Albern Pov
"Kita tidak akan tahu akhir kisah cinta seseorang."
Kata-kata itu berada di lembaran paling awal di buku diaryku. Kebanyakan hanya wanita yang gemar menulis kisah mereka di buku diary. Nyatanya tidak, karena sebagai seorang pria aku juga gemar menulis sebagian kisahku di buku diary. Seperti yang akan aku tuliskan saat ini, kisah masa laluku dan kisah yang baru saja aku alami.
Aku adalah Albern, usiaku saat ini 26 tahun, aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Aku adalah seorang photographer komersial dan photografer journalist. Aku adalah salah satu photographer yang terpilih dari banyaknya photographer lainya. Karena hasil karyaku yang selalu memberi kepuasan pada setiap orang yang pernah memakai jasaku. Aku bisa bekerja di dalam studio maupun di luar studio.
Dulu aku pernah tinggal di Indonesia sebelum aku memutuskan pergi ke inggris. Selama ini aku mendalami bakat sebagai seorang photographer di inggris. Tiada hari tanpa kesibukan, hal itu aku lakukan demi melupakan bayangan Wileen di hati dan pikiranku. Tetapi nyatanya percuma, usahaku selama ini sia-sia ketika diriku di hadapkan kembali pada sosoknya.
Aku adalah seorang pengecut yang memilih pergi karena rasa cintaku yang tidak terbalas kepada sosok wanita yakni sahabatku sendiri. Wanita itu bernama Wileen, wanita yang usianya lebih muda dua tahun dariku. Wanita yang saat ini berdiri tepat di depan mataku.
Mungkin takdir sedang mempermainkan hidupku, membuatku kembali ke Indonesia dan bertemu kembali dengan nya. Lebih parahnya lagi, profesi Wileen saat ini adalah seorang penulis sekaligus model terkenal dan aku yang saat ini ditugaskan untuk mengambil semua photo-photonya.
Bayangkan saja, sosok masa lalu yang ku hindari selama ini, berada tepat di depan mataku. Sosok wanita yang kecantikannya tidak pernah berubah oleh waktu. Hanya saja wanita itu terlihat jauh lebih dewasa dari lima tahun yang lalu.
Tuhan, kenapa jantung ini masih berdetak sama persis seperti lima tahun yang lalu. Mungkinkah rasa ini masih utuh untuknya. Apakah selama ini usahaku untuk melupakanya telah gagal.
Saat itu dia berada tepat di depan wajahku, tetapi untung saja aku mengenakan topi hitam dan juga masker. Mungkin dia tidak mengenaliku, atau mungkin dia telah melupakanku.
Aku memiliki sahabat lain yang bernama Jofan, dia berprofesi sebagai seorang journalist. Karena dialah aku berada di sana saat itu. Mungkin dia sengaja mengajakku ke sini dengan alasan menggantikan temannya yang juga berprofesi sebagai seorang photographer sama denganku.
Acara jumpa fans Wileen siang itu begitu banyak dipenuhi para penggemarnya. Aku tidak menyangka Wileen bisa seterkenal ini. Atau mungkin aku saja yang baru tahu, karena selama lima tahun ini aku menutup semua hal tentangnya.
"Aleen," teriakan seluruh penggemar Wileen menyadarkanku dari lamunanku. Aleen? siapa Aleen? apakah Aleen adalah nama pena Wileen di dunia pernovelan? kenapa tidak Wileen, kenapa Aleen? lalu apa arti Aleen yang sebenarnya? semua itu membuatku penasaran.
"Aleeen," lagi-lagi teriakan dari penggemar yang terdengar jelas di telingaku. Waktu itu aku berusaha untuk fokus dan bersikap profesional pada pekerjaanku. Waktu itu aku berfikir mungkin Jofan tahu arti Aleen dan setelah aku menanyakan padanya, betapa aku kaget dengan kepanjangan nama Aleen yaitu Albern Wileen.
Ternyata aku salah, ternyata namaku masih tersimpan di fikiran Wileen. Aku tetap positive thinking, di pikirannya mungkin aku adalah sahabat terbaiknya. Meskipun aku bukanlah sahabat yang baik, karena aku meninggalkanya tanpa pamit dan tanpa kabar.
"Kak Wileen, apakah kakak pernah merasakan Friendzone?" tanya salah satu dari penggemar Wileen yang membuatku kaget. Pasalnya dari dulu hingga saat ini, aku masih terjebak di dalam cinta Friendzone yang ternyata juga menjadi judul dari novel Wileen saat itu.
