NovelToon NovelToon

Di Atas Sajadah Cinta

Ibuku Sayang

Fatma adalah seorang janda yang miskin, suaminya sudah meninggal 2 bulan yang lalu karena mengalami kecelakaan selepas pulang kerja.

Suaminya Bernama Rahman, mereka dikaruniai dua anak perempuan yang cantik dan baik hati, anak yang pertama bernama Naima Rahman berusia 14 tahun anak bungsunya Bernama Nayara Rahman berusia 7 Tahun. Tapi takdir harus memisahkan Rahman dengan kedua putrinya.

Rahman mengalami kecelakaan, akibat ditabrak lari oleh seseorang yang tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya, karena telat dibawa kerumah sakit membuat ayah dua anak itu kehilangan nyawanya.

Setelah suaminya meninggal dunia Fatma hidup hanya dengan kedua putrinya yang masih kecil tidak ada kerabat yang mau membantunya, ia yang hanya sebatang kara tidak memiliki keluarga sama sekali utuk dimintai pertolongan.

Walaupun sebenarnya masih ada saudara perempuan suaminya yang Bernama Ira, tapi ia sama sekali enggan membantu Fatma dan kedua keponakannya, Ira sangat membenci fatma karena menurutnya Rahman meninggal karena terkena sial dari Fatma hanya karena ia sebatang kara.

Malam itu udara sangat dingin Fatma berdiri dibalik jendela kamar selepas sholat malam di balik kaca yang retak, menatap nanar pada sang dewi malam yang malam ini tampak bersinar terang seperti menyatakan bahwa Dewi malam hadir untuk dirinya.

Perlahan tangannya yang kasar membuka jendela kamar seolah ingin melihat dewi malam yang berada tepat di atas rumahnya tanpa halangan apapun. Ingin rasanya ia bisa menyentuh rembulan agar bisa mendapatkan sedikit cahayanya untuk bisa menerangi hatinya yang sepi.

“ Wahai rembulan adakah kau datang malam ini untukku ? kau tau aku tidak punya teman untuk mencurahkan rasa gundah dalam hatiku ini? Sudikah engkau mendengarkan kegundahan hatiku ini agar berkurang derita yang kurasa.”

Fatma berbicara sendiri sambil menatap rembulan, ia curahkan segala hal kegundahan dalam hatinya, Ia tidak punya kerabat dekat untuk bisa di jadikan teman berkeluh kesah.

Lama Fatma berbicara pada rembulan hingga Ia tidak menyadari jika putri bungsunya Nayara terbangun karena mendengar suara tangisan ibunya setiap malam, Fatma yang terlihat kuat menyembunyikan kerapuhannya yang ia tunjukan tatkala malam tiba saat semua sudah sunyi.

Fatma tidak ingin terlihat sedih Ketika dihadapan kedua putrinya ia harus tegar dan kuat, namun sekuat-kuatnya Fatma menagung kehidupan sendirian terkadang ia merasa tidak sanggup melewatinya.

Tapi jika ia menyerah lalu bagaimana dengan kedua putrinya meski tubuh ringkik hati sakit ia harus tetap tegar untuk Naima dan Nayara.

Itulah sebabnya ia akan terbangun hanya sekedar mencurahkan kegundahannya pada rembulan, agar tenang hatinya dan kembali semangat di pagi hari, selama ini ia tidak menyadari jika Nayara sering memperhatikan tangisan ibunya dimalam gelap di balik selimutnya dalam diam hingga air matanya berjatuhan membasahi pipi putih Nayara.

“ Ibuku sayang, ibuku malang maafkan aku yang selalu menyusahkanmu, Naya berjanji akan membahagiakan ibu dan kak Naima jika nanti aku besar tak akan ku biarkan kalian bersedih.”

Ucap lirih Nayara, sambil memejamkan matanya berharap bisa terlelap Kembali.

***

Keesokan harinya seperti biasa Naima dan Nayara melaksanaan Sholat berjamaah di Masjid, sedangkan ibunya tidak pergi karena sedang ada halangan sehingga ia tidak melaksanakan kewajiban di waktu subuh bersama kedua putrinya.

Selepas sholat subuh Naima dan Nayara tidak langsung pulang mereka ikut mengaji subuh bersama teman-temannya yang lain.

