‘’Ini sudah kedua kalinya Al, mau sampai kapan kamu seperti ini?’’
‘’Ma stop deh, aku nggak mau bahas masalah ini lagi.’’
‘’Apa karena Max?’’ Ucapan itu sontak menghentikan langkah Alesya yang baru saja akan masuk ke kamarnya. Wanita itu berbalik dan menatap mamanya dengan tatapan datar.
‘’Mau sampai kapan kamu mengingatnya Al? Ikhlaskan Max yang sudah tenang di atas sana.’’
‘’Ma, aku nggak mau membicarakan hal ini lagi.’’
‘’Iya, tapi mau sampai kapan Al? Kamu saja nggak pernah mau membuka hati kamu untuk belajar melupakannya.’’
‘’Aku bukannya nggak mau ma, aku sudah berusaha. Melupakan seseorang nggak segampang itu. Sakit ma, sakit banget saat aku disadarkan oleh kenyataan kalau seseorang yang aku cintai nggak ada lagi dan nggak akan pernah lagi ada di sampingku!’’ Alesya menjawab dengan nada satu oktaf lebih tinggi. Suara nya bergetar, air mata perlahan jatuh membasahi pipi. Selalu saja seperti ini, mamanya sama sekali tidak mau mengerti perasaannya dan itu benar-benar membuatnya sedih dan kesal. mereka hanya bisa memerintah, tapi nyatanya, hal itu tidaklah gampang, untuk seseorang yang mengalaminya.
Kehilangan seseorang, tentu saja merupakan sebuah pukulan berat. Kehilangan saja sudah begitu menyakitkan dan sekarang dia dipaksa untuk melupakan?
Kenapa dunia begitu tidak adil? Dunia sudah mengambil Max darinya dan sekarang ingin mengambil Max juga, dari ingatannya?
Dia adalah Alesya Lesmana, ketua tim designer di perusahaan Gsaint (Perusahaan terbesar di bidang fashion yang ada di Indonesia), usianya sudah memasuki angka 25 tahun dan belum memiliki pendamping.
Sakit. Itulah yang dirasakan Alesya. Kehilangan seseorang yang berarti, berkali-kali lipat lebih menyakitkan dari berbagai macam hal paling menyakitkan di dunia. Alesya juga ingin seperti wanita lain yang bisa memeluk saat merindukan. Ingin merengek ketika manja. Ingin berkeluh kesah, saat sedang memiliki masalah. Ingin dihibur saat sedih. Ingin dijemput, ketika ingin keluar jalan-jalan. Dan juga ingin melihat senyum prianya, setiap hari.
Ditinggal pergi selamanya karena sang kekasih kembali ke pangkuan Tuhan itu berbeda rasanya dengan ditinggal selingkuh atau diputuskan begitu saja. Rasanya benar-benar menyakitkan. Dunianya seakan runtuh dalam sesaat, mimpinya, angannya hilang begitu saja.
Bodoh memang jika mengingat dia menjadikan pria itu sebagai dunianya, tetapi inilah cintanya. Bukti dari betapa besar rasa yang dimilikinya untuk pria itu, pria yang telah pergi dan tidak akan kembali lagi.
‘’Mama mengerti kamu sedih, tapi mama juga nggak mau lihat kamu begini terus!’’
‘’Mama nggak ngerti! Kalau mama ngerti mama nggak mungkin mendesakku untuk memiliki hubungan baru.’’
‘’Apa mama salah? Mama sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Mama nggak mau kamu terus hanyut dalam masa lalu. Al, waktu terus berlalu, bangkitlah nak, jangan seperti ini terus. Ikhlaskan dia yang meninggalkanmu dan mulailah menata hidupmu lagi. Sudah 3 tahun Al, sudah cukup untuk kau meratapi kepergiannya.’’
‘’Ma, aku nggak bisa, benar-benar nggak bisa dan tolong jangan paksa aku! Biarkan aku seperti ini ma, aku nggak masalah hidup dalam kenangan kami, Aku nggak masalah untuk itu. Aku juga nggak yakin bisa menikah, hatiku sakit dan sepertinya nggak sanggup menerima cinta yang lain.’’ Tangisan Alesya semakin pilu. Wanita itu benar-benar merindukan Max sekarang.
‘’Mama nggak mungkin membiarkanmu seperti ini terus Al. Pokoknya mama nggak mau tau, besok, kamu harus bertemu dengan Deon dan mengubah keputusanmu. Terima lamarannya dan menikahlah secepatnya. Mama yakin pria itu akan menjaga dan memperlakukanmu dengan baik nanti.’’