Aku sempat terharu dan ingin rasanya merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Namun seketika kehadiran seseorang di samping Wileen membuatku sadar, harapanku terlalu tinggi sedangkan kenyataanya terlalu menyakitkan.
Sosok pria berjalan membawa buket bunga yang diberikan pada Wileen. Orang itu adalah Sain, yang aku tahu lima tahun lalu adalah kekasih Wileen. Ternyata hubungan mereka masih langgeng sampai saat ini.
Aku masih ingat jelas ketika Wileen berpacaran dengan Sain. Sain selalu mempermasalahkan kedekatanku dengan Wileen. Bahkan Sain pernah terang-terangan memintaku menjauhi Wileen. Dia berkata, aku adalah benalu dalam hubunganya dengan Wileen. Ya, mungkin aku yang tidak sadar diri, karena hubungan persahabatan di antara lawan jenis tidak 100% murni. Pasti ada salah satu yang menaruh hati dan itu adalah aku orangnya.
Sejak itu juga aku mulai menjauh secara perlahan dari Wileen. Aku juga tidak ingin dicap sebagai perusak hubungan seseorang. Mungkin Sain lebih pantas untuk Wileen dan saat itu pula aku titipkan Wileen pada Sain.
Apakah aku pengecut? pergi begitu saja karena kalah. Tanpa aku pikirkan bagaimana perasaan Wileen saat itu. Bahkan Jofan sahabatku, ribuan kali mengataiku dengan sebutan lelaki bodoh.
Kedalaman hati dan pikiran seseorang, siapa yang tahu. Jangankan mengetahui isi hati dan pikiran seseorang, mengartikan isi hati dan pikiranku sendiri saja aku tidak mampu.
Untung saja acara jumpa fans Wileen berjalan sangat cepat. Setelah mengambil beberapa photo dan video Wileen saat itu, aku langsung pergi dan memasrahkan sisanya kepada Jofan.
Aku tidak ingin baik Wileen maupun Sain mengetahui keberadaanku. Selain itu pikiran dan hatiku sedang tidak baik-baik saja, setelah menyaksikan kemesraaan Wileen dan Sain di hadapan banyak orang.
Ternyata kembalinya aku ke Indonesia bukanlah keputusan yang tepat. Aku kira hatiku telah berdamai dengan masa lalu. Nyatanya aku salah, kembalinya aku di Indonesia sama saja membuka lembaran kisah lama. Kisah di mana ada aku, Wileen dan kekasihnya.
Aku berjalan dengan sangat terburu-buru, hingga tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang wanita. Kedua mataku langsung membola, setelah kupandang wajah wanita itu yang ternyata adalah Sania sahabat Wileen juga dan sepertinya dia mengenalku.
Sempat Sania memanggil namaku, aku segera menjawab bahwa dia salah orang. Setelah itu aku tinggalkan dia begitu saja setelah mengucapkan kata maaf.
Apa penampilanku masih bisa dikenali? bahkan aku sudah merubah gaya penampilan ku selama ini. Nyatanya Sania masih saja mengenalku, apa mungkin aku harus merubah kembali penampilanku hingga orang-orang yang ku kenal tidak lagi mengenaliku.
Jenis lelaki pengecut macam apa aku ini, hingga melakukan tindakan bodoh di luar nalar demi menutupi identitasku. Aku tidak jauh beda dengan seorang buronan yang kabur dari penjara. Yang terpenting aku bisa segera meninggalkan tempat itu secepatnya.
Untung saja posisi mobilku tidak jauh dari lokasi, sehingga mempermudahkan untuk segera pergi meninggalkan tempat yang membuat dadaku terasa sesak bahkan nafasku nyaris tak lagi berhembus.
Takdir benar-benar mempermainkanku, dan kejadian waktu itu ku tulis semua ke dalam buku diaryku bersama cerita-cerita lima tahun yang lalu. Semua tersimpan menjadi sebuah cerita rahasia dan hanya akulah yang tahu. Biarlah semua ini berjalan hingga takdir membuatku move on dari sosok yang tidak pernah pergi dari hati dan pikiranku selama ini.
Entah kenapa siang ini langit begitu cerah, namun tidak secerah jiwa-jiwa jomblo sepertiku. Bisa dibilang, aku ini kurang support system.
