"Kita bercerai saja. Kau menikah dengan selingkuhan mu dan aku menikah dengan kekasih ku." Ucapan dingin Leo menusuk sampai ke relung hatinya. Bukannya ia tidak tau bagaimana Maicha sering menjelekkan Audrey. Istrinya sering menghinanya, tapi ia memilih diam karena menghormati kedua orang tua Maicha. Kedua orang tuanya telah meninggal dan bersahabat dengan kedua orang tua Maicha.
"Kita bisa memulai kehidupan baru." Maicha ingin rumah tangganya tidak hancur. Jika retak, ia ingin memperbaikinya.
Tadi pagi Maicha mendengarkan suaminya ingin memutuskan pernikahannya. Bahkan kesepakatan di kertas putih itu belum selesai. Karena ini pernikahan perjodohan Leo sekaligus sebuah rahasia dimana kekasih Leo adalah anak dari wanita yang merusak rumah tangga kedua orang tuanya, Leo memberikan sebuah surat kontrak dimana pernikahannya akan bertahan tiga tahun, tentu saja ia menerimanya. Ia butuh waktu bersama Leo dan kebenciannya semakin bertambah pada Audrey saat melihat perhatian Leo, tapi ia tidak membenci Leo, kebersamaannya yang mereka jalani. Ia ingin memulai kehidupan baru. Melihat beberapa orang yang hidup bahagia karena pernikahan ia ingin menghentikan surat kontraknya.
"Apa kau tidak ingin memulai kisah baru? Maksudku, kita memulainya dari awal." Kedua mata Maicha mengembun. Sejujurnya ia ingin bersama dengan Leo di waktu yang lama.
"Kau gila? Aku bersama Audrey sudah lama dan kau bersama Andreas sudah lama. Aku tidak bisa mengingkari janji ku dengan Audrey." Loe berkata santai. Dia tidak mau lebih lama lagi menunggu pernikahannya.
"Kontrak itu masih ada dua tahun. Kita baru saja menjalaninya satu tahun."
Leo menghela nafas. Dia membuka jas mahalnya dan melemparnya ke arah sofa.
"Kau akan mengingkari janji mu dengan Andreas? Kau tidak sepicik itu kan?" Leo mengejek, sekalipun dia putus dengan Audrey ia tidak akan menjamah tubuh Maicha karena ia melihat Maicha dan Andreas pergi ke sebuah hotel.
"Kau harus meminta tanggung jawab pada Andreas." Leo tidak ingin menjadi seorang ayah dari anak haram Maicha. "Aku sudah meringankan mu."
Hati Maicha terasa tertohok dengan ucapan Leo. "Apa maksudmu? Aku meminta tanggung jawab apa?" Ia merasa dihina oleh Loe.
Loe menatap tajam ke arah Maicha. Dengan kedua matanya sendiri ia melihat Maicha bermesraan dengan Andreas. Sejujurnya ia cemburu, tapi mereka sudah kelewat batas.
"Loe, aku ingin kita memulainya dari awal. Aku akan memutuskan hubungan ku dengan Andreas dan kau memutuskan hubungan mu dengan Audrey."
Leo mengepalkan kedua tangannya. Seenaknya saja wanita di depannya memutuskan hidupnya. "Kau hanya istri di atas kertas dengan perjanjian kontrak. Jaga batasanmu, aku diam karena menghormati kedua orang tua mu saat kau menghina Audrey. Aku tau kau tidak suka padanya, makanya kau sering menghinanya. Audrey lebih baik daripada dirimu."
Hati Maicha seperti diremas seperti ribuan jarum menancap di hatinya. Bernafas pun ia tak merasa lega seperti dihimpit oleh ribuan batu. Entah semenjak kapan perasaan itu datang padanya. Jika bisa, ia ingin menghentikannya.
Ia cemburu pada setiap pasangan yang menikah hidup bahagia, tapi ia tidak. Ia ingin bahagia dengan pernikahannya. Malam panas itu membuatnya jatuh hati pada Leo, tapi pria itu seakan tak memiliki hati.
Dia pun keluar dari kamarnya dan terkejut ketika melihat siapa yang berada di depan pintu.
"Audrey?"
Wanita yang disapa dengan Audrey itu, wajahnya merah padam. Dalam sekejap tangan kanannya menampar langsung pipi Micha.
Maicha merasakan pipinya panas dan terbakar. "Audrey apa yang kau lakukan?"
