Annisa adalah seorang editor buku di salah satu penerbit terkemuka di kota New York. Ia menghabiskan waktu setiap harinya di antara teks-teks naskah buku dan kertas-kertas revisi yang tersebar di sekitarnya. Namun, hidupnya terasa monoton dengan jadwal kerja yang padat dan berulang-ulang setiap harinya.
Setiap pagi, dia bangun pukul enam, berlari sekitar lingkungan apartemennya, dan kemudian bersiap untuk pergi ke kantor.
Sebagai seorang editor, tugasnya adalah membaca dan mengevaluasi naskah buku dari penulis yang berbeda-beda. Dia akan memberikan nasihat dan saran kepada penulis tentang bagaimana meningkatkan naskah mereka, sebelum akhirnya menerbitkan buku tersebut.
Namun, Annisa merasa bosan dengan kehidupannya yang monoton. Dia ingin menemukan seseorang yang spesial untuk berbagi hidupnya. Namun, dia juga takut untuk memulai hubungan. Dia pernah mengalami patah hati dan itu sangat menyakitkan. Dia tidak ingin merasakan sakit itu lagi.
Annisa tiba di kantor pagi itu dan disambut oleh teman-teman kantornya yang sedang sibuk bekerja.
"Sudah nggak sabar menunggu hari Jumat nanti!" kata Tiffany, salah satu teman Annisa, sambil melambaikan tangan di udara.
"Iya, aku juga," jawab Annisa sambil tersenyum. "Ini akan menjadi acara yang menyenangkan."
"Kamu bakal bawa siapa ke acara nanti, Annisa?" tanya Maya, yang juga merupakan teman Annisa.
Annisa tertawa kecil. "Belum ada rencana siapa-siapa. Mungkin aku akan datang sendiri."
Tiffany mengangkat alisnya. "Nggak usah sendirian, dong. Aku punya teman yang mungkin bisa kau kenal. Dia cukup tampan dan pintar."
Annisa tersenyum dan menggelengkan kepala. "Terima kasih, Tiff. Tapi aku tidak mencari seseorang yang tampan dan pintar. Aku mencari seseorang yang spesial."
…
Malam itu setelah pulang dari kantor, Annisa memutuskan untuk mampir ke toko buku kecil di dekat apartemennya.
Annisa sedang menelusuri rak buku ketika dia melihat Michael, salah satu teman jurnalismenya ditempat ia bekerja. Dia memutuskan untuk mendekati Michael dan memulai percakapan.
"Halo, Michael," kata Annisa sambil tersenyum. "Senang sekali bertemu denganmu di sini. Apa kabar?"
Michael menyambut senyum Annisa dan menjawab, "Halo, Annisa. Kabarku baik, terima kasih. Bagaimana kabarmu?"
"Baik-baik saja, terima kasih," jawab Annisa. "Saya sedang mencari buku baru untuk dibaca. Apakah kamu memiliki rekomendasi buku?"
Michael tersenyum. "Tentu saja, aku punya banyak rekomendasi. Apa genre buku yang kamu suka?"
"Saya suka membaca buku-buku romantis atau fiksi ilmiah," kata Annisa.
"Baiklah, bagaimana dengan buku 'The Fault in Our Stars' atau 'The Hunger Games'?" tanya Michael.
Annisa mengangguk. "Saya sudah membaca 'The Fault in Our Stars', dan saya suka itu. Tapi, saya belum pernah membaca 'The Hunger Games'. Bagaimana menurutmu tentang itu?"
"Sangat menarik dan menghibur," kata Michael. "Aku yakin kamu akan suka itu."
Annisa tersenyum. "Terima kasih, akan kucoba membaca itu."
Setelah itu, mereka keluar dari toko buku dan berjalan-jalan di sekitar pusat kota New York. Annisa dan pria itu mengobrol dan tertawa bersama. Mereka berbicara tentang segala hal mulai dari buku hingga film, dari musik hingga hobinya. Annisa merasa sangat nyaman bersama pria itu. Dia merasa seperti dia dapat membuka dirinya dan menjadi dirinya yang sebenarnya di depan pria itu.