‘’Nggak akan ma, aku nggak akan menikah dengan siapapun selain Max!’’
‘’Dia sudah meninggal Alesya!’’ teriak mamanya frustasi. Alesya selalu saja bersikeras menolak kemauannya. Walaupun harus memaksa, mama Risa tetap kekeh ingin menikahkan Alesya dengan Deon.
Wanita paruh baya itu hanya ingin sang putri memiliki seseorang yang akan menjaganya nanti. Dia sadar betul bahwa umurnya dan suami tidak lagi muda dan bisa kapan saja mereka dipanggil pulang oleh sang pencipta. Oleh karena itu, dia ingin mencari seseorang yang bisa dipercaya untuk menjaga Alesya dan orang itu adalah Deon. Pria yang menurutnya bisa menggantikan Max untuk benar-benar bisa menjaga Alesya.
‘’Ya, dan itulah yang membuatku tidak bisa melupakannya! Rasa cinta ini terlalu besar dan Max sudah membawa semuanya pergi. Apa mama tau bagaimana sedihnya aku saat bangun dari koma dan tidak mendapatkannya disisiku lagi? Saat itu aku bahkan berpikir akan lebih baik untukku jika tidak lagi membuka mata. Tapi sialnya, Tuhan malah menyadarkanku dan membiarkannya pergi sendirian.’’
Refleks, tangan mama Risa terangkat. Tamparan yang lumayan keras didapat Alesya, sesaat setelah dia mengucapkan kalimat terakhirnya.
‘’Berani sekali kamu mengucapkan kalimat itu! Apa kamu tau bagaimana takutnya mama dan papa melihatmu yang tidak kunjung membuka mata? Apa kamu tau bagaimana takutnya kami karena kamu yang beberapa kali menghadapi kondisi kritis? Kami bahkan terjaga siang malam karena rasa takut yang berlebihan dan kamu dengan gampangnya menyebutkan kalau kesadaranmu itu adalah hal sial untukmu!?’’ bentak mama Risa yang tidak habis pikir dengan pola pikir Alesya.
Hati orang tua mana yang tidak sakit mendengar ucapan seperti itu? mama Risa terduduk lemas sambil menangis. Benar-benar menyakitkan mendengar ucapan Alesya tadi. Bagaimana bisa Alesya berucap seperti itu? Apakah mereka sebagai orang tua tidaklah penting bagi Alesya?
Mama Risa berbalik memunggungi Alesya, paruh baya itu menangis pilu, dadanya terasa sesak, mengingat ucapan Alesya tadi, juga merasa bersalah, karena sudah menampar sang putri.
Bukannya minta maaf, Alesya malah meninggalkan mamanya begitu saja. Wanita itu menutup pintu kamarnya dengan setengah membanting.
Dia duduk dengan bersandar di pintu kamarnya, tangisnya semakin pecah. Bukan keinginannya untuk menyakiti hati sang mama, ucapannya pun terlontar begitu saja, mungkin karena terlalu emosi, hingga tidak bisa lagi menahan diri dan memfilter kata-katanya.
‘’Bae … kenapa kamu tega meninggalkanku? Seandainya kamu masih disini, hal ini tidak mungkin terjadi padaku. Max aku benar-benar tidak bisa melupakanmu, sekeras apapun aku berusaha. Kenapa kamu meninggalkanku dengan cinta yang sebesar ini?’’ Masih menangis, Alesya berdiri dan mengambil foto Max yang masih dia pajang di nakas samping ranjangnya. Dia terus memperhatikan wajah tampan Max yang tidak bisa lagi dilihat dan disentuhnya secara langsung. Air mata pun terus jatuh membasahi bingkai foto itu.
Alesya merasa hidupnya sangat sial, Tuhan begitu kejam padanya. Dari sekian banyak manusia dimuka bumi ini, kenapa harus dirinya yang mengalami situasi menyakitkan ini?
Kenapa Tuhan malah mengambil Max darinya, apa salahnya sampai Tuhan tidak mengizinkan kebahagian untuknya dan Max?
Diluaran sana begitu banyak orang yang tidak saling mencintai bisa saling menyatu, lalu kenapa dia dan Max yang begitu saling mencintai malah dipisahkan dengan begitu kejamnya?
