Rafa Aditama, dia adalah salah satu anak yang spesial, sejak lahir mata Rafa tidak bisa berfungsi dengan baik, dan dokter pun mengatakan kalau si kecil Rafa mengalami kebutaan pada matanya.
Rafa memiliki saudara kembar yang bernama Rafi Aditama, mereka berdua sangatlah mirip dari bentuk wajah dan juga postur tubuh mereka sangatlah sama.
Tapi ada yang tidak sama dari keduanya, yaitu kasih sayang dari seorang ayah.
Si kecil Rafi, dia selalu mendapatkan kasih sayang dari sang ayah, sedangkan si kecil Rafa, dia sama sekali tidak pernah mendapatkan kasih sayang bahkan pelukan dari ayahnya.
Meskipun begitu tapi Rafa tetap bersyukur karena dia memiliki seorang ibu yang sangat menyayangi dirinya melebihi apapun dan tidak pernah membeda-bedakan antara dirinya dan juga kembarannya.
Ibu Rafa bernama Luna, dia adalah wanita yang pekerja keras dan juga penyayang, dia memiliki suami yang bernama Ruli Aditama, lelaki yang sangat dia cintai dan begitu pula dengan Ruli yang sangat mencintai Luna.
"Sayang anak anak ibu, ayo sini kita makan," ajak Luna memanggil kedua anaknya untuk melakukan makan malam.
"Iya ibu," balas kedua anak Luna yang tak lain adalah Rafa dan juga Rafi yang tadi tengah asik bermain.
"Rafi bantuin kakaknya jalan dong jangan di tinggal begitu," suruh Luna agar Rafi yang notabenenya sebagai adik untuk membantu Rafa berjalan menuju meja makan.
"Siap ibu," balas Rafi dan segera membantu Rafa untuk berjalan menuju meja makan.
"Ayo sini aku bantu," ajak Rafi kepada saudara kembarnya.
"Terimakasih," balas Rafa tak lupa dengan senyuman yang menghiasi wajah imutnya.
"Sama sama, nanti setelah makan aku akan mengambilkan tongkat kamu terlebih dahulu di kamar agar nanti kamu tidak kesusahan dalam berjalan,"
"Iya, terimakasih ya kamu sudah baik sama aku,"
"Kan kita saudara kembar, jadi kita juga harus saling membantu satu sama lain,"
Mereka berdua bercakap cakap sambil berjalan menuju meja makan.
Luna yang mendengar pembicaraan kedua anaknya itupun mereka bangga kepada mereka berdua, karena mereka berdua bisa tumbuh saling menyayangi satu sama lain.
Luna selalu mengajarkan kepada kedua anaknya terutama kepada Rafi agar membantu saudaranya ketika salah satu di antara mereka mengalami kesulitan, dan beruntungnya kedua anaknya itu adalah anak anak yang baik jadi bisa menuruti semua apa yang dia katakan.
"Anak anak ibu pintar banget sih, ibu bangga sama kalian berdua," puji Luna yang tak pernah membeda-bedakan kasih sayang kepada kedua anaknya.
"Iya dong, kita kan anak yang baik, iya kan Fa?" Rafi menoleh ke arah saudara kembarnya yang duduk di meja makan sampingnya.
"Iya Bu, aku sama Rafi akan menjadi anak kebanggaan buat ibu sama ayah," balas Rafi menatap lurus ke depan.
"Hanya Rafi saja yang bisa membuat aku bangga, kamu anak tidak berguna yang hanya numpang hidup di keluarga ini," ucap seseorang yang baru saja datang menghampiri mereka bertiga.
Kehangatan dan keharmonisan yang terjadi tadi seolah lenyap di telan bumi setelah kedatangan orang itu.
"Mas, kenapa bicara seperti itu," tegur Luna yang tak suka dengan suaminya yang suka membedakan antara Rafa dan Rafi.
"Apa sih Bu, orang memang benar kok, di sini cuma Rafi yang bisa membuat kita bangga, sedangkan dia hanya bisa menyusahkan kita saja dengan matanya yang buta itu," balas Ruli menatap tajam ke arah Rafa.
Rafa yang mendengar itupun merasa sakit hatinya, meskipun dia sudah biasa mendengarkan kalimat kalimat kasar seperti itu dari ayahnya, tapi tetap saja dia merasakan sakit hati setiap mendengar kalimat seperti itu.