“ Siapa yang sudah siap untuk menyetorkan hapalan Al Qurannya.” Tanya Ustad Hasan.

“ Aku … Ustad!” Nayara mengangkat tangannya.

Suara Nayara begitu semangat memecahkan kesunyian di waktu subuh, Ia masih kecil diantara teman-temannya tapi Ia yang paling cepat menghapal di antara yang lainnya.

“ Benarkah … kalau begitu kita mulai dari Nayara.”

Ustad Hasan memulai bacaan Surat Al Mulk, lalu di lanjutkan oleh Nayara hingga selesai.

Semua orang mendengarkan bacaan Nayara dengan hidmat, suara Nayara begitu menenangkan ketika membacakan kalam suci Allah SWT.

“ Alhamdulillah, Naya sudah menyelesaikan hapalannya dengan bacaannya yang tepat.” Ustad Hasan bangga pada Nayara.

“ Alhamdulillah, terima kasih Ustad atas bimbingannya.” Nayara mencium tangan Ustad Hasan.

Pukul 06.00 kegiatan mengaji sudah selesai sebelum pulang mereka berdoa terlebih dahulu memohon keberkahan dan kebaikan pada Allah SWT. Setelah berdoa para murid berpamitan pulang dengan mencium tangan ustad Hasan sebelum mereka pulang.

“ Naya, Naima tunggu dulu.” Ustad Hasan memanggil kaka beradik itu.

Nayara dan Naima kembali berbalik dan kembali menghadap pada Ustad Hasan yang memanggilnya.

“ Ada apa Ustad?” Tanya Naima pada Ustad hasan.

“ Tunggu dulu sebentar.”

Ustad Hasan Masuk kembali ke dalam masjid dan mengambil bungkusan pelastik putih dan meyerahkannya pada Naima.

“ Maaf ustad ini apa?” Ucap Naima heran mendapatkan bingkisan dari Ustadnya sedangkan murid yang lain tidak.

“ Ini nasi uduk untuk sarapan kalian.”

Ustad hasan tahu jika Naya dan Naima tidak pernah sarapan karena ibu Fatma sudah berangkat kerja saat pagi dan bisa kembali menyiapkan makanan untuk anaknya ketika ia sudah selesai mencuci baju di beberapa rumah yang menggunakan jasanya.

“ Tidak perlu Ustad kami akan menunggu Ibu saja.”

Naima menolak, hendak mengembalikan pada Ustad Hasan, namun tangannya di cegah oleh Nayara yang merasakan lapar sejak semalam karena makanannya harus dibagi tiga.

“ Nay kamu tidak sopan!” Naima melototi adiknya itu.

“ Tapi Kak Ima Naya lapar.” Nayara mengatakan dengan pelan namum masih jelas terdengar oleh Ustad Hasan.

“ Naima tidak boleh menolak rejeki, ambilah ini rejeki yang Allah kasih untuk kalian berdua.” Ustad Hasan meyakinkan Naima.

Mendengar ucapan Ustad Hasan Naima tersenyum Ia membawa kembali bungkusan berisi nasi uduk itu dan menyerahkannya pada Nayara adiknya.

“ Alhamdulillah terima kasih Ustad.” Naima dan Nayara menyalami ustad dan izin pulang, mereka sangat bahagia karena pagi ini mereka bisa mengisi perutnya yang sudah lapar dari sejak semalam.

Fatma yang tidak memiliki pekerjaan tetap hanya mengandalkan menjadi buruh cuci dan bekerja di ladang orang hanya bisa mendapatkan upah kecil yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga membuat kedua putrinya harus putus sekolah.

Beruntung Fatma memiliki anak-anak yang solehah yang tidak pernah meminta hal-hal yang diinginkan anak-anak di usianya, mereka bisa memahami keadaan ibunya yang tidak memiliki apapun.

Meski tidak di manja dengan kemewahan Naima dan Nayara tidak pernah bersedih karena baginya kebahagiaan mereka hanyalah ibunya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Selamat datang di novel ke dua Hawa ..

Minta like dan komennya,

sebagai dukungan yang menyemangati Hawa untuk membuat karya baru.

Terima kasih😊

Selamat Jalan Ibu

Uhuk….uhuk…uhuk

Fatma batuk tiada henti, membuatnya kelelahan , ia mengelus-ngelus dadanya yang terasa sakit sudah beberapa minggu ini namun Ia tidak memperdulika kondisinya yang lemah Ia terus bekerja untuk menghidupi kedua putrinya.

