NovelToon NovelToon

Penyihir Merah Dan Buku Kematian

Prolog

Kisah ini sudah lama terlupakan, dahulu hiduplah suatu bangsa termasyhur di dunia. Semua tunduk pada mereka, burung-burung kenari, rusa-rusa tanduk putih, pepohonan hijau, juga ikan-ikan duyung yang memenuhi seantero pantai dataran. Semua kehidupan tunduk pada mereka. Sangat jaya sekali mereka, dapat menaklukkan langit dan bumi. Namun suatu ketika bangsa ini hilang tanpa jejak, meninggalkan dataran tanpa pemimpin. Tidak ada yang tahu ke mana perginya mereka, hanya ada satu jejak yang mereka tinggalkan, ramalan kuno mengenai tuan putri dan sang kegelapan. 'Bilamana ratu melahirkan tuan putri yang buta, dunia akan diambang kehancuran dan kegelapan akan kembali.' Pasti ada alasan mengapa mereka meninggalkan ramalan ini kepada kehidupan selanjutnya di dunia Thyr'das.

Di belahan dunia lain ketika bangsa kuno sudah jauh terlupakan. Bendera belukiskan bunga rose merah berkibar gagah di atas kubah sedikit kerucut sempurna. Bendera keluarga Rosewell, salah satu Keluarga besar Kekaisaran. Sang penguasa barat dataran, di istana paling cantik nan rupawan, istana High Garden.

Malam itu angin malam berhembus kencang, berdentuman mengetuk jendela istana. Di teras, Charlotte berdiri di bawah cahaya rembulan. Wajahnya menyapa balik sang rembulan. Malam itu terasa dingin dan sunyi.

"Senang sekali Anda menyendiri tuan putri."

"Kau lagi, mau apa kali ini?" ketus Charlotte kesal

"Hanya seperti biasa tuan putri, menghiburmu di kala sedih."

"Aku sering mendengarmu berkata demikian, tapi kebetulan tiap kali kau muncul malah berkata sebaliknya."

"Anda lelah tuan putri?"

Charlotte menghela nafas panjang, "Seperti katamu. Bagiku ini sangat berat rasanya, aku harus berpura-pura."

"Bagaimana pun, Anda luar biasa mampu bertahan sejauh ini."

"Kau enak saja berkata begitu, tidak kah ada hal lain yang mampu menghiburku? Bukan kah itu seharusnya tugasmu tadi?"

"Apa perlu saya menghiburmu dengan menceritakan lagi padamu lewat sepenggal babat dari Buku Kematian? Orang yang sepertimu akan selalu menang, apa pun keadaannya jadi janganlah bersedih karena—"

"Seperti biasa, kata-katamu sangat rumit untuk dicerna,"

Sudah bukan hal aneh lagi perkataan rumit lelaki itu, sedari awal memang seperti demikian dirinya. Rumit dan tak tertebak, datang di waktu yang sangat tak terduga dan pergi di saat dibutuhkan. Kadang kala datang menghibur Charlotte yang sendirian kadang kala juga seperti tadi, semakin membuat Charlotte kesal.

Suara meriah pesta perlahan terdengar samar ke teras istana. Kini lantunan musik dari musisi kerajaan mengambil alih bertepatan ketika angin malam berhenti mengetuk jendela istana.

Charlotte terdiam sejenak, penutup kepalanya yang digunakan untuk menyembunyikan wajahnya itu terkibas angin malam. Dari celah penutup kepalanya yang terkibas angin, wajah Charlotte yang cantik dan rupawan sekilas terlihat.

"Hey Eru, kau pernah bilang akan melakukan apa pun untukku." Charlotte melepaskan tudung kepalanya,"Boleh aku bertanya sesuatu? "

"Silahkan," jawab lelaki itu singkat. "Apa pun dapat kulakukan untukmu,"

"Kalau begitu, apa benar kau dapat memberiku penglihatan?"

Lengang mengisi suasana di teras, alunan musik pesta semakin terdengar. Angin malam kembali berhembus kencang, mengibas rambut merah Charlotte.

"Bisa tuan putri, tapi ada harga yang harus dibayar."

****************

Suaranya terdengar lembut di telinga,"Charlotte," ucap Lady Cathrine, membangunkan Charlotte yang terlelap di atas pangkuannya.

Charlotte membuka mata lebar, berusaha bangkit dari tidur. Matanya langsung terpacu ke dunia luar di balik jendela. Langit biru yang menyapanya dari kejauhan, dan Kota Rattay yang telah terlihat mengecil.

"Kita ke mana?" tanya Charlotte, memecah keheningan.

"Tempat paling timur di kekaisaran." Lady Cathrine tersenyum kepada Charlotte sambil mengelus lembut kepala Charlotte. "Katanya di sana banyak Fey lucu yang menunggu," lanjut Lady Cathrine.

Charlotte diam tak menanggapi. Pandangannya terus terpacu ke luar, kota Rattay yang telah sirna tergantikan dengan sungai dan hamparan rumput.