Lalu Alesya membawa bingkai foto itu naik ke ranjang dan bersandar di headboard, dia masih menangis dengan memeluk erat bingkai foto Max. Benar-benar sakit rasanya menahan rindu pada seseorang yang tidak bisa lagi digapai. Percayanya sangat besar, tapi sayang kenyataan tidak berpihak, harapannya masih sama, tapi sayang takdir tidak mengizinkan, mimpinya masih banyak, tapi sayang Tuhan berkehendak lain.
‘’Aku merindukanmu bae. Bisakah kau hadir dimimpiku? Aku benar-benar ingin memelukmu sekarang. Kumohon sekali ini saja.’’ Alesya meminta dengan begitu pilu, berharap Tuhan berbelas kasihan padanya, berharap Tuhan mengabulkan keinginannya.
Hampir dua jam berlalu, mata Alesya perlahan tertutup, mungkin karena terlalu lelah menangis hingga matanya jadi berat dan tertutup perlahan.
Bersambung .....
Aku ingin mengikhlaskan, tapi nyatanya hati tak sanggup. kehilanganmu adalah hal paling menyakitkan untukku.
Alesya mendesah begitu bangun dari tidurnya, Tuhan masih saja tidak mengabulkan keinginannya, padahal permintaannya sangat kecil, tetapi kenapa susah sekali Tuhan mengabulkannya? Apa sebegitu bencinya Tuhan padanya?
Dia mendesah sekali lagi kemudian menyingkirkan selimut yang masih menutupi tubuhnya, lalu turun dari ranjang dan membawa langkahnya menuju balkon.
Dia mendongak menatap langit yang tampak cerah, sangat berbeda sekali dengan suasana hatinya saat ini yang begitu kelam karena menahan rindu yang tidak bisa diobati.
‘’Morning bae, bagaimana kabarmu disana? Jangan menyerah dan bosan menungguku ya, kita pasti akan bersama lagi nanti. Aku mencintaimu kau tau itu ‘kan?’’ Air mata kembali jatuh membasahi wajahnya, dengan cepat dia menghapusnya. Ini masih terlalu pagi untuk menangis.
‘’Aku siap-siap ke kantor dulu ya.’’ Lalu dia memutar badannya dan kembali melangkah masuk ke dalam kamar, sekilas melirik pada bingkai foto Max yang masih tergeletak di atas ranjang.
Dia melangkah mendekat, mengambil bingkai foto itu, melabuhkan bibirnya hampir satu menit lamanya lalu meletakkan kembali di atas nakas. Dia tersenyum lagi sebelum masuk ke bathroom untuk melakukan ritual mandi paginya.
Hampir 40 menit Alesya menghabiskan waktu untuk menyiapkan diri dan sekarang penampilannya sudah sangat mempesona bak seorang bidadari yang turun dari kayangan. Pakaiannya luar biasa indah ditambah dengan beberapa aksesoris yang mampu menambah kesan mewah dan elegan pada penampilannya.
‘’Aku berangkat kerja dulu ya, jaga dan perhatikan aku dari atas sana, I love you,’’ ucapnya melemparkan kecupan jauh untuk bingkai foto kekasih hati. Setelahnya, dia melangkah besar, hari ini ada meeting penting yang harus dihadiri olehnya.
‘’Pagi ma, kak,’’ tegurnya tanpa menghentikan langkah. Bukan karena masih marah pada mamanya, dia hanya sedang buru-buru.
Mamanya pun dengan cepat berdiri, sedikit berlari menghampiri Alesya dengan membawa setengah gelas jus tomat dan sepotong roti, sedangkan Aruna, kakaknya, hanya melirik dengan tatapan datar. Wanita itu sedikit mencibir Alesya. ‘’Merepotkan saja,’’ ucapnya lalu meneruskan sarapannya.
‘’Minum ini dulu sebelum pergi.’’ Mamanya menahan Alesya saat wanita cantik itu akan membuka pintu mobilnya. Setelahnya, menyerahkan apa yang dibawanya dan meminta Alesya menghabiskan semuanya terlebih dulu dan barulah dia akan mengizinkan Alesya berangkat ke kantor.
Mau tidak mau Alesya menuruti, diambilnya jus itu kemudian dia menjepit hidungnya dengan tangan kiri dan meneguk habis jus.
