NovelToon NovelToon

Kekurangan Istriku

Malam Pernikahan

Jika biasa malam pernikahan akan di habiskan di dalam kamar yang indah dengan dekorasi bunga mawar yang menambah keromantisan, tidak untuk Mita dan Yazid.

“Kak, makan malamnya sudah Mita siapkan di meja makan. Ayo makan malam." ajak wanita itu saat memasuki kamar.

Pernikahan dari dua anak konglomerat yang seharusnya akan berlansung beberapa malam nyatanya tidak terjadi pada keduanya. Yazid meminta untuk hanya mengadakan akad nikah saja. Ia tak ingin berlama-lama bersandiwara bahagia di depan para tamu undangan yang hadir. Dan malam ini mereka pun sudah tinggal di rumah milik Yazid. Baru saja Mita selesai mengerjakan semua urusan dapur sendiri sementara sang suai tampak sibuk bermain ponsel di atas kasur.

Sedih, tentu saja. Bohong jika Mita Gladizia tidak sedih melihat pernikahannya seperti ini. Namun, ia sadar ini semua adalah ia yang menginginkan meski sedari awal ia sudah tahu jika Yazid sama sekali tak menginginkan pernikahan ini.

Hening saat ia memanggil sang suami. Mita masih berdiri di depan pintu kamar memperhatikan sang suami. Senyum di wajah Mita bahkan masih mengembang saat ini.

"Kak...mau makan di meja makan atau Mita bawakan ke kamar saja?" tanyanya lagi saat lama Yazid tak mengeluarkan suara.

Yazid pun menoleh tajam pada istrinya. Tanpa berkata ia langsung bergegas turun dari ranjang melewati Mita dan duduk di meja makan. Di sana sudah tersedia telur dadar lengkap dengan bumbunya serta susu hangat dan juga nugget. Ini adalah kali pertama Mita memasak untuk Yazid.

Helaan napas Yazid keluarka saat melihat menu makan malamnya yang sangat menghilangkan selera makan. Ia mengerjapkan matanya lemas dan mulai menyendok makan.

"Makan ini dulu yah, Kak. Besok-besok aku belajar menu lainnya. Ini susunya juga di minum." Tak patah semangat Mita mengatakan semua niat yang ia ingin lakukan untuk sang suami. Senyuman masih terus mengembang di wajahnya.

Ketika satu sendokan di makan, Yazid hendak memuntahkan namun Mita segera menyodorkan susu pada sang suami.

"Jangan di muntahin, Kak. Sayang makanannya. Ini di campur sama susu yah biar rasanya enakan dikit. Aku tahu pasti rasanya kurang enak makanya aku siapin susu ini sebagai penawarnya." Yazid yang memerah wajahnya sangat marah. Terpaksa ia mengikuti permintaan sang istri karena terlanjur memasukkan ke dalam mulutnya. Lagi pula ia juga sangat lapar saat ini.

Setelah selesai makan pertama, ia pun mengutarakan kemarahannya pada Mita. "Kamu ini becus nggak sih masak? Itu bukan kurang enak tapi kelebihan garam."

Air mata Mita jatuh melihat marahnya sang suami. Sebelumnya ia berusaha tersenyum pada Yazid.

"Kak, maaf yah. Mita baru belajar masak. Ini kakak makan lagi sambil minum susu. Besok-besok pasti masaknya akan lebih enak lagi." Hanya tiga sendok yang bisa Yazid makan saat itu. Ia pusing setiap kali memaksa makan makanan itu. Telur sudah ia singkirkan berganti memakan nugget. Namun, nasi yang ia makan justru begitu lembek. Sumpah demi apa pun Yazid sungguh ingin memaki wanita di depannya kali ini.

"Kak, mau kemana?" teriak Mita melihat sang suami yang meninggalkan dirinya dari meja makan. Namun, Yazid sama sekali tak bersuara. Ia masuk ke dalam kamar dan mengambil jaket serta kunci mobil. Melewati Mita yang sedang menanti jawaban darinya.

Mita menunduk melihat malam pernikahannya ia harus di tinggal Yazid pergi. Ia pun memilih melanjutkan makan seorang diri dengan air mata yang berjatuhan. Usai itu, Mita menuju kamar dan mengambil ponselnya. Rasanya tidak betah berada di rumah sendiri, ia selalu terbiasa dengan rumah yang ramai.