"Aku memukul kesalahan mu." Audrey berbicara sarkas. Rahangnya mengeras, bukannya ia tidak tau pembicaraan mereka tadi. Ia tau semuanya pembicaraan Micha dengan kekasihnya. Pantas saja Leo sedikit berubah akhir-akhir padanya. "Aku membiarkan kalian menikah bukan berarti aku ingin pernikahan mu bahagia."
"Selama ini aku diam kau menghina ku. Leo tidak menyukai mu karena kau bersikap kekanak-kanakan. Kau manja dan centil."
Audrey berusaha bersabar demi Leo, dan wanita di depannya ini malah mau merebutnya. "Kau sudah memiliki kekasih."
"Aku akan memutuskan hubungan ku dengannya."
"Kau picik sekali." Audrey mengejak dengan nada geram. "Kami saling mencintai, Leo tidak akan selamanya mencintai mu, dasar gadia manja dan murahan."
"Apa maksud mu bilang aku wanita murahan?" Bentak Maicha. Bukan hanya Leo, tapi Audrey menghinanya.
"Ya kau wanita murahan, seharusnya kau mempertahankan rumah tangga mu. Akan tetapi aku bersyukur, kau mau menuruti permintaan Leo."
Dada Maicha terasa panas seperti terbakar, berarti surat kontrak itu ada ikut campur tangan Audrey. Ia kira surat kontrak itu karena pikiran Leo yang sendiri. Ia kesal setiap kali Leo bersama Audrey. Apa ia salah bermanja dengan suaminya?
"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya."
Plak
Tangan Maicha bergetar, wanita di depannya menghina dirinya, lalu ibunya. Tidak ada seorang anak yang ingin ibunya di hina. Sudah cukup ibu Audrey merusak rumah tangganya. Ternyata semuanya tidak berjalan sesuai keinginannya. Saat ia tau, ibunya Audrey penyebab ibu dan ayahnya bertengkar hingga mengakibatkan kedua kaki ibunya lumpuh. Ia ingin balas dendam. Awalanya ia ingin menyiksa Audrey, tapi kenapa Audrey baik-baik saja sedangkan ia dan ibunya tersiksa.
"Kau!!" Audrey tidak terima. Penghinaan ini akan membalasnya.
"Aku membenci mu Audrey."
"Aku membenci mu!" Teriak Maicha, namun kedua matanya menangis sama dengan hatinya yang menangis darah. "Kau murahan sama seperti ibu mu."
"Hentikan!!" Dengan mengambil langkah cepat, Leo menghampiri Audrey yang masih menahan sakitnya di pipinya itu. Leo menarik lengan Audrey dan memeluknya. "Aku muak dengan mu Maicha."
Maicha tidak peduli, hatinya sakit. Kenapa takdir seakan mempermainkannya. Ia teringat dengan wajah ibunya. Percuma saja ia menceritakan semuanya pada Leo. Pria itu akan tetap membela Audrey.
"Muaklah sesuka hatimu, aku juga muak dengan kalian berdua."
"Kalian merampas semua kebahagian ku, kebahagian orang tua ku.
Leo mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti dengan perkataan istrinya.
"Biak kita akan bercerai." Maicha tidak ingin menahannya pernikahannya lagi. Ia lelah, ia kira bisa membuat ibunya bahagia sampai saat ini ia belum bisa memaafkan ayahnya. "Aku membenci kalian."
Loe melepaskan pelukan Audrey. Dia mengejar Maicha, ia tidak mau membiarkan Micha pergi dengan kemarahan di hatinya. "Micha, berhenti Maicha."
Audrey cemburu, seharusnya Leo membiarkannya saja. "Leo!!"
Karena kemarahan menguasai hatinya dan air mata mengembun menghalangi penglihatannya. Tanpa sadar kakinya menginjak anak tangga yang salah.
"Maicha!!!" Teriak Leo.
Tubuhnya Maicha berguling menuruni anak tangga hingga tubuhnya berakhir di lantai bawah. Darah segar keluar dari dahi dan hidungnya. Nafasnya tersenggal-senggal.
Kedua netranya melihat Leo yang menuruni anak tangga. Kedua air matanya mengalir di sudut matanya. "Mom, maafka Maicha." Satu penyesalannya, ia tidak bisa membahagiakan ibunya.
Satu tahun sebelumnya.
Tubuh Maicha bergetar, kedua kakinya seakan tak bisa menahan tubuhnya berdiri, sebelah tangannya menekan dinding di sampingnya. Dadanya bergetar, peluh keringat membasahi wajahnya.