"Mereka sama sama anak kandung kita mas, kenapa kamu bicara seperti itu kepada Rafa, dia juga anak kita," balas Luna menggebu gebu.
"Anak kamu saja bukan anak aku, anak aku hanya ada satu yaitu Rafi," balas Ruli menaikkan nada bicaranya.
Rafi yang merasa kasihan kepada saudara kembarnya itu hanya bisa menggenggam tangan Rafa di bawah meja makan untuk menguatkan Rafa.
"Kenapa mas, kenapa kamu sangat membenci Rafa, apa salah dia sama kamu sampai sampai kamu tidak menyukai dia?"
"Salah dia itu karena dia terlahir sebagai anak yang cacat dan membuat aku malu di depan semua orang orang,"
"Stop mas, stop. Rafa bukan anak yang cacat, dia anak yang spesial yang tuhan titipkan kepada kita dan harus kita jaga dengan baik," bentak Luna.
"Oh kamu berani membentak aku hanya karena anak cacat ini." Ruli menunjuk Rafa.
"Karena kamu sudah keterlaluan mas, kamu ayahnya tapi ucapan kamu sangat melukai hatinya," balas Luna.
"AGGRR... ini semua gara gara kamu anak cacat aku jadi berantem dengan istriku." marah Ruli kepada Rafa dan langsung pergi dari sana.
"Hiks hiks... maafkan Rafa ibu, maafkan Rafa," tangis Rafa pecah setelah kepergian Ruli.
Sedari tadi dia berusaha untuk tidak menangis di depan ayahnya karena dia tidak ingin terlihat lemah di depan ayahnya.
"Tidak sayang, ini bukan sayang Rafa, Rafa jangan benci sama ayah ya, ayah sebenarnya sayang kok sama Rafa." Luna memeluk tubuh Rafa.
"Rafa jangan sedih, kan masih ada ibu sama Rafi yang sayang sama Rafa," ucap Rafi kepada saudara kembarnya agar tidak bersedih.
"Terimakasih, Rafa janji akan membuat ibu sama Rafi dan juga ayah bangga, Rafa janji akan menjadi anaknya yang hebat agar ayah bisa sayang sama Rafa," ucap Rafa yang bertekad akan menjadi anak yang bisa membuat ayahnya bangga agar ayahnya bisa sayang sama dia.
"Iya sayang, ibu akan selalu mendukung apapun kemauan anak anak ibu," balas Luna memberikan restu kepada Rafa.
"Aku juga akan mendukung kamu, nanti kalau kamu perlu bantuan minta saja sama aku, aku akan membantu kamu kok," timpal Rafi yang juga akan memberikan bantuan kepada Rafa kalau dia mengalami kesulitan.
"Terimakasih ya Allah, karena engkau telah memberikan hamba keluarga yang sangat menyayangi hamba," ucap terimakasih Rafa kepada sang maha pencipta.
"Ya sudah sekarang kita makan malam dulu ya, setelah itu kalian langsung tidur karena besok kalian harus sekolah," ajak Luna kepada kedua anaknya untuk makan malam.
"Ayah bagaimana Bu?" tanya Rafa yang mengkhawatirkan ayahnya yang tadi belum sempat makan dan langsung pergi karena membenci dirinya.
"Sudah kamu jangan pikirkan ayah, nanti ibu yang akan membawakan makanan untuk ayah, ayo cepat ini kalian makan," balas Luna memberikan makanan kepada kedua anaknya yang telah dia ambilkan.
"Iya Bu," balas kedua anak kembar itu dan langsung menyantap makan malam mereka.
Meskipun dalam keadaan buta, tapi Rafa nyatanya bisa makan sendiri dan tidak merepotkan ibu dan saudara kembarnya.
"Ibu bangga sama kamu nak, meskipun ayah kamu sangat membenci kamu, tapi kamu tetap memikirkan keadaan ayah kamu," batin Luna menatap Rafa penuh cinta.
Ya begitulah Rafa, meskipun Ruli sering membentak bahkan memarahinya hampir setiap hari, tapi Rafa tidak pernah menaruh dendam sedikitpun kepada ayahnya, Rafa sangat sangat menyayangi ayahnya bagaimana perlakuan ayahnya kepada dirinya.