"Charlotte, matamu baik-baik saja?"

"Masih terasa sedikit perih," Charlotte sambil mengucek matanya. pandangannya kembali sepi menatap langit dari balik jendela.

"Semua akan baik-baik saja, ayah beristirahat dengan tenang di sana,"Lady Cathrine memeluk hangat Charlotte menggunakan tangan kirinya. "Ini bukan salahmu, tuhan pasti memiliki tujuan memberikanmu penglihatan, ini keajaiban yang tidak pernah terjadi sebelumnya," lanjut Lady Cathrine.

Hanya diam Charlotte lakukan, menerima pelukan hangat dari Lady Cathrine dan menatap hampa lantai gerobak. Sementara pemandangan di luar semakin berganti.

Suasana di gerbong kembali hening. Di atas langit, suara burung terbang terdengar samar-samar mengisi. Kelontak roda terdengar berhenti kemudian. Gerbong bergoyak sesaat, kemudian seketika berhenti. Seorang dayang membuka pintu gerbong lebar, cahaya matahari bersinar menerobos masuk.

"Lady Cathrine." Leclerc muncul dari balik pintu. "Sudah sampai," lanjutnya.

Lady Cathrine membangunkan Roebart yang tertidur di pangkuannya di samping kanan. Charlotte turun terlebih dahulu, Lady Cathrine dan Roebart di belakang mengikuti.

Pertama kalinya lagi bagi Charlotte menginjakkan kaki di tanah setelah lama perjalanan jauh dari kota Narva. Tanah pijakannya subur penuh dengan ilalang dan bunga bermekaran. Tak jauh dari sana, pemandangan dinding palisade yang menjulang tinggi terlihat sepanjang mata memandang. Keberadaannya melindungi kehidupan desa Riverrun, tempat kehidupan selanjutnya Keluarga Rosewall setelah High Garden runtuh. Di sinilah kehidupan paling timur di Kekaisaran.

"Lama tak bertemu, Lady Cathrine," sapa lelaki kolot berkaki tiga berkat tongkat kayunya itu.

"Tuan Hugh."

"Sedikit mengejutkan mendengar kabar dari ibu kota," wajah pak tua itu tersenyum lebar. "Jantungku rasanya mau lepas ketika mendengar kabar itu."

Lady Cathrine menggelengkan kepala, "Tak terelakkan lagi, kami pihak yang kalah." Suara Lady Cathrine lemas terdengar.

"Tenang saja, keluarga Anda selalu menang di hadapan mataku, fraksi Namin tidak berarti untuk Anda," ucap Pak Tua Hugh sopan. Mata Pak Tua Hugh teralihkan ke arah Charlotte sejenak. Merasa tidak enak, Charlotte bersembunyi di balik Lady Cathrine.

"Tidak baik rasanya membuat seseorang yang telah lelah dari perjalanan jauh terus berdiri di bawah terik matahari," Pak Tua Hugh membalikkan tubuhnya, dia kemudian berjalan menggunakan bantuan tongkatnya itu. "Mari ikut ke rumahku, secangkir-dua cangkir teh hangat rasanya cukup. Banyak yang bisa kita bicarakan di dalam," ajak Pak Tua Hugh.

Rumah Pak Tua Hugh mirip seperti kebanyakan rumah pedagang pada umumnya. Rentetan barang jualan terpampang di ruang depan. Piala kepala rusa putih tampak menyambut tamu. Namun di ruang belakang bernuansa berbeda, mewah nan elegan. Lantai keramik dan dinding pualam.

Pak Tua Hugh duduk di kursi, dia meletakan tongkatnya di samping. "Silahkan, anggap saja seperti di istana High Garden."

"Terima kasih banyak Tuan Hugh." Lady Cathrine duduk di kursi panjang, Charlotte duduk di sampingnya. "Sekali lagi terima kasih banyak Tuan Hugh," lanjut Lady Cathrine

"Tidak, tidak, lagi pula aku berhutang banyak pada keluarga Anda."

"Ibu...." ucap Charlotte laun.

"Ah maaf, pak tua ini adalah Tuan Hugh teman ayah dulu, seorang pedagang keliling juga petualang sejati. Dia dan ayah merupakan pahlawan yang menyelamatkan negeri di utara." Jelas Lady Cathrine.

Pak Tua Hugh tertawa mendengar penjelasan Lady Cathrine itu. "Bisa saja Anda Lady Cathrine, lagi pula aku tidak sebanding deng-- " tawa Pak Tua Hugh terhenti mengingat Lord Jeremiah sudah tiada. "Maaf,"ucap Pak Tua Hugh sambil menatap lantai kayu.

Munjurnya di saat hening seperti ini seorang pelayan memasuki ruangan. Secangkir teh dituangkan olehnya, terasa harum aroma teh itu menyerbak ke seluruh ruangan.

"Jadi dialah tuan putri yang digosipkan ?" tanya Pak Tua Hugh. Tatapannya kembali tertuju pada Charlotte, "Siapa namamu?" tanya Pak Tua Hugh sambil memberikan senyuman lebar.

