Hari sudah senja, matahari juga mulai terbenam. Semua yang bekerja sudah selesai dan pulang.
Kecuali Sarah yang masih berkutat dengan pekerjaannya.
Wanita yang sekarang berusia 35 tahun ini, masih giat bekerja.
Dia bekerja di sebuah restoran yang letaknya di pusat kota. Dengan lincah tangan dan kakinya bekerja membersihkan mangkuk , piring , gelas dan kursi setelah ditinggalkan oleh pengunjung restoran.
Sarah bekerja keras hanya untuk menghidupi dirinya dan suaminya yang malas. Tian nama suaminya.
Kenapa dibilang malas? Karena punya suami, kerjaannya hanya tiduran dan pergi bermain judi. Tian tak pernah mau bekerja, walaupun sekarang dia adalah kepala keluarga yang seharusnya bekerja untuk membiayai keluarga kecilnya.
Justru Sarah yang dituntut untuk bekerja, tak boleh sekalipun libur apalagi keluar dari tempatnya bekerja sekarang.
Kalau Sarah tidak bekerja, pasti akan disiksa oleh suaminya. Terkadang, Sarah juga lelah dengan keadaannya yang sekarang.
Kalau bisa kembali ke masa di mana dia masih bisa bebas, tanpa beban suami yang malas. Dan mungkin saja, dia bisa mendapatkan suami yang lebih baik dari yang sekarang.
Namun, semua sudah terlanjur. Dia merasa sudah tertipu dengan suaminya itu. Saat baru pertama kalinya bertemu, Tian sangatlah sopan, baik dan mungkin bisa dibilang seperti pahlawan bagi Sarah.
Sarah setiap hari dijemput, saat pulang dari resto. Walaupun hanya berjalan kaki berdua, namun semua itu sungguh membuatnya bahagia.
Sarah yang dari kecil tak pernah merasakan kasih sayang orang tua, saat ada lelaki yang memberinya perhatian dan kasih sayang, pastinya sangat membuatnya bahagia.
Orang tua Sarah sudah meninggal saat dia masih berumur 5 tahun. Dan Sarah dititipkan oleh tetangganya di Panti Asuhan Ibu, karena mereka kasian melihat Sarah yang hidup sebatangkara.
Anak anak yang tinggal di Panti Asuhan Ibu, di sekolahkan oleh pemilik Panti, sampai lulus SMP. Karena, pemilik Panti tiba tiba sakit dan meninggal sebelum mereka melanjutkan ke jenjang sekolah selanjutnya.
Setelah Sarah tinggal selama 20 tahun di Panti, akhirnya Sarah mencari pekerjaan dan tidak tinggal di Panti lagi. Dia sudah besar, sudah bisa memilih jalan hidupnya sendiri. Sarah hanya lulusan SMP dan tak punya ketrampilan apapun.
Namun, ada pemilik resto yang sangat baik hati, yang mau memperkerjakan dia. Padahal, saat itu resto masih sangat sepi pengunjung. Tetapi, Bu Tika pemilik toko itu tetap percaya, bahwa dengan menerima Sarah, akan menjadi berkah bagi restonya.
Dan benar saja, setelah Sarah bekerja di resto selama 2 bulan, resto Bu Tika menjadi sangat ramai pengunjung. Entah Sarah itu jimat keberuntungan atau memang sudah takdir Tuhan resto Bu Tika ramai.
Itu semua tak jadi masalah, yang terpenting mereka bisa menghasilkan uang untuk tetap menjalani kehidupan ini. Selama 10 tahun Sarah bekerja di resto Bu Tika. Walaupun gaji kecil, namun pekerjaan itu membuatnya bahagia.
Dan pada suatu hari, bertemulah Sarah dan Tian di sebuah gang buntu. Sarah yang saat itu sedang mencari rumah pelangggan, yang memesan makanan lewat online. Dia menyasar sampai gang buntu, dan Tian yang kebetulan lewat di situ, langsung menolong Sarah yang sedang kebingungan.
