Daffindra Barack Adipaty adalah putera bungsu dari sepasang suami isteri yakni Alfaro putra Adipaty dan Meylani Larasati Smith.
Pria berusia dua puluh lima tahun ini belum ingin terikat dalam dunia kerja lebih tepatnya ia tidak mau menangani perusahaan keluarganya. Setelah lulus S1 tiga tahun lalu, kembarannya Daffandra langsung melanjutkan S2 dan sekarang sudah memegang kendali perusahaan Maquerie-group dari setahun yang lalu.
Sedangkan Daffi, ia malah masih ingin bebas dan menjelajah dunia dengan harta orang tuanya. Namun hal itu tidak dipermasalahkan oleh kedua orang tua karena Daffi punya gaya hidup sendiri berbeda dengan sang kaka dan abangnya.
Alfa sempat membujuknya untuk memegang kendali perusahaan Royal-Adipaty namun sampai saat ini, anak muda itu belum mengiyakan permintaan sang daddy.
Masa mudanya benar-benar ia habiskan dengan berkeliling dunia namun satu yang disenangi oleh kedua orang tuanya adalah Daffi benci dengan minuman keras, rokok dan tidak suka Tempat-tempat yang brisik sehingga seumur hidupnya ia tidak pernah ke tempat yang namanya club malam.
"Hi mis Peggy, sudah mandi ya ndut?" ucap Daffi sambil merentangkan tangannya kepada seorang gadis kecil yang berusia hampir 3 tahun yang baru menuruni anak tangga dari lantai dua.
"Iyalah aku udah mandi loh, udah halum nggak kaya om bau ih" ucap gadis kecil itu dengan gaya centilnya. Ia memilih menjauh dari omnya yang baru saja datang bertamu ke rumah mereka karena sang om belum mandi dan pastinya bau.
Ya Roberth dan Maggie sudah memiliki dua orang anak. Yang sulung adalah laki-laki dan sekarang berusia 6 tahun yang bernama Pratyaksa Safier Mike yang biasa di panggil Safier dan seorang gadis kecil berusia 2 tahun lebih, bernama Peggy Cantika Mike biasa dipanggil Peggy namun gadis kecil itu ngotot supaya di panggil Miss Peggy.
"Enak saja kamu bilang om belum mandi. Kalau tidak mau sama om Daffi ya om sama abang Safier aja" gerutu Daffi tidak Terima baik.
"Safier!!! Safier!!!" teriak Daffi sambil melewati gadis kecil itu dan mencari ponakan laki-laki yang lebih banyak diam di dalam kamar entah apa yang dia lakukan di sana.
"Cih kecil-kecil sok jenius" ucap Daffa di balik pintu ruang belajar keponakannya setelah melihat bocah itu tengah serius dengan laptopnya.
Niat hati ingin memanasi Miss Peggy malah tidak jadi karena yang mau diajak untuk bekerja sama sedang serius belajar.
"Om Daffi, kenapa kaya maling aja sih?" ucap Miss Peggy tiba-tiba karena sudah berada di dekat sang om.
"Ya Tuhan Miss Peggy, kenapa kamu itu selalu muncul tiba-tiba sih? buat om jantungan saja" ucap Daffi terkejut saat berbalik dan mendapati keponakannya sudah ada di belakangnya.
"Dihhh om Daffi juga kenapa malah beldili di sini?" ucapnya sambil melipat kedua tangannya tepat di dadanya sambil menatap Daffi tajam.
"Om Daffi itu lagi lihat abangmu" ucap Daffi menjelaskan.
"Itu bukan melihat tapi ngintip om" ucap gadis kecil itu membenarkan. Daffi memutar bola matanya malas karena ia tidak akan pernah menang berdebat sama miss Peggy
"Daffi? kamu baru sampai? katanya lagi di Amrik?" ujar Maggie yang baru turun dari lantai atas karena masih membereskan barang-barang Puteri bungsunya, mulai dari handuk, sisir, bedak baby dan semua perlengkapan mandi dan lainnya yang beterbangan di segala arah.
Gadis kecil itu lebih mandiri karena setelah mandi ia akan bedakkan sendiri dan menyisir rambut sendiri walaupun ujung-ujungnya sang mama yang harus mengikatnya rambutnya.
"Sudah balik semalam ka" jawab Daffi sambil melangkah ke arah sofa ruangan itu dan mendudukkan bokongnya.
