NovelToon NovelToon

The Monster

Pindah tugas

Nama Gamaliela dalam kartu tanda pengenal dalam klip plastik yang tergantung dari pita biru terdapat juga wajah perempuan cantik dengan rambut sebahu, atau biasa di sebut tanda pengenal milik seorang berjenis perempuan itu tergantung di sebelah cermin dalam loker yang terbuka dan saat yang sama perempuan rambut sebahu dan wajahnya mirip dengan foto tanda pengenal itu tertoleh kepalanya ke samping, ia di panggil seorang perempuan juga dengan rambut di cepol dan pakaian perawat batik motif akar pohon, Perempuan yang di panggil tadi tanpa basa basi meraih tanda pengenal yang ternyata memang miliknya.

"Gamaliela di panggil bu ayu sekarang."

"Iya."

Berjalan cepat keluar ruang ganti sekaligus menutup pintu kamar jaga perawat dan juga kamar mes untuk perawat baru.

Langkah Liel memelan saat sudah sampai didepan ruangan Bu ayu.

"Jangan gugup..." ajak dirinya untuk tenang.

Suara pintu di ketuk dari luar.

Wanita tua dengan kaca mata bertengger di atas hidungnya dan rambut yang hampir pudar hitamnya. Cepolan nya pun masih terlihat rapi, karena masih pagi.

"Masuk." Ucap seorang wanita tua itu dan yang masuk setelah di persilakan adalah Liel.

Liel melangkah mendekat setelah di beri izin masuk.

Wanita tua tadi menatap Liel dengan tatapan tajam seperti biasa. Name tag di dada pakaian batiknya sedikit berkilau.

Ayu Anggrani.

Bu Ayu memberi isyarat tangan yang diarahkan ke kursi didepan meja kerjanya dan tak lupa sedikit tersenyum.

Liel duduk dan Bu Ayu juga duduk. Bu ayu mengambil beberapa map sambil melirik Liel dan mulai mengatakan.

"Bu Ayu manggil kamu untuk minta kamu pindah tugas, sebenarnya ini gak bisa di paksakan tapi, ini situasi yang darurat."

Liel mengangkat wajahnya menatap Bu ayu.

"Ya, Liel maaf sebelumnya setelah rapat dewan rumah sakit dan pertimbangan juga saya dan yang lainnya, Bu Maria meminta kamu di pindahkan ke puskesmas Anpasar. Awalnya ada dua puluh calon tapi, semua mundur karena kejadian sebelumnya. Sebenarnya sudah lebih dari setahun kejadian itu berlalu itu hanya mereka yang ceroboh, saya membukanya semua di hadapan kamu sekarang takut kamu kaget."

Setelah bercerita panjang lebar Liel menatap kasihan Bu ayu.

"Saya terima tugasnya bu."

Bu ayu tak enak hati mendekat dan memeluk Liel yang juga langsung berdiri menyambutnya. Setelah berpelukan saling menatap dengan tatapan keduanya berbeda walau pun sama-sama ada kesedihan di sana tapi, ada tatapan lainnya disana.

"Alangkah baiknya kamu tidak menerimanya tapi, jika ini tidak kamu terima memang saya yang harus pergi dari sini, karena dari awal Rumah sakit ini berdiri sampai sekarang ada hubungan yang memang harus di jalan kan sampai sekarang, kerja sama."

Liel mengerti dan tak akan memasang eskpresi yang bingung sedih ataupun tak mengerti.

"Iyaa bu saya gak masalah, walaupun harus beda dari harapan saya tempat kerja impian, saya gak papa."

Bu ayu tak bisa tak kecewa ataupun sedih, masalahnya tempat bahaya itu harus anak baik ini yang kesana dia belum menikah dan dia pasti mau melakukan hal menyenangkan disini tapi, Bu Maria pemilik sekaligus pimpinan disini menginginkan kinerja Liel ikut berperan di sana, di pindahkan ke Anpasar, di puskesmas.

"Makasih ya, dan ini semua halnya yang perlu..."

***

Liel menerima berkas uang upah dan juga tiket pesawat. Pulang dari rumah sakit Liel langsung ke bandara dan saat di ruang tunggu ini lah Liel menatap tak percaya, pandangannya mengarah keluar kaca dimana ia duduk dekat jendela kaca besar lantai tiga bandara.

Apa ini akan baik-baik aja. Pertanyaan dalam batinnya sebenarnya, Liel ragu tapi, nyaman.