Setelah itu mereka berkenalan, karena Sarah punya hati yang baik, dia selalu tahu kapan harus membalas budi pada orang yang sudah membantunya. Pada akhirnya, mereka berteman dan tak lama kemudian, Tian menyatakan cintanya pada Sarah. Mereka pun menjalin kasih selama 2 tahun.
Singkatnya, pada Bulan kelahiran Sarah, yaitu Bulan September. Tian melamar Sarah dan mengajaknya menikah untuk hidup bersama, bahagia bersama selamanya.
Tak menunggu waktu lama, akhirnya mereka melangsukan pernikahan. Pernikahan sederhana, yang hanya dihadiri orang orang terdekat saja.
Kemudian, setelah menikah Sarah ikut pindah ke rumah Tian yang dia tinggali bersama sekarang.
“Sarah, sudah malam ini. Pulanglah..Nanti suamimu mencari.”
Suara Bu Tika membuyarkan lamunan Sarah tentang masa lalunya.
“Iya, Bu..Sebentar lagi saya selesai, dan saya akan segera pulang.” Tangan dan kakinya masih sibuk dengan pekerjaannya.
Padahal, kalau boleh memilih. Sarah lebih memilih tinggal di resto, daripada harus pulang kerumah dan bertemu dengan suaminya itu.
Setelah beberapa saat, akhirnya pekerjaan Sarah selesai.
“Bu, saya sudah selesai. Saya pulang dulu ya.”
Dengan rasa malasnya, Sarah melangkahkan kaki keluar resto.
Hari sudah semakin malam, angin berhembus disela sela telinga Sarah. Hanya rasa dingin yang dia rasakan saat ini.
Dengan sisa tenaganya, dia berjalan menyusuri trotoar. Jarak rumah dan resto lumayan jauh.
Tetapi dengan berjalan kaki, Sarah akan lebih bisa berhemat pengeluarannya.
Tak dirasakannya kakinya yang sakit, karena berjalan setiap hari, bekerja setiap hari. Yang penting tak berada di rumah, itu sudah membuat Sarah lebih tenang.
Dari kejauhan terlihat ada sesosok pria berbadan tinggi menghampiri Sarah.
“Mana uang!!! Aku mau pergi dengan teman teman.”
“Apa kau juga bawa makanan? Aku sudah sangat lapar.”
Sesosok pria itu adalah suaminya. Yang setiap hari kerjaannya hanya meminta uang ke Sarah.
“Aku tak punya uang. Kemarin kan aku udah kasih uang ke kamu.”
Tanpa melihat suaminya, Sarah melanjutkan langkah kakinya memasuki gang kecil menuju rumahnya.
Praankkk..
Suara barang yang dibanting. Sarah sudah terbiasa dengan suara gaduh seperti itu.
Setiap kali Sarah tak memberinya uang, pasti suaminya itu membanting barang yang ada di rumahnya.
Lama kelamaan barang yang di rumah habis semua dibanting suaminya.
Sarah masuk ke kamar dan hanya duduk terdiam di dalam kamar. Melihat langit malam sembari menangis tanpa suara.
Karena, hatinya sudah terlalu sakit. Sakit yang tak bisa terobati dengan apapun.
Dada Sarah terasa sangat sesak, karena hanya bisa menahan amarahnya.
“Aku udah gak kuat ya tuhan.” Ucapnya lirih dengan meneteskan airmatanya.
“Kapan semua penderitaan ini berkahir, jika aku dikasih kesempatan yang kedua. Aku tidak akan mengenal pria brengsek itu. Aku sunggu menyesal sudah menikah dengannya Tuhan.”
Airmata Sarah menetes tanpa henti. Hanya itu yang bisa membuat hati Sarah sedikit terobati.
“Sarah..Keluar kau!!. Aku minta uang, Sarah. Sarah buka pintunya!!”