"Aku akan bercerai dengan Maicha. Kau bersabarlah."
Hah
Nafas Maicha tersenggal-senggal. Kedua indra pendengarannya menangkap suara yang sangat ia kenali.
"Kau bersabarlah, aku akan menceraikan Maicha."
Dadanya Maicha terasa pedih dan sakit, antara percaya dan tidak percaya. Dia kembali mendengarkan ucapan menyesakkan suaminya dan melihatnya menghapus air mata kekasihnya itu.
Maicha menghapus jejak air matanya. Wajahnya merah padam, di kehidupan lalu ia ingin mempertahankan pernikahannya, tapi kali ini tidak. Dia yang akan memintanya sendiri. "Satu tahun, aku akan mengajukannya satu tahun. Aku akan mengembalikan ucapan kalian."
Prok
Prok
Maicha tersenyum sinis, dia melipatkan kedua tangannya dan bersandar miring ke beton pintu. "Audrey kau tidak perlu menangis darah. Dengan hati iklas aku akan memberikannya pada mu."
Audrey menatap ke arah Leo kemudian beralih menatap Maicha yang melangkah ke arahnya. Dia sebuah foto kecil, tentu saja foto Audrey dan Leo. Tangannya yang berkulit putih dan mulus itu pun menyentuh figura kecil itu, lalu menutupnya. "Audrey, Audrey, kau pikir aku akan menahan Leo?"
Maicha terkekeh kecil, lucu sekali ia yang akan di buang. Benar saja memang Leo yang membuat surat perjanjian setelah pernikahannya, jika dulu Leo yang memintanya bercerai maka sekarang dirinyalah yang akan meminta bercerai lebih dulu. "Satu tahun kami akan bercerai," ucap Maicha dengan nada dingin sedingin dan sebeku hatinya saat ini.
Maicha menatap penuh benci pada pria di depannya. Tatapannya seakan menusuk jantung Leo. Sedangkan Leo merasakan sesuatu yang menusuk di dadanya. "Audrey kau tidak perlu menangis darah dan meminta Leo bercerai. Tapi sebelum itu jangan mengusik kedua orang tua ku."
Maicha memutar tubuhnya, melangkah pergi. Sejenak dia diam, menghentikan langkah kakinya, menarik nafasnya dalam-dalam dan melanjutkan langkahnya lagi.
Leo mematung, ada sesuatu di hatinya saat melihat tatapan Maicha. Tatapan itu tidak seperti biasanya. Maicha tidak pernah menunjukkan ketidaksukaannya. Nanti malam ia harus menjelaskan pada Maicha.
"Loe, aku senang. Micha tidak merebut mu. Kita bisa bersama kembali." Audrey memeluk Leo dengan erat.
Leo tersenyum, namun hatinya seperti mengganjal.
Sedangkan Maicha, dia menutup pintu kamarnya dengan keras. Hatinya seperti di panah lalu di bakar hidup-hidup. Ia pun menghubungi Andreas, ia butuh hiburan dan udara segar.
"Honey, kita keluar malam ini."
Seorang pria yang sedang sibuk bekerja dan merasa lelah itu tersenyum. "Baiklah, aku akan menjemput mu."
Kepalanya yang terasa mau terbelah seakan menyatu kembali.
"Kau sedang apa?" Tanya Andreas basa-basi. "Aku merindukan mu. Sangat merindukan mu."
Maicha merasa bersalah, Andreas sangat baik, perhatian, lemah lembut dan tidak pernah membentaknya. Air matanya menggenang, ia memejamkan kedua matanya dan air matanya turun. Ia merasa bersalah telah meminta berpisah. Seharusnya ia memperjuangkan Andreas, bukan Leo. Kini ia mengerti mana yang tulus dan tidak tulus.
Waktu sore pun berlalu, kini waktu malam telah menanti. Setelah mengantarkan Audrey ke Apartementnya. Leo bergegas pulang untuk menemui Micha perihal masalah tadi. Setiap detik dan menit, perkataan Maicha mengganjal di hatinya. Makanan yang enak tiba-tiba terasa pahit, namun ia selalu berusaha bersikap biasa saja di depan kekasihnya.
"Tuan sudah pulang?" Tanya pelayan Ara.
"Dimana Maicha?" Tanya Leo. Dia tidak melihat keberadaa istrinya. Biasanya wanita itu akan menunggunya. Walaupun kadang membuatnya jengkel dan kesal, tapi tidak bisa di pungkiri kalau Maicha juga bisa membuatnya nyaman.