Perasaan tidak nyaman apa ini. Tiba-tiba ada perasaan itu melihat salah satu pesawat datang dan terparkir.

Liel memang bukan anak dari keluarga biasa. Setelah ada libur ia pulang ke apartemen dimana sudah ia sewa agar tak pulang kerumah orang tuanya.

Harusnya ia diantarkan ke bandara tapi, Liel tak mengizinkan keluarganya dan tak mau ada hal sedih lagi pula ini hanya pekerjaan keluar kota.

Liel dengan mandirinya harus bisa sekarang.

Asik bicara dalam hati dan menghayal dengan imajinasinya.

Tiba-tiba terdengar suara pengeras di bandara jika pesawat yang akan lepas landas memiliki tujuan bandara Sidia dan kota Sidia.

Segera Liel bergegas mengikuti penumpang lainnya yang hanya sedikit yang pergi ke kota itu.

Mungkin memang kota yang tak terlalu banyak peminatnya.

Liel duduk di kursi sesuai dengan nomor kursi di tiket nya duduk dengan tenang dan menunggu sampai pesawat lepas landas.

Membuka buku novel tentang Sisi gelap penguasa Anpazarale.

Ia baru membaca sebentar dan mungkin akan menikmatinya di perjalanan ini.

Seseorang dengan mata menatap keluar jendela pesawat, duduk tepat di kursi sebrang Liel menatap dengan tatapan mata merahnya.

"Debaran ini dan bau harumnya, Aku menemukanmu."

Penerbangan yang singkat dan berakhir Liel di bandara Sidia.

Sampai di bandara Sidia, berjalan keluar pesawat menyeret koper dan tas yang ia bawa tak jauh dari sana tangga mengarah ke atas.

Liel berjalan kesulitan sendiri dengan barangnya sampai akhirnya keluar dan menunggu di parkiran depan lobi.

Sebuah motor dan wanita pengendaranya mendekati Liel.

"Lama ya.. tante?"

"Enggak tan aku juga barusan sampe." Liel membantu tante menaikan semua barangnya ke atas motornya dan berangkat pergi dari bandara.

Setelah menjauhnya Liel dari sana.

Seseorang melirik menatapnya dari kaca mata hitamnya.

"Jalan pak." Katanya dan sopir taksi bandara itu langsung melajukan mobilnya pergi.

Liel yang duduk diatas motor yang bergerak terus memasuki alun-alun kota Sidia.

Liel tak tahu ini perasaan apa tapi, saat masuk ke wilayah alun-alun, rasanya tak nyaman dan gugup sekali.

"Liel kamu yang dulu sama sekarang udah beda ya, tante hampir pangling lo."

"Healah Tante nih apa lah, yo gak juga lah sama aja Liel tu."

Tante Aminah terkekeh.

"Terakhir kamu ke Anpasar kan Sma dan sekarang ke Anpasar lagi buat tugas di puskesmas. Tante saranin aja kmu kudu dengerin baik-baik apa yang nenek mu nasehatin, ya."

"Iyaa tante, Liel paham."

Tante Aminah tiba-tiba menyinggung masalah orang kesehatan yang pindah ke Anpasar dengan masalah yang di hadapi, sampai harus pulang nyawanya saja.

"Itu kenapa?"

"Mereka orang pendatang dan gak boleh sembarangan di tempat asing makanya tante bilangin kamu."

Liel mengangguk.

Menyeramkan semuanya tak ada cerita baiknya raut wajah Liel yang tadinya sedih karena pindah tugas berubah ceria saat sudah sampai bandara tapi, Tante nya malah menceritakan kejadian yang amat sangat Liel gak suka.

"Kalo masuk hutan Anpasar dan sendiri usahain jangan pernah berhenti."

"Kamu baru pindah sehari tapi, bau harumnya gak bisa di tutupi."

Harum apa?

Desa Anpasar

Setelah sampai di desa Anpasar dari perjalanan jauh, yang melewati kota Sidia dulu sebelum ke desanya Anpasar.

Liel banyak dengar semua cerita yang Tante Aminah bilang juga memperkenalkan pak De yang menjaga pos depan gapura masuk yang bertuliskan selamat datang di desa Anpasar.

"Puskesmasnya itu di luar Desa, kamu tahu tempat ini trus tadi sebelum kita belok kanan itu ada di belokan ke kiri deket sama restoran padang yang gede, itu paling besar di Kota Sidia," jelas Tante.