Sarah menutup telinga dengan kedua tangannya. Supaya dia tak mendengar teriakan yang membosankan itu.
Setelah diabaikan, akhirnya Tian berhenti untuk berteriak meminta uang.
Karena semalaman Sarah menangis, sampai dia ketiduran, dia pun lupa untuk makan malam. Pagi harinya sakit maag Sarah kambuh. Perutnya sangat sakit dan kepalanya juga pusing.
Dengan sekuat tenaga, Sarah menahan sakitnya untuk menyiapkan sarapan di rumah.
“Mana uang!! Sebelum aku berlaku kasar terhadap mu, cepatlah beri aku uang, Sarah!!” Tagih pria itu.
Masih sepagi ini suaminya sudah meminta uang padanya. Serasa dia lah yang punya hutang sama pria itu.
“Ini masih pagi, tolong jangan buat keributan pagi pagi. Sarapan saja dulu, setelah itu kamu cari kerja sana, jangan hanya bisa minta uang sama aku. Selama ini kan hanya aku yang bekerja, sekarang giliran kamu membantuku mencari uang."
Sarah memberitahu suaminya dengan keberanian. Sudah lama Sarah memendam kata kata itu.
Rasanya, kalau bisa Sarah ingin sekali menendang suaminya itu keluar dari rumah dan tak perlu kembali lagi.
“Tak usah ceramah kau. Aku hanya ingin uang, cepat kasih aku uang!!” Mata Tian melotot pada Sarah.
Tak perlu berlama lama berada di rumah dengan pria brengsek itu.
Tanpa berkata lagi, Sarah mengeluarkan uang dari tasnya dan melemparkannya di depan piring suaminya.
Dengan perasaan yang kesal, Sarah pergi meninggalkan suaminya yang sedang menikmati sarapannya.
Bruukkk!!
Sarah membanting pintu saat keluar rumah.
“Sialan!!..dasar pria brengsek, tak tahu malu!! Mati saja kau, biar aku tak bisa lihat kau lagi setiap hari!!” Umpatnya dengan tangan mengepal.
“Selamat pagi, Bu Tika.” Sapa Sarah di depan pintu dapur.
Ibu pemilik resto yang masih menyiapkan bahan bahan makanan, hanya tersenyum melihat Sarah sepagi ini sudah datang.
“Kalau kamu sudah tak kuat dengan suami mu, ceraikan saja Sarah. Kenapa harus bertahan, kalau kamu tersiksa seperti ini.”
Disela kesibukannya, Bu Tika masih sempat berkata seperti itu kepada Sarah.
Sarah yang masih merasa kesal, tak membalas perkataan Bu Tika, dia hanya fokus membersihkan peralatan yang ada di resto.
Karena, percuma saja Sarah meminta cerai. Pria gila itu tak akan mau menceraikannya.
Dulu, pernah sekali Sarah meminta cerai. Tetapi, dibalas dengan pukulan dan tendangan bertubi tubi, sampai seluruh badannya membiru dan tak bisa bergerak.
Setelah kejadian mengerikan itu, Sarah jadi tak punya keberanian lagi untuk meminta cerai.
Saat sedang sibuk membersihkan peralatan resto, tiba tiba perut Sarah menjadi semakin sakit.
“Adduhhh..Sakitt sekalii.” Sarah merintih kesakitan sambil memegangi perutnya.
Bu Tika yang masih sibuk di dapur, mendengar Sarah menjerit kesakitan, dia bergegas berlari keluar dapur. Untuk memastikan, ada apa dengan Sarah. Lalu, Bu Tika melangkah menghampiri Sarah.
“Sarah, kamu kenapa?” Bu Tika melihat wajah Sarah yang pucat dan bibirnya yang kering.
“Maag saya kambuh, Bu. Semalam saya kecapekan sampai lupa makan malam.”
