Di bawah langit biru yang cerah seperti biasanya aku membaringkan tubuhku di tanah selagi berguling-guling ke sana kemari, tidak ada alasan khusus untuk melakukannya hanya saja ini membuatku bisa mengintip rok-rok wanita yang lewat dan membuat mereka jijik terhadapku.
Di masa lalu aku disebut sebagai penyihir terkuat di dunia namun sekarang aku hanya seorang pengangguran yang kurang kerjaan, hal itu bukan karena tidak ada orang yang memungutku, aku hanya saja sudah tidak ingin melibatkan diri dengan apapun yang terjadi di dunia ini.
Aku ingin menjalani hidupku dengan bebas, bersantai sebanyak yang kuinginkan, terlebih aku sudah lelah dianggap sebagai pahlawan.
Selama 1000 tahun aku sudah berkali-kali merubah namaku dan berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya dan sekarang namaku adalah Rider dan aku tinggal di sebuah kota disebut kota Labirin. Seperti namanya kota ini dihuni banyak petualang-petualang kuat yang membuatmu berfikir seberapa banyak dari mereka sebenarnya.
Ketika aku berguling-guling aku dihentikan oleh seorang gadis dengan pakaian gaun berenda putih serta rambut perak sebahu. Ia mengenakan topi bundar di atas kepalanya serta tongkat untuk menopang dirinya, jika dilihat sebelah kakinya yang kiri kemungkinan besar hanyalah kaki palsu.
"Maaf membuatmu tidak nyaman, apa kau ingin melihat bawahanku."
Dari umurnya mungkin dia sekitar 9 tahun.
"Maaf saja aku tidak tertarik."
"Lalu kenapa tanganmu sudah mengangkat gaunku."
"Sejak kapan?" teriakku panik.
"Mungkinkah sebenarnya aku ini lolicon."
"Imutnya."
Aku merasa gadis ini berbahaya, aku kembali berguling ke arah lain namun dia telah menghalangi jalan pelarianku.
"Aku punya kesepakatan denganmu, apa kau mau menerimanya?"
"Sayang sekali gadis kecil, tapi aku sudah memutuskan untuk tidak bekerja bahkan beberapa orang sudah aku tolak."
"Baru kali ini aku melihat seorang bangga karena menjadi pengganguran."
Aku membalasnya dengan senyuman lebar.
"Aku tidak akan memintamu bekerja melainkan aku akan membiarkanmu tinggal di rumahku dan aku juga akan memberikanmu makan, bagaimana?"
"Apa yang kudengar ini tidak salah."
Aku berdiri dengan penuh semangat.
"Tentu saja, aku tinggal sendirian dan aku hanya berjualan bunga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun, aku yakin bisa membuatmu lebih bahagia dengan hidup menggangur seperti itu."
"Tidak, rasanya aku akan bersalah jika menerima itu dari seorang gadis kecil."
"Aku tidak keberatan, tapi sebagai gantinya bisakah kamu mengajariku sihir."
"Sihir kah, bagaimana kalau aku bisa menggunakan sihir?"
Gadis itu meletakan jarinya di bibir kemudian memiringkan kepalanya dengan senyuman nakal, itu terlalu dewasa untuk dirinya.
"Beritahu nggak yah!"
Bahkan bagiku tiba-tiba saja aku ingin melindunginya.
"Tempo hari saat aku mengambil bunga-bunga di hutan, aku tanpa sadar melihatmu menggunakan sihir itu benar-benar menganggumkan, kalau saja aku bisa melakukannya juga aku yakin aku bisa hidup dengan baik."
Ah waktu itu, saat aku buang air ada seekor banteng yang tiba-tiba muncul untuk menubrukku jadi aku meledakannya dengan sihir api.
"Terlebih apa kamu tidak tertarik denganku, walau tubuhku mungil, aku masih bisa memuaskanmu."
Aku mencengkeram wajahnya.
"Awawawawa."
"Karakter gadis kecil sekarang, benar-benar berbahaya."
Aku sebenarnya merasa tidak ingin melakukannya, tapi entah kenapa aku merasa tidak bisa meninggalkan gadis ini.
Jika kulakukan kemungkinan besar hati nuraniku akan hancur.
Seperti itulah hal yang kurasakan sekarang.
Gadis ini jelas terlihat membutuhkan pertolongan.
"Baiklah, aku terima kesepakatannya. Kuharap tempat tinggalmu nyaman."
"Tentu saja, mari ikuti aku... ngomong-ngomong namaku Cosetta, salam kenal tuan?"
"Panggil saja Rider tanpa tuan."
"Baiklah Rider tanpa tuan."
"Maksudku hanya Rider."
"Aku cuma bercanda."
Dan kurasa inilah awal perjalananku yang baru dengan gadis bernama Cosetta.
Yang bisa kulihat sekarang hanyalah sebuah rumah kayu yang akan roboh kapan pun, bahkan jika ada angin itu akan menghancurkannya dengan mudah.