Jofan sahabatku hari ini juga libur, rencananya dia akan mengajakku bertemu di sebuah cafe tongkrongan terbaru para cowok-cowok jomblo. Ya, apalagi kegiatan para cowok-cowok jomblo kalau bukan nongkrong bareng dengan semasa jomblo.
Satu minggu aku menetap di Indonesia, entah aku harus kembali ke inggris atau selamanya menetap di Indonesia.
Semenjak pertemuanku kembali dengan Wileen tempo hari, seperti ada sesuatu yang tak kasat mata, melarangku untuk tidak kembali ke Inggris. Apakah ini merupakan sebuah feeling atau mungkin hanya overconfident.
Mobilku melaju begitu santai, untuk apa terlalu terburu-buru kalau tujuannya hanya nongkrong. Toh, jarak cafe dari apartemenku tidak begitu jauh dan tidak banyak memakan waktu. Hingga tibalah aku di sebuah cafe, di mana nampak teman-temanku telah berkumpul di sana.
"Tuh, yang di tunggu-tunggu akhirnya nongol, si ganteng yang tak laku-laku," teriak Jofan begitu hebohnya, membuat para pengunjung mengalihkan pandangannya ke arah Albern.
"Woy, bro! apa kabar? betah banget di negeri orang, sudah pernah gebet cewek-cewek di sana, belum?" tanya Dion.
"Elo nanya, ion? ya jelas belum pastinya, mana mungkin si jomblo gagal move on yang satu ini bisa gebet bule-bule di sana, sedangkan hati dan pikirannya masih nyangkut di Wileen," sahut Jofan.
"Astaga! si Wileen model sekaligus Author novel terkenal, itu?" tanya Dion.
"Hmmm, siapa lagi kalau bukan dia," jawab Jofan.
"Sudah-sudah! kalian menyuruhku kesini apa hanya untuk ghibahin aku secara langsung?" sahut Albern, semua teman-temanya pun tertawa karena baru sadar ada Albern yang memperhatikan mereka bertiga.
"Eh, tunggu dulu! bukanlah si Wileen pacarnya Sain, ya?" tanya Bian.
"Mereka sudah putus lama, hanya saja si Sain mepetin si Wileen terus menerus. Gua saja sampai enek liatin dia yang selalu ada di setiap event si Wileen," ucap Jofan.
"Elo sih, Al! kalau elo nggak pergi, pasti si Sain gak akan dapat peluang untuk mepetin Wileen. Kalau cinta perjuangin, jangan malah di ghostingin, Al," omel Dion.
"Udah, bisa diem gak sih kalian semua?" sahut Albern.
"Sumpah, Al! kisah percintaanmu kalau di bikin novel bakalan laku keras," ucap Dion belum juga ingin diam.
Albern memutar kedua bola matanya karena merasa jengah mendengar mulut sahabat-sahabatnya yang terlalu bawel.
"Udah, bawelnya?"
"Aku nggak bawel, mblo! justru aku peduli dengan nasib sahabatku yang betah ngejomblo hanya gara-gara gagal move on pada satu wanita," jawab Dion.
"Peduli? peduli lindungi maksud elo? udah punya gua. Kan sebelum ke Indonesia, gua sudah instal aplikasinya di playstore," ucap Albern, ngeles.
Jofan dan Dion mendengus kesal, karena sahabatnya yang satu ini selalu ngeles jika membahas soal Wileen.
"Lagian, ya! asal elo tahu bahwa cinta itu harus diperjuangkan, mblo. Kalau sudah menyangkut masalah hati dan perasaan susah ngobatinya. contoh nyata seperti kamu, udah parah banget penyakit percintaanmu," ucap Bian tak kalah heboh.
"Tahu apa kamu soal cinta? apa bedanya kamu sama aku? jomblo teriak jomblo."
"Sorry! status gue emang jomblo di depan public, tetapi gua punya gebetan di real life," jawab Bian membela diri.
"Sudah-sudah, duduk, Al! kamu mau minum dan makan apa? jangan bilang makan hati, soalnya di cafe ini gak ada menu hati," ledek Dion.
"Kalian kalau tidak bisa diam, gue beneran balik lagi ke apartemen," tegurnya.
Sungguh menyebalkan, ketiga temanku kompak mengolok-olok status jombloku. Kalau tahu akan seperti ini, lebih baik rebahan di apartemen akan jauh lebih baik.
Setiap orang mempunyai kisah masa lalu, begitupun denganku. Semakin lama kita menjalin hubungan dengan seseorang, maka semakin banyak kenangan-kenangan yang tidak semudah itu bisa dilupakan. Terlebih orang itu adalah sahabat kita sendiri. Orang yang pernah berbagi baik suka maupun duka.