Liel menganggukkan kepalanya paham dan beralih menatap sekitar.

Saat menikmati udara hutan yang asri dan dingin saat itulah Liel melihat dua orang berjalan bersamaan firasat Liel bilang mereka bahaya dan jangan menoleh saat melewatinya saat itu Tante juga mengatakannya.

"Jangan noleh."

Melewati dua orang dengan tubuh tinggi dan wajah sangat tampan dari belakang sudah terlihat.

Tak lama sampai di didepan halaman rumah nenek dan saat itu pula tante Aminah bilang.

"Bagus... kamu, gak noleh mereka bukan manusia mereka itu dua orang yang mati penasaran karena gak matuhin larangan di Hutan Anpasar."

" Kenapa bisa sampe..."

"Mereka itu penasaran dan berbuat sembarangan mereka juga mengotori tempat yang buat salah satu penunggu hutan gak suka, mistis magis bahkan aura gaibnya hutan Anpasar itu sangat kental."

"Tapi, itu hantu gimana bisa aku liat hantu tan, sebelumnya dan tante? Tante juga liat kan?"

Tante Aminah mengangguk.

"Hem.. sekarang kamu harus terbiasa ya kamu itu spesial, disini sarangnya."

Sarangnya? Apa maksud Tante? Liel tak bisa berpikir maksudnya apa otaknya tak paham spesialnya dimana?

****

Tante dan Liel akhirnya sampai di rumah Nenek, langsung bergegas masuk, membawa barang-barang Liel .

Nenek yang duduk di teras di kursi kayu panjang anyaman rotan itu menatap kedepan menyingkirkan peras di dalam tampah yang sedang beliau bersihkan.

Berdiri menyambut kedatangan Liel, yang sudah ia tunggu.

Rona wajah Nenek semangat dan ceria saat Liel masuk ke halaman tapi, berubah saat Liel dan Tante nya sibuk bicara.

Liel tak sadar tapi, Tante melihat isyarat Nenek untuk membawa Liel masuk.

Tante pun mengajak nya masuk dan Liel langsung bersalaman dengan Nenek mencium tangan dan Nenek memilih menarik cepat cucunya kedalam pelukannya.

"Jangan sungkan ini, sama aja rumah kamu ya ndok."

Liel hanya angguk-anggkkan kepala dan menatap Tante yang malah melempar senyuman manis.

Mereka bertiga masuk.

"Nenek mau kebelakang, Aminah ayo bantu ibu... Liel istirahat disini jangan malu yaa, mau ke belakang kebelakang aja."

Liel tersenyum manis.

Rasanya lama gak datang ke tempat nenek, nenek sampai ngerasa kalo Liel asing.

Tapi, sebenernya Liel emang ngerasa kalo ia kaku disini gak bisa seenaknya, belum terbiasa.

Liel menunggu.

Sampai tante Aminah dan Nenek Fatimah mengajak Liel duduk bersama di ruang tengah beralaskan tikar diatas lantai semen yang warnanya gelap hijau atau biru sedikit mengkilat ini lantai semen halus dan mulai pecah besar di beberapa tempatnya.

Tadinya Liel duduk di kursi anyaman rotan lalu pindah diatas tikar yang baru di gelar Tante.

Liel duduk dengan nyaman nya dan Nenek dengan Tante Aminah menyiapkan camilan dan minum didepan Liel, seperti tamu dan di manjakan rasanya.

Liel duduk dekat jendela mengarah ke pekarangan samping rumah dimana tetangga dan tempat nenek melakukan aktivitasnya pemandangan halaman tetangga di desa Anpasar semua tempat yang masih asri dan alami dengan latar tanah itu.

Nenek juga menanam beberapa bunga dan tanaman hias tanpa bunga dekat dengan pagar bambu yang pendek mengelilingi halaman rumah.

Ada jemuran pakaian nenek yang sudah tidak ada pakaian nya di jemur.

Hari semakin sore Liel juga merasa akan segera gelap.

Nenek dan tante datang mengelar senampan gorengan dan minuman teh hangat juga ada air putih di teko pelastik dengan empat gelas kaca. sederhana sambil menikmati dan mengobrol.

"Ndok.. Nenek mau kasih kamu nasehat dan inget semuanya dengan baik ya." Wanti-wanti nenek sebelum Liel mengabaikan nasehatnya.