"Ada di dalam kamar Tuan."
"Apa Maicha sudah makan malam?" Biasanya Maicha akan menunggunya untuk makan bersama.
"Sudah Tuan."
Leo mengerutkan keningnya, tidak biasanya Maicha makan tanpa menunggunya. Tanpa berpikir panjang ia melangkah ke arah lantai atas ke kamar Maicha.
Krek
"Cha?" Loe melihat istrinya menggunakan sebuah dress sexy berwarna merah. Sebelah bahunya terlihat, rambutnya di biarkan tergerai. "Kau mau kemana?" Tanya Leo.
Maicha melirik Leo, ia tidak langsung menjawab justru sibuk dengan mewarnai bibirnya.
"Maicha."
"Apa sih?" Maicha berbicara ketus. Kedatangan Leo mengganggu kesenangan hatinya. Mendadak awan cerah itu langsung mendung. Ia hampir meledakkan isi kepalanya.
"Aku ingin bertanya, apa benar kita akan berpisah setelah satu tahu?"
"Hah."
Maicha menghembuskan nafas kasarnya. "Kalau iya memang kenapa? Aku hanya butuh waktu menenangkan Mommy."
"Apa? Apa alasannya?" Tanya Leo penasaran. Hatinya mendadak nyilu. Selama ini yang ia inginkan adalah perceraian, tapi kenapa sepertinya berbeda? Hatinya ingin menolak, namun pikirannya tidak menolaknya.
Maicha menoleh pada Leo. "Aku tidak butuh alasan untuk bercerai dengan mu."
"Karena Andreas?" Tanya Leo. Ia merasa yakin karena pria itu.
"Bukan, tapi keinginan ku. Aku tidak mungkin berlama-lama dengan ..." Micha menghentikan ucapannya.
Dengan tubuh mu yang di penuhi oleh kuman itu batin Maicha meneruskan perkataannya tadi.
"Ya sudah, aku pergi dulu." Maicha mengambil dompet mewahnya. Dia sejenak menatap Leo dan menepuk dadanya. "Kita harus menjalani masing-masing."
Maicha melangkah, namun teriakan Leo menghentikan langkahnya di depan pintu. "Micha, kau mau kemana? Kau tidak menyiapkan makan malam untuk suami mu?" Leo tidak suka dengan penampilan Maicha yang terlalu cantik, kenapa harus cantik di depan orang lain, bukan untuknya. "Kau tadi tidak menyambut ku."
Maicha menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga kanannya. Dia sedikit berbalik dan tersenyum. "Menyambut? Kau gila? Tidak ada seorang istri di dunia ini yang akan menyambut suaminya pulang berselingkuh." Maicha menekan semua tiap perkataannya membuat Leo tak berkutik.
Maicha melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan wajah Leo yang merasa tertekan.
"Aku baru pulang Maicha, seharusnya kau berada di rumah."
Leo mengepalkan kedua tangannya. Dadanya naik turun manahan amarah yang hendak meledaknya. Nafasnya terasa panas, rahangnya mengeras dan menggertakkan giginya. "Beraninya dia tidak menghargai ku. Benar, hanya Audrey yang mengerti diriku dan menuruti semua keinganan ku."
Karena ingin membuat Maicha berada di dalam rumah. Dia pun mengejar Maicha dan ingin menghentikannya, namun sayang, Maicha telah masuk ke dalam mobil Andreas.
Amarah Leo semakin menggila, rasanya ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Ia pun berbalik menuju ke kamarnya dan menatap kamarnya.
Leo melepaskan ikatan dasinya kemudian membuangnya kesegala arah. Ia butuh penenang. "Baiklah Maicha."
Leo menghubungi Audrey ke rumahnya. Ia ingin lihat seberapa mana istrinya bertahan. Bukankah istrinya selalu cemburu dan berusaha mengacaukan jika ia bersama dengan Audrey. Ia akan melakukannya lagi.
"Audrey datanglah ke rumah ku."
"Iya sayang, aku akan datang." Audrey merasa senang. Dia bersiap-siap untuk kembali ke rumah Leo.
Leo memutuskan panggilannya. Dia akan membuat Audrey berada di kamar ini. Ia sangat kesal pada Maicha yang sudah menolaknya untuk diam di rumah demi pria lain.
Drt
Leo melihat sebuah panggilan, ia segera mengangkatnya. "Iya Mom." Leo tersenyum.
"Aku merindukan Maicha dan kamu. Kapan kamu akan membawa Maicha ke rumah?" Tanya Mommy Viona.