Ucap Sarah disertai kebohongan untuk menutupi masalahnya.
“Astaga, Sarah. Kamu kenapa sering sekali tak makan? Kalau sudah begini, siapa juga yang akan susah? Kamu dan saya yang akan susah.” Bu Tika segera mengambilkan obat maag dan memberikannya pada Sarah.
Walaupun Bu Tika galak dan suka mengomel, tetapi dia sebenarnya orang yang baik dan perhatian pada Sarah.
“Nih, kamu minum obat maag dulu, setelah itu kamu sarapan. Pekerjaan itu nanti saja beresinnya, kalo sakit maag kamu sudah mendingan.”
Sarah hanya mengangguk dan melangkah masuk ke dapur mengambil air minum untuk minum obat, lalu dia sarapan. Meskipun hanya sarapan dengan roti, Sarah merasa perutnya lumayan membaik.
Setelah selesai minum obat dan sarapan, Sarah melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Tak berselang waktu lama, pelanggan resto mulai berdatangan. Dan resto Bu Tika mulai ramai dengan pelanggan.
Pagi pagi, Sarah sudah sibuk melayani pelanggan. Dia merasa senang melihat orang orang tersenyum berterimakasih kepadanya. Daripada harus melihat wajah pria brengsek itu, yang setiap kali membuatnya marah.
Banyak pria dan wanita yang kagum dengan kecantikan dan keramahan Sarah. Dia tak pernah marah, walaupun pelanggan sering protes kepadanya.
Sarah yang berhati lembut, selalu tersenyum ketika menyambut pelanggan.
Tetapi, dibalik senyumannya itu, dia sedang memendam rasa sakit yang teramat dalam.
***
Ketika sedang sibuk melayani pelanggan, tiba tiba ada seorang pria paruh baya memanggilnya untuk membayar makanan yang sudah dipesannya.
Sarah pun melangkah menghampiri pria paruh baya itu. Setibanya di meja pria itu,
“Maaf, jangan seperti ini, Tuan.”
Dengan sabar Sarah memberitahu pria paruh baya itu, yang dengan sengaja memegang jemarinya setelah membayar makanannya.
“Seorang pelayan saja, sok jual mahal. Masih bagus ada yang mau.” Ucapnya sambil mendorong Sarah ke belakang.
Sarah sangat terkejut dan tak bisa menghindar saat didorong pria paruh baya itu. Dia pun hampir terjatuh, tetapi ada tangan yang kuat dan kekar yang menangkapnya dengan cepat.
Sarah pun mendongak ke atas untuk melihat, siapa yang sudah menolongnya.
Pengunjung yang lain pun kaget, dengan perlakuan kasar pria itu. Banyak yang memaki dan menyumpahi pria paruh baya itu, supaya mendapatkan karmanya.
“Te-teerimakasih, Tuan. Anda sudah menolong saya. Hampir saja saya terjatuh.”
Dengan kepala menunduk Sarah berterimakasih kepada pria muda yang menolongnya.
“Sama sama. Lain kali, lebih hati hati dan waspada.” Dengan tersenyum ramah, pria tampan itu menjawab.
“Hei, Pak tua!! Anda sadar tidak, kalau anda hampir saja melukai seorang wanita.”
Dengan gagah berani, pria tampan itu memaki pria paruh baya itu. Suaranya yang berat dan tegas, membuat para pelanggan lain terpesona olehnya.
“Kau, tak perlu ikut campur anak muda!!. Ini urusan aku dan dia. Siapa kau berani memarahiku!!” Mata pria paruh baya itu melotot, dan urat yang ada di pelipis pria itu sampai telihat.
“Apa kau, kekasihnya? Atau, suaminya?” Dengan rasa tak bersalah, pria paruh baya itu terus saja mengomel.
“Kalau aku kekasihnya, anda mau apa Pak tua?”
Mata Sarah membelakak terkejut, mendengar perkataan pria muda itu.
