For youre my haesbich (untukmu sinar matahariku)
Aku merindukanmu
Menyesal karena dulu terlambat sadar bahwa aku sangat mencintaimu
Aku memegang pena, menggoreskan deretan kata-kata penyesalan untukmu
Aku ingin sekali menyatakan cintaku padamu
Sedalam hatiku merindukanmu, sampai aku tak bisa mengatakan sedalam apa karena aku tak bisa mengukurnya
Aku tahu kata ini tak akan pernah sampai padamu, dan hanya akan jadi sebuah cerita.
Cerita yang tak akan ada akhir dalam kisah ceritanya
Tapi setidaknya ini bisa menjadi kenanganku, pengobat luka hatiku dan pembuktian cintaku padamu yang sebenarnya dan tak akan bisa sampai padamu
Sayang... Sayang… sayang…
Aku masih mencintaimu dan merindukanmu, aku menjadikanmu satu cinta dalam hidupku walaupun kau tak tahu itu, tak tahu bahwa aku sangat mencintaimu
Sebenarnya aku bisa saja mencari mu dan berkata
“aku sangat mencintaimu dan kembalilah padaku, kembali mencintai diriku seperti dulu”
tapi aku tahu kata ini tak akan mengubah apapun yang terjadi di masa lalu. Aku hanya akan menambah lukamu, lagi, lagi dan lagi.
Jadi aku ingin mencurahkan cintaku padamu hanya dalam fantasiku
Fantasi melalui sebuah cerita
Your dream ( my “haesbich”)
“akkhhhh” seorang wanita meregangkan ototnya setelah mengetik beberapa kata dalam layar berbentuk persegi di hadapannya
“kamu sedang apa?” Tanya seorang wanita berkaca mata dari balik punggung wanita yang sedang mengetik di layar besi itu
“ah, Lensi mengagetkanku saja” ucap Qiran mengusap dadanya yang terkejut akibat kedatangan sahabatnya yang bernama Lensi
Lensi berkacak pinggang “Qiran Naditya Lavanya!” teriak lensi lantang
“apa?” Tanya qiran kembali mengetik di papan keyboard laptop miliknya
ia sama sekali tak memperdulikan teriakan sahabatnya yang begitu memekikan telinga
lensi memindai ruang kerja qiran yang berukuran 4x4 m dengan pencahayaan redup, di sana begitu banyak kertas serta bantal tidur “apa kau tak bosan hanya berada di dalam ruangan ini?” Tanya lensi sahabat qiran semenjak 4 tahun lalu itu
“apa sih? Aku kan lagi kerja” balas qiran tetap mengetik di papan keyboard laptopnya tak menoleh ke arah Lensi sedetik pun
Lensi menghela nafas melihat sahabatnya itu “coba lihatlah dunia qiran, jangan hanya berada dalam dunia khayalanmu saja” pinta lensi dengan suara lirih
Qiran menoleh ke arah lensi dan terkekeh “apaan sih lensi? aku kan sedang kerja membuat naskah drama” balas qiran menggelengkan kepalanya tapi tetap menyibukkan tangannya di papan keyboard miliknya
“iya aku tahu itu qiran kalau kau membuat drama-drama hebat disini bahkan novel best seller itu di buat disini, tapi kamu sudah mengurung diri disini selama 4 tahun dan hanya berada di depan laptopmu itu” balas lensi kesal dengan qiran yang hanya di sibukkan dengan dunia menulis saja
qiran kembali terkekeh “ya enggak lah. Kan aku berangkat kerja jam 9 dan pulang jam 9 malam, jadi aku gak menghabiskan waktu disini selama 4 tahun” qiran mulai menghitung dengan jarinya tentang lama waktu yang di habiskan qiran untuk menulis dalam ruang kerjanya
“ karena aku bekerja 4 tahun di bulan depan, dipotong hari minggu aku tak ke kantor aku menghabiskan waktu disini sekitar 15.312 jam. Harusnya satu tahun sekitar 8760 jam, jadi aku menghabiskan waktuku di tempat ini sekitar 1,74 tahun” ucap qiran menghitung dengan tangannya begitu cepat