Kita tidak akan pernah lepas dari sesuatu hal, jika kita sendiri tidak ingin melepasnya dan itu aku tahu. Meskipun dalam diam cinta ini tidak pudar untuknya.
"Wah, panjang umur nih! baru juga kita bicarakan, asisten Wileen menghubungiku," ucap Jofan, mengalihkan fokusku.
Tentu aku penasaran, ada hal apa sehingga asisten Wileen menghubunginya. Bahkan mendengar namanya saja, membuatku penasaran, apa lagi untuk melakukannya di dalam hidupku.
"Al, menurut info dari asistenya si Wileen, katanya si Wileen ingin berkenalan denganmu."
Seketika minuman yang baru saja kureguk, kusemburkan lagi ke luar sanking kagetnya hingga mengenai kaos Dion.
"Mau apa dia ingin berkenalan denganku?"
"Dia menyukai hasil karyamu, kata asistenya, photo-photonya terlihat bagus dan dia ingin kamu menjadi photographer pelanggannya," ujar Jofan.
Lagi-lagi ucapan Jofan membuatku tersentak, bagaimana mungkin aku menjadi photographer pelanggannya. Bahkan sampai saat ini aku masih sembunyi-sembunyi darinya.
"Al, gimana? mau, gak?"
"Tolak saja! gua belum siap," ujarku.
"Yah, terus gua harus ngomong gimana, dong?" tanya Jofan.
"Bilang saja jadwalku masih padat, belum ada waktu kalau untuk menjadi photographer pelanggannya."
"Yaelah, kan tidak tiap hari, Al! alasanmu gak masuk akal banget."
"Terus menurutmu aku mesti bagaimana? menerima dan semakin nyesek di hati setiap kali berada di dekatnya. Apa lagi Wileen pasti mengenalku seandainya kami keseringan ketemu, bukan?"
"Nyamar, Al," saran dari Dion.
"Mau menyamar dalam bentuk apapun, dia pasti mengenalku. Kami bukan berteman satu dua tahun, tetapi kami sudah berteman sejak kecil, pasti Wileen mengenalku apa lagi suaraku."
"Kamu kan bisa pura-pura bisu, udah lah terima saja, lumayan kalau kangen bisa sering ketemu," sahut Bian.
"Bener kata Bian, terima saja Al," timpal Dion lagi.
"Diam semua, aku sudah menyetujuinya dan artinya siap gak siap kamu harus datang setiap kali Wileen membutuhkan jasamu dan aku sudah mengirim nomor teleponmu kepadanya," ucap Jofan lancang.
"Wah gila, lo emang teman sialan, Jo," ucapku, dan ketiga temanku malah semakin menertawakanku.
Entahlah, apa yang harus ku lakukan dengan tindakan gegabah teman-temanku, sehingga membuatku terjebak dalam situasi yang seharusnya aku hindari. Bagaimana caraku menghadapi Wileen, sungguh aku belum siap dengan semua ini.
"Nggak usah bingung, Al! justru ini kesempatan elo untuk mendekatkan kembali diri elo pada Wileen. Ingat tulisan elo sendiri di buku harian elo, bahwa kita tidak akan tahu akhir kisah cinta seseorang," ucap Jofan.
"Sialan elo, Fan! elo baca buku harian gue?" protesku.
"Gak sengaja sedikit dan hanya itu doang yang ku baca," jawabnya cengengesan.
"Sialan, lo! itu privasi gua," ucapku masih tidak terima.
"Sudah lah, lagian lo tuh cowok, ngapain nulis beban hidup di buku harian? makanya kalau cinta tuh, ungkapin langsung ke orangnya, bukan malah terus-terusan menghindar," timpalnya.
"Happy birthday to you,,,happy birthday to you,,,happy birthday to you, Albern,,,happy birthday to you."
"Happy birthday, bro! udah, nggak usah galau lagi. Semoga kedepanya ello makin sukses dalam karir dan juga percintaan," ucap Dion yang tiba-tiba menghilang dan ternyata memberi kejutan ulang tahun untukku.
Disusul kedua temanku yang lain yaitu Jofan dan Bian tak kalah, juga mengucapkan ucapan selamat serta doa untukku.
Aku pun tidak menyangka, setelah sedari tadi mereka membuatku kesal. Ternyata mereka memang merencanakan untuk membuat pesta kejutan ulang tahun untukku.