"Halo, Mita. Kamu kenapa?" Terdengar serak suara di seberang sana saat bertanya. Dia adalah Fena nenek dari Yazid.

"Nek, Kak Yazid marah-marah sama aku karena makanan yang aku masak asin." ujar Mita mengadu sedih.

"Memangnya kamu masak apa?" tanya sang nenek mertua.

Malam itu Mita memilih curhat dengan sang nenek mertua. Sedangkan Yazid justru datang ke apartemen sahabat yang bernama Nia. Mereka berdua memang bersahabat sejak lama dan Yazid terbiasa berbicara pada Nia jika ia sedang pusing dengan masalahnya.

"Nia!" panggil pria itu saat tiba di pintu apartemen Nia dan membukanya. Bahkan kode apartemen wanita itu saja Yazid sudah menghapalnya.

Mendengar suara yang tak asing, Nia pun keluar dengan langkah malasnya. Ia menatap  Yazid yan sudah menuju meja makan miliknya dan makan di sana.

"Ngapain kesini? Ini kan malam pernikahan mu?" ketus Nia bertanya tak seperti biasanya yang ikut bergabung duduk di meja makan bersama sang sahabat.

"Sudah diamlah. Aku lapar. Si Mita jangankan jadi istri, goreng telur dadar aja nggak becus." keluh Yazid sambil menikmati makan yang enak di sana.

Tentu ada perasaan yang tak bisa di jelaskan di hati wanita itu saat ini. Ia menatap pria di depannya yang sudah lama dekat dengannya.

“Kalau aku gimana?” tanya Nia dengan tiba-tiba membuat Yazid menatapnya heran.

“Kamu bilang dia nggak becus, tapi kamu nikahin. Sedangkan aku yang selalu kamu puji…”

“Apa sih, Nia? Kamu yah sahabat terbaik ku lah.” sahut Yazid yang memilih acuh dan kembali makan lagi.

Ia tak sadar bagaimana saat ini Nia menatapnya dengan perasaan campur aduk. Bersahabat dengan pria bukanlah pilihannya. Namun, takdir yang sudah menggarikan hingga ada perasaan ingin memiliki lebih untuk Nia.

“Habis ini pulang gih. Aku tidak mau di cap pelakor.” ketusnya yang enggan lagi bicara pada pria di depannya.

Terpaksa Pulang

Jika biasa Nia akan dengan senang hati mendengar curahan hati Yazid, tidak untuk kali ini. Ia memutar bola mata malas justru meninggalkan pria itu masuk ke dalam kamarnya lagi. Melihat sikap Nia, Yazid acuh. Baginya itu hal yang biasa. Ia malam itu justru merebahkan tubuhnya di sofa apartemen milik Nia dan enggan untuk pulang. Tanpa tahu jika di rumah sang istri tengah menunggu dengan perasaan cemas. Mita sama sekali tak tidur sesekali ia membuka gorden jendela untuk melihat apakah sang suami sudah datang atau belum.

"Kenapa Kak Yazid belum juga pulang sih? Ini sudah tengah malam." ujarnya saat melihat jam yang sudah larut. Meski rasanya sangat mengantuk, Nia tetap memaksakan dirinya untuk menunggu.

Ponsel yang semula ia letakkan di kamar kembali ia ambil. Panggilan pada sang suami tak juga di angkat. Dan Nia menelpon lagi sang nenek mertua. Sungguh malang nasib Fena yang baru saja terlelap usai mendengarkan tangisan panjang sang cucu menantu harus kembali terbangun.

"Ada apa lagi, Mita?" suara Fena nampak serak akibat terlalu mengantuk.

Di layar ponselnya ia melihat Mita sudah tak lagi menangis hanya matanya yang berkaca-kaca saat ini.

"Nek, Kak Yazid belum juga pulang. Ini sudah tengah malam. Kemana dia? Kalau sebentar lagi belum pulang. Aku yang akan keluar dari rumah mencarinya." ujar Mita sontak saat itu juga membuat mata Fena membulat sempurna..

"Eh jangan, Mita. Oke, biar Nenek saja yang telepon dia. Ada-ada saja kalian ini baru satu hari menikah huh." Panggilan pun terputus saat itu dan Fena menelpon sang cucu.

Yazid yang terlelap di sofa terpaksa harus kembali bangun. Ia menatap ponselnya dan terlihatlah sang nenek yang menghubunginya. Untuk pertama kali nenek tua itu mengganggu hidupnya dan ini semua tentu saja karena Mita.