Liel tidak akan mengabaikan nya kalo itu sangat penting kecuali, penyakit lupa datang.

Kata Nenek nasehat ini penting setidaknya Liel harus dengan benar mendengarkan jangan sampai lupa ulanginya dalam benaknya.

Tentang peraturan desa setelah mata hari terbit dan ketika melewati hutan Anpasar. Ya ampun banyak sekali dulu, waktu Liel kecil tak sebanyak ini.

Liel hanya bisa mendengarkan dengan baik tanpa melewatkan beberapa kalimat atau kata.

"Dan sekarang kamu harus biasakan tidur sudah berwudhu dari luar harus cuci kaki tangan dulu. Dan pas kamu datang bilang bilang nenek biar nenek juga jagain kamu, nenek gak mau kamu kena musibah di hari spesial perempuan tiap bulan."

Liel mengangguk paham.

Tante aminah yang ikut mendengarkan sampai selesai semuanya bahkan hampir terdengar suara orang mengaji di mushola dekat rumah.

"Bu aminah pamit ya, Mas Rendra sendiri sama Agung kasihan."

"Oh iyaa Kamu juga hati-hati baca doa sebelum dan sesudah."

Tante mengangguk dan segera pamit pergi.

Tinggal nenek dan Liel di rumah ini. Nenek juga langsung membereskan barang tampah beras didepan di taruh diatas meja rotan dan menutup rapat jendela dan pintu depan belakang juga mematikan air sanyu yang masih menyala dan sudah penuh.

Liel menatap neneknya.

"Nduk mandi trus sembahyang ya." Liel patuh tanpa kata lagi.

Ia bangun dan membuka kopernya mencari peralatan mandi dan bergegas untuk membersihkan diri.

Setelah segar wangi bersih tak lupa Liel juga melakukan sembahyang yang nenek minta.

"Jamaah ya." Liel mengangguk mengikuti neneknya.

Saat yang sama didepan rumah seorang lelaki dengan paras tampannya mengawasi dengan ketat.

"Tidak salah pilih, jaman berbeda dan ini sangat menyenangkan, Alezarya."

Lelaki itu berbalik pergi berjalan menjauh dan hilang dengan halus, kemana? Tidak tahu.

Nenek mengaji dan Liel lanjut mengerjakan tugas yang belum selesai mengisi data diri dengan pena dan mendapat pesan Bu ayu. Liel juga makan malam di samping nenek yang mengaji. Tv masih mati dan hanya ada suara nenek mengaji dalam rumah.

"Di desa ini ada laki-laki ganteng banget namanya Azzure, kepanjangannya lupa nenek."

Tiba-tiba setelah terdengar nenek menyelesaikan ngaji dan menutupnya.

Nenek membicarakan orang lain.

"Lalu apa nek?"

"Dia masih sendiri katanya ada yang bilang dia duda ada yang bilang juga di perjaka."

" Nenek kurang tahu sih tapi, dia katanya kerja jadi dokter paling di percaya di puskesmas namanya populer ndok."

"Yaa kalo populer kenapa nek?" Liel semakin gemas.

"Deketin gih... Lumayan memperbaiki keturunan ibu kamu juga ketemu ayah kamu kan gara-gara nenek dorong-dorong terus supaya deket sama ayah kamu."

Liel tepuk jidat.

"Kerja Nek, itu lebih menyenangkan, jaman sekarang omongan laki-laki susah di percaya kalo dia gak berani ngomong tegas ke ayah apa lagi baru denger deheman ayah aja lari kocar-kacir."

Nenek menatap Cucu nya polos.

"Ayah kamu gitu?"

Liel meringis.

"Iyaa.."

"Telpon ibu kamu nenek mau ngomong."

Liel tebak ini pasti akan jadi debat yang panjang di selingi candaan.

Sudahlah pikirkan saja Liel besok kamu akan masuk ke Puskesmas yang katanya menyeramkan dan horor.

Namaku Azzure

Liel barusan saja masuk dan bertemu langsung dengan Bu ratna lalu bertemu Rini saat pertama kali datang ke pendaftaran pasien puskes dan sekarang jadi teman dekat dan bertemu Aini saat sedang mengantar berkas untuk dokter yang bertugas hari ini.

Liel tak akan banyak mencari teman yang penting kerja dulu di sini.