Charlotte memeluk erat tangan Lady Cathrine, "Charlotte," jawab Charlotte pelan.

"Nama yang cantik," ucap Pak Tua Hugh. ia kemudian meneguk secangkir teh hangat itu. "Boleh pak tua ini bercakap sebentar dengan ibumu?"

Charlotte menatap ke wajah ibunya, mata yang merah bersinar seperti rubi itu perlahan padam. Lady Cathrine membalasnya dengan senyuman, dia mengelus kepala Charlotte.

"Charlotte," ucap Lady Cathrine lembut

"Baik ibu," jawab Charlotte singkat

Suara lembut itu seolah menghipnotis Charlotte. Mungkin juga karena Charlotte sendiri paham bahwa isi percakapan mereka pasti mengenai insiden di Malam Bulan Merah. Hal ini sudah cukup membuat Charlotte ingin keluar menyendiri.

Charlotte pun meninggalkan ruangan itu, dia membuka pintu menuju ruang tengah. Leclerc saat itu sudah berdiri menatap langit melalui balik jendela, pemandangan langit terbelah di hutan timur terlihat jelas dibalik jendela.

"Tuan putri." Leclerc terkejut melihat Charlotte yang tiba-tiba muncul

"Leclerc, di mana adikku Roebart?" tanya Charlotte, pandangannya terlihat mencari-cari.

"Pangeran Roebart sedang tertidur pulas di kamar tamu," jelas Leclerc sopan. Dia kemudian menambahkan, "Ada apa tuan putri?"

Charlotte menggeleng-gelengkan kepala, "Tidak ada, aku hanya ingin mencari udara segar."

"Perlu kutemani tuan putri?"

"Aku ingin sendiri," balas Charlotte. Kemudian dia pun membuka pintu depan dan keluar.

"Hati-hati tuan putri, dan jangan pernah ke timur sungai Rhinè."

Tidak ada jawaban dari Charlotte, dia hanya mengangguk paham. Pintu depan berdecit terbuka, Charlotte berjalan melewati jendela pintu. Sosoknya hilang dibalik pintu depan yang tertutup rapat.

Dulu terdapat ramalan kuno yang ditinggalkan bangsa terdahulu, ramalan tersebut mengatakan "Bilamana ratu melahirkan tuan putri yang buta, dunia akan diambang kehancuran dan kegelapan akan kembali". Benar, tuan putri tersebut adalah Charlotte anak pertama dari keluarga Rosewell. Dia adalah anak dalam ramalan kuno dan seorang tuan putri yang terkutuk. Tapi pada Malam Bulan Merah dia tiba-tiba mendapatkan penglihatan namun dengan bayaran yaitu keruntuhan Keluarga Rosewell setelah kalah perang saudara paling mematikan dalam sejarah Kekaisaran. Dan di sinilah Charlotte sekarang berada, di pengasingan di desa paling ujung kekaisaran, Riverrun.

Angin berhembus kencang mengibas rambut Charlotte yang berwarna merah merona itu. Dia menatap ke hutan timur desa, langit terbelah di sana. Gumpalan kabut hitam menyelimuti langit di kejauhan timur sana, berhembus terbang menghalangi cahaya matahari masuk ke sebelah timur hutan. kontras sekali dengan langit di atas desa Riverrun.

Charlotte menatap lamat-lamat gumpalan kegelapan yang beriak di langit timur. Pekat dan tebal, sesekali petir menyambar di atas sana tanpa cahaya lantaran kutukan kuno itu yang menyerap segala cahaya tampak. Semuanya, perasaan mengerikan dari sana mirip ketika dia pertama mendapat penglihatannya di malam bulan merah.

'Aku harus menemukan lelaki itu, orang yang memberikanku penglihatan dan mengembalikan apa yang telah direnggut olehnya,' kata Charlotte dalam hati. Namun demikian, ada yang harus Charlotte ketahui terlebih dahulu. Bahwasanya dunia tidak indah seperti apa yang terdapat di dongeng-dongeng.

Seseorang memanggil Charlotte dari kejauhan, diiringi lemparan buah tomat padanya kemudian.

"Mau tomat?" tanya bocah laki-laki itu.

"Terima kasih," ucap Charlotte.

"Aneh," balas bocah lelaki itu.

Sedikit yang Charlotte tahu waktu itu, apa arti dari kejadian ini. 'Penyihir', itulah yang sesungguhnya bocah laki-laki tadi ingin katakan pada Charlotte.

Chapter 1.1

Tuor berdiri di tengah reruntuhan desa. Hangus tak bersisa, setiap mata memandang selalu ada mayat bergeletak tak berdaya. Di langit-langit burung gagak menatap tajam setiap pergerakan Tuor, mengamati Briton itu dari tumpukan makanan mereka.

Dibalik kabut tebal, Moraine berjalan mendekati Tuor. Tongkat maginya bersinar memberikan kehidupan kepada tanah hangus yang dilewatinya.

