Semua mata menatap tak percaya pada seorang wanita yang tengah memakai baju pengantin. Sarah, sang pengantin itu sendiri pun tak percaya dengan apa yang dilihatnya di layar besar tepat di depannya.
Beberapa foto dirinya yang tanpa busana dan berpelukan dengan seorang pria di atas ranjang jelas menghancurkan harga dirinya yang merupakan seorang desainer berbakat. Dari foto itu terlihat jelas bahwa Sarah sedang dalam keadaan sadar. Wajah pria itu tak terlihat karena wajahnya terbenam di leher Sarah. Namun, wajah Sarah terlihat jelas. Jelas sekali hingga membuat semua syok melihat gadis pendiam ini rupanya gadis yang nakal.
Plakk! Sebuah tamparan keras pun mendarat di pipi Sarah saat itu juga. Sang ayah menatapnya dengan tatapan penuh kemurkaan. Merasa wajahnya sudah tercoreng akibat ulah sang anak.
"Bagaimana bisa kau melakukan semua ini? Dimana rasa malumu, Sarah!" Teriakan Anggara yang merupakan ayahnya pun menggema di ruangan itu.
Sarah menangis sambil merasakan perih di pipinya akibat tamparan sang ayah.
"Maafkan aku, Ayah, aku khilaf! Saat itu aku tidak sadar dan sedang dipengaruhi alkohol!" Sarah pun bersimpuh di kaki ayahnya. Dia masih ingat kejadian itu.
Kejadian di mana dirinya yang sedang berada di bawah pengaruh alkohol pun mau-mau saja saat seorang pria mengajaknya menginap di dalam hotel. Dia tak pernah tahu jika kejadian itu malah diabadikan oleh seseorang yang tak bertanggung jawab.
Dia juga tak mengerti bagaimana proyektor itu bisa menampilkan foto-foto tersebut. Pasti seseorang telah menyebut hasil proyektor yang harusnya menampilkan prosesi akad nikah nantinya.
"Saya tidak ingin melanjutkan pernikahan ini dengan Sarah!" Suara Barito seseorang pun langsung membuat semua orang menatapnya. Terlihat pria itu mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi.
Dia adalah Randy, pria yang harusnya menikah dengan Sarah saat ini. Hubungan mereka yang sudah menginjak dua tahun itu harusnya sudah terikat dalam tali pernikahan tiga puluh menit yang lalu.
Namun, karena tiba-tiba saja foto panas Sarah terpampang, pernikahan itu pun tak jadi dilaksanakan.
"Ya, kami tidak akan melanjutkan pernikahan ini. Mana mungkin anak kami menikah dengan wanita yang tidak punya harga diri seperti dia!" Seorang wanita bernama Rany, yang merupakan ibu Randy pun angkat bicara.
Sedangkan orang tua Sarah tak bisa berbuat apa-apa karena dirinya pun sudah kehabisan kata-kata.
"Tidak! Tunggu, Randy, aku bisa jelaskan!" Sarah memegangi tangan Randy yang hendak pergi dari rumahnya.
"Lepaskan anakku!" Rany pun berusaha melepaskan pegangan tangan Sarah hingga wanita itu jatuh tersungkur.
"Tidak sudi saya memiliki menantu bejat sepertimu!" makinya sebelum meninggalkan ruangan itu.
Kini tinggallah Sarah, ayahnya-Anggara, Naira-adiknya, serta Bella sahabatnya. Sedangkan ibunya sudah lama meninggal setelah melahirkan adiknya.
Di sana juga ada beberapa pembantu yang membantu acara prosesi yang seharusnya terjadi setengah jam yang lalu.
Sarah yang tak bisa menerima semua ini pun langsung berlari ke dapur dan mengambil pisau dan bersiap untuk meny*y*t lehernya.
"Stop, Kak! Stop!" Naira dan yang lainnya datang menghampiri Sarah guna membujuknya untuk mengurungkan niatnya.
"Sarah! Jangan lakukan ini! Hentikan, Sarah!" Bella juga ikut berteriak melihat sahabatnya hendak mengakhiri hidupnya.
"Biar aku mati saja daripada aku tidak menikah dengan Randy!" Sarah berteriak kencang sambil menangis.
"Sarah! Hentikan! Kita bisa membicarakan semua ini! Hidup belum benar-benar berakhir! Maafkan Ayah karena tadi menamparmu, Nak! Maafkan Ayah!" Tangis Anggara pun pecah melihat anak sulungnya berniat memilih jalan pintas seperti ini.
"Tidak! Hidupku sudah tidak ada gunanya lagi, Ayah! Maafkan aku! Maaf!" Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Sarah sebelum akhirnya dia meny*y*t lehernya hingga darah segar pun mengalir disertai tubuhnya yang terjatuh ke lantai.