Pelanggan lain yang mendengarnya, saling bertatapan dan menutup mulut mereka dengan kedua tangan mereka. Karena mereka juga ikut terjekut.
Sarah merasa malu dengan ucapan pria muda itu, dan menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Kalau anda tak juga pergi dari sini, akan ku hajar anda sampai tak bisa bergerak!!” Ancamnya kepada pria paruh baya itu.
Bu Tika yang sedang sibuk di dapur, tiba tiba mendengar kegaduhan di restonya. Dia pun berjalan keluar dapur dan memeriksa tempat kejadian. Apa yang sudah terjadi di restonya. Kenapa, bisa sampai segaduh itu.
"Hei, apa yang sudah terjadi disini? Kenapa, bisa segaduh ini? Mengganggu pelanggan lain yang sedang makan saja!" Bu Tika melotot sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang.
Lalu, dia melangkah mengahampiri kerumunan.
"Itu, Bu. Pria paruh baya itu sudah tak sopan pada Sarah." Ucap salah satu pelanggan yang melihat Bu Tika mendekati kerumunan.
"Apa!! Berani sekali kau, pria tua. Apa kau sudah bosan hidup? Hah..Tak habis pikir aku melihat kelakuanmu. Kau tak sadar dengan wajah dan umurmu?" Bu Tika melontarkan kata kata pedas pada pria paruh baya itu.
Pria paruh baya itu semakin merasa malu, karena ucapan Bu Tika yang sangat bar bar. Dia membalikkan badan dan melangkah keluar dari resto.
"Sial!! Awas saja kalian. Tunggu pembalasan dariku. Karena kalian aku sangat malu." Pria paruh baya itu mengomel dan kedua tangannya mengepal.
"Sudah, sudah. Kembali ke meja makan kalian masing masing." Ucap Bu Tika seraya masuk ke dapur untuk membuat pesanan yang belum selesai.
"Sarah, sini." Salah satu pelanggan wanita memanggilnya.
Sarah pun mulai menghampiri wanita itu.
"Ada apa Nona? Apakah mau memesan makanan tambahan?" Dengan tersenyum Sarah menyapa.
"Aku gak pengen pesen makanan lagi. Cuma, aku pengen tanya. Apa bener, pria tampan itu kekasihmu? Sungguh beruntungnya kamu, mendapatkan pria tampan dan baik seperti dia." Mata wanita itu beralih menatap wajah tampan pria muda itu. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum simpul.
"Hemm..Saya, bukan kekasihnya Nona." Sarah tersenyum pada wanita itu.
"Ooh..Baiklah. Terimakasih atas jawabanmu, Sarah." Wanita itu masih saja menatap pria tampan itu.
Sarah mengangguk dan melangkah pergi, untuk menyambut pelanggan yang baru datang di resto.
Braaakkkk ...
Terdengar suara gebrakan meja dari dalam gubuk kecil.
“Siaalll..Kenapa aku selalu kalah terus!!” Tian mengamuk karena kalah judi lagi.
Sudah berkali kali dia kalah, tapi tetap saja dia ketagihan untuk bermain judi.
“Sabar, nanti juga ada saatnya kau menang Tian.” Ucap salah satu temannya sembari tertawa lebar.
"Ha ha ha ha.." Teman teman Tian tertawa bersama.
Tian yang mendengar mereka mentertawakan dirinya, dia jadi semakin merasa kesal. Lalu dia keluar dan pergi meninggalkan tempat judi.
Tian Pulang ke rumah dengan bau alkohol dan jalannya pun sempoyongan.
Sudah terbiasa, Tian pulang dengan keadaan mabuk seperti itu. Seolah olah dia tak punya beban, dan hanya ingin selalu bebas.
Di resto,
Hari sudah semakin larut malam. Tetapi, pria tampan tadi, tak kunjung pergi dari resto. Padahal, resto sudah hampir tutup.