“berarti 2 tahun belum genap lensi” tambah qiran tersenyum menjawab pertanyaan lensi seenaknya saja
Lensi menggelengkan kepalanya tak percaya, mulutnya menganga lebar mendapati jawaban Qiran yang membuat ia tak mampu menyanggah, karena qiran sampai menghitung waktu yang di habiskan qiran perdetik, menit dan jamnya “sebenarnya apa yang kau kejar qiran? semua tulisanmu selama 4 tahun ini adalah best seller, dan royalty
tulisanmu sangat cukup untuk kamu bersenang-senang di luar sana tanpa bekerja 1 tahun pun itu tak jadi masalah untukmu” ucap lensi mengingatkan hasil kerja keras Qiran selama 4 tahun yang tentu berjumlah tak sedikit
“yang ku kejar?” Tanya qiran tampak berpikir “aku ingin dia tahu aku masih mencintainya” ucap qiran menatap layar laptopnya
“ya ampun qiran, sebenarnya siapa yang kau cintai itu? Datangi saja dan bilang kalau kau masih mencintainya. Wanita sebaik dan secantik dirimu tak mungkin dia akan menolakmu” balas lensi yang tak mengetahui siapa laki-laki yang dicintai qiran karena qiran hanya bilang perasaannya tapi tak pernah menyebutkan siapa orang yang di maksud qiran
“sudah ah, jangan ganggu aku menulis” usir qiran pada lensi agar keluar dari ruang kerja pribadi milik qiran
Qiran kembali menatap layar laptopnya setelah mengusir Lensi dari hadapannya “andai semudah yang kau ucapkan” qiran terkekeh membayangkan orang yang ia maksud “untuk menulis isi hatiku padanya saja terasa sulit, hanya terhenti pada curahan hatiku. Aku hanya bisa berucap “ apa kabar, apakah kamu baik? tak bisa lebih dari ini” gumam qiran menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis lirih mengingat kisah cintanya yang tak berjalan mulus.
Kisah cinta pertamanya yang serasa menyakitkan untuk Qiran
Qiran Naditya Lavanya merupakan gadis blasteran berdarah Pakistan dan jawa. Ia tinggal di Indonesia seorang diri karena kedua orang tuanya yang tinggal di Korea mengurus bisnisnya di sana
sebab kantor utama keluarganya berada di korea bahkan qiran lahir di negeri ginseng itu.
Qiran adalah lulusan S2 dengan gelar MBA dari salah satu kampus di Inggris di usianya yang menginjak usia 23 tahun saat itu
Sebenarnya orang tuanya ingin qiran melanjutkan bisnis keluarganya karena qiran yang memang anak tunggal dan tak mempunyai kerabat dekat Tapi entah karena alasan apa, qiran tinggal di Indonesia setelah
menyelesaikan pendidikan S2 nya itu. Dan karena ini sudah berjalan 4 tahun, qiran kini sudah berusia 28 tahun sekarang.
Qiran berprofesi sebagai penulis novel dan drama yang cukup dikenal dibidangnya, ia juga memiliki beberapa perusahaan yang bergerak di bidang hiburan walaupun tak ia tangani sendiri secara langsung, ia punya orang-orang kepercayaan untuk mengurus bisnisnya
Qiran orang yang terkesan menutup diri dan selalu bersembunyi dari orang-orang bahkan orang tua kandungnya tak qiran izinkan untuk datang ke kantor qiran, padahal sebenarnya perusahaan Shadows Dreams adalah perusahaan yang ia bangun dengan keringatnya sendiri, walaupun ia selalu menutup identitasnya sebagai pemilik
perusahaan dengan bantuan sahabatnya Kennedy Dirgantara, yang biasa di panggil tara.