"Halo, Nek..."

"Yazid, di mana kamu? Pulang sekarang! Kalau tidak kami yang akan datang kesana menyeretmu pulang." Helaan napas Yazid hembuskan mendengar perintah sang nenek.

"Apa bocah tengik itu mengadu pada Nenek?" tebaknya.

"Yazid, dia itu istrimu. Kau tidak boleh seperti itu. Pulang sekarang dan jangan pernah meninggalkan apa yang dia masak untukmu. Kalau tidak, kau pergi dari rumah sekalian dan jangan pernah menganggap kami keluargamu lagi." panggilan pun terputus saat itu juga.

Yazid pulang dengan frustasi, sebelum itu ia mengetuk pintu kamar Nia. Ia berniat ingin pamit namun tak ada sahutan sama sekali dari dalam. Segera Yazid pun bergegas untuk pergi. Ia kembali ke rumah malam itu juga demi sang nenek tersayang.

"Jangan pernah tinggalkan apa yang dia masak untukmu!" Perkataan sang nenek terngiang di benak Yazid selama di perjalan. Bahunya merinding hingga punggung saat membayangkan memakan telur dadar rasa air laut.

"Oke baik. Mungkin aku akan lebih dulu memiliki penyakit darah tinggi dari pada nenek. Tidak masalah, yang terpenting mereka bahagia." ujar Yazid pasrah.

Belum saja rasa pusing itu hilang dari omelan sang nenek, kini Yazid tiba di rumah dengan di sambut oleh penampilan sang istri yang membuatnya terbelalak kaget.

"Kak, akhirnya kamu pulang juga." suara manja khas milik Mita terdengar mendekatinya dann menghambur memeluk tubuh sang suami.

Posisi Yazid yang tidak siap membuat pria itu hanya diam mematung. Matanya menatap ke sekeliling rumah yang terlindung dengan pagar.

"Mita, pakaianmu seperti ini mengapa kau keluar rumah?" sentaknya dengan keras membuat tubuh Mita terjingkat kaget.

Cepat Mita melepaskan pelukannya karena kaget. Ia tertunduk melihat pakaian yang ia gunakan. Sebuah lingerie berwarna hijau tua yang kontras dengan kulit putihnya serta cardigan senada yang ia gunakan.

Mita tertunduk menahan cairan di mata, sungguh Yazid benar-benar di uji untuk malam ini oleh istrinya itu.

"Kak, kenapa kau pulang malam? Kenapa jadi aku yang kau marahi? Kau tidak boleh keluar sampai malam seperti ini. Batas mu keluar itu hanya sampai jam sepuluh malam." Yazid yang semula menatap ke langit seketika terbelalak melihat sang istri yang berbicara dengan lancar bahkan menatapnya tegas.

Ia pikir Mita akan menangis di depannya, ternyata justru ia mengintrogasi sang suami. Yah, Mita yang hendak menangis tiba-tiba teringat dengan ucapan sang nenek. Jika ia tidak boleh lemah di depan suaminya. Ia harus bisa membuat Yazid tidak seenaknya padanya.

"Heh...sejak kapan aku mendapat aturan pulang malam jam sepuluh?" Yazid pun berlalu pergi setelah ia menarik Mita masuk agar tak ada yang melihat penampilan istrinya itu.

Keduanya pun tidur di kamar dengan Yazid yang membelakangi tubuh Mita, namun wanita manja itu justru mendekatinya dan memeluk Yazid dari arah belakang.

"Kak, biar aku memelukmu yah? Aku takut tidur sendiri." ujarnya pelan.

Meski sebenarnya Yazid penasaran dengan ucapan Mita yang mengatakan takut tidur sendiri, namun ia memilih acuh. Memangnya biasa wanita itu tidur dengan siapa, pikirnya.

Yazid sedikit risih dengan tubuh mereka yang menempel. Ia berusaha menahan diri untuk tidak melepaskan tangan istrinya hingga lama akhirnya terdengar dengkuran napas dari belakang. Barulah yazid melepaskan tangan sang istri.

"Huh membuatku gerah saja." umpatnya kesal. Yazid beralih tidur di tempat Mita berada sebab wanita itu begitu mepet pada tempatnya yang semula.