Liel yang awal datang kebingungan sekarang setelah di bantu Aini kadang Rini juga sudah hampir paham beberapa hal penting dan utama dulu.

Bu Ratna yang bertanggung jawab sebagai pembina juga ketua perawat di Puskesmas itu membantu Liel tanpa di marahi atau omel, ternyata baik-baik saja bekerja di puskesmas ini.

Lalu apa yang Bu Ayu maksud kemarin ya.

Ternyata Puskesmas ini juga memiliki tiga lantai bertingkat, dua gedung baru sudah di pakai dan satu gedung masih setengah jadi dan di jadikan tempat menyimpan alat kesehatan atau alat medis sederhana yang penting dan wajib puskesmas dua puluh empat jam punya.

Liel baru saja membantu pembukuan dan pendaftaran juga menghafal setiap dokter yang bertugas dengan jadwalnya masing-masing di setiap harinya agar tidak mengecewakan pasien saat ada dokter yang tak masuk karena berhalangan atau sedang keluar puskesmas karena urusan mendadak juga petugas wakil lainnya.

Tak terasa hari berlalu begitu cepat.

Sudah waktu nya pulang ya, tak terasa warna jingga di langit sudah disana menggantikan biru cerah pagi tadi.

"Gimana hari pertamanya.. nyaman kan, Nanti sampe beberapa bulan biasanya, aku juga gitu, pulang sore terus." Kata Aini menjelaskan. Sambil ketiganya berjalan keluar puskesmas dan mendatangi kendaraan mereka masing masing ada di parkiran depan dekat pagar yang membatasi motor-motor dengan trotoar.

Rini menganggukinya. Memandang wajah Liel yang paham.

"Sekarang kita berdua lagi tugas pagi sampe sore, buat... gantiin sifnya yang senior nikah sama yang cuti melahirkan dan yang shif malem cowok biasanya jam segini baru pada datengan." Kata Aini lagi sambil menoleh kesana kemari tapi, Liel yang justru menangkap pemandangan dua laki-laki yang baru saja datang dengan motor metic nya.

"O.. gitu." Liel mengerti.

"Kamu mau pulang sama temen kamu yang tadi pagi nganterin?" Tanya Aini.

"Atau bareng Aku aja tapi, ntar jalan kaki lagi kamu." Tawar Rini

"Ojek ajalah." Kata Liel menyahut ucapan Rini.

Rini mengangguk saja toh tak sejalan juga arah rumahnya, masalahnya.

"Makasih ya, tuh ojek."

Rini dan Aini mengangguk dan membalas lambaian tangan Liel.

Liel naik dan memakai helem lalu Rini dan Aini juga melakukan hal yang sama menaiki motornya masing-masing.

Dalam puskesmas dua laki-laki yang baru datang dan melepas jaketnya menggantikan tempat Aini dan Rini lalu Azzure yang masuk lagi ke pekarangan Puskesmas dengan mobilnya.

Azzure yang di ceritakan nenek.

Azzure yang terlihat tak asing.

...****************...

Sampai kang ojek didepan gapura dan Liel turun.

"Maaf ya neng bapak gak bisa kedalem sana ini udah sore bapak juga masih harus muter jauh."

"Iyaa pak gak masalah, saya jalan kaki bisa."

"Ini pak."

Kang ojek tadi berputar berbalik pergi menjauh sampai tak terlihat.

Liel mulai masuk gapura melihat ada Motor Pak de didepan pos dan kopi susu hangatnya jelas masih Liel lihat ada kepulan asapnya.

Kemana Pak De ya?

"Aduh mana koslet lagi nih kabel." Kesal Pak De di belakang rumahnya. Tepat di belakang pos jaga adalah rumah sederhana Pak De satu lahan besar milik Pak De dan keluarga hanya keturunan Pak De yang bisa tinggal di situ, kata Tante Aminah sih.

Pak De tidak tahu kalo Liel melewati pos berjalan kaki memasuki hutan di sore hari hampir magrib itu, apa lagi agak terlihat suram langit sore ini, tiba-tiba.

Jika tahu Liel berjalan kaki Pak De langsung menawarkan tumpangan gratisnya.

Sambil berjalan cepat karena akan hujan juga.

Tiba-tiba suara hujan membentur dedaunan di pohon-pohon yang terlihat sangat rapat dan secara bersamaan panik Liel berlari menghindar tapi, hujan lebih cepat sampai ke Liel.