Ketika malam semakin larut, pria itu mengajak Annisa makan malam. Annisa awalnya ragu, tetapi kemudian memutuskan untuk menerima ajakan tersebut. Mereka menemukan restoran yang bagus.
Annisa dan Michael duduk di sebuah restoran mewah, sedang menikmati hidangan mereka. Annisa merasa sedikit gugup karena ini adalah kali pertama mereka bertemu di luar kantor.
"Terima kasih sudah mengajakku makan malam, Michael," kata Annisa sambil tersenyum.
"Tentu saja, Annisa. Saya senang bisa menghabiskan waktu bersama kamu di luar kantor," jawab Michael sambil mengambil sejumput salad dengan garpunya.
Annisa mengangguk dan mulai menikmati hidangannya. Setelah beberapa saat, dia memutuskan untuk memulai percakapan.
"Jadi, Michael, bagaimana kamu bisa memulai karier di bidang jurnalisme?" tanya Annisa.
Michael tersenyum. "Saya suka menulis sejak kecil. Setelah lulus kuliah, saya langsung mencari pekerjaan di majalah dan bekerja keras untuk membangun karier saya."
"Wow, itu keren," kata Annisa. "Aku sendiri juga sangat menyukai menulis dan berharap bisa membangun karier yang sukses di bidang jurnalisme."
"Tentu saja kamu bisa," kata Michael. "Kamu memiliki bakat dan kemampuan yang luar biasa, Annisa. Aku sangat senang kamu bergabung dengan majalah kami."
Annisa tersenyum. "Terima kasih, Michael. Aku benar-benar bersemangat untuk bekerja di majalah ini dan belajar lebih banyak tentang dunia jurnalisme."
Mereka terus berbicara tentang pekerjaan mereka dan berbagai topik lainnya selama makan malam mereka. Annisa merasa nyaman dan senang bisa berbicara dengan Michael di luar kantor. Dia berharap bisa memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkumpul dengan Michael di masa depan.
Setelah makan malam, Michael mengantar Annisa pulang ke apartemennya. Mereka berjalan-jalan di sekitar lingkungan, berbicara tentang segala hal.
"Sudah lama kau tinggal di New York?" tanya Michael.
"Ya, aku tinggal di sini sejak lulus kuliah," jawab Annisa. "Aku suka hidup di sini. Ada begitu banyak hal yang bisa dilakukan di kota ini."
"Saya juga suka New York," kata Michael. "Ini kota yang begitu hidup dan penuh energi. Tapi kadang-kadang saya merasa sedikit terisolasi di sini. Ini adalah kota yang sangat besar dan kadang-kadang sulit untuk menemukan seseorang yang spesial."
Annisa mengangguk. "Saya mengerti perasaan itu. Saya merasa hal yang sama kadang-kadang."
Mereka berjalan diam-diam untuk beberapa saat, menikmati keheningan malam yang tenang.
"Terima kasih untuk malam yang menyenangkan," kata Annisa akhirnya, ketika mereka sampai di depan apartemennya. "Saya berharap kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti."
Michael tersenyum. "Saya juga berharap begitu. Sampai jumpa lagi, Annisa."
Mereka berpelukan singkat dan kemudian Michael pergi. Annisa melihatnya pergi dan kemudian memasuki apartemennya, merasa senang dan bersemangat untuk bertemu dengannya lagi.
Esok harinya di kantor, Annisa kembali fokus pada pekerjaannya sebagai editor di majalah tersebut. Namun, pikirannya masih terus menerus teringat kepercakapan yang ia miliki dengan Michael semalam di restoran.
Saat sedang sibuk mengerjakan tumpukan pekerjaan, Michael tiba-tiba muncul di depan mejanya. "Hai, Annisa," sapa Michael.
Annisa tersenyum. "Hai, Michael. Ada yang bisa aku bantu?"
"Saya hanya ingin memberitahumu bahwa kita mendapatkan sebuah tugas baru yang menarik. Kita akan menulis sebuah artikel tentang tren fashion di New York, dan saya pikir kamu cocok untuk menangani proyek ini bersamaku," kata Michael.