Tubuhnya mengeluarkan banyak keringat, padahal Ia merasa kedinginan.

"Bu! …. Ibu sakit ? badan ibu panas sekali.” Nayara memegang kening ibunya.

“ Kak Ima! …. Ibu sakit.” Naya memanggil kakaknya yang sedang menyetrika baju tetangganya karena ibunya sedang sakit jadi pekerjaan ibunya ia yang kerjakan.

Mendengar adiknya memanggil Naima langsung menghentikan pekerjaannya ia bergegas masuk ke kamar ibunya.

“ Ibu masih batuk? Ayo kita ke puskesmas saja bu.” Naima mencoba membangunkan ibunya namun ibunya menolak.

“ Tidak nak ibu baik -baik saja. Istirahat sebentar juga akan membaik lagi. Uhuk…uhuk!” Ucap Fatma pada kedua putrinya berusaha tersenyum agar tidak membuat mereka khawatir.

Nayara tidak tega melihat ibunya yang terus menerus batuk tiada henti, ia lalu keluar rumah untuk meminta bantuan pada Bibinya Ira. Ia berjalan dengan cepat setengah berlari menuju rumah bibinya yang lumayan agak jauh dari rumahnya.

“ Assalamualakum, Bibi!” Nayara masuk kerumah tanpa izin dari Ira, karena Ia terburu-buru ingin segera membawa ibunya kerumah sakit.

“ Eh anak nakal belum di suruh masuk sudah main masuk saja. “ Ira berkacak pinggang di hadapan Nayara.

“ Bibi kalau ada yang mengucapkan salam bibi harusnya menjawab Waalaikumsalam.” Dengan polosnya Nayara menasehati Bibinya membuat Ira merasa kesal dengan Nayara.

“ Dasar anak kecil tidak sopan. Mau apa kamu kemari?” jawab ketus Bibi Ira, sambil menatap benci pada keponakan kecilnya.

“ Bi… sejak tadi malam ibu batuk terus tidak berhenti, tolong bawa ibu ke rumah sakit.” Nayara memegang tangan Bibinya namun di hempaskan oleh Ira.

Ia mencoba meminta tolong pada Bibinya tapi Ira tidak menanggapinya malah mengusir Nayara dari rumahnya, tubuh kecil Nayara di seret paksa hingga terjatuh di teras rumah Ira.

Dugh....

“ Heh anak nakal, enak saja kamu minta tolong! urus sendiri saja ibumu, dasar anak dan ibu sama-sama suka sekali merepotkanku heh…”

Ira menutup pintu rumahnya dengan keras membuat Nayara tersentak kaget memegang dadanya.

Nayara masih terduduk dilantai, butiran bening turun membasahi lantai teras Ira, bahunya bergetar Nayara menangis tanpa suara, ia merasa sakit hati dengan perlakuan bibinya.

Setiap kali Fatma meminta bantuan pada Ira , yang didapatkan hanya cacian dan hinaan.

Tega sekali Ira pada anak dari kakak kandungnya sendiri, Ia benar-benar sudah berbuat dzolim pada anak yatim. Padahal Rumah yang di tempati Ira adalah milik Fatma warisan dari Rahman tapi Ira yang licik merebut peninggalan Rahman untuk istri dan kedua putrinya.

Hari sudah mulai gelap Nayara berjalan sendirian setelah berkililing mencari barang bekas untuk ia jual dan uangnya akan ia belikan obat batuk.

Pergi dari rumah bibinya Ia tidak langsung pulang, ia akan berusaha sendiri mencari uang yang nantinya akan di belikan obat batuk untuk ibunya.

Setelah mendapatkan banyak botol bekas Ia langsung pergi ke rumahnya Pak Wahab untuk menjual botol-botol bekas.

“ Nayara ini hampir maghrib mengapa belum pulang ?” Ucap Ustad Hasan yang tidak sengaja bertemu di jalan.

“ Belum Ustad, Naya mau menjual ini dulu untuk membeli obat buat ibu.” Jawab Naya dengan napas ngos-ngosan karena merasa lelah setelah mencari banyak botol bekas.