"Selamat datang di istanaku Rider, di dalamnya hanya ada satu kamar jadi kita bisa tidur berdua, ada dapur juga walaupun sempit."
Aku menjatuhkan diriku lemas dengan wajah memucat.
"Ini tidak seperti yang aku harapkan?" teriakku.
"Apa maksudmu, ini rumah yang nyaman.. lihat ada burung juga di sini."
"Itu gagak, itu burung pertanda kematian atau sesuatu seperti itu."
"Eh, benarkah... tapi mereka imut."
Aku tak bisa habis pikir dengan pola pikir gadis ini.
"Lalu bagaimana kau bisa membelikanku makanan?"
"Jangan khawatir kurasa aku punya banyak celengan."
Aku berdiri dengan wajah menangis.
Selain hidupku yang malang karena terlibat dengannya, aku juga prihatin dengan kehidupannya saat ini.
"Benar, beberapa waktu ini ada orang asing yang mencoba masuk ke dalam rumahku jadi aku memasang jebakan di depan pintu jadi berhati-hatilah."
"Ugh, aku sepertinya menginjak sesuatu?"
"Sudah kubilang ada jebakan bukan."
Aku diledakan ke udara sebelum jatuh ke tanah dengan memalukan.
"Uwaah, Rider kau baik-baik saja, wajahmu gosong."
Aku mencengkeram wajah Cosetta.
"Dari awal bilang kek ada jebakan."
"Maaf, maaf, sekarang aku harus memasang jebakan baru lagi."
Jika aku bertemu dengan orang asing itu aku sendiri yang akan meledakannya dengan sihir, begitulah aku mengatakannya hingga dia tidak akan memasangnya lagi.
Aku duduk di kursi yang reot dengan meja yang tampak usang.
"Aku akan buatkan teh yang enak, tolong tunggu sebentar."
Terlepas dari sifat gadis ini yang menyebalkan dia gadis yang baik.
"Aku mengambil rumput di pekarangan untuk membuat teh jadi kuharap Rider menyukainya."
Aku tarik kembali perkataanku barusan.
"Kau ngajak gelut yah!" teriakku.
"Tapi daun teh harganya cukup mahal... rumput lebih irit."
"Air putih saja aku mohon."
"Apa boleh buat kalau begitu," katanya dengan wajah bersinar.
"Bisakah kau tidak menunjukkan ekspresi seperti itu?"
"Ini cara terbaik untuk menggoda pria bukan, jika aku bisa melakukannya mungkin akan ada bangsawan yang tertarik padaku, walau jadi istri berapapun yang terpenting aku bisa hidup dengan kemewahan."
"Niat jahatmu terlihat loh," kataku singkat.
Dia menaruh gelas di dekatku sementara dirinya duduk di depanku.
Aku tidak memungkiri Cosetta adalah gadis yang cantik bahkan jika dia jadi ratu semua orang tidak akan keberatan.
"Bagaimana rasanya enak?"
"Ini air putih oi."
"Ya ampun, aku melupakannya."
Penampilannya cocok tapi kelakuannya buruk.
"Jadi kenapa kau pergi ke hutan seorang diri, aku yakin di sana kemungkinan banyak monster?"
"Bunga indah hanya tumbuh di hutan, karena itulah aku pergi ke sana... meski aku tidak pergi hasilnya akan sama, mati karena monster atau mati karena kelaparan bukannya itu sama saja."
Wajahku memucat.
Pembicara ini terasa berat oi.
Tak lama ledakan terjadi di belakang rumah ini.
"Ah, sepertinya jebakanku mengenai seseorang lagi?"
"Ah jidatmu. Jangan bilang itu orang asing."
Aku dan Cosetta buru-buru mengeceknya dan benar saja di sana seorang pria hentai dengan syal dan baju ketat terbaring di tanah.
"Sialan kenapa ada peledak di tempat ini, tapi terserahlah... hey kau, cepat serahkan gadis di sebelahmu itu, aku sudah mengincarnya sejak lama."
"Mengincarnya?"
"Benar sekali, dia sangat cantik dan manis aku ingin melakukan itu, itu dan itu."
"Yos, dia pantas dibunuh."
Aku berjalan menghampirinya.
"Jangan remehkan aku, aku ini mantan petualang tingkat atas.. orang lemah sepertimu tidak akan mungkin mengalahkan aku... Ultimate Fire Booster."
Lingkaran sihir muncul di tangannya dan itu menembakan bola api tepat ke wajahku.
"Keren, sihir memang mengagumkan."
"Kau ini berpihak pada siapa?"
Aku berdiri selagi menyingkirkan asap hitam di wajahku.
"Nani, Bakana... padahal barusan sihir terkuatku."
"Sihir terkuat, yang barusan hanyalah untuk anak-anak.. ini barulah sihir."
Aku meniru gerakannya dan lingkaran sihir muncul di tanganku.
"Ultimate apalah itu."
Dan seranganku meledakannya.
"Hebat sekali Rider, kau membuatnya jadi debu... sayang sekali, tadinya aku ingin menyiksanya sampai mati, menusuk-nusuknya dengan pisau hingga berteriak kesakitan."
