpa ada suara tangis. Baginya Tidak ada yang lebih penting, kecuali senyuman yang terukir di wajah adiknya.
kini adiknya telah selesai mandi, adiknya masih menatap sang kakak yang sedang melamun. Dia pun berjalan mendekati sang kakak.
'' Kakak lagi ngelamuni apa?'' tanyanya yang penasaran.
'' Nggak ada dek, kakak nggak lagi ngelamunin apa-apa.'' jawabnya dengan santai agar sang adik tidak curiga.
'' Kakak ini ngelamun terus, tapi kalau ditanya selalu bilang nggak ngelamuni apa-apa. Adek sedih loh kak, Kakak jujur aja sama adek.'' ucapnya meyakinkan sama kakak.
'' Nggak ada loh sayangku, dari pada debat dan bahas hal nggak berguna. Mending sekarang kita turun, kakak uda laper nih, adek udah laper belum?'' tanya Sasya untuk mengganti topik.
'' Ya udah deh ayuk, kebetulan adik juga udah laper Kak.''ucapnya dengan tersenyum lebar.
Mereka pun akhirnya turun ke bawah, keduanya yang sudah lapar menyantap makanannya ada di atas meja. Setelah selesai makan mereka melanjutkan untuk belajar, kehidupan yang selalu ada kata belajar. Adiknya selalu mendapatkan juara kelas, sedangkan Sasya tidak pernah.
Keesokan harinya, Sasya kembali ke sekolah. hari ini adalah hari pengumuman di mana kelas ia, Jujur saja ia sangat deg-degan. Ia dan teman-temannya baris di satu barisan yang sama, sambil menunggu penantian pengumuman di mana kelas mereka. Satu persatu mulai dipanggil namanya, dan kini pembagian kelas IPA 1 telah selesai. Sasya rasanya ingin menangis, karena ia mengira kemungkinannya akan sangat kecil untuk masuk IPA.
Kini giliran anak IPA 2, Sasya terus berdoa agar namanya dipanggil. Tiba-tiba saja yang terpanggil adalah nama Wina, Wina langsung pergi ke barisan kelas yang telah ditentukan. Kini mereka masih tetap dalam satu barisan yang sama, Sasya semanggi berdebar Ia semakin ketakutan. Dan alangkah bahagianya ketika namanya terpanggil untuk mengisi kelas IPA 2, ia tersenyum dengan sangat lebar. Kemudian mengucapkan selamat tinggal kepada temannya, dan berjanji akan berkumpul di tempat semalam kembali.
Wina yang tadi sebelumnya panik, karena ia tidak mengenal siapapun yang akan mengisi kelas IPA 2. Kini ia sangat bahagia karena ada Sasya bersamanya, ia pun membicarakan dengan Sasya untuk duduk sebangku. Setelah lengkap 36 siswa, Mereka pun diminta untuk pergi ke ruang kelas mereka. Mereka pun pergi ke sana kemari mencari meja dan kursi yang kurang, akhirnya Sasya dan Wina menemukannya dan meletakkannya di barisan pojok paling depan.
Awalnya Wina tidak mau di depan, tetapi melihat situasi yang sudah tidak memungkinkan untuk duduk di belakang. Mau ataupun tidak mau mereka harus duduk di depan, dan ya itu adalah pengalaman pertama bagi Wina untuk duduk di barisan paling depan. Tapi tidak dengan Sasya, yang memang sudah sejak dulu duduk di barisan paling depan.
Mereka berkenalan dengan siswa yang berada di belakang mereka, mereka berdua bernama Tia dan juga Sani, ternyata Tia dan Sani berasal dari SMP yang berada di sebelah SMA ini. Tia dan Sani sangat baik, mereka berdua dengan rama tama menyambut perkenalan mereka.
Sasya dan juga Wina sebenarnya adalah orang yang pemalu, tetapi Sasya mencoba keluar dari rananya. Dan ia memberanikan diri, karena ia ingin memiliki banyak teman. Tidak seperti dulu yang selalu dijauhi, karena dipandang sebagai anak kepala sekolah.
Inilah kesempatan yang bagus bagi Sasya, karena selama ini ia merasa kalau ia memang harus merubah sikapnya. Dan di sini ia berhasil menemukan banyak sekali teman, yang tidak memandang fisik dan juga harta. Bahkan teman-temannya tidak mengetahui status ataupun pekerjaan kedua orang tua Sasya, dan hal itu membuat Sasya sangat bahagia. Karena teman-temannya mau berteman dengannya tanpa memandang fisik dan status dari kedua orang tuanya.
Tiba-tiba saja datanglah kakak senior, kakak senior memperkenalkan organisasi yang bernama marching band. Sasya yang memang suka dengan musik, ia mencoba mengikuti organisasi tersebut. Ia awalnya mengajak Wina bersamanya, tetapi Wina enggan untuk ikut dengannya.
Sasya tidak mau memaksa Wina, dan akhirnya ia ikut organisasi itu sendiri. Sepulang sekolah mereka dikumpulkan di sebuah lapangan, untuk mengetahui siapa-siapa saja yang mengikuti organisasi marching band. Tanpa disadari, Ternyata ada seseorang yang juga berasal dari kelasnya. Karena ia belum mengenal anak itu, Ia pun mendekatinya dan berkenalan.
'' Hai kamu berasal dari X IPA ² ya?'' tanyanya kepada pemuda itu.
'' Iya, kamu dari X IPA 2 juga ya?'' tanyanya kembali.
'' Iya, kenalin nama aku Anastasya.'' ucapnya memperkenalkan diri.
'' Oh nama kamu Anastasya, kenalin aku Paskah. Senang bisa berkenalan dengan kamu Anastasya.'' ucapnya dengan penuh senyuman.
'' Iya aku juga senang, karena aku punya temen latihan dari kelas. Jadi nggak cuma sendirian di organisasi ini.'' ucapnya dengan senyuman yang lebar.
Setelah menuliskan nama mereka di kertas selembar, dan kakak tingkat mengabsen kehadiran mereka. Mereka pun dipulangkan, untuk jadwal latihan mereka akan disampaikan oleh kakak seniornya di pertemuan berikutnya. Sasya pun langsung keluar, ia sedang menunggu jemputan dari mamanya.
Seperti biasanya, sang Mama akan menjemput terlambat. Tetapi Sasya sudah terbiasa, walaupun hal ini baru terjadi beberapa hari sejak ia masuk ke SMA ini. Sasya sudah tahu itu, dan ia duduk di sebuah kursi yang berada di gerbang depan.
Tiba-tiba saja HP Sasya berdering, ia pun baru teringat kalau ia ternyata memiliki janji dengan teman-temannya. Dengan cepat Ia berlari ke tempat mereka nongkrong kemarin, di sana sudah ada Desi, Widya, Pena Dan juga Ira. Hanya Wina saja yang tidak ada, karena Wina sudah dijemput oleh sang ayah.
'' Maaf teman-teman aku lupa.''ucapnya dengan rasa bersalah.
'' Udahlah nggak apa-apa, yang penting kan sekarang kamu sampai sini Sya.''ucap Widya.
'' Makasih guys.'' ucapnya kembali dengan senyuman yang lebar.
'' Udah sini duduk di samping aku, uda kami siapin.'' perintah Widya.
'' Karena uda kumpul, mari kita mulai topik pembicaraan.'' ucap Desi yang memang sudah sangat penasaran.
'' Boleh tuh, tapi kita mulai dari siapa ya?'' ucap Ira dengan melirik kanan dan kirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!