"Om Daffi" panggil Miss Peggy yang ikut omnya untuk duduk di sofa tersebut. Dengan susah paya ia berusaha untuk naik ke atas sofa
"Iya Mis" jawab Daffi.
"Kata mama, om Daffi pelgi-pelgi telus kalena mengelilingi dunia ya?" tanya gadis kecil itu penasaran.
"Iyalah, om Daffi lagi menjelajah dunia, menikmati hidup" ucap Daffi sombong.
"Dihh palingan pake uang oma sama opa, iya kan ma?" ucap Peggy minta dukungan dari sang mama.
Maggie memilih diam karena tidak mau ikut campur dengan perdebatan yang akan segera dimulai itu.
"Enak saja kamu bicara" ucap Daffi tidak Terima baik.
"Kan om Daffi belum punya kelja jadi pasti nggak punya uang lah" ucap Miss Peggy.
"Heh, om punya anak buah yang kerja dan om menikmati hasilnya" ucap Daffi membela diri.
"Nggak ada begitu om, kata papa kelja dulu balu makan, masa om Daffi makan aja nggak kelja?" ucapnya terus menantang sang om.
"Kan om Daffi sudah bilang kalau om bayar orang buat kerja" ucap Daffi yang kali ini tidak mau kalah debat.
"Itu namanya anak malas om. Mama ajalin abang sama aku untuk bekerja sendili, jangan halap bibi telus" ucapnya membantah.
"Ya itu mamamu bukan om Daffi. Kalau om Daffi mah beda" ucap Daffi.
"Bilang aja malas, apa susahnya sih" gerutunya sinis.
"Eh Daffi, baru datang?" tanya Roberth yang baru pulang dari kantor dan masih tenteng tasnya.
"Iya ka, semalam tiba di apartemen" jelas Daffi kepada adik iparnya.
"Papa, mana pesanan ade?" tanya Peggy menagih pesannya pagi tadi.
"Iya Miss papa tidak lupa, nanti kasih tahu abang untuk ambil di mobil" ucap Roberth sambil mensejajarkan tubuhnya dengan puterinya dan mengangkat masuk dalam gendongan setelah tasnya diambil alih oleh sang isteri.
Maggie menyalami sang suami dan Roberth pun menahan putrinya dengan satu tangan dan memberi tangan yang satunya untuk dicium isterinya seperti biasa ritual berangkat kerja dan pulang kerja.
"Cih giliran papanya langsung lengket, kalau aku bilang bau" gerutu Daffi karena keponakannya itu sungguh pilih kasih.
"Papa paling telbaik, selalu wangi" ucapnya memanasi sang om bungsunya itu.
"Mana ada orang baru pulang kerja wangi, acem kali Miss?" ucap Daffi langsung mendapat tatapan maut dari ponakannya membuat Roberth dan Maggie tersenyum menahan tawa.
"Daffi kamu nginap di sini kan?" tanya Maggie kepada adik bontotnya.
" Aku balik ke apartemen ka" jawab Daffi yang tidak mau nginap di mansion keluarga Adipaty. Ya semenjak usia Aksa genap 1 tahun, Roberth dan Maggie pindah ke mansion Adipaty karena tidak ada yang menemoatinya kecuali para asisten Rumah Tangga.
"Kenapa?" tanya Maggie.
"Tidak kenapa-kenapa ko ka?" jawabnya santai.
"Kapan kamu mau mengambil alih perusahaan daddy. Kasihan loh de daddy sudah tua" ucap Maggie mencoba untuk merayu adiknya yang keras kepala itu.
"Aku belum niat ka. Apa salahnya daddy kasih ke orang kepercayaannya untuk mengelolahnya?" saran Daffi.
"Nggak semua orang bisa dipercaya de, Daddy sudah menarik om Roky ke Australia dan di sini kosong. Siapa yang bisa dipercaya di sini? hanya om Roky dan om Riko yang bisa kita percaya" jelas Maggie.
"Tapi ka.... " ucap Daffi.
"Seandainya kaka bisa untuk tampil di publik" ucap Maggie sedih karena sampai hari ini ia hanya bisa jadi ibu rumah tangga yang bekerja dibalik layar karena tidak mau membahayakan keluarganya.
"Akan aku pikirkan ka" jawab Daffi mengalah.
Ia masih ingin menikmati kebebasan tapi apalah daya kalau semua harus berakhir seperti ini.
"Om Daffi... katanya mau kasih hadia ulang tahunnya abang?" tagih Safier yang baru keluar dari ruang belajar yang ada di lantai bawah itu.