Mama Risa kemudian mengambil gelas kosong dari tangan Alesya yang sedang berekspresi dengan wajah anehnya, wanita itu membuka lebar mulutnya, seperti orang ingin muntah. Sebenarnya, Alesya sangat tidak menyukai rasa jus tomat, tetapi mamanya selalu saja membuat jus itu setiap pagi lalu memaksa dirinya, kakak dan papanya untuk meminum jus itu. Alasannya adalah, agar mereka terhindar dari stres.
Memang, beberapa penemuan mengungkapkan bahwa mengkonsumsi tomat dapat mengurangi stress dan mama Risa yang tau bagaimana sibuknya suami dan kedua putrinya, memilih menggunakan buah itu, setidaknya dia bisa sedikit membantu dua orang yang disayanginya.
Mama Risa kemudian memberikan roti pada Alesya, untuk menghilangkan rasa ingin muntah. Berbeda dari Aruna yang memang menyukai jus tomat, Alesya sama persis dengan papanya yang harus makan sesuatu setelah mengkonsumsi jus itu. Bagaimana tidak, mamanya bahkan tidak menambahkan apapun pada jus, itu benar-benar hanya tomat yang diblender jadi, rasanya benar-benar bikin mual.
''Oh ya ma, semalam papa dan kakak pulang jam berapa?'' tanya Alesya sembari memakan rotinya. Keluarga Alesya memiliki bisnis perhotelan, tetapi Alesya tidak tertarik akan bisnis itu dan memilih untuk menjadi seorang designer.
''Papa kamu pulangnya jam 10, kakakmu pulang jam 11, kalau mama nggak salah ingat,'' jawab mama Risa membersihkan sisa jus diatas bibir Alesya.
Alesya tersenyum lebar, memperlihatkan barisan gigi putihnya. ''Ya udah aku pergi dulu ma, kalau terlambat bisa dapat amukan dari bos.'' Mencium pipi kanan mama Risa sebelum masuk ke mobil.
Mama Risa pun tersenyum dengan begitu lebar. Rasa sakit karena ucapan Alesya semalam memang masih membekas di hati dan pikirannya, tetapi itu sama sekali tidak menjadi sebuah alasan untuknya terus marah pada putri bungsunya itu.
*****
‘’John ada apa sih?’’ tanyanya saat sadar mobil mereka sudah berhenti lumayan lama, Alesya lalu melihat jam tangannya, 20 menit lagi meeting akan dimulai dan dia masih dalam perjalanan?
John adalah nama yang diberikan Alesya pada sopir pribadi yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri itu. Alesya kurang suka dengan nama asli John, baginya itu terlalu kampungan dan sedikit tidak cocok dengan kepribadian Alesya dan juga dia merasa nama itu kurang cocok dengan wajah John yang terlihat lumayan tampan. Nama asli John adalah Maman.
‘’Ada apa sih John?’’ tanyanya lagi sedikit memajukan badannya, untuk melihat keadaan di depan mobil mereka.
‘’It - itu non ….’’ John khawatir untuk menyampaikan apa yang terjadi, dia tahu betul bagaimana trauma Alesya akan kecelakaan. Sebelumnya, Alesya bahkan selalu gemetar saat duduk di dalam mobil.
Dulu, Alesya selalu menggunakan sepeda atau bus untuk mengantarkannya ke tempat tujuannya, barulah 3 bulan belakangan ini Alesya bisa kembali naik mobil lagi. Alesya mendapatkan perawatan dari seorang psikolog. Dia memang sudah bisa naik mobil, tapi untuk mendengar atau melihat kecelakaan, dia selalu saja histeris.
‘’Non,’’ teriak John mencegah Alesya yang sudah membuka kaca mobil. Wanita itu melirik tajam karena teriakan John padanya, lalu kembali meneruskan niatnya.
‘’Ini kenapa macet ya pak?’’ tanyanya pada seorang pengendara motor yang ada di samping mobilnya.
‘’Di depan ada kecelakaan mbak, tadi ada bus yang melaju kencang dan menabrak dua mobil yang sedang berhenti dilampu merah.’’
‘’Kk - kece - lakaan?’’ Tiba-tiba saja dia berkeringat dingin, tubuhnya gemetar, kepalanya pusing mengingat peristiwa yang pernah menimpanya dan Max, sampai pria itu harus kehilangan nyawanya.
Matanya kosong menatap lurus kedepan, air matanya perlahan jatuh membasahi pipi. Tiba-tiba saja Alesya sudah menangis histeris sambil memukul-mukul dadanya yang terasa sesak, kepingan ingatan tentang kejadian itu terus berputar seakan meneror pikirannya.