Segala Perhatian Mita

Suasana pagi yang sangat memuakkan bagi Yazid, dimana saat ia ingin berangkat kerja seorang wanita yang sudah menjadi istrinya pun memanggilnya dan menghentikan langkah kaki pria itu. Tampak Mita dengan senyumnya menarik tangan sang suami. Membawa Yazid ke kursi meja makan dan mendudukkan sang suami.

"Kak, pagi ini aku buat sarapan. Harus di habiskan yah? Jam lima tadi aku sudah masak buat belajar bikin nasi goreng spesial ini. Kata nenek Kakak suka yang pedas kan? Jadi aku buatin deh." Tanpa berkata apa pun Yazid segeera mencoba memakannya. Ia tidak ingin membuang-buang waktu dengan Mita di rumah sebab kerjaannya akan banyak hari ini.

Sendokan pertama pun masuk ke dalam mulutnya dan langsung ia muntahkan saat itu juga. Senyum di wajah Mita seketika pudar melihat aksi sang suami yang mengeluarkan makanan di piringnya yang masih banya terisi nasi goreng.

"Mita! Kamu mau buat saya bodoh? Ini nasi goreng macam apa?" kesal Yazid pun membentak sang istri hingga tubuh Mita terlonjak kaget.

"Kak, kenapa di muntahin sih? Kalau tidak enak jangan di muntahin di situ. Sayang nasinya masih banyak." sahut Mita yang sedih melihat hasil karya tangannya. Nasi goreng yang sudah ia buat semenarik mungkin. Telur mata sapi yang ia buat harus bulat utuh dan juga beberapa sayuran yang ia tata dengan cantik tertutup muntahan sang suami.

Mendengar ucapan sang istri Yazid semakin marah, ia menatap tajam Mita dan hendak melangkah pergi. "Kak, yasudah kakak sarapan di luar nanti siang aku buatkan makan siang ke kantor. Sini aku cium tangan dulu." wanita itu masih berusaha tersenyum meski hatinya merasakan sesak luar biasa.

Sekali lagi ia harus berusaha meluluhkan hati suaminya. Yazid satu-satunya pria yang ia yakini terbaik untuk menjadi suaminya. Dan jodoh yang di pilihkan oleh orangtua tentu bagi Mita adalah yang terbaik.

Ia mengantar sang suami setelah mencium punggung tangan pria itu. Tak ada kecupan di kening yang ia dapatkan saat ini. Tak apa, Mita akan bersabar menunggu waktu itu akan tiba.

Seperti biasa setelah kepergian sang suami, barulah Mita terduduk di meja makan menangis seorang diri. Ia melihat makanan di piring suaminya yang masih sangat banyak. Duduk sendiri dan sarapan sendiri, Mita tak masalah. Ia hanya sedih belum bisa menjadi istri yang sempurna untuk Yazid.

Tiba-tiba dering ponsel pun terdengar saat itu. Mita semakin menjadi menangis kala melihat sang nenek mertua yang menelponnya.

"Mita? Kamu nangis lagi?" pertanyaan yang terdengar dari seberang telepon sana.

Helaan napas Fena lakukan kala melihat cucu menantunya mengangguk sambil berderai air mata.

"Lihat, Nek. Makanan yang aku buat sejak subuh di muntahin sama kak Yazid." ia mengadu sedih. Dan sang nenek pun juga sedih melihat sang cucu menantu di perlakukan seperti itu.

Ia tahu ini memang pasti akan terjadi. Semua kekurangan Mita pasti akan menjadi masalah bagi Yazid sebab dari awal pria itu sangat menentang pernikahan mereka.

"Kamu harus kursus, Mita Tidak bisa hanya dengan belajar sendiri seperti itu." tutur sang nenek.

"Tidak, Nek. Kalau kursus itu artinya aku tidak mau usaha belajar sendiri." ujar Mita kekeuh.

"Lagi pula kalau Ibu Vita tahu, pasti akan marah padaku, Nek." Mita teringat dengan sosok sang mertua yang tidak menyukainya.

Sungguh kehidupan Mita penuh dengan tantangan. Bukan hanya mertua saja yang menolak kehadirannya tapi juga sang suami. Itu sebabnya ia ingin menunjukkan jika dirinya adalah istri yang bisa belajar sendiri dan mandiri.

"Yasudah, Nenek akan segera menelpon Yazid. Kamu jangan menangis lagi." ujar sang nenek lelah melihat Mita begitu cengeng yah meski itu sangat bisa di pahami.

