Happy reading....
Beberapa hari ini, gadis cantik bernama Zaskia yang kerap disapa Kia, tengah menghadapi situasi yang paling membahagiakan bagi dirinya. Di usianya yang baru menginjak 23 tahun, ia sudah memberanikan diri untuk menerima seorang lelaki untuk menjadi calon suaminya.
Karena merasa sangat bahagia, senyumannya sampai tak pernah luntur dari kedua belah pipinya.
Kia mendekatkan ponselnya ke telinga kirinya, menunggu seseorang di sana untuk menerima telepon darinya.
'Apa dia masih sibuk?' batin Kia, yang memang menghubungi kekasihnya pada saat jam pelajaran perkuliahan masih berlangsung.
Karena jam mata kuliah yang kosong, Kia jadi bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Berhubung dengan rasa rindu yang menerpanya, ia memutuskan untuk menghubungi calon tunangannya yang tak lain adalah dosen yang juga bekerja di kampus tempat Kia melanjutkan pendidikannya.
Lelaki beruntung itu bernama Zain. Lelaki berusia 28 tahun itu, sangat beruntung bisa mendapatkan gadis secantik dan sebaik Zaskia. Memang benar, gadis yang baik untuk lelaki yang baik. Zain juga adalah seorang lelaki yang baik, yang memiliki status sosial yang baik pula.
Suara serak basah terdengar di sana, sehingga membuat senyuman Kia mengembang kembali mendengarnya.
"Halo," sapa lelaki bernama Zain itu, dengan sangat lembut.
"Halo, Zain. Apa aku mengganggu?" sapa balik Kia.
Dari arah sana, Zain tersenyum ketika mendengar pertanyaan lucu dari calon tunangannya itu.
"Kamu tidak mengganggu. Hanya saja ... kamu kurang tepat menghubungiku pada saat jam pelajaran berlangsung," jawab Zain, yang memang sangat dewasa menyikapi Zaskia yang masih terlalu muda.
Sikap dan perkataan dewasa dari Zain, yang bisa membuat Kia terpana padanya. Jarang sekali ia menemukan lelaki sedewasa Zain, karena yang sering ia temui adalah lelaki yang masih belum bisa mengontrol dirinya sendiri dari rasa egois yang ia miliki.
Kia mengerutkan dahinya karena merasa bersalah, "Mmm ... maafin aku, ya? Habisnya, aku gak ada kelas sekarang. Jadi bingung mau ngapain deh," gumamnya, membuat Zain menahan tawanya.
"Kamu mau datang ke sini, untuk temani saya mengajar?" ledek Zain, langsung membuat wajah Kia memerah karena malu.
"Ih, gak mau. Ya sudah, nanti lagi deh. Jangan lupa nanti kita beli cincin untuk acara besok."
Zain tersenyum mendengarnya, "Baiklah Nyonya Zain."
Mendengar ucapan Zain itu, sukses membuat Kia bertambah malu karenanya.
Kia mengakhiri sambungan telepon mereka, dan berusaha mengatur napasnya sendiri.
Walaupun Zain terkesan kaku dan serius ketika bekerja, tetapi ia selalu memisahkan antara pekerjaan dengan urusan pribadinya. Terlebih lagi ketika ia berhadapan dengan Kia. Ia selalu menjadi sosok yang sangat Kia idamkan.
Sore hari tiba, Zain sudah menyelesaikan pekerjaannya. Karena ia sudah berjanji kepada Zaskia untuk membeli perlengkapan untuk acara pertunangan mereka besok, ia jadi harus buru-buru keluar dari kelas tempat ia mengajar.
Terlihat Zain yang sangat tergesa-gesa meninggalkan kelas, sampai tak terlihat ia meninggalkan kelas.
Azura, yang merupakan sepupu dari Zaskia, pun bergegas untuk mengikuti Zain dari arah belakangnya.
"Pak Zain, tunggu!" pekik Zura, membuat Zain menghentikan langkahnya.
Kini, Zura pun berhadapan dengan Zain. Zain sebenarnya sangat malas berhadapan dengannya, tetapi karena ia harus menjaga wibawanya, ia terpaksa berhadapan dengan sepupu dari tunangannya itu.
"Ada apa, Zura?"
Zura memandang dalam ke arah Zain, "Kalian benar akan menggelar pertunangan itu besok?" tanyanya.
Zain terdiam sejenak, "Benar."