...***...
...Halo... aku kembali lagi nih dengan cerita terbaru aku, semoga kalian suka ya dengan cerita Rafa dan Rafi ini, dan aku juga mau kasih tahu kalian mungkin cerita novel ini gak akan panjang panjang episode nya🥰🥰🥰...
Keesokkan pagi, kedua bocah kembar itu sudah siap dengan seragam sekolah milik mereka masing masing, mereka berdua keluar dari kamar dengan Rafi yang membantu Rafa untuk menuju meja makan.
"Selamat pagi anak anak ibu," sapa Luna kepada kedua anaknya.
"Selamat pagi juga ibu," balas keduanya kompak.
"Kalian tunggu sebentar ya, ibu mau panggil ayah kalian dulu," ucap Luna dan mendapatkan anggukan dari kedua anaknya.
Luna pun segera pergi untuk memanggil suaminya yang masih bersiap di dalam kamarnya.
"Mas ayo kita sarapan dulu, anak anak sudah menunggu di meja makan," ucap Luna memanggil suaminya di kamar.
"Iya sebentar," balas Ruli dan mengambil tas kerja miliknya, baru setelah itu dia pergi bersama istrinya menuju meja makan.
"Selamat pagi anak ganteng ayah," ucap Ruli saat sampai di meja makan.
"Selamat pagi juga ayah," balas Rafa dan Rafi, dengan senyuman yang merekah dari kedua wajah mereka.
Rafa sangat bahagia karena baru pertama kali ini ayahnya memuji dirinya tampan, dan mengganggap dirinya adalah anaknya.
"Aku tidak menyapa kamu, aku hanya menyapa Rafi, jadi kamu tidak perlu menjawab ucapan ku," ucap Ruli menatap Rafa tajam.
Deg.
Hati Rafa rasanya sangat sakit, seharusnya tadi dia sadar kalau ayahnya tidak mungkin melakukan itu, seharusnya tadi dia tidak kepedean, kalau sudah seperti itu bagaimana dengan hatinya yang rapuh ini.
"Mas, kamu jangan seperti itu dong, Rafa kan juga sama sama anak kamu," tegur Luna agar suaminya tidak terus terusan membenci Rafa.
"Tidak, anak aku hanya Rafi, dia hanya anak cacat yang menampung hidup di rumahku," balas Ruli.
"Stop mas stop, Rafa ini anak kamu, kamu jangan menghina dia terus terusan, kamu menghina Rafa, itu artinya sama saja kamu menghina aku dan juga kamu sendiri mas." tegas Luna.
"Sudah jangan mulai lagi, aku ingin makan sarapan dan segera pergi kerja, dan kamu," menunjuk Rafa.
"Ingat kamu di sini hanya menumpang di rumahku, jadi jangan banyak tingkah, dan satu lagi, sampai kapanpun, aku tidak akan pernah menerima dirimu anak cacat," lanjut Ruli yang tak habis habisnya menghina Rafa dengan kata kata yang sangat melukai hati Rafa.
"Cukup mas," marah Luna.
"Oh kamu sudah berani melawan aku hanya karna anak cacat ini, HAH." Ruli sangat marah, karena istri yang selama ini penurut dan sangat dia cintai berani berbicara keras kepadanya.
"Ma-maaf mas, aku gak bermaksud berkata keras kepada kamu, tapi kamu memang sudah keterlaluan mas, Rafa ini juga masih anak kamu, dia masih anak kandung kita, tidak sepatutnya kamu menghina dia seperti itu," Luna memelankan nada bicaranya.
"Tidak, sampai kapanpun aku tidak pernah memiliki anak cacat seperti dia, seharusnya kamu dulu menurut permintaan aku untuk membunuh dia waktu bayi, dan lihatlah setelah dia besar seperti sekarang, gara dia kita jadi berantem terus terusan, ini semua gara gara anak cacat ini," menunjuk Rafa.
"Sudah mas cukup, aku gak kuat lagi dengan kata kata kamu yang terus terusan menghina anak aku," emosi Luna kembali memuncak lagi.
"Rafa, Rafi ayo ibu antar sekarang, kita sarapan di luar saja ya," ajak Luna kepada kedua anaknya.