Semua orang pun panik dan langsung membawanya ke rumah sakit. Namun sayang, dokter yang menanganinya pun mengatakan bahwa Sarah telah meninggal karena kehabisan darah.
Anggara tak percaya dengan apa yang baru saja menimpa anaknya. Dia pun ikut tumbang bersama rasa syoknya karena kehilangan Sarah.
Sementara Naira dan Bella terlihat semakin panik dan sedih mengetahui Anggara mengalami serangan jantung.
Dia pun dinyatakan koma saat itu juga hingga membuat Naira dan Bella syok.
Pemakaman Sarah pun dilakukan secara tertutup oleh Naira dan semua pembantu yang ada di rumahnya karena tak ingin berita tragis ini menjadi konsumsi publik. Sementara Bella diminta menemani ayahnya selagi Sarah dimakamkan.
"Hei, kenapa melamun?" Seorang wanita terlihat menepuk pundak Naira yang saat ini sedang memejamkan matanya.
Naira pun terkesiap dan semua lamunan tentang masa lalunya pun buyar. Dia sedang mengenang kejadian satu tahun yang lalu. Kejadian yang telah membuat kakaknya kehilangan nyawa dan ayahnya harus mengalami koma sampai sekarang.
"Maaf, Mel, aku tidak menyadari keberadaanmu di sini." Naira tersenyum pada teman sekaligus rekan bisnisnya itu.
Ya, saat ini dia sedang menjadi CEO perusahaan ayahnya sendiri. Dan Melly adalah teman semasa kuliah sekaligus rekan bisnisnya. Mereka akan segera mengadakan meeting hari itu di kantor Naira.
"Memangnya apa yang sedang kau pikirkan?" Melly mendaratkan bokongnya ke sofa. Mencoba mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh sang teman.
"Tidak ada, hanya flashback ke masa lalu."
"Sudahlah, jangan terlalu terhanyut dalam kesedihan. Sekarang waktunya untuk terus bersemangat. Dan jangan lupa untuk terus berdoa agar ayahmu segera sadar." Melly berusaha menghibur Naira yang sedang dilanda kesedihan karena hari ini, adalah hari di mana kejadian tragis itu terjadi.
Naira hanya mengangguk lemah. Dia pun segera mengajak Melly ke ruang rapat karena rapat penting itu akan diadakan sebentar lagi.
Setelah rapat selesai, Melly pun mengajak Naira untuk makan siang bersama di restoran terdekat. Karena kebetulan, sebentar lagi adalah jam makan siang.
"Bagaimana hubunganmu dengan Will?" tanya Naira membuka pembicaraan sembari menyantap hidangan yang ada di meja.
"Baik, kalau tidak ada halangan, tahun depan kami akan bertunangan."
Naira hanya mengangguk saja.
"Lalu kau? Kapan kau akan memikirkan pria? Usiamu sudah cukup matang untuk memikirkan masa depan.
"Aku rasa aku tidak belum bisa memikirkan pria. Apalagi saat ini ayahku masih sedang berjuang melawan kematian." Naira menggeleng lemah.
"Aku mengerti. Tapi, cepat atau lambat kau harus segera memikirkannya. Jangan pernah beranggapan kau bisa hidup sendiri, Naira." Melly menatap Naira dengan penuh dukungan.
"Ya, aku mengerti." Naira memalsukan senyumannya. Dia memang berteman dengan Melly. Akan tetapi, dia tidak suka dengan pola pikir Melly yang selalu mengejar jodoh. Dia bukanlah tipe wanita yang gampang jatuh cinta tanpa melihat seseorang dengan jelas. Tak peduli seperti apa masa Lalu pria itu, Melly pasti akan mempertahankannya.
Bahkan, pria yang saat ini bersama Melly adalah seorang pria yang dulunya dikenal sangat suka gonta-ganti pasangan. Atau istilah kerennya disebut dengan Playboy.
Setelah makan siang dengan Melly, Naira pun kembali ke kantor karena masih banyak pekerjaan yang menunggu.
Dering telepon pun terdengar saat dia sedang menandatangani berkas.
"Halo, Bella, kenapa?"
[Nai, aku telah menemukan identitas pria itu!]
"Apa?!" Sontak Naira langsung berdiri dari duduknya dengan eskpresi terkejut. Sudah setahun lamanya dia berusaha mencari keberadaan pria itu. Akhirnya, dengan usaha dan kerja keras sahabat almarhumah kakaknya, akhirnya pria itu pun ditemukan.
[Ya, dia baru saja kembali dari luar negeri. Namanya adalah Arvin, seorang pengusaha yang kaya.]
"Kirimkan data dan fotonya padaku. Terima kasih, Bell, aku berhutang budi padamu."
Naira langsung mematikan ponselnya. Dan tak berselang lama, masuklah sebuah pesan dari Bella yang berisi data diri dan foto Arvin. Dia pun tersenyum dengan liciknya. Akhirnya, rencananya yang ingin membalaskan dendam kakaknya akan segera terlaksana.