"Apa beneran gak ada kesempatan buat aku di hati kamu?" tanya Zura lagi, membuat Zain tak nyaman karena mendengar pertanyaannya itu.
Ada banyak sekali mahasiswa yang berlalu-lalang di sekitar mereka, sehingga membuat Zain tidak enak hati dengan mereka yang mungkin saja sudah mendengar percakapaan antara dirinya dengan Azura.
"Tolong ya Zura, ada banyak orang di sini. Nanti kita bicara lagi, ya!" ujar Zain, yang langsung meninggalkan Zura di sana.
Niat hati ingin menahan tangan Zain, tetapi Azura malu ketika banyak mata yang memandang dirinya.
BERSAMBUNG.....
Happy reading...
Matanya menajam ke arah Zain melangkah, karena ia merasa sudah dijatuhkan harga dirinya oleh Zain.
'Lihat aja nanti! Aku akan buat kamu menyesal, Zain!' batin Azura, yang sudah memiliki niat jahat kepada Zain.
Sepanjang ia melangkah, Zain selalu melihat ke arah jam yang berada di tangan kirinya. Ia khawatir, Zaskia menunggu lama karena ia berbincang sejenak dengan Azura tadi.
Dari kejauhan, Zain melihat sosok wanita yang ia cinta, yang saat ini sedang berdiri tak jauh dari mobilnya terparkir. Zain tersenyum, karena ternyata Kia masih setia menunggunya di sana.
Sementara itu, Kia masih melihat ke arah hadapannya berusaha untuk mencari keberadaan Zain yang tak kunjung datang. Ia merasa gelisah, karena hari sudah mulai gelap, dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan dengan lebatnya.
“Zain mana, ya? Sudah mau hujan, tapi belum kelihatan!” gumam Zaskia, sembari tetap berusaha untuk mengedarkan pandangannya ke arah hadapannya.
Zain melangkah perlahan, sembari berusaha untuk membuat Zaskia terkejut dengan kehadirannya di sana. Ia mengendap-endap, dan kini berhasil berdiri tepat di belakang Zaskia.
“Sudah lama menunggu?” tanya Zain tiba-tiba, sontak membuat Kia berbalik dan mendelik kaget di hadapannya.
Satu ucapan Zain saja, mampu membuat Zaskia terkejut sampai seperti itu. Kia berusaha untuk mengatur napasnya, dan juga mengatur ritme detak jantungnya yang berdetak 2 kali dalam 1 detik.
“Zain! Kenapa ngagetin aku?” ujar Kia dengan gemas, tetapi ia tidak bisa melontarkan amarah pada Zain.
Zain tersenyum, karena ia melihat raut wajah Kia yang sepertinya sangat gelisah dan juga khawatir mengenai dirinya.
“Maaf, tadi aku ada perlu sebentar.”
Kia mengerucutkan bibirnya, dan melipat kedua tangannya. Hal itu membuat Zain tersenyum senang karena sudah bisa membuat Kia kesal.
Suatu kebanggan tersendiri, jika Zain bisa membuat Kia kesal sampai seperti ini. Bagi Zain, jika Kia merajuk seperti itu, Kia terlihat lebih menarik dari biasanya.
“Bibirnya kok manyun? Minta dicium, yah?” ledek Zain, sontak membuat Kia mendelik gemas mendengarnya.
“Apa sih, Zain?!” tegur Kia, yang terlihat jelas sangat malu saat ini.
Zain hanya bisa tertawa, karena ia sudah sangat puas melihat Zaskia yang malu-malu kucing seperti itu di hadapannya. Namun, walaupun Zain sudah menjalin hubungan lama dengan Kia, dan juga sering meledek Kia tentang ciuman yang ia maksud, tetapi Zain sama sekali belum pernah mencium Kia sedikit pun.
Hal itu yang membuat Kia penasaran, karena Zain sama sekali tidak menyentuhnya.
“Ya sudah, ayo kita ke tempat tujuan?” ajak Zain, Zaskia mengangguk dengan sangat bersemangat mendengarnya.
“Jangan lupa beliin aku es krim!” tagih Zaskia, yang memang sangat menyukai es krim.
Setiap mereka kencan, Zain pasti membelikannya es krim kesukaannya. Hal itu yang membuat Kia semakin cinta saja dengan Zain.