Luna tidak tahan dengan sikap suaminya yang terus terusan menghina Rafa, dia tidak tega dengan Rafa kalau dia harus mendengar kata kata yang sangat menyakitkan dari ayah kandungnya sendiri.
"Tapi Bu, ayah bagiamana nanti ayah makan sendirian kalau kita pergi, Rafa gak papa kok," ucap Rafa mencoba untuk bersikap biasa biasa saja padahal hatinya sangatlah terluka.
Luna tersenyum kecut mendengar ucapan anaknya, lihatlah seburuk apapun ayahnya menghina Rafa, tapi Rafa tetap memikirkan keadaan ayahnya, sungguh Luna merasa semakin sayang kepada kedua anaknya yang sangat pintar pintar ini.
"Gak usah sok baik kamu, sudah sana kalian pergi aku juga bisa sarapan sendiri tanpa kalian," balas Ruli yang mendengar ucapan Rafa.
"Tuh kamu dengarkan apa kata ayah, dia bisa sarapan sendiri di rumah, jadi ayo sebaiknya kita pergi nanti keburu kesiangan kamu sekolahnya," ucap Luna lembut kepada Rafa.
"Iya ayo kita pergi Fa, kan kita habis ini akan ada upacara hari Senin," ajak Rafi yang sama seperti ibunya, dia merasa sangat kasian kepada saudara kembarnya.
"Tuh kan, ayo kita berangkat sekarang," timpal Luna dan mengajak kedua anaknya pergi dari rumah.
"Aku pamit pergi antar anak anak sekolah dulu mas, assalamualaikum," ucap Luna pamit kepada Ruli.
"Hmm, waalaikum salam," balas Ruli cuek.
"Rafi kamu udah ada uang saku belum, ini ayah kasih tambah buat uang saku kamu," ucap Ruli memberikan uang saku kepada Rafi.
"Rafi udah di kasih ibu kok tadi yah," balas Rafi memberitahu kalau dia sudah membawa uang saku.
"Udah gak papa ambil aja, nanti kalau lebih kan bisa di simpan," balas Ruli dan mau tidak mau Rafi pun menerimanya.
"Ya udah yah Rafi pamit ke sekolah dulu, assalamualaikum," pamit Rafi mencium punggung tangan Ruli.
"Iya waalaikum salam, semangat belajarnya anak ganteng ayah," balas Ruli sambil mengelus kepala Rafi.
Luna yang melihat itu semua merasa sangat beruntung karena Rafa tidak dapat melihat adegan yang ada di hadapannya, mungkin kalau Rafa melihatnya hatinya akan semakin sakit melihat kedekatan ayahnya dan saudara kembarnya.
"Ayah Rafa pamit sekolah dulu ya, ayah yang banyak makannya biar tetap sehat," pamit Rafa kepada ayahnya.
"Rafi nanti kamu mau nitip apa saat papa pulang kerja biar papa beliin." Ruli mengabaikan ucapan Rafa malah memilih untuk bertanya kepada Rafi.
"Sudah ayo anak anak ibu kita berangkat sekarang, nanti keburu kesiangan," ajak Luna berharap bisa mengalihkan perhatian Rafa.
"Iya Bu," balas mereka berdua.
Ibu dan kedua anak kembarnya itupun pergi meninggalkan rumah menuju sekolah anak anaknya.
Sedangkan Ruli, dia lanjut melakukan sarapan paginya sebelum berangkat kerja, dia sama sekali tidak berfikir dengan kalimat kalimat yang tadi dia lontarkan untuk salah satu anaknya itu dapat melukai hati serta mental anaknya.
"Maafkan Rafa Bu, gara gara Rafa ibu jadi harus berantem dengan ayah," ucap Rafa dalam hati merasa bersalah karena sudah menyebabkan ibu serta ayahnya berantem terus.
"Rafa janji akan membahagiakan ibu dan juga ayah," lanjutnya.
"Ya Allah, berikanlah kesehatan dan lancarkan lah rezeki ibu serta ayah hamba ya Allah, dan ampunilah dosa dosa hamba dan keduanya," doa Rafa dalam hati untuk kedua orang tuanya.
"Dan semoga nanti ayah bisa sayang kepada Rafa, agar nanti Rafa bisa merasakan pelukan ayah Rafa ya Allah, aamiin." Rafa terus berdoa dalam hati saat dalam perjalanan menuju sekolahnya.