"Iya, Nek. Mita mau lanjut bersih-bersih rumah dulu."

Bersih-bersih yang ia maksud adalah mengacaukan rumah sesungguhnya. Mita mencuci piring beberapa ada yang pecah dan ia letakkan begitu saja. Tempat sampah bahkan sudah menggunung. Meja makan hanya ia rapikan begitu saja tanpa di bersihkan dengan cairan pembersih. Lantai yang ia pel hanya menggunakan air bahkan tidak kering. Alhasil keadaan lantai rumah itu terlihat kotor.

"Rumah sudah selesai. Sekarang giliran kamar." ujar Mita bersemangat menuju kamarnya dan sang suami.

Tenaganya yang tidak seberapa itu tak mampu merapikan badcover yang berukuran besar. Ia kelelahan dan memilih untuk melebarkan begitu saja di atas kasur. Baju kotor hanya ia masukkan ke dalam mesin cuci.

"Nyuci bajunya bagaimana yah?" gumamnya lagi memperhatikan mesin cuci yang tak pernah ia sentuh itu.

Empat jam lamanya wanita itu habiskan untuk mengacaukan rumah. Tak terasa kini Mita sudah harus kembali membuat makan siang untuk sang suami. Ia ingat dengan janjinya membawa makan siang ke kantor.

Sebuah menu makan siang, capcai, ayam goreng dan nasi hangat. Sudah berhasil ia buat. Mita bergegas mandi dan memakai baju. Ia menuju kantor sang suami tepat jam dua belas ia tiba di depan ruang Yazid.

"Aku ketuk saja kali yah?" gumamnya yang hendak mengetuk pintu namun tangan Mita menggantung di udara kala pintu ruang sang suami terbuka dari dalam.

Keluar seorang wanita dari sana, yah ia mengenal wanita itu. "Nia?" sapanya heran.

Bukan menyapa balik, Nia justru melangkah begitu saja melewati dirinya. Mita mengerutkan kening heran dan masuk ke dalam.

"Kak, kenapa ada Nia di sini?" tanya Mita heran.

"Mana makan siangku? Aku harus segera selesai dan pergi meeting." Yazid tak menjawab dan menarik makan yang Mita bawakan.

Tak berhenti di situ saja, Mita ikut duduk dengan sang suami dan menata minum yang ia bawakan untuk suaminya serta mengupaskan buah apel. Ia tak pernah menanggapi apa pun yang suaminya lakukan padanya dengan dingin. Mita yakin, lambat laun hati Yazid pasti bisa ia dapatkan.

"Jangan membuang makanan apa pun yang istrimu buat, Yazid." kata-kata sang nenek pun akhirnya membuat pria itu susah payah memakan masakan Mita. Capcai yang terasa sangat aneh bumbunya, sayurnya yang masih mentah. Serta ayam goreng yang masih mentah di dalamnya. Sumpah demi apa pun Yazid ingin muntah. Namun ia lelah jika terus menerus sang nenek melepon untuk memarahinya.

"Ayo makan buahnya, Kak. Ini minumnya. Oh iya aku bawa baju ganti buat kakak. Segeralah ganti baju aku akan bawa pulang baju kotornya." Mita memberikan paperbag pada sang suami.

Tak ada suara apa pun yang Yazid katakan selain patuh meski ia sangat muyak dengan semua perintah sang istri saat ini.

***

"Aku yakin anakku saat ini sedang menderita menghadapi wanita itu." ujar seorang wanita yang tengah duduk di ruang kerja sang suami dengan kedua tangan yang bersedekap dada. Dia adalah Vita, ibu dari Yazid.

Mendengar ocehan sang istri yang tiada hentinya, Hendi Alfatah hanya menghela napas kasar. "Bu, berhentilah menjelekkan Mita. Dia menantu kita saat ini, kekurangannya hanya satu yaitu manja. Selebihnya dia anak yang sangat baik dan tulus pada Yazid." ujar sang suami membela menantu pilihannya itu.

"Ayah itu tidak bisa membedakan mana yang bisa buat anak kita bahagia. Nia itu sudah jelas-jelas dari sejak lama sama Yazid terus. Wanita seperti itu seharusnya yang Ayah pilih. Bukan wanita yang tidak becus melakukan apa pun seperti Mita." ketus Vita membandingkan dua wanita yang ada di hidup sang anak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!