"Hal ini sangat diluar dugaan." Moraine memecah keheningan.

"Begitukah kelihatannya bagimu, Ini kesalahan kita karena membiarkan ketidaksetimbangan Ether di tempat ini berlarut-larut."

"Siapa juga yang akan menyangka akan terjadi pergolakan Ether di daerah ini. Master, ledakan Ether kali ini tidak biasa."

Tuor tidak menghiraukan perkataan Moraine, dia berjalan menuju salah satu jiwa malang yang mati hangus terbakar.

"Jiwa jiwa malang, beristirahatlah dengan tenang. Biar ku tuntun kalian ke surgawi." Tuor meletakan tangannya di wajah mayat itu.

Sebuah serpihan cahaya putih kelabu dari tanah muncul seketika, bersinar terang melayang menuju langit-langit.

Tuor membalikkan tubuhnya, menyapu bersih tiap sudut desa. Kabut tebal menahan pandangannya hanya hingga tersisa beberapa kaki di depannya. Dia masih terjaga, hatinya masih belum tenang melihat kejadian ini.

Sunyi rasanya, suara hembusan angin terdengar mengisi suasana. Satu-dua terdengar burung gagak yang terbang melewat. Samar di kejauhan lolongan hewan.

Moraine menatap lamat-lamat menara penjaga yang tumbang. "Apa yang membakar hangus desa ini ? Seekor naga? "

"Seberapa jauh pemukiman terdekat dari tempat ini?" tanya Tuor.

"Tak jauh, hanya beberapa mil ke selatan."

"Kita akan ke sana, jangan buang waktumu." ucap Tuor berlari menuju gerbang desa.

Dengan cepat Tuor menaiki pelana, berkuda menuju desa di selatan. Moraine mengikutinya di belakang dengan kuda putihnya.

Dari kejauhan terdengar lagi lolongan itu. Samar-samar terasa.

Tuor dan Moraine bergerak cepat secepat angin berhembus. Mereka mengarungi hutan, pohon-pohon layu menyambut mereka sepanjang perjalanan. Berwarna hitam dan tanah abu. Tanah bergetar sedikit lantaran langkah kaki kuda tunggangan mereka.

Pemandangan pohon-pohon hitam yang tadi menyambut mereka semakin terganti dengan pohon hijau yang subur dan hijau. Tak jauh di depan terdapat suatu danau. Di tepi menyongsong berdiri rumah penduduk. Hanya beberapa bangunan saja yang terlihat.

Tuor tiba di pinggiran desa itu. Pintu-pintu tiap rumah tertutup rapat. Begitu juga dengan jendela-jendela rumah. Tak ada satu pun yang berkeliaran di luar. Tuor turun dari kuda tunggangan, berjalan menuju salah satu rumah di tepi danau.

"Selamat pagi." Tuor mengetuk pintu. Tak ada balasan, dia pun mengetuk lagi 3 kali. "Halo, ada orang di dalam? Kami Para Utusan Langit datang membantu, kalian aman sekarang," ucap Tuor, menambahkan.

Tuor melirik ke arah Moraine yang baru datang. Bertepatan dengan kedatangan Moraine, tiba-tiba terdengar decitan pintu, daun pintu terbuka. Akhirnya pintu itu terbuka meski hanya terbuka sebagian. Seorang kakek muncul dari celah yang terbuka. Keringat dingin bercucuran dari wajahnya. Dia menatap Tuor tak percaya.

"Apa yang kalian inginkan? kami tidak melakukan apa-apa,"

"Tenang saja, aku dan wanita di belakangku itu adalah Para Utusan Langit. Kami kemari membantu kalian,"

"Para Utusan Langit? Tidak, aku tak mau, pergilah dan jangan kemari lagi. Aku tak mau membuat masalah dengannya." Kakek itu menutup pintu keras.

lengang kembali sesaat, Tuor dan Moraine kembali ditemani kabut dan udara dingin sendirian. Beberapa pasang mata yang penasaran melirik ke arah mereka berdua dari balik jendela sebelum hilang lagi saat dilirik balik Tuor. Sebuah aura jahat terasa mencengkeram.

"Master Tuor, sebaiknya kita kembali. Lebih banyak membawa personil kemari." Moraine terdiam sambil memandang ke arah danau. "Anda merasakannya juga bukan, ketidaksetimbangan Ether yang cukup kuat disekitar sini?"

"Aku akan tetap di sini sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi"

Moraine menggaruk kepalanya yang tidak gatal ,"baiklah, tapi kuharap Anda tidak membekukan hutan ini dengan nafas Es milikmu"

"Kucoba sebisa mungkin menghindari pertempuran, sebagai gantinya persiapkanlah buku sucimu"

Para Utusan Langit memiliki buku suci masing-masing. Buku mereka memiliki kekuatan tiada dua, sangat kuat. Isi dari buku mereka berupa tulisan kuno yang setiap bait memiliki kekuatan tersendiri.