"Kau ini iblis kah," teriakku padanya.
"Makan malam hari ini daging panggang, silahkan."
Dengan senang Cosetta meletakkan sepiring daging padaku dengan senyuman di wajahnya.
"Daging apa ini?" aku dengan ragu menanyakannya.
"Tentu saja daging gagak, mereka bisa kita jadikan sebagai cadangan makanan juga."
Aku tidak ingin mengatakannya tapi wajahnya yang imut dan perbuatannya tidaklah sama, dia gadis yang liar di dalamnya.
"Cepat makan aku sudah membuatnya penuh cinta."
Aku memakannya dan sangat mengejutkan bahwa rasanya enak.
"Ini bohong kan, kau pandai memasak."
"Fufu ini salah satu bakatku yang lain," dia membusungkan dadanya.
Aku tidak membenci sifatnya yang ceria itu.
"Lalu bisa jelaskan padaku tentang situasimu, aku paling tidak harus tahu siapa yang aku ajari?"
"Benarkah? Aku tidak punya riwayat khusus jadi akan kuberitahu."
Setelah mendengar penjelasannya, wajahku semakin memucat.
Cosetta sebelumnya adalah anak dari keluarga bangsawan rendah yang hidup berkecukupan, saat itu ayahnya ketahuan menggelapkan dana wilayahnya hingga di hukum mati sementara ibunya lari bersama selingkuhannya.
Untuk kaki Cosetta dia diserang monster hingga menggunakan kaki palsu. Hal yang kudengar sudah cukup membuat semuanya terasa berat.
"Kau baik-baik saja?"
"Tidak juga, biarkan aku menenangkan diri dulu."
Beberapa menit berikutnya aku menjelaskan tentang sihir pada Cosetta.
"Setiap orang memiliki kecocokan tertentu dengan sihir yang bisa mereka miliki, seperti elemen dasar biasanya itu mencakup air, tanah, angin, api dan petir. Sementara untuk elemen cahaya dan kegelapan merupakan elemen khusus yang tidak banyak dimiliki banyak orang."
"Jadi begitu lalu menurutmu elemen seperti apa yang aku miliki?"
"Kegelapan, kau cocok dengannya."
Cosetta mengembungkan pipinya.
"Muu, jangan begitu.. aku tidak mungkin cocok dengan kegelapan, aku gadis cantik baik hati yang rajin menabung, beberapa bulan yang lalu aku membantu nenek menyebrangi jalan bukannya itu perbuatan terpuji."
"Aku sama sekali tidak percaya padamu."
"Saat dia pergi aku mengambil beberapa makanan yang dibawanya."
Sudah kuduga, teriakku dalam hati.
Aku mengeluarkan sebuah kertas yang kuberikan pada Cosetta.
"Sentuhlah kertas itu dan kita akan tahu elemen sihir seperti apa yang kamu miliki, di beberapa kasus ada yang tidak memiliki elemen jadi dia tidak memiliki bakat dengan sihir."
"Begitu, kuharap aku memilikinya."
Ketika dia menyentuhnya lambang air dan angin muncul di atas kertas.
Memiliki dua atribut adalah hal langka.
"Sepertinya kau bisa menggunakan sihir air dan angin, itu cukup bagus."
"Bukannya akan kesulitan jika aku memiliki atribut tersebut, Rider api bukan?"
"Tidak, aku bisa menggunakan semua elemen."
Aku mengulurkan tanganku dan dari sana ikan-ikan dari sihir air bermunculan, tak lama kemudian ikan tersebut menjadi es dan jatuh ke atas meja.
"Jika kau cukup kuat kau bisa menggabungkan dua elemen air dan udara untuk merubahnya menjadi es."
"Luar biasa sekali, aku sepertinya tidak salah membawamu ke sini untuk mengajariku.. mulai sekarang teruslah menjadi budakku."
Aku menarik pipinya.
"Sakit, sakit, aku minta maaf."
Aku melepaskannya, aku ingin tahu saat dewasa dia akan jadi seperti apa.
"Lalu kenapa kau ingin bisa menggunakan sihir?"
"Aku ingin menjadi petualang, selain ingin memiliki penghasilan lebih aku ingin kembali menjadi bangsawan, terkadang beberapa petualang diangkat jadi bangsawan jika mereka memberikan kontribusi lebih pada kerajaan."
"Itu bukan tujuan yang buruk tapi aku ragu bahwa semuanya akan berjalan lancar, keluargamu sudah dianggap sebagai kriminal apa mereka akan menerimamu?"
"Aku yakin aku bisa mencapai posisi tersebut."
Aku menghembuskan nafas berat.
"Sebagai pengangguran aku akan membantumu sebisaku, sekarang sudah malam hari, mari tidur."
Wajah Cosetta memerah.
"Apa kau ingin mengundangku untuk tidur denganmu?"
Aku lupa bahwa kelakuannya memang buruk.
Aku memilih tidur di lantai saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!