Semua orang mengira tara lah pemilik perusahaan karena dirinya lah yang selalu tampil di depan umum sebagai perwakilan perusahaan
padahal dari balik ketertutupannya dalam membangun kerajaan bisnisnya, ia curahkan untuk membantu seseorang yang paling ia hargai dan yang paling ia pedulikan di dunia ini. cinta pertamanya dan cinta satu-satunya selama bertahun-tahun
Ponsel qiran berbunyi, dan qiran bergegas mengangkatnya “halo” sapa qiran
“apa kau masih di depan laptop mu?” Tanya tara membuka obrolan
“hemmm, ngapain lagi memangnya?” Tanya qiran memutar bola matanya malas
“apa kamu akan terus bersembunyi darinya seperti ini?” Tanya tara sahabat qiran
“hemmm” balas qiran menatap salah satu foto yang ada dalam laptopnya
“maafkanlah dirimu qiran” pinta tara
Qiran menghela nafas “sudah ah, aku mau lanjut mengetik lagi” balas qiran mengakhiri panggilannya
Qiran melanjutkan membuat naskah drama dengan serius, lalu mencetaknya agar bisa di baca dengan lebih leluasa
“ah sudah dapat beberapa episode ternyata” gumam qiran memeriksa hasil print naskah dramanya yang berjudul “Love Shadow”
Qiran mengerutkan keningnya saat membaca isi halaman yang awalnya tak ingin ia cetak
“My dreams (my haesbich)” qiran membaca file dengan judul tersebut yang barusan saja ia cetak tanpa sengaja
“kenapa aku malah mencetaknya?” gumam qiran mulai memisahkan file dan menyimpannya di dalam laci meja kerjanya
Qiran melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 malam “waktunya pulang” gumam qiran memakai kacamata tebalnya dan menutup wajahnya memakai masker. pakaian yang selalu ia kenakan saat akan keluar
Qiran berjalan santai dengan memakai sandal jepit dan pakaian santai ala kadarnya, bahkan
terkesan seperti baju tidur itu. qiran memang selalu tak memperdulikan pakaiannya saat ada di luar
“malam nona risa” sapa satpam yang mengetahui nama qiran adalah nerissa ningrum, salah
satu penulis handal di dreams shadow
“malam pak” balas qiran mengangguk sopan
“malam lagi pulangnya nona?” Tanya pak satpam
“iya pak, seperti biasa saya pulang jam segini” balas qiran berjalan dengan santai meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja
“hati-hati nona” ucap pak satpam
“iya pak” balas qiran ramah
Qiran berjalan keluar gedung melewati lobi perusahaan dan ternyata banyak kumpulan wartawan di sana yang sedang mengerubungi seorang actor. (namanya perusahaan entertainment pasti banyak artis ya, hehehe)
Qiran menghentikan langkahnya saat orang itu sedang dikerubungi adalah orang yang sangat ia kenal
“ah setidaknya aku melihatmu hari ini” gumam qiran tersenyum senang dan melanjutkan kembali langkahnya meninggalkan gedung perusahaannya itu
Qiran berjalan perlahan menyusuri jalan perkantoran, saat ia sampai di sebuah taman kompleks tak jauh dari apartemennya, qiran menghentikan langkahnya dan duduk di sebuah kursi panjang di taman komplek.
Qiran meraih saku jaketnya dan mengambil sebuah kalung berbentuk matahari, menengadahkannya ke atas seolah menyandingkan kalung matahari tersebut dengan cahaya bintang di langit “saat kita bersanding
hanya bisa dalam khayalan dan tak mungkin jadi sebuah kenyataan” gumam qiran bermonolog seorang diri
Qiran meletakkan kalungnya di dada “tapi aku sangat ingin ini jadi kenyataan, aku sangat merindukanmu. Kembalilah padaku” gumam qiran menangis sesenggukan mengeratkan kalung tersebut di dadanya
***
Qiran terbangun dari tidurnya tepat jam 5 pagi, ia turun dari ranjangnya berjalan menuju dapur dan menenggak sebotol air mineral dalam kulkas. Setelah selesai minum qiran membersihkan apartemennya dengan alat penghisap debu canggih yang ia punya dan duduk di balkon apartemennya menghirup udara pagi hari yang masih terlihat gelap