Annisa merasa senang dan bersemangat mendengar kabar ini. "Wow, itu menarik sekali! Tentu saja saya sangat tertarik untuk bekerja bersamamu dalam proyek ini, Michael," kata Annisa.
Setelah menyelesaikan pekerjaan mereka di kantor, Annisa dan Michael keluar untuk melakukan riset tentang tren fashion di New York. Mereka berjalan-jalan di sekitar kota, mengunjungi berbagai toko pakaian dan butik untuk mencari inspirasi.
Saat sedang menelusuri rak-rak pakaian di sebuah butik, Annisa tiba-tiba menemukan sebuah dress yang sangat cantik. "Lihat ini, Michael," kata Annisa sambil mengangkat sebuah dress berwarna merah muda.
Michael melihat dress tersebut dengan penuh minat. "Wow, itu sangat cantik. Kamu harus mencobanya," katanya.
Annisa mengambil dress tersebut dan masuk ke ruang ganti untuk mencobanya. Setelah beberapa saat, ia keluar dengan dress yang menakjubkan. "Bagaimana aku terlihat?" tanya Annisa.
Michael terkesan dengan penampilan Annisa. "Kamu terlihat sangat cantik. Sepertinya dress itu cocok sekali untukmu," kata Michael.
Annisa tersenyum. "Terima kasih, Michael. Aku pikir aku akan membelinya."
Mereka melanjutkan riset mereka tentang tren fashion di New York, dan berhasil menyelesaikan artikel mereka tepat waktu. Proyek tersebut membawa mereka lebih dekat satu sama lain, dan Annisa merasa senang karena bisa bekerja dengan Michael.
Mereka berdua mulai bekerja dengan giat untuk menyelesaikan proyek tersebut, mengunjungi berbagai toko dan butik fashion di seluruh kota, serta menghadiri berbagai acara fashion yang diadakan di New York.
Annisa sangat terkesan dengan pengetahuan dan ketertarikan Michael tentang dunia fashion, yang ternyata sangat mendalam. Dia merasa semakin terpesona dengan Michael karena kemampuannya untuk melihat keindahan di dalam segala hal, bahkan dalam dunia fashion yang sering kali dianggap sebelah mata oleh banyak orang.
"Wow, koleksi di sini sangat menarik. Aku suka cara mereka menggabungkan warna dan motif yang berbeda-beda." Ucap Annisa.
“Ya, aku setuju. Mereka benar-benar memperhatikan detail kecil dan menciptakan sesuatu yang indah." Balas Michael.
“Kamu tahu, aku suka cara kamu melihat keindahan dalam segala hal, bahkan dalam dunia fashion yang terkadang dianggap sebelah mata." Puji Annisa.
“Terima kasih, Annisa. Aku hanya merasa bahwa keindahan dapat ditemukan di mana saja, jika kita memperhatikan dengan seksama." Balas Michael.
“Aku setuju. Dan aku sangat senang bisa melakukan riset tentang fashion bersamamu. Kamu memiliki banyak pengetahuan tentang dunia fashion." Ucap Annisa.
“Terima kasih, Annisa. Aku juga senang bisa bekerja denganmu. Kamu sangat berbakat sebagai seorang jurnalis." Ucap Michael.
“Aku berharap kita dapat menyelesaikan riset ini dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan untuk majalah kita." Ucap Annisa dengan semangat.
“Pasti. Aku yakin kita akan membuat sesuatu yang hebat bersama-sama." Balas Michael.
Annisa merasa semakin terkesan dengan Michael dan ketertarikannya pada dunia fashion. Dia merasa senang bisa bekerja bersama dengan Michael dan berharap bisa lebih dekat dengan dia di masa depan.
Setelah selesai melakukan riset, Annisa dan Michael menghabiskan waktu bersama-sama, berbicara tentang proyek mereka dan hal-hal lain yang membuat mereka tertarik. Semakin lama mereka berbicara, semakin jelas bagi Annisa bahwa dia semakin jatuh cinta pada Michael.
Setelah proyek selesai, Annisa dan Michael kembali ke kantor mereka, dan setelah jam kerja selesai, mereka memutuskan untuk pergi ke bar untuk minum bersama. Di sana, mereka berbicara tentang berbagai hal dan merasa semakin dekat satu sama lain.