"Besok malam Mom."
"Baiklah Mommy tunggu ya sayang. Mommy titip Maicha, dia orangnya kekanakan, tapi dia baik. Tolong bahagiakan Maicha."
Tangan Leo melemas, Mommy Viona menaruh harapan besar padanya sedangkan ia tidak bisa menjaga Maicha.
Maicha dan Andreas menghabiskan waktu bersama, keduanya menghabiskan waktu di pinggir pantai. Sebuah Villa yang di miliki oleh Andreas. Villa itu khusus untuk Micha. Awalnya Andreas dulu memaksa Micha untuk menerimanya. Ia jatuh hati pada Maicha mulai bangku kuliah dan berhasil mendekatinya walaupun hanya sebatas sahabat. Setelah mendengarkan curhatan Maicha yang menangis masalah surat kontrak yang di berikan oleh Leo.
Dia menawarkan diri untuk menyerahkan sebagai kekasih kontrak demi memanasi Leo. Sekalipun sebagai kekasih kontrak ia merasa senang, kini Maicha tak ada rasa canggung padanya. Biasanya ia yang menawarkan dulu jika ingin keluar dan mengajak Micha jalan-jalan.
"Cha kau senang bersama ku?"
Maicha sejenak diam, dulu ia berpikir hubungannya dengan Andreas tidak mungkin karena mereka mengawalinya hanya karena ingin memanasi Leo saja. "Iya, aku senang bersama mu."
Andreas terdiam, ia ingin menanyakan hubungannya saat ini, tapi ia takut Micha kembali merasa canggung dengannya.
"Apa Leo menyakitimu lagi?"
Maicha menunduk, sudah seperti biasa baginya. Saling mengabaikan, saling mengacuhkan. "Aku tidak berharap lagi pernikahan ini bertahan. Aku hanya khawatir pada mommy ku."
"Aku butuh waktu mengakhirinya." Imbuhnya lagi. Mommynya sakit-sakitan mulai masalah perselingkuhan ayahnya itu.
"Tetaplah bersama ku And, hanya kamu yang berada kesulitan. Jangan pergi walaupun aku merasa senang."
Deg
Sekalipun bukan pernyataan cinta, tapi buat Andreas ini sama saja menggertakan hatinya. Andreas meraih tangan Maicha. "Aku tidak akan pernah meninggalkan mu. Aku mencintai mu."
Satu tetesan air mata membelah pipi Maicha. Perkataan Andreas membuatnya merasa bersalah. "Buatlah aku mencintai mu."
Maicha membaringkan kepalanya di bahu Andreas. Ia memejamkan kedua matanya merasakan semilir angin menerpa wajahnya.
"Akan aku lakukan."
Di tempat lain.
Audrey dan Leo berada di ruang tengah, sepasang kekasih itu kini menonton sebeuah film. Aneka bungkus snack berserakah dan secangkir kopi untuk Leo.
Kedua netra Leo melirik ke arah jam dinding. Hatinya resah, waktu telah menunjuk jam 12 malam tapi Andreas belum mengantar Mica ke rumahnya. Ia begitu gelisah takut pasangan itu berbuat kelewat batas.
Leo berdiri, dia mengambil ponselnya. Di lihatnya layarnya tak ada satu pun panggilan dari Maicha.
"Kemana wanita itu?"
"Sayang, kau mengkhawatirkan wanita itu?"
"Iya, wanita itu belum mengabari ku."
Hati Audrey menyeruak sakit. "Kau mengkhawatirkannya sedangkan aku berada di sini?"
Leo tersadar, ia menghampiri wanita yang masih duduk di sofa. "Sayang, bukan maksud ku seperti itu. Mommy Fiona menghubungi ku, jadi aku takut saja."
"Kapan sih kamu menceraikannya?" Audrey membuang wajahnya ke samping.
Sejujurnya Leo bingung dengan dirinya. Ia ingin bercerai tapi hatinya aneh setelah wanita itu menyatakan dirinya akan bercerai. "Hey, sayang." Dia menarik dagu Audrey agar menghadapnya.
Cup
Leo mencium Audrey dengan lembut. "Maaf, jangan marah."
Audrey tersenyum, ia memeluk Leo dengan erat. "Sebaiknya kau tidur."
"Aku mau tidur di kamar mu."
"Iya sayang, ayo." Leo membawa Audrey ke kamar Micha. "Ini kamar ku dengan Micha, kau tidurlah di sini."
"Temani aku di sini," ucap Audrey dengan nada manja.