“kebiasaan kalau pagi selalu pakai baju minim” gumam seorang pria melemparkan selimut ke arah qiran hingga menutupi wajahnya
Qiran meraih selimut itu dengan kasar menatap pria tersebut tajam “tara!” teriak qiran kesal
“apa?” Tanya Tara datar
Qiran dan tara memang tinggal di gedung apartemen yang sama dan tinggal bersebelahan, jadi mereka masih bisa saling bertukar sapa melalui balkon apartemen mereka
“bisa gak sih gak usah kebiasaan lempar aku pakai selimut” kesal qiran yang selalu di hadiahi lemparan selimut setiap pagi walaupun kadang jaket sih
“ya abis kamu kalau pagi, pasti pakai pakaian kurang bahan kaya gitu” balas tara berdecak kesal melihat kebiasaan qiran yang bangun pagi dan selalu memakai pakaian minim memperlihatkan bagian tubuhnya yang putih mulus itu
“yakan aku biasa tidur dengan pakaian seperti ini. Lagian ini bukan Negara tempat kita tinggal dulu, udara disini tak seekstrim di sana tara” balas qiran
Tara menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya sedari kecil itu “kamu ini aneh banget sih qiran, kalau tidur ia suka pakai pakaian seksi, tapi kalau keluar rumah udah kaya orang yang tinggal di kutub terlalu banyak lapisnya. Padahal pagi begini dingin banget kalau siang panas banget” balas tara bingung dengan pilihan pakaian qiran yang terkesan terbalik fungsinya
“biarin” balas qiran membuang mukanya kasar
“oh ya qiran” ucap tara menggaruk pangkal hidungnya bingung harus bicara apa pada qiran
“ada apa?” Tanya qiran melihat kebingungan di wajah tara sahabatnya
“dia tertarik dengan tulisanmu” ucap tara memberanikan diri untuk mulai bicara
Qiran terkekeh melihat tingkah sahabatnya “ terus kenapa? Biasanya juga dia menemui Lensi untuk mengurus pencocokan teks drama yang aku buat” balas qiran yang sudah biasa mendapat ketertarikan dari orang-orang tentang hasil tulisannya
“tapi kali ini dia ngotot pengen ketemu kamu, gak mau lagi bertemu lensi” balas tara menyampaikan kecemasannya pada qiran
Qiran mengerutkan keningnya “kenapa, dia tumben sekali” balas qiran
“entah lah” tara mengangkat kedua bahunya
“aku malas ketemu dengannya” balas qiran menyandarkan tubuhnya di balkon dan menengadahkan wajahnya ke atas melihat langit yang sudah mulai terang
“kau malas, atau kau takut dia mengenalimu?” Tanya tara penuh selidik
Qiran menatap tak suka ke arah tara “ya benar kan apa yang aku ucapkan” tambah tara
“aku gak ingin ketemu dia tara” balas qiran
Tara mengumpat kasar mengeluarkan sumpah serapah tak jelas “kalau kau mengizinkanku mendepaknya pasti aku sudah mendepaknya agar dia gak banyak tingkah tapi kamu sendiri yang memanjakannya, makanya dia jadi kurang ajar dan gak tahu batasan” balas tara yang memang tak menyukai pria yang sedang di bahas itu
“kali ini apa yang dia minta jika aku tak menurutinya” Tanya qiran seolah tahu bahwa akan ada ancaman jika permintaan pria yang di maksud tak di turuti qiran
“dia akan keluar dari perusahaan setelah kontraknya habis” balas tara
“ya sudah biarkan saja, dan jangan perpanjang kontraknya. lagian dia sekarang bisa berdiri sendiri tanpa bantuanku lagi ” balas qiran memasuki kamarnya dengan santai
“kenapa tak kau selesaikan saja semuanya qiran jangan selalu bersembunyi darinya. itu sama sekali tak akan menyelesaikan masalahmu” teriak tara ingin qiran agar segera menyelesaikan masalahnya dan tak membiarkan masalahnya terus berlarut-larut
Qiran tak menjawab pertanyaan tara dan terus melangkah masuk ke dalam apartemennya mengabaikan tara yang sedang kesal dan terus mengumpat dengan sumpah serapah tak jelas karena di abaikan oleh qiran