Tak ingat nasehat neneknya Liel meneduh di gubuk reot yang di pinggir hutan juga tercium bau kayu busuk.

Sendirian, menunggu hujan reda. Mendengar suara burung jangkrik bahkan kodok.

Ya ampun, Liel benar-benar punya penyakit Lupa!

Liel harus pergi dari sini tapi, Hujan ini harus Liel hindari.

Liel ragu-ragu untuk melangkah cepat di bawah hujan.

Dalam hati Liel terus berdoa sampai terasa bulu kuduk Liel meremang ini apasih rasanya dingin.

Suara sepatu berjalan diatas aspal dan suara dedaunan kering terinjak tak lupa genangan air yang terdengar seperti terinjak.

Liel tak akan menoleh karena suara itu ia berusaha tenang, pokoknya harus tenang.

"Liel..."

"Liel..."

Suara panggilannya terdengar serak dan seram.

 Sosok hitam besar berdiri di belakangnya dengan suara mirip nenek tapi, tak mungkin itu nenek dan memanggil-manggil Liel.

"Liel.."

Menoleh cepat seketika tak ada siapapun walaupun menoleh. Itu adalah panggilan kesekian kalinya.

 Liel geram ia lupa lagi kalo menoleh gak boleh kalo cuman kepalanya.

Tenang Liel... katanya dalam hati.

Liel lupa apa yang neneknya bilang untuk tidak berhenti di tengah hutan, atau menoleh kebelakang tidak sebadannya.

Sudah dua peraturan, sekarang tak boleh lengah lagi.

Semakin merinding.

Liel tak mau menoleh lagi ini rasanya takut.

"Jangan jangan noleh..."

"Grrrrr."

Liel nekat menoleh sebadan dan yang ia lihat sosok hitam besar saat melihat wajahnya reflek berteriak.

Berteriak sekuat tenaga, sesuatu hitam besar menyeramkan bersayap hitam berbulu itu menyergapnya.

Tarikan tangan yang cepat mencengkaram lengan atas Liel. Menghindari sergapan membuatnya sadar seketika, dan seperti terbangun dari tidurnya, di tempatnya sekarang sosok hitam menyeramkan dan seseorang yang bingung sudah berapa kali ia disana menyernag dan di lawan, Liel sendiri diam ketakutan kaku menonton, dan karena takut nya sendiri tak bisa bergerak dari tempatnya.

Liel kaget melihatnya di tebas dengan cairan aneh bertebaran seperti semprotan, bau amis juga bangkai menyengat, orang itu menoleh menghampiri Liel orang.

"Kenapa kau tidak pergi?"

"Hah." Pingsan.

Sadar, perlahan-lahan menyesuaikan cahaya lampu di ruangan itu matanya menyipit perlahan melebar, pendengaran juga sedikit di tajamkan.

Neneknya menatap Liel dengan sedih dan orang lain didepan neneknya.

"Kalo gitu Azzure pulang dulu nek sebelum magrib."

Nenek menepuk bahu lengan Liel, duduk di samping Liel saat ini, yang sama sekali tak mau mendengarkan nasehatnya dan langsung kena akibatnya, beruntung ada Azzure lewat sana.

****

Pagi ini berangkat ke puskesmas.

Bertemu Liel dengan Rini Aini dan Azzure yang ia dengar semalam menyebut namanya sendiri didepan neneknya.

Liel menghampiri Rini.

"Dah sembuh?" Tanyanya tiba-tiba, mengundang sorot mata penasaran dua perempuan sebelah kanan Liel.

"Hah, Ee... Iyaa lumayan pak, Makasih."

Rini Aini menoleh bersamaan membuat Liel bingung dan kaget seketika. Tapi, untung otak nya cepat mendapatkan kata-kata.

"Eheheh... iyaa Pak terimakasih." Ulangnya salah tingkah sendiri dengan tatapan Azzure yang tak bereaksi apapun.

Azzure tiba-tiba pergi dan meninggalkan Liel dengan ditatap horor Rini dan Aini.

"E.. Namaku Azzure salam kenal, Saya dokter umum, simpan wa saya."

Liel cegukan seketika.

Rini membanting pena.

Aini menatap kecewa dan penuh dugaan.

"Curiga nih!"

"Cerita dulu atau gak bakalan selamet dari kita."

Liel menatap cengengesan dan berlari terbirit birit ke lokernya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!