Zain mengacak-acak poni Kia, “Pasti, dong!” gumamnya, yang lalu segera merangkul Kia untuk menggiringnya masuk ke dalam mobilnya.
Mereka pun masuk ke dalam mobil, dan segera menuju ke tempat yang ingin mereka tuju.
Mereka telah tiba di sebuah tempat yang mereka tuju. Pandangan mata Kia terus beredar, ketika kakinya sampai di tempat yang menurutnya sangat mewah. Tempat itu adalah toko perhiasan, yang terlihat sangat mewah dan juga bersinar di mata Kia.
Kia sangat senang, saking senangnya ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi di hadapan Zain.
Zain menggandeng tangan Kia, untuk memastikan langkah kaki Kia dengan benar khawatir Kia tersandung sampai menyebabkan ia terjatuh.
“Hati-hati,” gumam Zain, Kia tersenyum memandang ke arahnya kemudian kembali memandang ke arah luar toko itu.
BERSAMBUNG......
Happy reading.....
“Kita mau beli cincin di sini?” tanya Kia.
Zain tersenyum dan mengangguk kecil mendengarnya.Mereka pun segera memasuki toko perhiasan tersebut. Dengan Kia yang selalu terpukau melihat setiap sudut dari toko ini, Zain tetap menuntunnya perlahan untuk masuk ke dalam toko tersebut.
Salah seorang pelayan toko pun menghampiri mereka, dan kini tersenyum di hadapan mereka.
“Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?”
Zain tersenyum di hadapan sang pelayan, “Bisa tolong tunjukkan sepasang cincin untuk bertunangan, yang cocok dengan kami?” tanyanya.
“Baik, silakan lewat sini.”
Sang pelayan mendahului mereka untuk berjalan ke arah tempat yang ia maksudkan. Zain menoleh ke arah Kia, yang masih terpukau memandang setiap sudut ruangan ini.
“Ayo,” ajak Zain, Kia pun memandangnya sembari mengangguk.
Mereka kini berhadapan dengan berbagai jenis cincin dengan berbagai model. Zain sampai bingung, jika harus memilih sepasang di antara model yang ada di hadapannya.
“Semuanya bagus. Kamu bisa pilih yang mana pun yang kamu suka,” ucap Zain, Kia tersenyum mendengarnya.
Kia mulai mencari model cincin yang ia suka, dengan sangat teliti dan saksama. Pandangannya sangat tajam, sampai ia bisa melihat sekecil apa pun perbedaan dari detail model yang ada pada cincin-cincin itu.
‘Jangan yang terlalu polos, dan jangan yang terlalu ramai,’ batin Kia, yang masih berusaha untuk mencari cincin yang ia sukai.
Tak lama, pandangannya tertuju pada sebuah model cincin yang sesuai dengan kriteria yang ia inginkan. Kia tersenyum, kemudian menunjuk ke arah cincin yang ia suka.
“Aku mau lihat yang ini,” ujar Kia, sang pelayan pun mengambilkannya dan meletakkannya di hadapan mereka.
Kia mencoba mencocokkan pada jari manisnya, dan ternyata cincin yang ia pilih sangat cantik dan juga sangat pas pada jari manisnya. Ia tersenyum, kemudian menyodorkan tangannya ke arah Zain, untuk menunjukkan betapa cocoknya ia menggunakan cincin itu di jarinya.
“Lihat, cocok bukan?” gumam Kia, Zain membelai lembut rambut Kia dengan senyuman yang sangat ramah.
“Sangat cocok.”Kia tersenyum, lalu mengambilkan cincin yang satunya kepada Zain.
“Ini, kamu coba.”
Zain pun menerimanya, kemudian mencoba pada jari manisnya. Ia pun tersenyum, ketika mendapati cincinnya yang ternyata juga sangat sesuai pada jari manisnya.
“Ya, ini juga sesuai.”
“Ya sudah, kita pilih yang ini aja, gimana?”
“Boleh juga,” gumam Zain yang lalu menoleh ke arah sang pelayan, “tolong bungkus yang ini.”
“Baiklah, Tuan.”
Sang pelayan pun membungkus sepasang cincin yang sudah mereka pilih. Kia sangat bahagia, karena ternyata secepat ini ia bisa merasakan yang namanya pertunangan. Terlebih lagi, pertunangan dengan orang yang ia cintai seperti Zain.
“Ini, Tuan. Silakan pembayarannya,” ucap sang pelayan, yang sudah selesai mengemas barang yang mereka beli.