"Iya." Leo duduk di sisi ranjang sambil menggenggam tangan Audrey, namun pikirannya melayang ke arah lainnya. Mereka khawatir dengan keadaan Maicha.
"Kemana wanita itu?"
Krek
Maicha membuka pintu kamarnya, ia belum menyadari kehadiran Leo. Maicha melangkah dan tatapannya langsung ke arah ranjang. Nafasnya memburu, dadanya terasa panas. "Leo!"
Sontak Audrey membuka kedua matanya. Audrey terperanjak.
Kedua mata Maicha semakin memerah dan terbakar, bisa-bisanya Leo membawa selingkuhannya ke kamarnya. Hatinya semakin sakit. Sekalipun Leo berselingkub tidak masalah tapi jangan melebihi batas.
Suara heels itu bagaikan pedang yang beradu, Maicha menuju ke arah Leo dan tangannya menampar keras hingga menggema di ruangan itu.
Leo merasakan pipinya berdenyut. Ia menatap wanita di depannya. Dadanya terasa sesak di tampar oleh istrinya sendiri.
Maicha menunjuk wajah Leo. "Kau melebihi batas Leo, kau membawa wanita sialan mu ini kesini. Padahal sudah aku katakan jangan melebihi batas."
Audrey langsung turun dan menghalangi Maicha. "Apa yang kau lakukan Maicha? Kenapa kau menampar Leo?"
"Wanita sialan kau sama dengan ibu mu yang suka menghancurkan hidup orang."
"Maicha cukup, kau menghina kekasih ku." Leo menaikkan nada suaranya sambil menatap tajam. Dia menyingkirkan tubuh Audrey ke belakangnya.
"Kau lebih dulu menghina ku Leo, dengan membawa selingkuhan mu. Kau melebihi batas mu."
"Aku tidak melebihi batas, kau yang melebihi batas jam segini baru pulang." Leo tidak terima, ia sangat geram pada Maicha yang baru saja pulang. Ia menunggu kehadiran wanita ini.
Maicha bersendekap, ia tak gentar. Satu hal malam ini, ia ingin mengeluarkan semua unek-uneknya. "Oh, kau menyalahkan aku. Padahal kau sendiri yang salah. Kau membawa wanita sialan ini masuk ke kamar ku. Padahal sudah jelas ...."
"Aku tidak melebihi batas, ini pribadi ku."
"Dan ini kamar pribadi ku Leo. Kau tidak tahu diri membawa wanita sialan ini. Kalau seandainya aku membawa Andreas ke sini kau senang? Baiklah, tapi aku akan membawa Andreas ke ranjang berbeda."
Dada Leo memburu, sakit rasanya ketika istrinya mengatakan akan membawa pria lain ke atas ranjangnya. "Jaga batasan mu, kau masih istri ku."
"Kau yang mengajari ku Leo. Jadi jangan salahkan aku kalau aku bertindak jauh."
Maicha menatap tajam ke arah Audrey. Wanita itu tersenyum tipis. Dia memang sengaja melakukannya karena ingin membuat kedua pasangan ini berpisah.
"Selamat Audrey, kau mendapatkan bekas ku."
Maicha bergegas pergi, dia mengambil kunci mobilnya di atas nakas. Dadanya terasa ingin meledak, sesak rasanya di perlakukan seperti orang di hina.
"Maicha! Maicha! Maicha berhenti."
Maicha berlari, di bawah derasnya hujan ini ia keluar dari kediaman Leo. Ia tidak peduli dengan teriakan Leo. Hatinya sangat mantap untuk berpisah dengan Leo. Ia tidak betah berada di rumah ini. Ia menghapus butiran air matanya.
Sedangkan Leo bagaikan orang gila memanggilnya. "Maicha!"
"Leo kau mau apa?" Tanya Audrey mencekal tangan Leo. "Biarkan saja wanita manja itu pergi."
"Loe demi aku."
Leo sejenak menatap Audrey, ia sangat kesal, geram dan marah. Perasaan itu campur aduk melihat wanita ini di depannya. Kalau dulu ia merasa nyama tapi tidak sekarang. Ia merasa risih.
"Biarkan saja, paling-paling dia akan kerumah Andreas."
Leo sejenak berpikir, benar juga yang di katakan Audrey. Pasti istrinya ke rumah Andreas. Siapa lagi kalau bukan ke rumahnya. Ia juga lupa kalau besok malam harus ke rumah mertuanya.
"Ya sudah ayo masuk."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!