…
Kantor tempat Annisa bekerja, majalah mode ternama, telah merencanakan sebuah acara besar untuk merayakan ulang tahun mereka yang ke-10. Acara tersebut akan diadakan pada Jumat malam di sebuah hotel mewah di pusat kota. Annisa, yang merupakan editor majalah, sangat antusias untuk menghadiri acara tersebut dan memastikan semuanya berjalan dengan lancar.
Pada malam acara, Annisa memasuki ballroom hotel yang telah dipenuhi oleh para tamu undangan. Ia melihat panggung di tengah ruangan dan mengetahui bahwa akan ada pertunjukan mode. Tiba-tiba, seseorang menyentuh bahunya dan menyapanya dengan senyum hangat. Annisa menoleh dan terkejut melihat seorang model yang sangat cantik di depannya. Model tersebut menunjukkan kartu identitasnya dan mengatakan bahwa ia adalah satu dari beberapa model yang akan tampil malam itu.
Annisa dan model tersebut berbincang-bincang sejenak dan mereka terus menemukan banyak kesamaan dalam pekerjaan mereka. Model tersebut sangat ramah dan terbuka, dan Annisa merasa sangat nyaman berbicara dengannya.
Acara mode pun dimulai dan Annisa terkesima dengan desain busana yang ditampilkan. Ia terutama terkesan dengan gaun pengantin yang dikenakan oleh salah satu model, yang sangat cantik dan elegan. Ketika acara selesai, Annisa mencari-cari model yang bernama Ivy yang tadi berbicara dengannya, namun tak ditemukannya.
Tetapi, ketika ia sedang mencari Ivy untuk mengucapkan selamat, Annisa melihat Michael memeluk erat Ivy dan menciumi pipinya.
Annisa merasa kecewa dan terkejut melihat Michael dan Ivy seperti itu. Hatinya hancur karena selama ini ia merasa dekat dengan Michael dan merasa ada perasaan yang istimewa antara mereka.
Tetapi, Annisa mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya di depan Michael dan Ivy. Ia memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut dan pergi ke bar di sebelahnya.
Annisa merasa hancur dan kecewa setelah melihat Michael memeluk erat Ivy dan menciumi pipinya. Ia merasa seperti dihantui oleh kenangan lama yang telah lama dikubur di dalam hatinya. Ia merasakan rasa sakit yang sama seperti yang pernah ia rasakan saat bersama mantan kekasihnya dahulu.
Ia merasa terpuruk dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke bar di sebelahnya dan membeli minuman beralkohol untuk menghilangkan perasaannya yang sedih.
Di bar, Annisa menangis sendirian di meja pojok. Ia merasakan rasa sakit dan kesedihan yang dalam, dan merenung tentang kenangan lama yang telah lama ia kuburkan.
Annisa merasa sangat sedih saat melihat Michael memeluk erat Ivy dan mencium pipinya. Ia merasa seperti hatinya hancur menjadi berkeping-keping dan ia tidak bisa mengontrol perasaannya yang sedih dan kecewa.
Dia merasa seperti semua kenangan manis yang telah mereka bagikan bersama selama ini hanya menjadi tidak berarti. Bagaimana mungkin Michael membuatnya merasa seperti dia adalah satu-satunya wanita di dunia, tetapi ternyata ia sedang bersama dengan Ivy?
Annisa merasa seperti dia telah tertipu dan disia-siakan. Ia bertanya-tanya apakah semua perasaan Michael padanya hanya bohong belaka atau memang ada sesuatu yang lebih di antara mereka.
Ia merasa marah pada Michael karena tidak memberitahunya tentang tunangannya. Ia merasa seperti dia telah menjadi orang bodoh karena telah menaruh perasaannya pada Michael, sementara sebenarnya dia tidak tahu apa-apa tentang kehidupan pribadi Michael.
Namun di balik semua perasaan sedih dan kecewa, Annisa merasa sedikit lega karena kini ia mengetahui kebenaran tentang hubungan antara Michael dan Ivy. Meskipun itu tidak membuat hatinya lebih ringan, setidaknya ia tidak lagi dibutakan oleh harapan dan fantasi yang tidak realistis.