"Iya, sudah om pesankan nanti akan diantar ke sini beberapa hari lagi" jawab Daffi.
BERSAMBUNG
Hi semuanya selamat membaca ya? semoga suka sama novel ini.
Sebelum lanjut, bagi yang belum membaca novel sebelumnya harap membaca terlebih dahulu novel Goodbye Daddy See You Again biar nyambung ceritanya. 🙏❤
Daffi yang tidak mau mengecewakan sang kaka akhirnya memilih nginap di mansion tersebut. Ya sejak lahirnya Safier, Maggie dan suami serta putera sulungnya memilih tinggal sedniri. Namun atas persetujuan keluarga, mereka akhirnya menempati mansion utama Adipaty yang waktu itu hanya ditempati oleh para Art.
Daffi sedang asyik bermain bersama kedua keponakannya, dan Roberth malah asyik dengan benda pipihnya untuk membalas setiap pesan yang masuk, membahas soal pekerjaan.
"Semuannya, makan malam sudah siap" seru Maggie yang setelah selesai madi langsung menuju ke ruang makan untuk menata makan malam mereka.
"Yeeee kita makan, kita makan, kita makan" seru Peggy bergoyang sambil melangkah mendahului yang lain menuju ke meja makan. Waktu makan adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh gadis kecil tersebut.
Aku seperti melihat diriku sendiri dalam diri anakku. Batin Maggie membayangkan masa kecilnya yang mudah dialihkan oleh makanan yang enak, bahkan sampai dia dewasa.
Daffi dan kedua keponakannya beriringan menuju ke ruang makan sementara Maggie masih terpaku melihat anak-anaknya dan sang adik hingga hilang di balik pintu.
"Kenapa sayang, ko sepertinya banyak pikiran" ucap Roberth yang mendekat ke arah sang isteri.
"Nggak, aku hanya flashback kembali masa kecilku sepertinya semua tercopy di ade" ucap Maggie dengan senyum gelinya membuat Roberth terkekeh karena ia sedikit tahu soal masa kecil isterinya.
"Kamu baru menyadarinya sayang?" ucap Roberth menggandeng isterinya menyusul yang lain.
Maggie mengangguk polos kepada suaminya.
"Mam, ade mau makannya banyak" seru Peggy yang sudah seperti cacing kepanasan di atas kursi karena menunggu sang mama yang baru masuk bersama papanya.
"Ka, aku layani miss Peggy lebih dahulu ya? kasian anaknya udah nggak sabaran" ucap Maggie untuk melayani sang Puteri terlebih dahulu.
"Iya sayang, dahulukan anak-anak" ucap Roberth mengalah.
Ibu dua anak itu dengan telaten melayani anggota keluarganya kecuali Daffi yang memilih tidak merepotkan sang kaka.
"Ade, sebelum makan pray dulu sayang" ucap Maggie mengingatkan sang Puteri yang seperti orang kesurupan melihat makanan.
"Yes mam" ucapnya langsung mengatup kedua tangannya dan menutup mata.
Mereka makan dengan tenang tanpa ada yang bersuara kecuali dentingan piring dan sendok yang bersentuhan.
Setelah makan malam, Roberth dan keluarga kecilnya serta adik iparnya bersantai sebentar di ruang tamu sebelum beristirahat.
"Daffi, sebaiknya kamu mengambil alih perusahaan Royal-Adipaty. Kamu tahukan? saat ini daddy memaksa kakamu untuk menanganinya tapi apakah kamu mau kedua keponakanmu nanti terabaikan?" ucap Roberth membujuk sang adik iparnya karena jujur bahwa ia tidak mau Maggie bekerja dan mengabaikan pertumbuhan anak-anaknya.
"Baiklah ka, aku akan memikirkannya. Beri aku waktu dua minggu untuk menyelesaikan urusanku di luar sana" ucap Daffi mengalah.
Merekapun masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
"Marni, tolong antar miss Peggy ke kamarnya, dia sudah ngantuk" seru Maggie kepada pengasuh puterinya.
"Iya bu, Miss Peggy ayo kita ke kamar" ucap Marni langsung menuntun gadis kecil itu ke kamarnya di lantai dua.
Para Art di mansion itu memanggil majikan mereka dengan sebutan pak dan bu karena Maggie dan Roberth tidak ingin dipanggil dengan sebutan tuan dan nyonya.