"aku juga ingin bertemu dengannya dan juga memeluknya tapi mana sanggup aku bertemu dan menatap matanya" gumam qiran menjawab pertanyaan Tara dengan suara lirih
***
“bagaimana?” Tanya seorang pria muda
Orang yang di Tanya menggelengkan kepalanya “dia masih gak mau bertemu denganmu” balas robin seorang yang berprofesi sebagai manager artis
“apa dia merendahkan aku seorang Jay Handerson “ ucap Jay Handerson salah satu actor papan atas dengan raut wajah kesal karena permintaannya yang selalu di tolak untuk bertemu dengan penulis drama yang sering ia bintangi
Jay Handerson adalah salah satu actor papan atas yang juga berprofesi sebagai seorang penyanyi. Jay berusia 29 tahun, jay pria keturunan blasteran korea dan Inggris, dan jawa yang membuatnya memiliki wajah tampan, tinggi dan putih
Dirinya yang rutin berolahraga membuatnya mempunyai tubuh atletis yang jadi dambaan para pria dan di gilai wanita. Jay actor yang cukup terkenal dan di gandrungi fans kaum hawa yang berjumlah jutaan tak hanya dalam negeri tapi juga luar negeri
Robin menghela nafas “ bukan merendahkan jay, tapi dari yang aku dengar dia memang orang yang tertutup, dia saja tak pernah menampakkan wajahnya di depan umum, mungkin yang tahu wajahnya hanya pemimpin perusahaan dan lensi saja” balas robin
“emang dia kemana-mana pakai penutup wajah? Dia kan sudah lama bekerja di perusahaan itu masa gak ada yang mengenali wajahnya?” Tanya jay dengan asal ucap
Robin menautkan kedua alisnya “kok kamu tahu? Kalau memang dia pakai penutup wajah kemana-mana, dia pakai masker terus tahu” balas robin mengetahui qiran yang selalu memakai masker dari para pegawai kantor dreams shadow
Mulut jay menganga lebar dengan kebenaran yang ia lontarkan asal “memangnya dia ada cacat sampai menutupi wajahnya?” Tanya jay tak percaya tebakan asalnya adalah suatu kebenaran
Robin mengedikkan bahunya “ mana aku tahu” balas robin tak tahu alasan qiran yang terus memakai masker kemanapun
“tapi aku ingin sekali bertemu dengannya” ucap jay dengan wajah penuh harap
Robin menepuk bahu jay “sudah, jangan paksakan keinginanmu, sudah 4 tahun dan dia selalu menolak bertemu denganmu. Jangan lupa jay karena karyanya lah kamu jadi terkenal seperti sekarang, jangan sampai karena egomu yang terus memaksa bertemu dengannya, dia tak ingin menjadi penulis naskah dramamu lagi” ucap robin mengingatkan akan sumbangsih qiran dengan nama nerissa ningrum terhadap karir jay yang bisa sampai sebesar ini
“tapi aku benar-benar penasaran dengannya, entah mengapa setiap aku membaca ceritanya, seolah ada suatu hal yang ingin ia sampaikan padaku” balas jay merasa ada maksud dalam setiap tulisan Qiran
“itu hanya perasaanmu saja jay” ucap robin menepis apa yang dipikirkan jay
Jay menggeleng “tak bisa, aku harus bertemu dengannya apapun caranya, walaupun aku harus keluar dari dreams shadow sebagai taruhannya” tekad jay dengan semangat berkobar
***
Seperti biasa qiran berjalan dengan santai menuju perusahaan dengan pakaian serba tebal dan tertutup tak lupa ia memakai kacamata serta masker untuk menutupi wajahnya
“pagi nona risa” sapa pak satpam dengan ramah
“pagi pak” balas qiran mengangguk sopan
Qiran berjalan menuju lift untuk naik ke lantai 17 tempat ruangannya berada
“tunggu” ucap seorang pria menahan pintu lift agar tidak tertutup
Qiran mendongak ke arah sumber suara membuat qiran membelalakkan matanya lebar mendapati pria yang ada di hadapannya adalah pria yang selalu ia hindari sekaligus orang yang sangat ia rindukan
Pria tersebut memencet angka 28 pada tombol lift. Mereka saling terdiam tanpa bicara sepatah katapun.