Lolongan itu kembali terdengar samar dari kejauhan. Sebuah mata merah menatap tajam ke arah Tuor dan Moraine dari kedalaman kabut.

"Aku sudah siap merapal" Moraine menancapkan tongkatnya di tanah, seketika perisai Magi muncul di sekelilingnya.

"Saat kuberi sinyal, hilangkan kabut ini dari pandangan."

Disisi lain, Tuor menciptakan pedang es. Pusaran angin bergerak cepat di tangan kanan Tuor. Sangat cepat lalu memadat dan kemudian membentuk sebuah pedang. Aura pedang itu sama dinginnya dengan mata Tuor mengeluarkan cahaya putih kebiruan.

Tanah terasa bergetar, lolongan itu semakin mendekat. Mata merah dibalik kedalaman kabut muncul menatap mereka berdua.

"Sekarang!!!" Teriak Tuor yang kemudian diikuti dengan tembakan es ke arah mata makhluk itu.

Seketika sebuah cahaya emas menembus ke langit, meledak di ketinggian tertentu menciptakan sinar emas yang mampu menghilangkan kabut tebal itu. Sontak wujud makhluk di hadapan mereka terlihat jelas. Tinggi setinggi Troll, berbulu hitam, terdapat garis merah di setiap tubuhnya. Garis merah itu seakan berdenyut, memompa Ether di dalam tubuhnya atau seperti itulah kelihatannya oleh Tuor.

Sinar emas menyeka, meluluhkan mata makhluk itu membuatnya meraung marah. Jemarinya yang tajam menebas udara, dia berusaha menyerang Tuor namun berhasil dihindari. Tuor menyerang balik melukai kaki makhluk itu dengan pedang es miliknya. Dia berguling di antara kaki makhluk itu.

Belum cukup, tidak terlalu berefek serangan Tuor malahan yang ada hanya membuatnya semakin meraung marah. Dia menyemburkan api dari mulutnya.

"Moraine sekarang saatnya," teriak Tuor.

Tuor berbalik melawan semburan api dengan semburan es miliknya. Terdengar dentuman hebat di sana. Di saat makhluk itu beradu dengan Tuor, sebuah tombak menembus dada makhluk itu. Berwarna emas dan mengeluarkan serpihan cahaya putih seperti serbuk.

Makhluk itu merintih kesakitan, menebas-nebas udara dengan cakarnya sebelum kemudian terjatuh tak berdaya.

"Kerja bagus Moraine" ucap Tuor pada Moraine dari kejauhan.

Moraine di kejauhan mengangguk. Sekelilingnya yang diselimuti cahaya emas sekejap menghilang. Buku sucinya yang melayang kembali turun ke tangannya. Nafasnya terasa sedikit tersenggal.

Penduduk yang bersembunyi ketakutan satu persatu keluar dari persembunyian mereka, menatap penasaran apa yang terjadi.

"Anak-anak Hera," bisik Tuor sambil matanya menerawang mayat di hadapannya.

"Master, apa ini perasaanku saja atau---"

"Aku juga merasa demikian." Tuor membalikkan tubuhnya, menatap langit di timur. "Sepertinya Sang Kegelapan mulai beraksi,"

lengang kembali mengisi kekosongan. Para penduduk yang penasaran, berdatangan mereka mengerumuni mayat makhluk hitam itu. Di sisi lain, aura jahat yang mencengkeram kini memudar dan kesetimbangan Ether pada tempat itu kembali terjaga. Satu dua pasang mata menatap awas ke arah Tuor. Namun mata yang berada di atas danau terasa sedikit berbeda dari yang lain.

"Aku mendengar sedikit kehebohan," kata suara dari balik sisa kabut di belakang. "Ulah kalian kah ini semua?"

"Tak seharusnya kau datang terlambat, sudah tugasmu untuk menjaga keseimbangan Ether di sekitar tempat ini, sampai-sampai membiarkan bermunculan Anak-anak Hera di sini, apa aku salah Gilliad?"

"Jangan salah paham, aku sudah melakukan sebaik mungkin, tapi sesuatu besar terjadi di markas pusat."

"Jangan pula kau mencari alasan atas kelalaianmu," timpal Moraine di kejauhan sana.

"Aku tidak mengada-ngada, sesuatu besar memang terjadi di markas besar." Gilliad berjalan menuju salah satu rumah warga yang masih berdiri kuat. Warga-warga gemetaran ketakutan melihat Gilliad mendekati salah satu rumah mereka. Namun aura yang dikeluarkan Moraine, membuat suasana hati para warga menjadi tenang. Mereka mempersilahkan Gilliad melihat mayat makhluk hitam itu.

"Apa yang ingin kau sampaikan, wahai Gilliad?"

"Buku Kematian berhasil dicuri,"

Sesaat keheningan kembali mengisi. Moraine dan Tuor saling bertukar pandang beberapa saat. Setengah ingin tertawa mereka, setengah ketakutan juga mereka. Namun sorot mata mereka kembali kepada Gilliad di sana. Seakan meminta penjelasan lebih lanjut.