Keesokan Paginya
“Selamat pagi ka Maggie, ka Roberth, bapak sama ibu menitipkan ini untuk abang sama miss Peggy” ucap seorang gadis yang berpakaian kantor yang baru masuk ke mansion itu sambil menyerahkan sebuah bingkisan kepada Maggie.
“papa sama mama sudah pulang dari luar negeri ya?” tanya Roberth yang berdiri di samping isterinya.
“Iya ka, katanya mau pergi lagi” jawab gadis itu sopan.
“Oke biarkan mereka menikmati masa tua mereka” ucap Roberth.
“Asry, tadi ke sini pakai apa?” tanya Roberth lagi.
"Diantar sopir ka" jawab Asry
"Oke kalau begitu berangkat sama aku ke kantor" titah Roberth kepada gadis yang sudah diklaim sang mama sebagai adiknya.
Sejak mama Via memintanya untuk kuliah gadis itu sudah dianggap seperti bagian dalam keluarga Mike. Ya gadis itu adalah Asry yang kini sudah menyelesaikan kuliahnya dan bekerja di kantor Roberth menggantikan Maria.
"Iya ka" jawab Asry sopan.
Maggie mengantar suaminya serta yang lain ke depan mansion karena akan segera berangkat.
"Tante Asly, tante Ike kemana sih? nggak datang-datang" teriak Peggy yang baru bergabung karena baru selesai mandi setelah sarapan tadi. Gadis kecil itu berlari meninggalkan pengasuhnya dan bergabung bersama keluarganya.
"Tante Ike kuliah miss" ucap Asry menjelaskan.
"Oh..." ucapnya singkat.
Acara pamit pamit berakhir dan Roberth serta Asry menuju ke kantor.
*****
Daffi baru saja keluar dari kamar dan langsung pamit untuk pulang ke apartemennya. Sepanjang perjalanan, pikirannya kembali terganggu oleh permintaan sang kaka dan kaka iparnya.
"Apakah aku harus mulai kerja? tapi sampai kapanpun aku menghindar pasti daddy sama kaka akan terus mendesakku." gumam Daffi. Pria itu mulai mempertimbangkan setiap bujukan keluarganya, apalagi sekarang kaka iparnya sudah turun tangan untuk membujuknya.
Setibanya di apartemen, pria itu masuk ke kamarnya dan membersihkan diri lalu mulai membuka laptop untuk melakukan pekerjaan yang selama ini ia lakukan secara diam-diam tanpa diketahui oleh keluarganya.
Tak terasa hari sudah mulai siang dan sudah waktunya makan siang.
"Akhh lapar sekali" gumamnya
Ia langsung mematikan laptopnya dan menyambar jaket kulitnya serta kunci mobilnya lalu turun ke lantai dasar lebih tepatnya ke parkiran.
Setelah berputar-putar mengelilingi kota untuk mencari tempat makan yang pas, Daffi akhirnya memutuskan untuk makan di salah satu tempat makan yang banyak dikunjungi oleh karyawan kantor di kota itu. menurutnya, pasti makanannya enak sehingga banyak pengunjung.
Dengan santainya ia melangkah masuk dan mencari tempat untuk ditempatinya. Setelah mendapatkan tempat, ia kembali melangkah ke tempat tersebut dan mulai memesan makan.
Sedang asyik memainkan ponselnya sambil menunggu pesanan, datanglah dua orang wanit.
"Maaf, apakah kami bisa duduk di sini? Semua tempat sudah penuh" ucap ucap salah satunya. Daffi tidak menjawab, ia hanya mengangkat kepala dan menatap mereka dengan sinis lalu kembali menatap ke arah ponselnya.
Dua gadis itu akhirnya duduk wlaupun tidak disetujui karena memanag semua tempat sudah penuh.
Keduanya juga mulai memesan makan tanpa mengganggu pria yang ada di depan mereka.
Ketiganya menikmati makan siang dengan tenang walaupun sesekali kedua gadis itu sedikit berbincang. Daffi menganggap tidak ada orang di sana dan terus menikmati makannya.
Tring tring tring
"Halo" jawab gadis berambut panjang itu
"..... " ucap seseorang dibalik sambungan telepon.
"Baiklah" baiklah.
Sambungan telepon berakhir. Daffi yang sudah selesai makan lebih dahulu langsung membayar dan pergi begitu saja tanpa peduli dengan dua gadis yang membuat moodnya mendadak buruk.