‘’Nn - non kenapa?’’ John dibuat panik melihat Alesya yang sudah menangis dengan begitu pilunya, seperti seseorang yang tengah menahan kesakitan yang luar biasa. Buru-buru dia mengambil air mineral dan memberikannya pada Alesya yang nampak sangat kesakitan, dia sampai gemetar melihat Alesya yang menangis meraung seperti itu.
‘’Sakit, sakit banget,’’ rancau Alesya masih memukul dadanya yang terasa sesak. John tambah khawatir saja, dia bingung harus melakukan apa, air mineral yang tadi akan diberikannya pun sudah jatuh karena tadi Alesya sempat mendorongnya.
Air matanya semakin deras membasahi pipi, sakitnya benar-benar sakit, seakan di tusuk oleh ribuan pisau, dihantam oleh ribuan palu. Benar-benar sangat menyakitkan sampai kata dan kalimat pun tidak bisa mendeskripsikan sesakit apa Alesya sekarang.
Bersambung.....
Setiap kali aku menatap langit, aku mau kau kembali. Perasaanku masih sama, aku masih mencintaimu.
‘’Ha - halo nyonya, non Alesya menangis nyonya.’’ Bingung harus melakukan apa, John memutuskan untuk menelpon mama Risa dan memberitahu tentang keadaan Alesya yang masih menangis histeris.
‘’Menangis? Memangnya apa yang terjadi, kenapa kau membuat putriku menangis?’’ Mama Risa menjawab dengan santai, pikirnya John sedang bercanda, dia tau siapa Alesya dan sangat tidak mungkin putrinya itu menangis karena John.
Tiba-tiba saja Alesya pingsan, John pun semakin panik dibuatnya.
‘’Ny - nyonya non Alesya pingsan!’’
‘’Ha pingsan? Kamu apakan putri saya John, kenapa bisa sampai pingsan?’’ teriak mama Risa, John hampir saja menjatuhkan ponselnya, karena teriakan yang sedikit menyakitkan indera pendengarannya itu.
‘’It - itu nyonya, tadi non Alesya menangis karena mendengar berita kecelakaan.’’
‘’What!?’’
‘’Iya nyonya, terus apa yang harus saya lakukan nyonya?’’
‘’John, apa kau tidak punya otak!? Putriku pingsan dan kau malah bertanya apa yang harus dilakukan? Cepat bawa dia ke rumah sakit sekarang!’’ teriak mama Risa panik bercampur kesal.
‘’Tap - tapi nyonya kami sedang terjebak macet.’’
‘’Kalau ada apa-apa dengan putriku aku sendiri yang akan membunuhmu!’’ teriak mama Risa lagi saking geram dengan sopir pribadi Alesya itu.
Mendapat teriakan sampai dua kali, membuat John ketakutan, pria yang baru berusia 20 tahun itu cepat-cepat mematikan ponselnya dan turun dari mobil, dia lalu membuka pintu belakang dan menggendong Alesya keluar. Tidak punya pilihan lain, dia tidak mau terjadi apa-apa pada anak majikannya itu dan terlebih lagi dia juga masih sayang pada nyawanya.
‘’Ada apa mas? Mbaknya kenapa?’’ Orang-orang bertanya saat melihat John menggendong Alesya yang sudah tidak sadarkan diri. Hanya bertanya tanpa ada satupun yang mau membantu John yang sedang kesusahan menggendong tubuh Alesya. Bukannya apa, tubuh John sangatlah kurus, pria itu juga terlihat sangat lemah seperti belum makan selama beberapa hari.
John tidak menjawab, dia terus berlari. Hanya perlu melewati lampu merah dan dia bisa mencari taxi untuk membawa Alesya ke rumah sakit.
‘’Mas sini saya bantu.’’ Tiba-tiba saja seorang pria menghampiri John yang sudah nampak lelah dan ngos-ngosan. Pria muda itu sudah dipenuhi keringat, kakinya juga sedikit gemetaran.
John memperhatikan dengan tatapan menelisik pada pria yang baru saja menawarkan bantuan padanya. Takut kalau pria itu malah akan menculik Alesya atau mungkin punya niat terselubung lainnya. ‘’Masnya beneran mau bantuin saya?’’