...***...
Tadi sebelum berangkat ke sekolah, Luna mengajak anaknya untuk mencari makan buat mereka bertiga sarapan, dan setelah itu dia langsung melajukan mobilnya menuju sekolah kedua anaknya.
"Anak anak ibu yang pintar, sekolah yang baik ya jangan nakal sama temennya, dan Rafi nanti bantuin kakaknya ya," ucap Luna kepada kedua anaknya sebelum mereka akan masuk ke dalam gerbang sekolah.
Luna hanya akan mengantarkan anaknya sampai di gerbang sekolah, nanti setelah itu dia akan langsung pergi ke toko bunga miliknya.
"Iya ibu, kita akan menjadi anak kebanggaan ibu sama ayah," balas Rafa.
"Iya, apa yang di bilang Rafa benar Bu, Rafi sama Rafa akan memberikan yang terbaik buat ibu sama ayah," timpal Rafi.
"Ya sudah, sana gih masuk, sebentar lagi bel akan berbunyi tuh," suruh Luna agar anaknya segera masuk ke dalam gerbang sekolah.
"Ibu hati hati dan jiwa jalan, dan semangat jualan bunganya," ucap Rafi dan Rafa.
"Iya sayang, ya sudah gih sana masuk," balas Luna.
Kedua anak itupun berpamitan kepada ibunya dan setelah itu mereka berdua mulai melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah taman kanak-kanak tempat mereka berdua belajar.
"Ya Allah, berikanlah kedua anak hamba ilmu ilmu yang bermanfaat dan lunakkan lah hati suami hamba agar bisa menerima keadaan anak hamba," doa Luna dalam hati sambil tersenyum menatap kedua anaknya yang berjalan memasuki sekolah.
Setelah Rafi dan Rafa tidak terlihat lagi oleh pandangan matanya, Luna pun kembali masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi menuju toko bunga miliknya.
...**...
Bruk.
"Aduh," ringis anak kecil yang terjatuh di atas lantai.
"Rafa kamu tidak apa apa kan?" tanya Rafi memantu Rafa untuk berdiri.
"Enggak kok aku gak papa, hanya lecet sedikit saja," balas Rafa sambil tersenyum agar saudara kembarnya itu tidak khawatir dengan keadaan dia.
"Heh anak buta, makanya kalau jalan itu liat liat, jadi rusak kan lego ku," marah anak yang tadi bertabrakan dengan Rafa.
" Maaf, tapi kan Rafa gak bisa melihat, jadi Rafa tidak tahu kalau ada Bima di sini," balas Rafa meminta maaf.
"Oh iya aku lupa, kamu kan buta ya, makanya punya mata biar gak suka nabrak nabrak orang lagi," ucap Bima dengan kata kata sadisnya.
"Heh, jangan bicara seperti itu kamu sama Rafa, Rafa punya mata kok, jadi kamu jangan menghina dia seperti itu," bela Rafi.
"Hahahaha... apa tadi kamu bilang, punya mata? Heh, kalau dia punya mata seharusnya dia bisa melihat, dasar,"
"Aduh," ringis Rafi karena Bima dengan sengaja menyenggol bahunya saat dia berjalan meninggalkan mereka.
"Lemah," ledek Bima.
"Awas ya kamu, aku akan buat perhitungan sama kamu," marah Rafi.
"Sudah fi kita gak bakalan menang melawan Bima, kamu gak papa kan?" tanya Rafa khawatir dengan keadaan adiknya.
"Enggak kok aku gak papa, aku kan anak kuat yang akan selalu melindungi kamu," balas Rafi.
"Lain kali gak usah di ladenin ya apa yang Bima katakan, lebih baik kita langsung pergi saja waktu ada Bima." Rafa menasehati Rafi.
"Dia sudah menghina kamu, jadi dia harus di lawan, udah ah ayo kita pergi ke kantin," ajak Rafi menarik tangan kembarannya untuk pergi ke kantin.
Bima adalah salah satu teman satu kelas Rafa dan Rafi, Bima memiliki tubuh yang besar dari anak seusianya, maka dari itu banyak anak yang takut terhadap Bima.