Asry yang baru pulang dari kantor memilih singgah di kediaman Roberth untuk mengantarkan tas pria itu sekaligus membahas sesuatu sesuai dengan permintaan Roberth tadi.
Asry sudah tiba di mansion Adipaty, dengan santai ia masuk ke dalam nasional itu karena sudah terbiasa datang ke sana jika diminta oleh Maggie jika ada keperluan.
"Hai Asry, kamu sudah datang?" ucap Maggie yang baru turun dari lantai atas.
"Iya ka, sekalian antarkan tasnya ka Roberth" jawab Asry.
"Oke, simpan saja di meja nanti kaka bawa ke atas. Duduklah dulu, kaka mau bicara sama kamu tentang sesuatu yang serius" ucap Maggie. Asry akhirnya menurut, ia menyimpan tas dari pria yang sudah dia anggap sebagai kaka itu di atas meja yang ada di ruang keluarga dan memilih duduk di sofa ruangan itu sambil menunggu apa yang mau dibicarakan oleh Maggie.
"Bi, ambilkan minum sama camilan ya?" ucap Maggie saat melihat Gina, salah satu asisten rumah tangga yang melintas di sana.
"Baik bu" jawab Gina dan langsung menuju ke belakang untuk memenuhi perintah majikannya.
Tring tring tring
📞Ka, sudah selesai langsung turun ya? Asry sudah ada.
📞Sebentar sayang, mis pagi ngambek karena rambutnya dikepang tidak sesuai maunya.
📞Ya sudah bawa sekalian ke sini, aku yang kepang rambutnya.
📞Oke sayang.
Sambungan telepon terputus. Beberapa saat kemudian, Roberth bersama puterinya menuruni anak tangga dari lantai atas. Gadis kecil itu bahk manampilkan wajah cemberut, apalagi rambutnya yang dibiarkan seperti singa karena berantakan. Maggie dan Asry yang melihatnya hanya menahan tawa karena takut gadis kecil itu semakin marah.
"Kenapa rambutnya kaya gitu mis?" tanya Maggie pura-pura tidak tahu.
"Papa yang lusakin lambut aku ma, papa bodoh kan?" ucap Miss Peggy mengadu kepada sang mama.
"Iya sayang, papa bodoh" ucap Maggie mengalah dan memilih membela miss Peggy dari pada urusannya akan panjang kali lebar.
"Sini biar mama yang kepang rambutnya" ucap Maggie sambil melambaikan tangannya agar gadis kecil itu mendekat.
Dengan patuh ia mendekat dan Maggie mulai mengepang rambutnya sesuai keinginannya.
"Eh ada tante Asly" ucapnya baru mau menegur Asry setelah rambutnya berhasil dibuat seperti keinginannya.
"Iya, tante Asry sudah sejak tadi, emang miss Peggy nggak lihat?" ucap Asry.
"Lihat" jawabnya singkat.
Asry melongo sedangkan Roberth dan isterinya mengulum bibir menahan tawa.
"Oke, miss Peggy sama ka Marni dulu ya? papa sama mama lagi ada kerja sama tante Asry." ucap Maggie agar anaknya tidak merusak suasana.
"Oke mam" ucap Miss Peggy dengn gaya centilnya.
"Papa tidak nih?" ucap Roberth.
"Nggak, kalena papa tadi udah buat lambut aku belantakan kaya singa london" ucapnya yang langsung memilih pergi.
"Ya Tuhan, bagaimana kalau omamu ada di sini? dikira mama yang ajarin kamu mengatainya singa london" gumam Maggie frustrasi karena ajaran sesat opanya Alfa yang memberitahukan kalau mamanya Maggie menjuluki oma Ratna dengan sebutan singa london.
"Begini Asry, kaka menyuruh kamu datang untuk membicarakan sesuatu sama kamu." ucap Roberth langsung pada intinya.
"Apa itu?" tanya Asry Hati-hati.
"Nanti kamu bantu adikku Daffi untuk mengelolah perusahaan Adipaty ya? Dia baru mau terjun ke dunia pekerjaan jadi kaka mau kamu yang dampingi dia" jelas Maggie.
"Tapi bagaimana dengan kerjaku di..." ucap Asry terputus.
"Itu biar kaka yang atasi, lagian ada Indra dan nanti kaka akan mencari penggantimu" ucap Roberth yanng tahu arah pembicaraan gadis itu.
"Baiklah" jawabnya.