“ Ibumu sakit apa? Ayo biar Ustad bantu bawa botolnya.” Ustad hasan membantu membawakan karung yang berisi botol bekas untuk di jual pada Pak Wahab.

“ Mengapa tidak datang ke rumah Ustad? Kalau butuh bantuan Insya Allah Ustad akan bantu.” Tanya Ustad Hasan sambil berjalan beriringan menuju rumah Pak Wahab.

“ Maaf ustad, Naya takut dimarahin ka Ima sama Ibu.” Ucap Naya jujur karena sering di nasehati oleh ibunya untuk jangan merepotkan Ustad Hasan. Mendengar jawaban Naya Ustad Hasan menarik napas dan menghembuskannya, Ia merasa salut pada fatma yang pantang mengeluh akan nasibnya Ia selalu berusaha tanpa harus mengemis pada orang lain, dan hal itu Ia terapkan oada ledua pitrinya yang masih kecil harus menanggung kesusahan.

Setelah mendapatkan uang dari hasil menjual botol bekas, Nayara langsung pergi ke apotek untuk membeli obat batuk untuk obatnya ditemani Ustad Hasan.

“ Maaf Dek uangnya kurang ?” ucap si penjual obat sambil menunjukan total jumlah yang harus di bayara Naya pada layar kasir.

Nayara memberikan uang pada si penjual sebanyak 25.000 Rupiah tapi harga obat batuk itu 40.000, mendengar percakapan Nayara dan penjual obat, Ustad Hasan mengeluarkan dompetnya Ia menambahkan kekurangannya.

“ Ustad .... Maaf merepotkan lagi.. terima kasih , semoga Allah membalas kebaikan Ustad.” Ucap Nayara senang, sebenarnya Ia mau menolak tapi untuk hari ini saja yang terkahir Ia meminta bantuan Ustad Hasan.

“ Tidak merepotkan Naya sesama muslim harus saling membantu! Ayo, kita harus segera pulang ini sudah maghrib, dan ibumu harus segera meminum obatnya.”

“ Baik ustad.”

Nayara dan Ustad Hasan pulang bersama, terlebih dahulu mereka melaksanakan ibadah sholat maghrib di mesjid sebelum pulang kerumah Fatma.

Selesai melaksanakan sholat berjamaah, Nayara masih duduk di atas sajadahnya Ia melangitkan doa Pada sang Maha Kuasa untuk ayahnya yang sudah berada disisiNya, memohonkan ampun agar ditempatkan di surgaNya, lalu Nayara mendoakan untuk kesehatan Ibunya. Lama Nayara berdoa hingga melupakan jika ia harus segera bergegas pulang.

Ketika Ustad Hasan sedang berdzikir, ia dikejutkan dengan kedatangan beberapa warga yang menghampirinya.

“ Assalamualaikum Ustad, mohon maaf mengganggu.” Ucap salah satu warga.

“ Waalaikumsalam, ada apa ini bapak-bapak.” Ustad Hasan tampak cemas melihat beberapa warga dengan wajah serius.

“ Pa ustad kami kemari karena ingin mengabarkan ada warga kita yang meninggal Dunia.” Ucap salah satu warga yang mengeakan baju hijau.

“ Innalillahi Wa innaillaihi Rojiun, Siapa yang meninggal ??” Ucap ustad Hasan penasaran masih dalam posisi duduk.

“ Itu Istrinya almarhum Rahman , Fatma.”

Prang…….

Terdengar suara benda jatuh mengalihkan pandangan para warga dan juga Ustad Hasan ke sumber suara. Terlihat tubuh kecil berdiri mematung dengan kaki yang yang di penuhi obat syirup yang pecah dan mengenai kaki Nayara.

Nayara yang berjuang sejak siang tadi mecari botol-botol bekas untuk membeli obat sang ibu, tapi Allah telah mengambilnya tanpa sempat meminum obat yang dibeli oleh nayara dengan susah payah.

“ Nayara..! “

Ustad Hasan menghampiri anak kecil yang menangis tanpa suara berdiri kaku dalam kesedihan yang begitu dalam, air matanya tak bisa dibendung lagi terdengar isak tangis dari mulut mungil Nayara.

“ Katakan Ustad apa …..apa betul yang dikatakan oleh bapak itu mengenai ibuku.”

Suara Nayara terdengar bergetar menahan tangisnya.