Sarah tidak tahu, jika pria tampan itu sedang menunggunya untuk berkenalan, sekaligus mengajaknya pulang bersama.
Setelah semua pekerjaan di resto selesai , Sarah berpamitan pulang pada Bu Tika. Lalu melangkah keluar resto, dan dengan santai dia melewati pria tampan itu yang sedang jongkok di samping pintu.
Pria tampan itu bergegas berdiri, ketika melihat Sarah berjalan keluar resto.
Matanya berbinar dan tersenyum melihat wajah cantik Sarah.
“Hai.. Bolehkah aku tahu, siapa namamu?” Ucap pria tampan itu dengan sedikit memiringkan kepalanya.
Sarah berhenti melangkah. Rasanya hanya ada dia dan pria itu di depan resto sekarang.
Sarah pun menoleh pada pria itu.
Apakah benar dia yang sedang ditanya? Batin Sarah.
“Kamu, berbicara denganku?” Sarah bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Iyaa..Apakah aku boleh berkenalan denganmu?” Jawab pria muda itu sambil mengulurkan tangannya.
Sarah merasa bingung, kenapa pria tampan seperti dia ini, mau berkenalan dengan seorang pelayan yang berpakaian lusuh seperti Sarah?
Apakah dia sedang bermimpi? Ataukah hanya halusinasi?
Sarah mencubit tangannya sendiri, untuk menyadarkan dirinya. Bahwa, tidak ada seorang pria tampan berkemeja rapi, yang mau berkenalan dengannya.
“Haii..Kamu sedang melamun? Memikirkan apa?” Dengan lembut pria itu menyadarkan Sarah. Tangannya masih terulur menunggu jawaban dari Sarah.
Sarah kaget, ini nyata!! Tak mimpi dan tak halusinasi. Dia lalu bergegas menjawabnya.
“Iyaa...Boleh. Kenalin aku Sarah.” Dengan mengulurkan tangan, Sarah tersenyum manis pada pria itu.
“Kalau Aku, Gavin Gumalang. Boleh aku mengantarkanmu pulang?”
Gavin menerima uluran tangan Sarah, dan merasakan kehangatan tangannya. Terasa seperti mendapatkan energi baru yang selama ini hilang dalam dirinya. Hatinya semakin berdebar ketika menyentuh tangan Sarah.
“Maaf, anda tak perlu mengantarkan saya pulang. Saya bisa pulang sendiri.”
Sarah menolak dengan sopan permintaan Gavin. Lalu, dia melepaskan tangan Gavin dan menunduk memberi salam pada Gavin. Lalu Sarah melangkah pergi meninggalkan Gavin yang masih berdiam diri di depan resto.
Gavin masih tertegun dengan penolakan Sarah dan mulutnya menganga. Karena selama ini, Gavin tak pernah sekalipun ditolak wanita manapun. Justru, wanita wanita itu berlomba untuk mengejar cinta Gavin. Tetapi, berbeda dengan Sarah. Wanita cantik itu tak memperdulikannya dan tanpa basa basi langsung menolaknya.
Gavin yang lebih suka menghadapi tantangan, dia mulai penasaran dengan Sarah. Dan dia juga bertekad untuk mendapatkan hati Sarah.
Dia tak bisa menyerah begitu saja. Dia harus berhasil, bagaimanapun caranya nanti.
***
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Sarah sampai di rumahnya.
Ketika Sarah membuka pintu rumahnya, tercium bau alkohol yang menyengat. Sarah sudah tak heran dengan bau seperti ini. Dia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini selama 3 tahun menikah dengan Tian. Untuk saat ini dia hanya bisa diam dan tak bisa berbuat apa apa.
Setelah menutup pintu, Sarah melangkah memasuki rumahnya.
Sarah melirik Tian dengan sudut matanya, dia sedang berbaring di atas sofa ruang tamu.
“Sarah! Habis darimana saja kau. Jam segini baru pulang!”