Aku senang karena mereka adalah sahabat-sahabatku yang ternyata masih mengingat hari lahirku. Andaikan waktu bisa ku putar kembali, satu sahabat wanita yang selalu ada di momen seperti ini adalah Wileen. Entah kenapa, lagi-lagi moment ini mengingatkanku pada lima tahun yang lalu.
Seorang wanita cantik menatap kue ulang tahun dengan pandangan kosong. Hal ini selalu ia lakukan selama lima tahun berturut-turut di bulan dan tanggal yang sama. Satu harapan serta doa yang sama, selalu dia panjatkan kepada Tuhan. Wileen, wanita satu ini yang tidak pernah melupakan sosok sahabat terbaiknya selama ini. Bahkan dia selalu mengingat hari kelahiran Albern dan selalu merayakan sendiri dalam sepi tanpa ada sosok Albern di sampingnya.
"Happy birthday to you, Al! wish you all the best, doa terbaik selalu aku panjatkan kepada Tuhan untukmu. Semoga Tuhan mengabulkan doa dan juga harapanku untuk membawamu kembali disampingku. Aku kangen kamu, kamu dimana? kenapa kamu menghilang? bukankah kita sudah berjanji akan selalu bersama baik di saat suka maupun duka. Kamu kemana, Al? bahkan aku tidak tahu kamu masih hidup atau sudah tiada."
Flashback on
"Selamat ulang tahun,,, selamat ulang tahun,,, selamat ulang tahun Albern,,, selamat ulang tahun."
"Ayo, Al! Make a wish, keinginan apa yang kamu inginkan saat ini." ucap Wileen.
Albern memejamkan mata sambil memanjatkan doa dan harapan yang diketahuinya sendiri. Karena doa dan harapan Albern dari dulu tetaplah sama, yaitu semoga di bukakan hati Wileen untuknya. Karena Albern sangat mencintai dan menyayangi Wileen lebih dari rasa sayang dan cintanya sebagai sahabat.
"Doa dan harapanku tetap sama, Tuhan! aku berharap selalu bersama Wileen, hingga maut memisahkan kami. Bisakah kami keluar dari zona persahabatan menjadi sepasang kekasih, Tuhan?" ucap Albern dalam hati.
"Serius banget sih? boleh tahu, apa doa dan harapanmu?" tanya Wileen.
"Rahasia antara aku dan Tuhan," jawab Albern sembari jari telunjuknya menoel puncak hidung Wileen.
"Pelit banget sih, sejak kapan kamu main rahasia-rahasiaan sama aku?" protesnya.
"Nanti saja, jika Tuhan mengabulkan doa dan harapanku, maka kamulah orang pertama yang akan mengetahuinya."
"Sungguh?"
"Ya, sekarang kita potong kuenya dulu, ya? aku pengennya kamu yang motongin dan suapan pertama kamu suapin ke aku lalu giliran aku nyuapin kamu."
"Duh, kok kita persis orang pacaran gini, sih? tapi nggak papa sih, karena kamu kan sahabat rasa pacar," ucap Wileen membuat Albern salah tingkah.
Mereka berdua pun akhirnya saling suap menyuap, satu piring dan satu sendok untuk berdua. Apapun yang mereka berdua lakukan seperti sepasang kekasih yang sangat romantis. Mungkin orang-orang di luaran sana mengira mereka adalah sepasang kekasih.
Flashback off
Wileen menangis melihat lilin yang masih menyala, berharap Albern ada di sisinya untuk meniupnya. Namun harapan hanya sekedar harapan dan kenyataan harapan itu lagi-lagi mengecewakan. Wileen akhirnya meniup sendiri lilin di atas kue yang berbentuk angka 26.
Air mata masih saja menetes tiada henti, bahkan dia sendiri yang akan menghabiskan kue di depanya tanpa ingin membaginya dengan orang lain. Itu semua dia lakukan setiap tahunnya di bulan dan hari yang sama.
Bahkan orang tua Wileen beserta asisten rumah tangga sampai hafal, di bulan dan tanggal yang sama, maka Wileen akan bertingkah aneh. Dia akan mengurung dirinya di kamar hingga pergantian tanggal. Bahkan dia mewanti-wanti siapapun tidak boleh mengganggunya pada bulan dan tanggal tersebut.