******
Tring tring tring
📞Halo" ucap Seorang pria yang tengah sibuk dengan berkas-berkas di atas meja kebesarannya.
📞Bang, lagi apa?" tanya seorang gadis yang tadi menelepon.
📞Dimatikan dulu ya? aku lagi sibuk" ucap pria itu.
📞Bang, kenapa sih? sejak abang bekerja, susah sekali hubungin Ike?" ucap gadis itu dengan nada kecewa.
📞Ini demi masa depan kita sayang, abang matikan ya" ucap pria itu langsung memutuskan sambungan telepon sebelum mendengar persetujuann dari seberang telepon.
"Aku harap kamu bisa mengerti dengan posisiku sekarang. Bertahanlah dan fokuslah pada kuliahmu" gumam Daffa setelah menekan tombol merah untuk mengakhiri sambungan telepon bersama sang kekasih.
Daffa kembali melanjutkan pekerjaannya yang menumpuk, ia adalah pria pekerja keras dan selama dua tahun memegang alih perusahaan sang mommy, perusahaan itu semakin maju pesat sehingga membuat orang tuanya bangga.
"Daff, makan siang dulu. sudah hampir lewat waktu makan siang" ucap Gabriel sang asistennya. Ya Gabriel adalah sahabatnya waktu kuliah sehingga ia tidak pakai embel-embel tuan ketika berbicara dengan sang atasan karena itu juga yang tidak diinginkan oleh Daffa.
"Sebentar lagi, tanggung ni hampir selesai" ucapnya tanpa mengangkat kepalanya untuk menatap sang lawan bicara.
"Kan bisa selesaikan setelah makan siang Daff. Kamu tidak ingin sakit kan?" ucap Gabriel geram karena sahabatnya yang gila kerja itu.
"Kenapa kamu jadi cerewet sih?" gerutu Daffa yang tetap tidak mengindahkan ucapan sang asistennya.
Gabriel yang pusing menghadapi Daffa memilih keluar dari ruangan itu dan pergi entah kemana.
Setelah beberapa saat, bahkan sudah lewat jam makan siang, Daffa baru menyelesaikan tugasnya. Ia menyambar ponsel serta jasnya untuk keluar mencari makan, tapi bertepatan dengan pintu ruangannya kembali terbuka oleh seseorang yang hendak masuk.
"Mau ke mana?" tanya Gabriel yang baru masuk dengan menenteng paperbag.
"Cari makan" jawab Daffa.
"Tidak perlu, sekarang juga duduk dan makan. Jangan berulah" ucap Gabriel tidak mau dibantah.
Sikap inilah yang disukai oleh Daffa saat memilih sahabatnya itu jadi asistennya karena pria itu selalu ada untuknya kapan saja, bahkan kadang ia juga menjadi tegas tanpa memandang Daffa sebagai atasannya jika itu untuk kebaikan.
Keduanya menuju ke sofa yang terletak di ujung ruangan itu dan dengan telaten Gabriel mulai mengeluarkan makanan yang baru dia beli tadi untuk mereka nikmati.
"Makanan apa yang kamu beli?" tanya Daffa.
"Makanlah, jangan banyak protes karena tidak mungkin aku mau meracunimu" ucap Gabriel dan akhirnya keduanya mulai menikmati hidangan itu hingga ludes.
*****
Di belahan bumi yang lain,
seorang gadis tengah mentap ponselnya yang sudah gelap karena sambungann telepon yang sudah berakhir.
"Bahkan aku yang selalu menghubunginya dan ujung-ujungnya ia mematikan telepon sesuka hatinya. Apakah begini rasanya kalau kita yang mengejar pria? seenaknya dia berlaku demikian? bahkan sudah dua tahun sejak dia bekerja, ia sudah mulai menganggapku nggak ada" gumam Ike sedih. Gadis yang kini sudah menjadi seorang mahasiswi itu mulai merasakan kurang perhatiannya sang kekasih. Tidak seperti dulu, setiap saat diberi kabar dan diingatkan untuk makan, istirahat dan melakukan apapun.
"Baiklah, aku tidak akan menggangu kesibukanmu lagi, aku akan fokus sama studiku seperti ucapan kamu selama ini" putus Ike. Gadis itu memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang sedikit memerah karena tadi ia sempat menangisi hubungannya yang sudah jauh berubah.
Setelah menyelesaikan ritualnya di dalam kamar mandi, Ike turun ke lantai dasar untuk bergabung bersama yang lainnya.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!