Ustad Hasan menatap sendu pada gadis kecil bermata coklat itu ia tidak sanggup mengatakan jika ibu Fatma telah tiada, Ustad Hasan mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi nayara Ia berjongkok dan memeluk Nayara Sambil mengelus kepala Nayara.

“ Nayara anak solehah yang sabar, ibu Fatma sudah dipanggil oleh sang Maha Kuasa.” Ucap ustad hasan pelan.

Nayara terdiam suara tangisannya terhenti hanya air matanya yang terus berjatuhan membasahi baju koko Ustad Hasan yang masih memeluk erat anak yatim piatu itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hanya Kita Berdua

Di rumah duka sudah terlihat banyak pelayat yang berdatangan mengucapkan bela sungkawa atas kepergian Fatma.

“ Malang sekali nasib kedua putrinya dua bulan yang lalu ayahnya meninggal sekarang di susul oleh ibunya.” Ucap Risa tetangga Fatma pada para ibu-ibu yang melayat.

“ Sssttt… jangan bergosip ibu-ibu lebih baik kita berdoa untuk almarhumah.” Ucap Ibu Aisyah Istri Ustad Hasan yang sudah datang bersama Ibu RT ketika Naima berlari-lari meminta pertolongan, Ia bertemu dengan Ibu Aisyah yang hendak pergi ke warung.

Naima terdiam duduk menghadap jenazah ibunya, ia menghapus butiran bening di pipinya, teringat akan terakhir ucapan ibunya.

“ Ima, jadilah wanita yang kuat, sabar dan tawakal menghadapi segala cobaan, jaga adikmu Nayara. Sekarang kalian hanya berdua, harus saling menyayangi dan saling membantu satu sama lain, maafkan ibu tidak bisa menemani kalian.” ucap fatma dengan suara yang sangat lemah Sambil memegang wajah sendu putri pertamanya, yang tiada henti meneteskan air mata hingga membasahi tangan lemah Fatma.

Ibu jangan khawatir, Naima janji akan selalu menjaga Naya, ibu yang tenang di sana , semoga kita bisa berjumpa dan berkumpul bersama di sana bersama ayah, selamat jalan ibu, terima kasih atas limpahan kasih sayang yang kau berikan untuk kami.

Ucap Naima dalam hatinya, ia harus tegar, tidak boleh bersedih karena mulai hari ini hanya dialah yang harus menggantikan posisi ibunya menjaga Nayara.

“ Assalamualaikum,”

Ustad Hasan mengucapkan salam, membuat lamunan Naima terhenti ketika melihat adiknya yang begitu rapuh dengan tatapan sendu datang bersama dengan ustad Hasan.

Nayara maju dengan pelan Ia berdiri mematung tidak jauh dari tubuh kaku sang ibu yang berbaring tertutup kain putih.

Kaki kecilnya mulai melangkah maju, Ia mendudukan tubuhnya bersimpuh memeluk tubuh dingin ibunya dalam balutan kain kafan.

“ Assalamualaikum! Ibu, mengapa ibu tidak menjawab salam Naya. Ibu, maaf gara-gara naya ibu sakit. ibu, maaf obatnya tumpah, Naya tidak sengaja menjatuhkannya karena mendengar jika ibu sudah…. Su….dah tidak bisa bersama Naya dan Kak Ima, hiks ...hiks...hik... Bu jangan tidur terus buka mata ibu , Jawab bu?”

Naya bergeser semakin mendekati sang ibu , Ia tatap wajah tenang ibunya, Ia peluk tubuh kaku sang ibu ia ciumi wajah pucat, berharap ibunya bisa bangun kembali.

“ Ibu….. Ibu jawab Naya…. Ibu, Bangun!” Nayara menangis kencang Sambil memeluk erat tubuh Fatma.

Melihat adiknya yang menangis Naima menghapus air matanya, lalu mendekati Nayara, Ia harus kuat untuk adiknya, tidak boleh terlihat lemah.

“ Nayara, sabar ikhlaskan kepergian ibu, kau lihat ibu begitu tenang dalam tidurnya ia tidak akan kecapean ataupun merasa sakit. Kita harus kuat, jika kita bersedih nanti ibu akan sedih … biarkan ibu pergi dengan tenang, mari kita antarkan ibu dengan keikhlasan dan doa terbaik untuk ibu agar tenang dan mendapatkan magfirahNya.”