Wileen selalu menyendiri mengenang masa masa bahagianya bersama Albern. Kadang dia tersenyum bahkan tertawa ketika mengingat sikap jahil dan konyol yang dilakukan Albern. Namun selalu berakhir dengan tangis dan kesedihan ketika ternyata semua itu hanyalah secuil kenangan.
Orang tua Wileen sangat mencemaskan sikap aneh putri bungsunya. Bahkan Orang tua Wileen sempat pernah berniat membawa Wileen ke psikolog, karena takut Wileen kenapa-napa.
Wileen masih termenung membayangkan perubahan Albern semenjak dirinya jadian dengan Sain. Wileen akui bahwa dirinya sempat melupakan Albern. Waktu yang sebelumnya dia habiskan bersama Albern, telah berkurang semenjak Wileen jadian dengan Sain.
Meskipun Albern selalu bersikap biasa seolah dia fine-fine saja. Namun Wileen sejatinya merasa ada yang berbeda dari sikap Albern.
Satu dua bulan Wileen dan Sain berpacaran, Albern nampak biasa-biasa saja. Namun setelahnya, sahabatnya itu menghilang tanpa pamit apa lagi kabar. Semenjak saat itu, Albern menghilang bagai di telan bumi.
Wileen merasa sangat kehilangan, meskipun masih ada Sain di dekatnya. Tetapi Sain bukanlah Albern, mereka berdua berbeda dan Wileen akui Albern lebih bisa membuatnya merasa nyaman.
Selama ini Wileen bersama Albern selalu menjadi dirinya sendiri. Tiada kata menjaga image, tiada kata harus bersikap dan berpenampilan sempurna. Karena bersama Albern, Wileen mampu menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Berbeda dengan saat Wileen bersama Sain yang selalu berpenampilan sempurna. Jujur, Wileen merasa kurang nyaman jika harus menyamakan gaya hidup Sain yang dibilang terlalu mewah.
Dua tahun Wileen mencoba menjalani hubungan bersama Sain. Namun di tahun terakhir, akhirnya hubungan mereka kandas karena Wileen tidak kuat lagi mengikuti gaya hidup sain. Wileen langsung mengakhiri hubungannya dengan Sain. Awalnya Sain menolak, namun Wileen tetap bersikukuh ingin berpisah.
Siapa sangka, hingga saat ini Sain selalu mengikuti kemanapun Wileen berada. Sain berusaha selalu ada untuk Wileen, dengan harapan Wileen akan kembali kepadanya. Bahkan di mata public, banyak para fans mengira mereka balikan atau biasa dibilang cinta lama bersemi kembali. Bahkan ada juga yang mengira mereka sengaja backstreet.
Sebenarnya Wileen sangat risih jika Sain selalu mengikutinya. Bahkan wileen selalu mengatakan di depan public bahwa statusnya sekarang adalah jomblo. Namun percuma saja, karena Sain selalu membuat public beranggapan mereka sengaja tidak mempublikasikan hubungan.
Lelah, tentu saja Wileen sangat lelah dengan semua ini. Wileen sangat membutuhkan Albern di sisinya. Karena hanya dialah yang Wileen butuhkan selama ini.
Wileen rindu menjadi dirinya yang dulu, Wileen rindu akan semua kenangan nya bersama Albern. Hingga seluruh isi kamar Wileen tiada hal selain tentang Albern.
Kado-kado pemberian Albern tetap tersimpan rapi di lemari khusus. Bahkan Wileen sudah menyerupai seorang fans fanatik Albern. Bahkan photo-photo sewaktu mereka SMA masih berjejer rapi di dinding kamarnya.
Bagaimana Wileen bisa melupakan Albern, jika seisi kamarnya dipenuhi hal-hal tentang Albern. Tanpa dia sadari selama ini, sejatinya Wileen juga mencintai Albern. Namun Wileen selalu menyangkalnya, setiap rasa itu datang. Karena baik Wileen maupun Albern sempat berjanji jangan ada cinta di antara persahabatan mereka. Namun kembali lagi pada, jodoh seseorang tiada yang tahu.
Mereka berdua merasakan cinta yang sama, namun baik Wileen maupun Albern tidak pernah mengetahui perasaan masing-masing. Karena mereka terikat dengan ucapan mereka sendiri.
"Jangan ada cinta di antara persahabatan."
Kata-kata itulah yang selalu membuat mereka enggan untuk maju dan akhirnya memilih untuk mundur. Karena baik Wileen maupun Albern, tidak ingin persahabatan mereka hancur hanya karena cinta.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!