Sementara itu, Michael merasa bersalah setelah melihat Annisa pergi. Ia tahu bahwa Annisa pasti merasa terluka setelah mengetahui tentang Ivy. Ia memutuskan untuk mencari Annisa dan mencoba menjelaskan semuanya padanya.
Michael merasa sangat berat hatinya setelah melihat Annisa sedang menangis sendirian di sudut bar. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena di satu sisi dia masih sangat mencintai Annisa, tetapi di sisi lain dia merasa tidak bisa meninggalkan Ivy.
Saat Ivy mengajukan pertanyaan tentang Annisa, hati Michael terasa berdebar-debar. Dia merasa seperti dia harus memberi tahu Ivy tentang hubungannya dengan Annisa, tetapi ia juga merasa takut kehilangan Ivy.
Michael sangat ragu dan bimbang, apakah seharusnya dia mengikuti hatinya ataukah menjaga hubungannya dengan Ivy karena sudah berkomitmen untuk menikah dengan dia.
Di dalam hatinya, Michael merasa ragu akan keputusannya untuk bertunangan dengan Ivy. Ia mulai mempertanyakan apakah Ivy benar-benar adalah pasangan yang tepat untuknya, ataukah ia hanya merasa nyaman karena mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.
Michael merasa bahwa hubungannya dengan Annisa memiliki kedalaman yang lebih, tetapi ia juga takut bahwa ia hanya melihat Annisa dari sudut pandang yang salah. Ia tidak tahu apakah Annisa merasakan hal yang sama dengannya atau tidak.
Setelah beberapa saat memandangi Annisa yang menangis, Michael akhirnya memutuskan untuk menghampiri Annisa.
"Annisa, apa yang terjadi? Apa yang membuatmu menangis?" tanya Michael dengan penuh kekhawatiran.
Annisa menoleh ke arah Michael dan terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara terbata-bata, "Aku...aku tidak tahu. Aku hanya merasa sedih."
Michael merasa khawatir melihat Annisa menangis sedih, dan ia merasa bahwa ia harus memberitahu Annisa tentang hubungannya dengan Ivy.
"Annisa, ada sesuatu yang perlu aku katakan padamu. Ivy, gadis yang kau temui tadi malam, adalah tunanganku," ujar Michael dengan suara sedikit gemetar.
Annisa terkejut dan tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia merasakan perasaan campur aduk di dalam hatinya, sedih karena mengetahui bahwa Michael sudah memiliki tunangan, tetapi juga kecewa karena merasa bahwa hubungan mereka yang selama ini dirasakan istimewa ternyata hanya menjadi sebuah ilusi.
"Aku tidak tahu harus berkata apa, Michael. Aku merasa sedih," ujar Annisa akhirnya dengan suara lirih.
"Aku tahu ini sulit, Annisa. Tapi aku harap kau bisa memahami situasinya. Aku masih mencintaimu, tapi aku juga sudah berkomitmen untuk menikah dengan Ivy," ujar Michael dengan nada sedih.
Annisa merasakan hatinya semakin sakit, dan dia hanya bisa menunduk sambil menangis. Michael merasa sedih melihat Annisa menangis, tapi ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya bersama Ivy.
"Aku harap kita masih bisa berteman, Annisa. Aku tak ingin hubungan kita rusak karena ini," ujar Michael dengan penuh harap.
Annisa mengangguk pelan, dan ia tahu bahwa ia harus berusaha untuk melupakan perasaannya terhadap Michael. Ia hanya bisa berdoa semoga kebahagiaan menemukan Michael bersama Ivy.
Beberapa hari setelah event mode kantor itu, Annisa masih merasakan beban pikiran yang cukup berat. Setiap kali dia berpikir tentang Michael, perasaan sedih dan kecewa masih terus menghantuinya. Hari itu, Annisa berangkat kerja dengan hati yang berat dan tidak bersemangat. Ia takut untuk bertemu dengan Michael, khawatir ia tidak bisa menahan emosinya dan membuat suasana kantor menjadi tidak nyaman.