Naima memegang pipi adiknya menatap lekat mata sang adik memberi pengertian, tapi ia tak tahan melihat wajah sedih adiknya hingga membuatnya Kembali menangis dan memeluk erat tubuh mungil sang adik.

Melihat dua anak perempuan yang saling menguatkan satu sama lain membuat semua orang di sana menjadi Iba, para pelayat meneteskan air matanya merasakan perasaan sedih kehilangan orang yang terpenting dalam hidup mereka.

“ Benar apa yang dikatakan oleh kak Ima , Nayara harus sabar , harus kuat ayo, kita doakan ibu fatma bersama sama” Ustad Hasan memimpin doa dan embacakan surat Yasin untuk Fatma.

Tanpa menunggu lagi , setelah Sholat Isya Fatma di kebumikan, di antar oleh beberapa warga , terlihat Naima memegang tangan adiknya berjalan di belakang keranda ibunya mereka ingin mengantarkan ke tempat pembaringan terakhir sang ibu. Fatma di kebumikan di samping suaminya Rahman.

Selamat jalan ibu, sekarang Ibu tidak perlu menangis di setiap malam, Sekarang ibu tidak akan mendengar hinaan bibi Ira, sekarang ibu tidak akan merasakan sakit. Ibu sudah Bahagia berada di sisi Sang Maha Kuasa. Nayara dan ka Ima Ikhlas melepas Kepergian Ibu.

Maaf Ibu Nayara Tidak bisa membahagiakan ibu….

Hanya doa yang akan Nayara Langitkan untuk Ibu dan Ayah

Semoga mendapatkan Surga

Nayara dan Ka ima sayang Ibu dan Ayah,, selamat jalan Ibu…

Selepas dari pemakaman, Nayara dan Naima kembali kerumahnya ditemani oleh Ustad Hasan dan istrinya.

Naima membuka pintu rumah yang tampak sunyi biasanya saat Ia masuk pasti ibunya sedang menyetrika baju tetangganya atau sedang menyiapkan makan malam. Tapi kali ini hanya ada kekosongan yang merasuk dalam jiwa.

“ Naima, Nayara malam ini tidurlah di rumah Ustad, Bibi kalian juga sedang tidak ada di rumah tadi Pa RT sudah dua kali ke rumah Bi Ira tapi mereka belum pulang.” Ucap Ustad Hasan pada kedua anak perempuan di depannya.

“ Terimakasih Ustad, tapi sepertinya kami ingin di sini, tidur di rumah kami sendiri, kami tidak tau apakah besok masih bisa tidur d sini atau tidak.”

Naima menatap adiknya yang sejak tadi hanya diam dengan mata sembabnya.

“ Nayara, Naima kalian tidak perlu takut ibu dan Ustad Hasan akan merawat kalian, jika Bi Ira belum pulamg .” Bu Aisyah membelai lembut puncak kepala Naima dan Nayara.

Sejak tadi Ia sudah berbicara bersama suaminya lalu mendiskusikan dengan Pak RT membahas akan mengangkat kedua anak Fatma dan Rahman menjadi anak mereka, karena mereka sangat menyukai Nayara dan Naima , selain itu juga Aisyah dan Hasan yang sudah sepuluh tahun menikah hingga sekarang belum dikaruniai anak.

Tadinya mereka akan memeinta Izin pada Ira namun sejak tadi siang Ira beserta suami dan anaknya tidak ada di rumah hingga hari ini, itulah sebabnya Ia tidak memghadiri pemakaman Fatma.

Mendengar akan di angkat anak oleh Ustad Hasan dan Istrinya, Naima dan Nayara sangat bersyukur karena bisa menjadi anak dari ustad Hasan, tapi untuk malam ini mereka ingin tidur di rumah sebagai salam perpisahan pada tempat bernaungnya, yang menjadi saksi perjuangan hidup Fatma dan kedua putrinya.

“ Baiklah jika kalian ingin di sini dulu, besok pagi-pagi selepas sholat subuh ustad akan jemput kalian.”

Ustad Hasan berpamitan dan pulang bersama istrinya, sebelum pergi Ia menitipkan Naima dan Nayara pada Bu Ani yang rumahnya berdekatan dengan rumah Fatma.