“tuing” pintu lift terbuka saat sampai di lantai 17
Qiran berniat keluar lift saat sudah sampai di lantai tempat kantornya berada “ tunggu” jay menahan tubuh qiran agar tak keluar ruangan dengan tangannya
Qiran menoleh ke arah jay dan menautkan alisnya bingung dengan sikap jay yang menahan tubuhnya tiba-tiba. Ada rasa berdebar tak karuan takut pria dihadapannya mengenalinya
“kau nerissa ningrum kan? Kita harus bicara” ucap jay meminta qiran untuk bicara
Pintu lift kembali tertutup, untuk membawa mereka berdua ke lantai paling atas gedung Shadow dream. Lantai yang di tekan Jay tadi
Qiran hanya terdiam tak menanggapi jay, dia masih gugup dan bingung dengan sikap jay membuat lidahnya kelu untuk bicara, dia bingung harus apa. tak pernah ia sedekat ini dengan jay sejak 4 tahun lalu
“tuing” pintu lift terbuka menandakan qiran dan jay yang sudah di lantai paling atas
“ayok” jay menarik tangan qiran untuk keluar lift
Qiran hanya menatap tangan yang berada dalam genggaman tangan jay dalam diam
jay menatap lekat qiran “kau nerissa ningrum kan?” Tanya jay yang di jawab anggukan kepala oleh qiran
Jay melipat tangannya di dada “apa kau harus selalu menghindari ku?” Tanya jay kesal karena qiran yang selalu menghindarinya selama ini padahal sudah berkali-kali ia meminta bertemu tapi qiran selalu saja menolaknya
qiran berusaha sekuat tenaga menahan kegugupannya dan mencoba biasa saja di depan Jay “apa aku harus bertemu denganmu?” Tanya qiran balik dengan berusaha bersikap biasa dan datar
“deg” ada rasa aneh dan entah apa itu saat mendengar suara qiran, tapi jay berusaha menepisnya
“tentu saja ia, kau penulis dan aku adalah actor yang memainkan isi naskahmu jadi tentu kita harus saling bicara” balas jay ingin dia dan qiran bertemu sebagai penulis dan pemeran dari isi cerita yang ia buat
“aku hanya suka menulis, bukan berinteraksi dengan seorang actor. Yang mengatur naskahku diberikan pada siapa adalah perusahaan bukan aku. Toh dalam kontrak kerjaku tak ada catatan aku harus menemui actor yang mengambil peran dalam ceritaku” balas qiran
“apa mukamu rusak?” Tanya jay melambaikan tangannya kearah wajahnya sendiri untuk memberi kode alasan qiran menutup wajahnya dengan masker dan memakai kacamata tebal seolah begitu takut wajahnya di kenali seseorang
Qiran paham maksud pertanyaan jay “emmmm, bisa jadi” balas qiran datar
“kenapa kau selalu menutupi wajahmu? Apa kau punya dosa besar pada seseorang?” Tanya jay lagi
Qiran terkekeh “aku tak ada kewajiban menjawab pertanyaanmu bukan” balas qiran beranjak pergi
Jay menahan tangan qiran “kita belum selesai bicara” ucap jay menatap manik mata qiran
Qiran memandang lekat jay, jantungnya serasa melompat-lompat mendapati tangannya yang di sentuh jay tapi ia coba menampiknya, qiran menarik tangannya “apa lagi?” Tanya qiran
“aku ingin, saat kerjasama kita pada proyek baru nanti, kita bertemu langsung dalam membahas naskah tidak melalui perantara” pinta jay
“kalau aku tak mau?” Tanya qiran menaikkan sebelah alisnya
“aku akan keluar dari perusahaan” balas jay
Qiran tersenyum kecut mendapati ancaman jay “ya sudah keluar saja” balas qiran berniat berbalik arah
“apa kau punya dendam padaku?” Tanya jay
Qiran menyipitkan matanya dan kembali menoleh ke arah Jay “kenapa kau bertanya seperti itu?” Tanya qiran, jantungnya mulai berlomba berlari keluar saking gugupnya
“orang-orang mendekatiku dengan berbagai cara tapi kau malah menjauhiku selama ini” Jay masih tidak mengerti jalan pikiran Qiran
Qiran menggenggam tangannya erat seolah meminta kekuatan untuk tetap bisa berhadapan
dengan Jay “itu hanya karena aku tak ada keinginan berbicara dengan siapapun” balas qiran, yang kini bergegas pergi meninggalkan jay
jay hanya menatap tak percaya pada qiran yang melangkah pergi begitu saja
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!