"Kalian sebaiknya kembali, portal menuju markas besar sudah kubukakan untuk tiket kalian menuju markas besar, biar aku yang urus kekacauan di tempat ini,"

"Well, kalau begitu aku percayakan semua masalahmu pada dirimu sendiri," sindir Moraine sambil menaiki pelana kuda.

Tertawa lepas Gilliad mendengar ucapan Moraine, "Kau harus menjaga ucapanmu Moraine, aku salah satu Master sekaligus penjaga daerah ini,"

Yang dikata-kata oleh Gilliad hanya diam tak membalas. Moraine menarik tali kekang kuda. "Master Tuor?"

"Baiklah, aku segera ke sana." Tuor membalikkan badan dari arah langit timur sana. Meskipun tempat ini jauh berada di utara, aura aneh dari daerah Teritorial Gelap entah mengapa terasa sedikit di sini. Lebih lembut tapi tetap mencengkeram. "Jaga baik-baik tempat ini Gilliad, kurasa ada sesuatu yang tidak beres,"

"Oh ya tentu saja, aku pasti menjaga tempat ini. Kalian tidak perlu khawatir," seru Gilliad pada perumahan yang lengang. Keberadaan Moraine dan Tuor sudah tak lagi di tempat itu.

Chapter 1.2

Di setiap sungai-sungai besar yang mengalir, selalulah bermekaran kehidupan di sekitarnya, ikan-ikan, Anak-anak Idrill, Qualanari, hingga juga benih peradaban. Jikalah orang-orang menanyakan di mana mula peradaban leluhur mereka, semua menunjuk sungai terbesar di dunia sebagai jawaban, Sungai Alvae. Bak aliran sungai yang memberikan kehidupan di sekitarnya, Ether juga begitu.

Bila sungai kering, keringlah juga kehidupan sekitar. Bila Ether sirna, sirnalah juga kehidupan di dunia. Oleh karena itu Ether sering kali disebut sebagai aliran kehidupan, kekuatan kehidupan, kekuatan alam. Sebagai titisan para dewa, orang-orang yang mampu mengendalikan energi atau kekuatan alam tersebut sudah sewajarnya menjaga keseimbangan dunia, keseimbangan Ether. Mereka adalah The Watcher atau kerap dipanggil Para Utusan Langit, magus-magus tersohor yang bertugas menjaga keseimbangan Ether. Ya, karena rupanya selain kekuatan kehidupan, terdapat juga kekuatan kematian, Aether, dan semua itu harus seimbang. Seperti penyangga dunia ini, Pohon Kehidupan dan Pohon Kematian. Semua agar tetap berada pada tempatnya supaya dunia tidak roboh.

Beribu-ribu mil jauhnya dari desa Riverrun, tempat paling ujung Kekaisaran, di bawah langit yang sama. Berdirilah suatu kota tersembunyi dibalik gunung berkabut. Kota yang digunakan sebagai markas oleh The Watcher. Markas itu terasa nyaman tidak seperti markas barak tentara yang kotor dan berbau keringat. Di sini segala yang dibutuhkan sudah lengkap tersedia. Ruang baca yang penuh akan buku dari segala penjuru dunia, ruang medis yang berisi para magus penyembuh dan segala obat-obatan racikan mereka yang dibuat dari alkemi. Juga terdapat halaman Latihan yang selalu heboh diisi suara rapalan para magus yang tengah berlatih. Namun di ruang paling terpencil di sana, ruangan milik Master Tudor, ketegangan terasa intens mengisi malam ini. Bagaimana tidak, buku paling terkutuk di dunia, Buku Kematian, telah berhasil dicuri.

"Sejak kapan buku itu dicuri? Apa yang kau lakukan selama ini? Duduk manis menunggu istirahat tiba?" bentak Tudor pada seorang magus muda di depannya. Tertunduk merenung ia. "Apa kalian tidak mengerti seberapa berbahayanya buku kematian dalam keseimbangan Ether?"

"Tidak ada gunanya memarahinya, buku kematian sudah hilang," ucap Tuor sambil kemudian menghembuskan napas panjang. "Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang," lanjutnya kemudian.

Suhu ruangan berasa naik turun, di satu sisi napas api Tudor memberikan hawa panas menyeruak ke seluruh ruangan, di sisi lain napas es Tuor memberikan hawa dingin menusuk tulang membuat dingin beberapa sudut ruangan.

"Ini masalah serius, tidakkah kau tahu seberapa besar ledakan Ether yang terjadi jika ada yang menggunakan buku kematian?" suara Tudor terus meninggi, lebih kejam dan panas napasnya terasa. Baru kali ini dia tidak sependapat dengan saudara kembarnya, Tuor.