Tapi tidak dengan Rafi, dia tidak pernah takut kepada Bima, meskipun dia tidak pernah menang melawan Bima, tapi tak ada rasa takut dalam diri Rafi kalau menyangkut melindungi Rafa.
Rafi akan melawan siapapun yang berani menyakiti saudara kembarnya, karena dia sudah di beri pesan oleh ibunya untuk menjaga Rafa.
...**...
Rafa dan Rafi sudah pulang dari sekolah, tapi dia tidak langsung pulang ke rumahnya, Luna mengajak Rafa dan Rafi untuk pulang ke toko bunga miliknya karena dia masih ada banyak pekerjaan di sana.
Meskipun ada beberapa karyawan yang membantu dirinya, tapi Luna tidak bisa lepas tanggung jawab begitu saja, dia akan tetap datang kepada toko untuk memantau keadaan di sana.
"Ibu Rafa mau bantu ibu merangkai bunga ya," ucap Rafa yang ingin membantu ibunya.
"Tidak usah sayang, kamu duduk di sana saja menunggu ibu menyelesaikan ini semua, nanti kalau ibu sudah selesai kita pulang," balas Luna yang tidak ingin merepotkan anaknya.
"Rafa pengen bantuin ibu karena Rafa bosen kalau harus duduk di sana," balas Rafa yang kekeh ingin membantu ibunya.
"Tapi sayang...."
"Rafi juga mau bantuin ibu, biar pekerjaan ibu cepat selesai," ucap Rafi yang baru saja datang menghampiri mereka berdua setelah tadi dia hanya duduk memperhatikan ibu serta saudara kembarnya.
"Anak anak ibu memang anak yang hebat, tapi untuk kali ini ibu tidak akan membiarkan kalian membantu ibu, ini agak susah pekerjaannya jadi kalian berdua duduk saja di sana ya," balas Luna yang tidak ingin kedua anaknya membantu dirinya, karena menurut Luna ini adalah pekerjaan yang cukup berat.
Memotong tangkai dengan gunting yang berukuran cukup besar, merangkai bunga yang terkadang masih ada duri yang tertinggal karena terlewat saat di bersihkan, Luna takut kalau kedua anaknya nanti akan terluka.
"Bagaimana kalau aku yang memotong dan memeriksa ada duri atau tidak, sedangkan Rafa yang akan merangkainya, iya gak Fa?" usul Rafi yang memang ingin membantu pekerjaan ibunya.
"Iya bu kata Rafi benar, Rafa kan bisa membedakan jenis bunga dari harumnya, Rafa juga sudah hafal dengan bau bau bunga yang ada di toko ibu," setuju Rafa.
Ya, karena tidak bisa melihat maka Rafa mengunakan Indra penciumannya untuk mengetahui jenis jenis bunga yang ada di toko ibunya.
Beruntungnya di saat Luna ada waktu luang selalu menyempatkan dirinya untuk membantu Rafa mengenali jenis jenis bunga yang ada di tokonya, sedangkan Rafi dia hanya cukup membaca tulisan yang ada di sana saja dia akan tahu jenis apa bunga bunga itu.
"Ya sudah terserah kalian saja, tapi nanti kalau kalian capek kalian harus langsung berhenti ya mengerjakannya, ibu gak mau kalau sampai kalian berdua kecapekan," akhirnya Luna pun menyerah, kedua anaknya ini memang akan sangat memaksa kalau menyangkut membantu dirinya.
"Terimakasih ibu, Rafa dan Rafi janji akan merangkainya dengan sangat cantik cantik seperti warna warna bunga bunga ini," ucap Rafa yang merasa berhasil merayu ibunya.
"Iya sayang, ya sudah ayo kita mulai mengerjakannya agar nanti kita cepat pulang ke rumah," ajak Luna dan mereka pun mulai melakukan pekerjaan mereka masing masing.
Rafi yang cekatan memotong tangkai dan membersihkan duri duri yang tertinggal, sedangkan Rafa yang mulai merangkai bunga bunga cantik pesanan para pelanggan toko bunga Luna.
Rafa sudah hafal dengan warna dan bentuk bunga itu hanya dari mencium harum bunga yang dia pegang, meskipun dia masih kecil, tapi Rafa sudah sangat terampil dalam merangkai bunga.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!