Sarah Tak peduli dengan apa yang dikatakan Tian. Dia terus melangkahkan kaki memasuki kamar. Terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan dari Tian.
"Haahhhhhh..."
Sarah menghela nafas panjang, dan mulai berbaring di atas kasur. Sarah teringat dengan Gavin yang tiba tiba mendekatinya tadi. Sarah berharap, ini hanya sekali Gavin mendekatinya. Dia tidak mau jika sampai Tian tahu, kalau ada pria lain yang mendekatinya.
Tak terasa, setelah beberapa saat melamun, mata Sarah mulai terpejam. Dengan tertidur, Sarah bisa dengan bebas melepaskan lelahnya sepanjang hari ini.
Malam pun berganti Pagi hari. Matahari dengan sangat cepat menyebarkan sinarnya yang kemilau.
Tok tok tok
Di pagi hari, sudah terdengar suara ketukan pintu yang sangat keras dari luar rumah.
“Sarah, bayar uang sewa kontrakanmu sekarang!! Kau sudah menunggak 2 bulan!!”
Teriak seorang wanita yang menagih pembayaran uang sewa.
Sarah yang baru saja bangun dari tidurnya, hanya melamun mendengar suara teriakan itu. Dia masih mengumpulkan nyawanya untuk bisa berdiri dari tempat tidurnya.
Ketika semua sudah terkendali, Sarah melangkah keluar kamar untuk melihat siapa yang sepagi ini sudah datang kerumahnya dengan berteriak.
Sebelum membuka pintu, Sarah mengintip dari balik jendela. Dia terkejut, matanya melebar dan mulutnya menganga. Dia melihat tamunya itu ternyata, Bu Gina pemilik rumah yang ia sewa.
Dengan rasa bingung dan takut, Sarah memberanikan diri membuka pintu. Dia menggigit bibirnya sendiri dan mengambil nafas dan menghembuskannya, untuk merendakan rasa takutnya.
“Ehh..Bu Gina. Emmm, Bu Gina saya belum ada uang sekarang. Bu Gina bisa kasih saya tenggat waktu lagi gak? 2 minggu lagi saya akan bayar Bu.”
Dengan melemparkan senyuman dan kedua tangan dikatupkan di depan dada, Sarah memohon waktu lagi pada Ibu pemilik kontrakan.
Saat ini Sarah tak memegang uang banyak. Karena uang Sarah sudah menipis, setiap hari Tian selalu meminta uang padanya. Dia juga belum terima gaji dari resto Bu Tika.
“Minta waktu terus, kapan kau mau membayarnya!!” Bu Gina meletakkan tangannya di pinggang sambil melotot pada Sarah.
“2 minggu lagi ya, Bu. Pasti saya akan membayarnya.” Sarah menampakkan wajah memelasnya.
“Ok, saya kasih kamu waktu 2 minggu mulai dari sekarang. Kalau sampai kau tak bisa menepati janji, kau akan tau akibatnya Sarah!!”
Dengan kesal, Ibu pemilik kontrakan melenggangkan kakinya meninggalkan rumah Sarah.
Sarah berpikir keras, bagaimana bisa dia membayar uang sewa kontrakan dalam 2 minggu ini.
Padahal, dia saja masih belum tahu kapan akan mendapatkan uang sebanyak itu. Gaji dia di resto, tak bisa membayar penuh tagihan kontrakannya.
Dia mondar mandir di depan pintu sembari berpikir, harus mendapatkan uang sebanyak itu di mana? Apa harus dia mencari pekerjaan yang lain. Yang bisa memberinya gaji tinggi.
Sarah memejamkan mata dan menyenderkan punggungnya di dinding tembok. Kepalanya mendongak ke atas, dia berpikir, harus bagaimana menghadapi semua ini.
Sangat berat beban yang ditanggungnya saat ini. Mempunyai anak saja, tak pernah terpikirkan olehnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!