"Tenanglah saudaraku, mari kita tunggu kabar dari Moraine atau siapa pun dari tim penyelidik,"

Tudor berjalan mondar-mandir dari satu sisi ruangan ke sisi lain ruangan. Dia berkomat-kamit siap merapalkan mantra penghancur kepada magus muda di depannya. Magus muda di tengah sana sudah siap mendapatkan hukuman dari sang Master Api Tudor.

Mujurnya, Moraine datang tepat waktu. Datang dengan elegannya ia membukakan daun pintu lebar. "Aku membawa kabar Master Tuor, oh ada Master Tudor juga di sini." Moraine berdiam sejenak di jendela pintu. "Aku tak menyangka kedatanganmu di sini," kata Moraine agak sinis.

"Katakan segera!" bentak Tudor membalas perkataan licin Moraine.

"Singkatnya, Kekaisaran ada sangkut pautnya dengan kejadian ini. Mereka membunuh dan menyusup sebagai salah satu servant yang bertugas di Perpustakaan Langit."

"Sialan!" Tudor membanting tangannya ke atas meja. Suara keretak meja hampir hancur membuat seisi ruangan menaruh perhatian mereka pada Tudor. Sementara Moraine tetap santainya dia menutup daun pintu rapat.

Seperti elemen yang Tudor kuasai, elemen api yang membara, diri Tudor juga demikian membara hingga mudah berkata kasar setiap naik pitam. Berbanding terbalik dengan Tuor yang selalu dingin seperti elemen yang dikuasainya, elemen es.

Konon mereka berdua berubah seperti demikian ketika benua tempat bangsa mereka, bangsa Breaton, hancur menjadi arang oleh karena tindak semena-mena penguasa sana yang mengganggu keseimbangan Ether. Oleh karena itu ketika mendapatkan kabar ada orang lain ingin mengganggu keseimbangan Ether hanya untuk keinginan pribadi, Tudor selalu marah tak terkendali ingin menghancurkan kekuasaan orang yang mengganggu keseimbangan Ether tersebut. Yang mana selalulah orang dari kekaisaran lah yang melakukan eksperimen yang menyebabkan keseimbangan Ether terganggu. Mungkin ini semua agar tidak lagi ada orang yang merasakan seberapa menakutkannya ledakan Ether yang membuat Malapetaka Dunia Nomor 8 ini, Benua Hitam.

Ruangan lengang kembali terasa. Tidak ada yang ingin mengganggu keheningan ini juga tidak ada yang mau mengganggu kemarahan sang master api Tudor. Selalulah di momen seperti ini Tuor lah yang bisa mendinginkan kepala Tudor.

"Ada kah berita lain yang ingin kau sampaikan Moraine?" tanya Tuor memecah hening ini.

"Menurut informasi dari penjaga yang berada di timur, ada sedikit kegaduhan aliran Ether di sana. Kemungkinan eksperimen orang-orang kekaisaran diadakan di Provinsi Ujung Timur Kekaisaran."

"Maka begitu tujuan kita sekarang adalah ke provinsi Ujung Timur Kekaisaran," suara Tuor terasa dingin. Terlalu dingin napas es miliknya hingga mendinginkan suasana malam kelewat dingin ini.

"Mohon maaf master," ucap magus paling muda di sana, magus yang tadinya hampir ditampar oleh Tudor sebelum Moraine datang. Magus yang tengah sial-sialnya, Arne. "Tidakkah sebaiknya masalah ini didiskusikan dengan utusan dari Kekaisaran?" kata-kata yang keluar dari mulut Arne terasa bergetar.

Suasana ruangan kembali panas oleh karena napas api Tudor. Entah bagaimana akan reaksi sang Master Api terhadap perkataan lancang Arne. "Sekarang kau malah berani bicara seperti itu setelah melakukan kesalahan fatal, oh Arne?" kecut terasa suara dan perkataan Tudor.

"Tidak, dia benar, ini akan menjadi insiden besar dengan kekaisaran," kata Moraine membela. Seperti biasa suaranya yang menusuk dan sorot matanya merendahkan, dia selalu bisa memanaskan suasana lebih tinggi lagi.

"Jadi sekarang kau juga ingin aku hukum?"

"Kau bisa mencobanya, lagi pula apa yang dikatakan Arne benar,"

Api perapian terasa hilir mudik bergerak ke kiri-kanan oleh karena napas es milik Tuor dan napas api milik Tudor. Tudor membanting tangannya ke meja, api perapian berhembus ke kanan.

"Maksudmu kita harus menunggu utusan itu datang kemari, beramah-tamah beberapa hari lalu mulai kita boleh melakukan pencarian Buku Kematian?" Suara Tudor membentak keras lantang terdengar di seluruh ruangan. "Jangan bercanda! Setiap waktu kita dihabiskan disini, keseimbangan Ether semakin hancur!"

"Master insiden ini akan membuat relasi kita dengan Kekaisaran menjadi rusak. Seburuk-buruknya mereka, kita tetap perlu dukungan mereka," ucap Moraine sopan, sedikit dia mampu meyakinkan Tudor agar berkepala dingin dan menerima kenyataan ini.

