NovelToon NovelToon

Need A Bride

Ch. 1. Menistakan Idola Sekolah

Bab. 1

"Yuan! Lo bagian yang cari bintang tamunya!" perintah seseorang yang tengah duduk di kursi paling ujung. Dialah sang ketua osis, Melani.

"Ck! Kenapa musti gue sih, Mel. Mending adik kelas noh, yang cari!" seperti biasa, Yuan memang tidak pernah bisa sejalan dengan Ghani.

"Ini perintah, bukan usulan!" tegas Melani menatap tajam ke arah Yuan.

Membuat Yuan ingin mengumpat, namun segera disenggol oleh seseorang yang duduk di sebelahnya, Richard—wakil ketua osis yang mampu membuat banyak siswi di SMA Dahlia ini klepek-klepek dengan sikap lembutnya dengan siapa saja. Tanpa terkecuali. Mungkin, jika Richard punya kekasih, kekasihnya bakalan kurus mendadak akibat cemburu buta dengan sikap manis Richard.

"Udah, turutin aja. Nanti gue bantu cari," ucapnya dengan suara lirih.

"Oouuuhhh ... pangeran dari segala pangeran. Ma'aciiihhh!" seru Yuan yang seolah mendapat angin segar.

Sedangkan anggota osis yang juga ikut rapat saat ini pun menahan tawa mereka. Memang, mereka paling kompak membuat Melani marah-marah jika sedang rapat seperti ini.

"Dasar, paling pinter bikin ketos nahan sakit kepala, emang," celetuk salah satu di antara mereka.

"Cuma mereka berdua yang berani bersikap santai. Coba kalau kita, udah pasti dilahap mentah-mentah," timpal yang lain.

Yuan bukannya tidak mendengar, akan tetapi gadis berusia delapan belas tahun tersebut memilih untuk mengabaikan mereka. Kalau ia ladeni, yang ada Melani melepas jabatannya sebagai ketos. Karena perempuan itu sebenarnya tidak menginginkan jabatan ini dan dirinya serta Richard lah yang memaksanya, dulu.

"Oke, deh. Gue yang tanggung jawab masalah bintang tamu," ujar Yuan pada akhirnya.

Kemudian mereka membagi tugas dari masing-masing bidang mereka. Setelah semua terbagi, rapat pun dibubarkan dan Yuan segera kembali ke kelas.

Setelah rapat selesai, Yuan segera keluar dari ruang osis. Dia harus segera mulai mencari informasi mengenai band mana yang senggang akhir pekan nanti. Malas sekali sebenarnya. Karena Yuan sendiri belum ada satu tahun pindah ke Ibu Kota. Tetapi sudah dibebani dengan beban yang cukup berat menurutnya.

"Ck! Mana nggak punya kenalan anak band, pula. Lagian tadi kenap Richard main iyes aja sih! Nyebelin banget jadi cowok. Untung ganteng, jadi pikir-pikir kan kalau mau nonjok. Yang ada gue di musuhin para fans alay-nya itu."

Di sepanjang jalan di koridor ujung sekolah, Yuan tidak hentinya mengomel dan mengutuki dirinya sendiri. Mau mundur juga sudah tidak bisa. Yang ada dirinya bakalan di rujak sama Melani.

"Udahlah. Pikir nanti pas pulang aja. Main ke cafe bentaran kali, ya? Siapa tau di cafe Biru banyak band yang nganggur weekend nanti," gumamnya.

Yuan menuju ke kelasnya. Jam kedua baru saja usai dan sekarang memasuki jam istirahat.

"Udah selesai?" tanya Sila—sahabat Yuan.

Yuan mengangguk lalu duduk di tempatnya. "Jamnya Pak Rio udah selesai?" tanya Yuan.

"Barusan dia keluar. Nggak paspasan?"

"Nggak. Gue lewat koridor ujung. Eh, Sil. Lo punya kenalan anak band, nggak? Atau temen penyanyi lo, gitu? Asal cakep lah yang penting. Cowok loh, bukan cewek," tanya Yuan. Karena menurutnya Sila yang lebih banyak punya kenalan anak band.

Sila memicingkan mata ke arah Yuan. Bukan tanpa alasan. Karena setahu Sila, Yuan tidak pernah tertarik dengan pergaulan anak jaman sekarang. Bagi sahabatnya itu, novel dan segala imajinasi mengenai Manhwa lah yang paling penting.

"Tumbenan lo nanya-nanya anak band? Jangan bilang kalo lo mau cari pacar anak band?" tebak Sila yang langsung ditampol oleh Yuan.

"Enak aja! Noh, Pangeran Damian lebih oke dari mereka!" sahut Yuan yang tidak terima dituduh seperti itu okeh Sila.