Zain melakukan pembayaran, sementara Kia hanya bisa memandanginya saja.
“Terima kasih.”
Mereka pun pergi dari sana, keluar dari toko perhiasan tersebut. Kia sangat senang, karena ia bisa melihat dan merasakan rasanya memakai cincin pertunangan yang diberikan oleh lelaki yang ia cinta.
“Cincinnya aku yang pegang dulu, ya? Besok, aku bawa ke tempat acara,” ujar Zain, membuat Kia tersenyum dan mengangguk dengan cepat mendengarnya.
SRET!
Kia merasakan ada seseorang yang melewati mereka dengan cepat. Ia sampai menoleh ke arah belakang, dan menghentikan langkah kakinya. Ia memastikan keberadaan orang yang melewatinya, apalagi hari sudah mulai gelap.
‘Kayaknya ada yang ngikutin kita,’ batin Kia, membuat Zain menghentikan langkahnya juga karena bingung dengan apa yang Kia lihat.
“Ada apa?” tanyanya.
Kia menoleh ke arah Zain, “Kayaknya ada yang ngikutin kita, deh,” jawab Kia, membuat Zain mengerutkan dahinya kemudian mengedarkan pandangannya ke arah belakang Kia.
Zain sama sekali tidak menemukan siapa pun di sana. Ia kembali memandang ke arah Kia dengan dalam, berusaha untuk menenangkan Kia.
“Tidak ada siapa pun di belakang. Mungkin hanya perasaan kamu saja,” bantah Zain, tetapi firasat wanita hampir tidak pernah salah. Kia sangat yakin, dengan apa yang baru saja ia lihat.
“Enggak! Aku beneran ngerasain tadi ada yang buntutin kita!” bantah Kia lagi, Zain masih berusaha untuk tenang dengan mencoba untuk menghela napasnya dengan dalam.
“Sayang, mungkin kamu kecapean. Sekarang, kita lanjut pergi ke tempat es krim, yuk!” ujar Zain, yang masih berpikiran positif.
Karena Kia yang tidak ingin bertengkar dengan Zain saat ini, ia berusaha untuk menekan emosinya dan menuruti apa yang Zain katakan.
Zain merangkul Kia, untuk segera mengajaknya ke kedai es krim tempat biasa mereka memesan es krim kesukaan Kia.
Sepasang mata terus mengintai langkah kaki mereka. Ternyata memang benar yang Kia katakan, ada seseorang yang berusaha untuk mengintai mereka dari belakang. Sejak tadi, lelaki misterius itu memang sudah mengintai mereka untuk mengikuti pergerakan mereka.
Karena melihat mereka yang sudah pergi, lelaki misterius dengan masker dan topi hitam itu segera meluncur untuk mendekati mereka lagi.
Tibalah mereka pada kedai es krim, tempat biasa mereka menikmati es krim. Di sana tidak terlalu ramai, sehingga membuat Kia dan Zain nyaman berlama-lama di sana untuk menyantap es krim kesukaan mereka.
“Emm ... es krimnya masih sama enaknya!” gumam Kia, sembari menyuap sesendok es krim ke dalam mulutnya.
Zain terkekeh sembari tertawa, “Hei, makan dulu es krim yang ada di dalam mulut, baru berbicara,” tegurnya, membuat Kia tertawa mendengarnya.
“Habisnya, es krimnya enak banget!”
“Ya, memang enak! Kalau tidak enak, mungkin kamu gak akan minta ke sini setiap minggunya,” ledek Zain, yang selalu membawa Kia ke tempat ini setiap minggunya untuk berkencan.
Mendengar ledekan Zain, Kia hanya bisa tertawa saking tidak bisa mengelaknya ia dari ucapan yang Zain ucapkan. Kia sangat senang, karena ia bisa bersama dengan Zain. Ia sampai memandangi Zain dengan lekat, sehingga membuat Zain menjadi mati gaya karenanya.
“Ada apa, sih? Ada es krim di pipi aku?” tanya Zain yang sadar diri, khawatir es krim itu membuat penampilannya menjadi buruk.
Kia menggelengkan kepalanya sembari tetap tersenyum. Hal itu membuat Zain mengerutkan dahinya karena bingung.
“Lho, lalu kenapa kamu ngeliatin aku begitu?”
BERSAMBUNG....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!