**

Malam mulai larut Naima dan Nayara masih belum terlelap tidur mereka menatap ke arah jendela yang tak tertutup tirai, Nayara sengaja membukanya karena Ia ingin melihat ke arah luar memandang bulan sabit. Inilah yang sering dilakukan ibunya saat malam tiba, menatap dalam pada rembulan.

“ Nay, ayo tidur, ini sudah malam!”

Naima memegang tangan adiknya dan membawanya untuk berbaring di ranjang kecil dengan kasur yang sudah lepek, sebelumnya ia menutup terlebih dahulu jendela kamar dengan kain bekas seprai yang sudah bladus dan terlihat ada bolong di sisi kiri.

Mereka berbaring bersama Sambil menatap atap rumahnya, berusaha untuk memejemkan mata tetap saja tidak bisa, bayangan sang ibu masih terlintas dalam pikiran mereka.

“ Kak Ima, apa ibu sudah berjumpa dengan ayah di sana?”

Nayara mulai berbicara kembali karena selepas pulang dari pemakaman Ia terdiam.

“ Hmm… tentu saja pasti ayah sudah menyambut ibu!”

Naima tersenyum Sambil membalikan tubuhnya menghadap sang adik.

“ Apa ibu akan Bahagia di sana? Ibu tidak akan sakit lagi di sana?” Naya menatap sang kaka yang sedang menatapnya.

“ Naya Ibu Bahagia di sana , tapi ibu tidak akan tenang jika Naya bersedih , kita harus mengikhlaskan ibu agar ibu tenang di sana, Allah akan menjaganya, kita doakan agar ibu Di ampuni segala dosanya dan memdapatkan surga, Aamiin."

Naima menghapus airmata di pipi adiknya.

“ Kak, apa boleh untuk malam ini saja izinkan Naya menangis Naya sudah tidak bisa menahan lagi, air mata turun terus meski aku melarangnya.”

Mendengar permintaan adiknya dengan mata yang sudah berembun sekali kedip air matanya akan terjatuh, hal itu membuat naima ikut menangis susah payah Ia membentengi diri untuk janga kembali bersedih tapi ternyata pertahannya roboh air matanya jatuh membasahi pipi putihnya.

Kedua kaka beradik itu saling memeluk, merasakan rasa sakit dan kerinduan pada sang ibu yang telah berpulang.

Maaf ibu untuk malam ini kami menangis, mengingatmu….

Ibu kuatkan kami untuk menghadapi hari-hari kami tanpamu

Ibu kami sayang ibu

Terima kasih untuk semua pengorbanan yang ibu berikan

Dalam lelahmu kau tetap berdiri untuk kami anak-anakmu

Ibu hanya doa yang akan kami langitkan untukmu

Semoga Allah memberikan surga untuk ibu …

Ibu yang tenang di sana kami berjanji akan kuat dan sabar melewati semua ini seperti ibu yang sabar dan tawakal mengadapi segala cobaan.

**

Setelah menunaikan Ibadah sholat subuh Ustad Hasan dan istrinya datang kembali untuk menjemput Naima dan Nayara.

“ Assalamualaikum.”

“ Waalaikumsalam Ustad.” Naima dan Nayara menyalami Ustad Hasan dan Ibu Aisyah

“ Kalian sudah bersiap?” Bu Aisyah menghampiri Nayara dan Naima sambil berjongkok mensejajarkan dengan tubuhnya Nayara.

“ Sudah Bu , Ustad, kami tidak ada barang lain hanya ini yang kami bawa.”

Naima menunjukan satu kantung keresek hitam berisi pakaiannya dan Nayara.

Melihat itu Aisyah menitikan air matanya , sungguh malang sekali kedua anak yatim piatu ini masih kecil harus kehilangan kedua orang tuanya tanpa ada kerabat yang peduli.

ia merasa bersyukur bisa merawat Naima dan Nayara. Ia berjanji akan memperlakukan mereka seperti anakanya sendiri karena sesungguhnya Rasullulah memerintahkan umat muslimin untuk menyayangi anak yatim.

Al quran secara tegas mengatakan anak yatim adalah sosok yang harus dikasihani, dipelihara dan diperhatikan.

“ Orang-orang yang memelihara anak yatim di antara umat muslimin, memberikan mereka makan dan minum, pasti Allah memasukannya ke dalam surga, kecuai ia melakukan dosa yang tidak bisa diampuni.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!