Sila menggeram kesal. Sangking gemasnya dengan sikap sahabatnya itu, Sila tidak bisa menahan jemarinya untuk tidak menjentik ke kening gadis itu.

"Sadar, oey! Pangeran lo itu gepeng. Nggak bisa diajak ciuman. Mana di puja-puja, lagi! Mendingan tuh Pak Rio. Ganteng, badannya oke, tajir. Komplit banget dah. Sepertinya juga dewasa banget. Mengayomi gituloh!" ujar Sila seraya senyum-senyum sendiri. Membuat Yuan bergidik ngeri.

"Dih, emang dia udah Om Om. Make diidolakan segala macam. Mata kalian tuh ke mana, sih? Masih jernih, kan? Orang udah tua juga malah diharepin!" cerocos Yuan tanpa dipikir lebih dulu.

Bahkan tidak melihat ke arah sekitarnya. Di mana banyak pasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan membunuh. Tentu, mereka tidak terima jika guru idola mereka dinistakan seperti itu.

Sila yang melihat tatapan dari teman kelasnya yang lain, kemudian menyenggol lengan Yuan. Berharap gadis itu menghentikan caciannya pada sosok yang mempunyai banyak fans di kelasnya. Bukan bukan. Bukan hanya di kelasnya saja, melainkan hampir seluruh murid yang ada di SMA Dahlia ini mengidolakan sosok yang sedang dibicarakan oleh Yuan saat ini.

"Yuan! Yuan, stop!" pinta Sila dengan nada tertahan.

Akan tetapi Yuan sepertinya tidak menangkap kode yang dilemparkan oleh Sila. Gadis itu masih terus melanjutkan ocehannya.

"Ck! Om om modelan begitu aja diidolain. Apa bagusnya, coba? Usia juga udah tu—"

Ch. 2. Gagal Mengelabuhi

Bab. 2

Yuan tidak berhentinya tertawa mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Ia tidak habis pikir dengan teman-temannya yang ada di kelas.

Sila yang duduk di sebelahnya, tidak hentinya sedari tadi menyenggol. Mengingatkan Yuan agar menghentikan kelakuannya itu. Ia yang sangat malu.

"Ck, stop, Yuan. Malu tau diliatin anak-anak yang lain," ingat Sila dengan wajah cemberutnya.

Sedangkan Melani yang duduk di depannya, menatap bingung ke arah teman kurang akhlaknya itu.

"Kenapa lagi dengan teman lo, Sil?" tanya Melani penasaran. Karena sampai saat sekarang, Yuan masih saja tetap senyam senyum sendiri.

Sila tampak menghela napas dan melirik sinis ke arah Yuan.

"Biasa, nantangin para fans nya Pak Rio," jawab Sila.

Melani langsung paham ke mana arah pembicaraan selanjutnya. "Dia yang menang? Satu lawan sekelas?" tanya Melani lagi.

Lalu sang ketua osis di SMA Dahlia itu menggeleng kepala, setelah melihat anggukan kepala dari Sila.

"Ck! Kalau lo barbar kayak gitu terus, mana sempat dapat pacar, Yu? Kita kurang dari satu tahun loh, udah lulus. Masa lo nggak pingin pacaran dulu di masa-masa sekolah kayak gini," ingat Melani yang langsung mendapat tatapan sinis dari Yuan. Tidak cukup itu saja, tetapi juga pukulan di lengannya.

"Siapa yang buat gue sibuk terus kerjain tugas kalau osis sibuk? Hmm?" protes Yuan dengan nada sinis.

Melani pun tak kalah sinis menatap ke arah temannya yang satu itu.

"Terus lo pikir gue juga bisa bebas, setelah lo dan Richard make nunjuk gue sebagai ketua osis? Hah!" balas Melani.

Seketika itu juga Yuan meringis. Menyadari kesalahan yang ia buat bersama Richard—wakil ketua osis sekarang ini.

"Hei hei hei ... udah dong, Ayang. Jangan dibahas masalah itu lagi. Oke? Kita kan udah baikan setelah dua bulan cerai," bujuk Yuan sembari meraih tangan Melani dan mengusapnya pelan. Seolah seperti dengan kekasihnya.

Padahal, hidup selama sembilan belas tahun dan sampai di detik ini, Yuan belum pernah merasakan pacaran satu kali saja. Jangankan pacaran, menyukai seorang lawan jenisnya saja belum pernah Yuan rasakan. Kecuali pada FL di Manhwa san juga tokoh di novel romantis yang Yuan baca selama ini.

Melani menatapnya jengah. "Lagian kenapa suka banget bikin gara-gara sama anak lain, sih! Herman deh gue sama lo!"

"Heraaann!" timpal Sila membenarkan kata yang seharusnya diucapkan oleh Melani dengan benar.