"Sudah cukup saudaraku, apa yang dikatakan mereka berdua ada benarnya juga," Tuor menyela di saat yang tepat. Cukuplah dia mendinginkan kepala Tudor. "Dan kau juga Moraine, sudah cukup," tambahnya kemudian.

Di luar sana terdengar berbagai rapalan mantra dan dentuman kecil yang saling mengikuti. Cukup rasanya membuat suasana lebih tenang.

"Kalau pun begitu, mereka pasti tidak akan mengatakan yang sesungguhnya, mulut mereka sangatlah licin!"

"Para Tetua mungkin bisa, mereka akan membuka mulut bangsawan Kekaisaran dengan mudah," tutur Tuor santai. Napas es miliknya kini membuat api perapian kembali ke semula.

Tudor berdeham. "Biarkan aku yang mengabari para Tetua," Ucap Tudor kemudian berjalan meninggalkan ruangan.

Kini ruangan kembali seperti semua. Aura panas yang menyerbak menuju segala sudut ruangan sudah hilang oleh karena ketidakhadiran Tudor. Di sisi lain Arne dapat bernapas lega.

"Maafkan aku," kata Arne dengan suara menciut hampir hilang dan sembari memohon dia.

"Tak perlu meminta maaf, aku hanya ingin kau mengatakan kejadian lengkapnya bagaimana Buku Kematian mampu dicuri."

Arne semakin menundukkan kepalanya, seketika dia bersujud mencium lantai panil ruangan itu. "Mohon maaf Master, aku tidak mengetahui apa-apa, semua berlalu begitu cepat, dalam hitungan detik aku mendengar jeritan salah seorang servant. Lalu setelahnya di tempat kejadian aku menemukan seorang servant tergeletak tak berdaya ditikam sosok berjubah hitam," kata Arne suaranya semakin menciut dan menciut hampir hilang.

"Lalu ke mana sosok itu pergi?"

"Dia berlari menuju kegelapan lorong utama dan seketika menghilang begitu saja dalam kegelapan,"

"Apa kau melihat sigil yang dikenakan si pencuri?"

"Tidak, tapi kurasa memang dia dari bagian Kekaisaran,"

"Persis seperti yang tim penyelidik katakan padaku," tambah Moraine di sudut ruangan sana. "Bedanya tim penyelidik menemukan petunjuk di pusat kota Zagush, ada bangsawan Kekaisaran yang mati di sana."

Tuor hanya mampu menghela napas dalam. Informasi sangat tidak berguna, mungkin seperti itulah yang ingin dikatakan Tuor namun Tuor tatap merenungi kejadian itu. Pertama, bagaimana mungkin orang lain dapat masuk ke Perpustakaan Langit tanpa terdeteksi. Kedua bagaimana mereka dapat tahu markas utama The Watcher yang tersembunyi tidak ada orang yang tahu hanya sedikit petinggi dari Kekaisaran dan anggota The Watcher itu sendiri yang tahu lokasi kota Zagush berada. Tebakan paling mungkin adalah seperti tadi, petinggi kekaisaran memang terlibat kejadian ini.

"Bagaimana menurut pendapatmu Arne? Kau kan yang menjaga Perpustakaan Langit waktu kejadian tersebut." Tanya Tuor kembali. Namun sebelum Arne hendak menjawab, Tuor mempersilahkan Arne mengangkat wajahnya dulu.

"Aku tidak tahu, tapi menurutku mungkin si pencuri sudah berada di dalam kota Zagush jauh lebih lama sebelum kejadian ini terjadi,"

"Baiklah terima kasih, kau bisa pergi sekarang." Tudor berjalan menuju depan jendela. Matanya menatap kota bagai Surgawi di depan sana. Sebuah menara tinggi berdiri sampai menembus awan-awan. Tuor menambahkan persis sebelum Arne meninggalkan ruangan, "Jangan beri tahu kejadian ini pada siapa pun,"

Daun pintu tertutup rapat. Suasana malam ini kembali hening, satu dua dentuman terdengar kemari. Walau lebih sedikit dan tak seheboh sebelumnya.

Tidak ada yang dapat Tuor lakukan saat ini, informasi yang ada mengalami kebuntuan. Satu pun kerusakan di Perpustakaan Langit saja tidak terjadi, tidak ada juga jejak kejanggalan sistem pertahanan kota Zagush. Seakan si pencuri hilang begitu saja di kegelapan sambil membawa buku paling berbahaya di dunia Buku Kematian.

"Mungkinkah ada seseorang penghianat di antara kita yang melanggar sumpah?"

"Mari kita cari tau lebih lanjut setelah para tetua menginterogasi utusan dari Kekaisaran."

Berdoa dan berharap saja yang bisa Tuor lakukan sekarang. Berdoa agar tidak terjadi sebagaimana yang terjadi di dataran leluhur Tuor di benua seberang. Semua berubah menjadi arang. Tidak ada yang selamat, semua di benua itu hancur seketika ledakan Ether terbesar di dunia di era ini terjadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!