"Lihat saja, Arvin, aku akan membuat hidupmu hancur seperti kakakku!" Naira menatap tajam ke sembarang arah dan mengepal erat kedua tangannya.
"Ini, Nai, dia tinggal di daerah jalan merak. Ini adalah komplek perumahan mewah. Tapi, aku dengar ada beberapa rumah yang disewakan di sana. Mungkin kau bisa mencoba untuk tinggal di sana agar bisa menjalankan rencanamu," ujar Bella sambil menunjukkan sketsa dan foto bangunan yang ada di komplek perumahan itu.
"Baiklah, sepertinya aku memang harus tinggal di sana agar lebih dekat dengannya. Aku takkan menggunakan cara kasar untuk menghancurkannya. Aku akan mendekatinya dan membuatmu tergila-gila padaku. Lalu setelahnya aku akan mencampakkannya dan membuatnya menjadikan hari itu sebagai hari paling buruk dalam hidupnya!" desis Naira sambil tersenyum licik. Sudah lama sekali dia ingin membalaskan dendam kematian kakaknya pada pria yang telah menghancurkan hidup kakaknya.
Dia berusaha mencari tahu siapa pria itu. Namun, baru sekarang mereka mengetahui bahwa pria itu adalah seorang pengusaha kaya raya yang terkenal.
"Aku akan menghancurkan karirnya, keluarganya, dan hidupnya hingga dia tidak memiliki keinginan untuk hidup di dunia ini!" lanjut Naira dengan tatapan penuh dendam.
"Tapi, Nai, bukankah melakukan ini semua, tidak akan membuat kakakmu tenang di alam sana?" tanya Bella dengan tatapan ragu.
"Tenang katamu, Bell? Orang yang b*nuh diri, apa kau pikir akan tenang di alam sana? Apa kau pikir dia tidak tersiksa karena perbuatannya yang telah menghilangkan nyawanya sendiri?" tatap Naira dengan tetapan yang semakin tajam. Bahkan matanya sedang berkaca-kaca karena kembali mengingat peristiwa mengerikan itu.
Dia paham tentang hukum b*nuh diri dalam Islam.
Ketika masalah datang, bunuh diri dianggap menjadi solusi ideal karena dirasa tidak akan lagi merasakan berbagai penderitaan seperti saat di dunia. Padahal, menghilangkan nyawa diri sendiri secara sengaja merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
Maka dari itu, siapa pun yang mengakhiri nyawanya dengan sengaja akan mendapatkan dosa yang sangat besar dan neraka adalah hukuman yang akan diberikan oleh Allah SWT untuknya.
Begitulah ceramah yang pernah didengar Naira saat sedang menonton televisi.
"Tapi orang yang balas dendam juga dibenci Allah, Nai."
"Sudahlah, Bell, kau tidak akan bisa menasehati seorang adik yang kehilangan kakaknya dengan cara yang tragis. Biarlah aku melakukan misiku agar orang yang telah menghancurkan hidup kakakku bisa merasakan hal yang sama. Aku tak peduli dengan hal lain. Yang pasti aku akan membalaskan semua penderitaan kakakku!"
Bella hanya bisa menghela nafas pasrah. Memang benar, kita tidak akan bisa menasehati orang yang sedang dilanda emosi, apalagi dendam.
"Aku sudah berusaha dan sepertinya aku tak berhasil. Ini, sebenarnya aku sudah mendapatkan info kontak orang yang memiliki rumah yang disewa itu. Karena aku tahu kau tidak akan mengurungkan niatmu." Bella memberikan info kontak pemilik rumah yang dekat dengan rumah Arvin.
"Terima kasih, Bell, aku tahu bahwa aku bisa mengandalkanmu." Naira menerima kartu nama pemilik rumah yang ada di komplek itu. Tak butuh waktu lama, dia pun langsung menghubungi dan mendapatkan kesepakatan tentang harga sewa rumah per bulannya. Meski sebelumnya mereka harus berdebat tentang masalah periode penmbayaran perbulan yang diminta Naira dan permintaan si pemilik rumah yang ingin dibayar pertahunnya.
Naira memang tak berniat menyewa pertahun. Karena begitu misi selesai, dia akan meninggalkan rumah itu sejauh-jauhnya.
Dan disepakati lah harga perbulan yang lebih mahal dari satuan harga pertahunnya. Tak apalah, semua memang membutuhkan pengorbanan untuk mendapatkan hasil yang bagus.
Naira berharap semoga rencananya kali ini berjalan lancar karena hal yang paling diinginkannya sepanjang tahun ini adalah menghancurkan pria yang telah membuat pernikahan kakaknya hancur dan menyebabkan sang kakak melakukan bun*h diri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!