"Sama aja kali, Sil."

"Beda banget, keles!"

Yuan menatap mereka sambil terkikik. Entah kenapa suka sekali jika dua temannya itu saling berdebat seperti ini.

"Kalian tuh niatnya ke sini apa sih? Jangan bikin gue makin pusing deh!" ujar Yuan yang mulai kesal juga mendengar perdebatan yang dilakukan oleh Sila dan juga Melani.

Sila dan Melani kompak mendorong kening Yuan dengan jari telunjuk mereka.

"Mau makan sore," jawab Melani asal. Karena terlanjur kesal dengan sikap Yuan.

Sedangkan Sila tampak mendengkus. "Katanya lo mau ketemu sama Ciruz Brook? Jadi apa nggak? Kalau enggak ya udah, mendingan gue pulang aja. Ntar malem gue ngisi acara juga di sini," sahut Sila dengan wajah di tekuk.

Yuan yang baru ingat mengenai tujuan mereka ke sini pun tertawa pelan.

"Nggak usah gitu kali, Beb. Kek lagi PMS aja," balas Yuan sembari mencolek dagu Sila agar tidak jengkel lagi padanya.

"Ini nih! Kualat deh lo kayaknya. Dari tadi ngatain Pak Rio udah tua udah tua. Eh, kagak tau dirinya sendiri udah mulai pikun. Ck!" ucap Sila yang juga masih kesal ketika guru idolanya itu dinistakan oleh Yuan.

Mendengar hal itu, Yuan berdiri. "Cabut nih gue, kalau lo bahas itu guru lagi. Berasa siaal banget gue kalau lagi bicarain itu orang."

Tentu saja, ancaman Yuan tidak pernah main-main selama ini. Gadis itu benar-benar akan pergi kalau sampai Sila masih membahas sang idola.

Dengan sigap, Melani menarik lengan Yuan ketika gadis itu benar-benar melangkah pergi dari tempat mereka.

"Wait, wait! Jangan ngehindar dari tugas lo! Jangan lo pikir gue akan terkena tipu daya lo itu. Lo pasti mau belok ke rumah komik, kan? Oh, tidak bisa dulu, Nona Yuan. Anda harus selesaikan apa yang sudah anda setujui," ujar Melani dengan senyuman penuh arti dan juga tatapan begitu tegas. Sosok ketua osis memang tidak bisa pudar sama sekali dalam diri Melani.

Melani tidak mudah untuk Yuan kelabui. Insting gadis itu cukup kuat dan itulah mengapa tadi Yuan tidak setuju kalau Melani menyusul mereka ke cafe Biru, tempat kerja Sila. Sila bekerja paruh waktu di sini. Akan datang jika dibutuhkan oleh anggotanya saja. Dia termasuk vokalis dari Coconut Pink Band.

"Bentaran aja loh, Ayang. Kan mereka belum dateng. Nanti kalo mereka udah dateng, Sila suruh hubungin gue aja. Ya nggak, Beb?" tanya Yuan kemudian kepada Sila.

"Ogah! Gue banyak kerjaan nanti. Mending gue istirahat," sahut Sila. Menolak keras permintaan Yuan.

Yuan menghela napasnya. Sedangkan Melani masih menatapnya tegas. Menunggu keputusan yang akan di ambil oleh Yuan.

"Masih mau mengelak? Hmm?" tanya Melani sembari tersenyum miring.

Yuan mengusap wajahnya pelan sambil menghentakkan kakinya.

"Huuaaa ... ini tuh edisi terbatas loh, Yaang ... Beebb! Bantuin gue napa! Lagian ke mana sih perginya pangeran dari segala pangeran yang ada itu? Kesel banget gue kalau jadwal tabrakan kayak gini." rengek Yuan mengeluhkan Richard yang tidak kunjung datang. Pria itu memang sangat suka sekali mengikuti jam warga plus dua enam. Selalu ngaret dan molor dari waktu yang sudah ditentukan.

"Udah, mending lo duduk di sini aja. Bentar lagi mereka bakalan dateng, kok!" ujar Sila ikut menekan bahu Yuan agar tidak berdiri lagi dan tetap berada di tempatnya sekarang ini.

Akhirnya Yuan hanya bisa pasrah di kala dua temannya itu benar-benar menekan dirinya untuk tetap berada di sini. Bodoohnya ia, kenapa juga sampai bisa lupa kalau hari ini merupakan hafi terakhir promo edisi terbatas novel favorit nya.

Ch. 3. Tragedi Lampu Merah

Bab. 3

Urusan dengan Ciruz Brook Band sudah selesai. Mereka juga sudah melakukan meeting bersama sekalian tadi. Juga ada sang ketua osis yang ternyata juga menemani Yuan meeting bersama band yang sedang digandrungi oleh anak SMA tersebut.