Saat Annisa sampai di kantor, ia melihat bahwa Michael sudah ada di sana. Annisa mencoba menghindari Michael, tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ia merasa khawatir dan penasaran tentang apa yang akan terjadi jika mereka bertemu.
Ketika Annisa sudah masuk ke dalam ruangan, Michael mendekatinya. "Annisa, aku ingin bicara denganmu," ujarnya dengan suara lembut.
Annisa menatap Michael dengan tatapan dingin. Ia merasa bahwa ia tidak siap untuk membicarakan apapun dengan Michael pada saat itu. "Maaf, Michael, aku sedang sibuk. Kita bisa bicara nanti," ujarnya sambil berlalu pergi.
Michael merasa kecewa melihat Annisa yang terus menghindarinya. Ia tahu bahwa situasinya sulit dan ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk memperbaikinya. Ia berharap bahwa waktu akan menyembuhkan luka di hati Annisa dan ia masih bisa menjaga hubungan baik dengan Annisa sebagai teman.
Beberapa minggu kemudian, Annisa mencoba untuk melupakan perasaannya terhadap Michael dan fokus pada pekerjaannya. Ia mulai bersosialisasi dengan rekan kerjanya dan menikmati pekerjaannya sebagai editor majalah.
Meskipun Annisa masih merasa sedih ketika mengingat kenangan bersama Michael, ia mulai memahami bahwa kebahagiaan orang lain juga merupakan kebahagiaannya sendiri. Ia berharap bahwa Michael dan Ivy akan bahagia bersama, dan ia merasa lega bahwa hubungan mereka masih baik sebagai teman.
Ketika Annisa melihat Michael di kantor, ia tidak lagi merasa takut atau sedih. Ia bahkan bisa tersenyum dan berbicara dengan Michael seperti biasa, tanpa ada rasa canggung atau perasaan yang terlalu dalam. Ia tahu bahwa perasaannya masih ada, tapi ia juga tahu bahwa ia bisa mengatasinya dan menjaga hubungan baik dengan Michael sebagai teman.
….
Annisa sedang berjalan di kota New York pada suatu malam yang dingin. Dia merasa sedih dan lelah karena pekerjaannya yang menumpuk. Dia melihat sebuah restoran yang baru buka dan memutuskan untuk masuk ke dalamnya untuk menghangatkan dirinya dan makan malam.
Annisa memasuki restoran yang baru saja buka dan disambut oleh aroma makanan yang sedap. Ia merasa lapar dan ingin mencoba hidangan yang ditawarkan di restoran itu. Ketika ia melihat ke arah dapur, ia terkejut melihat Reynold, mantan kekasihnya yang menjadi chef di restoran tersebut.
Reynold juga terkejut melihat Annisa dan keduanya saling menatap tanpa bicara. Akhirnya Reynold memutuskan untuk mendekati Annisa dan menyapa.
"Annisa, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya Reynold dengan senyum ramah.
Annisa merasa sedikit canggung, tetapi kemudian membalas sapaan Reynold. "Kabarku baik. Bagaimana denganmu?"
Reynold menjawab dengan senyuman. "Aku baik-baik saja. Aku senang melihatmu lagi setelah begitu lama. Apa kamu ingin mencoba hidangan spesial yang aku buat hari ini?"
Annisa mengangguk dan Reynold mempersilahkan Annisa duduk di sebuah meja yang sudah disiapkan untuknya. Reynold kemudian memasak beberapa hidangan istimewa untuk Annisa, seperti yang dulu sering ia lakukan untuknya.
Annisa menikmati hidangan itu dengan lahap dan terlihat senang. Namun, di dalam hatinya masih ada perasaan yang rumit ketika bertemu kembali dengan Reynold. Ia masih teringat dengan perpisahan mereka dan takut terjebak dalam masa lalu yang menyakitkan.
Setelah selesai makan, Annisa memutuskan untuk pergi dan membayar tagihan di kasir. Reynold mencoba menahan Annisa dan mengajaknya bicara lebih lama, tetapi Annisa sudah memutuskan untuk pergi.
"Terima kasih untuk makan malam yang enak, Reynold. Tapi aku harus pergi.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!