Meskipun belum terkenal kenal amat, tetapi mereka mampu menarik perhatian anak SMA yang ada di Jakarta. Selain lagu dan suaranya enak di dengar, wajah dan postur tubuh mereka pun juga mempunyai nilai jual yang sangat tinggi.

Tinggi, tampan, berkharisma dan cool, itulah yang tergambar jelas dalam sosok personil band mereka. Juga sangat ramah, kecuali sang vokalis. Namun, justru itulah magnet para remaja.

"Lo gimana? Gue anter ya?" tawar Yuan pada Melani ketika mereka sudah berada di luar cafe.

"Gue naik taxi aja. Tadi gue nggak pulang, kan? Lengket banget ini badan. Bau ntar lo," ujar Melani menolak secara halus.

"Yaelah, kayak sama siapa aja. Gue bukan cowok, jadi nggak apa-apa. Daripada lo keluar uang, kan sayang, Yaang!" ujar Yuan lagi.

Namanya juga Melani, sekali bilang tidak ya jelas akan tetap menolaknya.

"Udah, sana buruan pulang. Daripada Mas-mu yang jutek itu ngomel-ngomel nggak jelas!" usir Melani sembari mengibaskan tangannya ke depan. Lalu mendorong motor Yuan dari belakang.

"Beneran, lo nggak apa-apa?" tanya Yuan lagi.

Ini sudah malam. Ia tidak mau kalau terjadi sesuatu pada temannya itu. Terlebih lagi tadi Melani tidak pulang sama sekali demi menunggu kedatangan personil Ciruz Brook Band. Hanya Yuan lah yang pulang, karena gadis itu begitu risih ketika merasakan tubuhnya penuh keringat. Harus segera mandi dan ganti baju.

Melani menggeleng. "Gue lebih takut kalau Mas Seno marah. Yang ada malah gue kena juga, ntar," ujar Melani.

Yuan mengangguk paham. Punya kakak yang sangat galak dan juga disiplin akan waktu, pasti akan menanyakan kepada teman-teman yang berhubungan dirinya kenapa bisa ia pulang terlambat.

"Ya udah, lo hati-hati ya, Yaang. Jangan jelalatan matanya. Jaga hati buat Mas Seno. Kalau lo jadi kakak ipar orang lain, bakalan gue rebut suami lo ntar!" ujar Yuan dengan tatapan seriusnya.

Membuat Yuan mendengkus malas. "Ck! Nggak adik. Nggak kakaknya. Sama-sama posesif banget!" cicit Melani yang malah mendapat kekehan dari Yuan.

"Aminin dong, Yaang! Kan seru kalau semisal kita jadi iparan beneran," ujar Yuan yang sudah berada di atas motornya.

"Ogah banget. Udah sana pulang!" usir Melani lagi.

Kali ini Yuan pamit pada Melani dan menyalakan mesin motor maticnya tersebut. Melani melambaikan tangannya setelah itu berjalan menuju ke arah jalan raya dan mulai menunggu taxi yang lewat.

Tidak berselang lama, Yuan sampai juga di persimpangan lampu merah yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Yuan menghentikan laju motornya, dan menunggu pergantian lampu lalu lintas tersebut.

"Kasihan banget dah gue. Udah pulangnya malem, nggak dapat edisi terbatas dari Pangeran Damian. Akh ... nyesel banget jadi anggota osis," gumam Yuan sembari memukul setir motornya. Menggoyangkan kaki untuk mengusir kejenuhan yang melanda.

Ketika lampu mulai berganti dengan warna hijau, Yuan bersiap untuk menarik tuas gas nya. Akan tetapi, ada sebuah tangan yang secara tiba-tiba menarik lengannya hingga tubuhnya hampir terhuyung ke samping. Beruntung, orang itu dengan sigap membantu Yuan menepikan motornya.

"Eh eh eh ... kenapa ini syaa ditarik tarik?" tanya Yuan sedikit panik. Karena tiba-tiba saja dirinya ditarik seperti ini.

Orang itu tidak bicara sama sekali. Setelah menepikan motor milik Yuan, lalu dengan santainya menarik Yuan menuju sebuah sedan mewah yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini.

"Ini ada apa ya? Apa salah saya? Kok tiba-tiba menarik saya sep—auw!"

Ucapan Yuan berganti dengan sebuah pekikan ketika tubuhnya terasa melayang dan pandangannya seolah terbalik. Entah, apakah dunia sudah terbalik atau dirinya berada dalam posisi yang terbalik?

"Bantu saya!" ucap orang itu dengan suara yang tegas. Tetap melanjutkan langkah kakinya seraya menggendong Yuan seperti karung beras.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!