Seakan tau arti tatapan John, pria itu membuka suara lagi untuk menyakinkan niatnya yang hanya sekedar membantu. ‘’Nggak usah takut mas, saya nggak punya niat jahat kok. Saya cuman mau bantu, kayaknya kamu udah kecapean banget dan sepertinya mbak itu butuh penanganan yang cepat,’’ tunjuknya ke arah Alesya, tetapi ada satu yang aneh, John menangkap sikap tak biasa dari pri itu. Bukannya apa, tetapi John merasa pria asing itu seperti tengah mengkhawatirkan Alesya. Apa karena rasa kemanusiannya yang tinggi, atau?
John sedikit legah saat tubuh Alesya sudah berhasil pindah dalam gendongan pria yang nampak sangat tampan dengan proporsi tubuh sempurna yang tadi sempat dikiranya sebagai penculik. ‘’Terimakasih mas.’’
Pria itu hanya mengangguk lalu mulai berlari membawa tubuh Alesya. Dia menggendong tubuh Alesya di depan. John pun mengikuti dari belakang.
Banyak pasang mata yang memandang adegan itu sebagai adegan romantis. Wajah tampan sang pria ditambah dengan wajah cantik Alesya dengan mata tertutup benar-benar mencuri perhatian semua orang, keduanya sudah seperti pasangan drakor yang sedang melakukan syuting.
Pujian-pujian sontar terlontar dari setiap mata yang memandang, mereka terus bergumam penuh kekaguman, bahkan ada beberapa yang sudah merekam untuk mengabadikan momen yang menurut mereka sangat romantis itu.
Semuanya hanya fokus pada wajah yang tampan dan cantik, tidak ada satupun yang fokus pada Alesya yang tengah tidak sadarkan diri.
Tidak hanya mengantar sampai mendapatkan taxi, pria itu juga ikut mengantar Alesya sampai ke rumah sakit. Tadinya John menolak karena takut merepotkan, tetapi pria itu terus memaksa dan wajahnya terus menampilkan raut kekhawatiran.
Selama perjalanan ke rumah sakit, John yang duduk di kursi depan, terus memperhatikan perilaku pria asing itu lewat kaca spion. Alesya berbaring dengan kepalanya yang diletakan di pangkuan pria itu.
‘’Apa pria itu mengenal mbak Alesya?’’ pikir John, melihat raut panik yang terlukis di wajah tampan sang pria, John juga melihat pria itu mengipasi wajah Alesya dengan menggunakan tangannya.
‘’Ada apa denganmu Al?’’ gumam pria itu dalam hatinya.
*****
‘’John, bagaimana keadaan Alesya?’’ Dengan setengah berlari, mama Risa menghampiri John yang baru saja akan masuk ke ruang rawat Alesya.
‘’Non Alesya baik-baik saja nyonya, tapi masih belum sadar.’’
‘’Kalau baik-baik saja kenapa belum sadar juga John? Mana dokternya, saya mau berbicara langsung!’’ Ingin melangkah menemui dokter, tapi kakinya terhenti. Paruh baya itu kembali menatap John dengan tatapan menyelidiknya.
‘’Oh ya siapa pria yang tadi berbicara denganmu?’’ tanyanya kepo, tadi dia sempat melihat John seperti tengah membungkuk mengucapkan terimakasih pada seorang pria.
‘’Itu pria yang tadi membantu membawa non Alesya ke rumah sakit nyonya.’’
‘’Membantu? Terus dimana dia sekarang, saya juga ingin berterima kasih.’’ mama Risa celingak celinguk kesana kamari, matanya terus berputar untuk mencari keberadaan pria yang tadi hanya bisa dilihatnya dari jauh.
‘’Sudah pulang nyonya, katanya masih memiliki beberapa urusan.’’
‘’Kamu meminta nomor ponselnya tidak?’’
‘’Untuk apa nyonya?’’ John dibuat bingung dengan pertanyaan sang majikan, lagian untuk apa meminta nomor ponsel orang asing, nantinya dia malah akan disangka macam-macam oleh orang itu?’’
‘’Astaga John, kenapa kau bodoh sekali sih? Ya tentu saja untuk mengucapkan terimakasih.’’
‘’Ma, bagaimana keadaan Alesya?’’ papa Radit bertanya, pria itu berjalan menghampiri dengan wajah khawatirnya.
‘’Oh astaga!.’’ Mama Risa menepuk keningnya sendiri, lalu melayangkan tatapan tajamnya pada John. ‘’Ini semua karena kamu, saya jadi lupa menemui dokter ataupun Alesya.’’
John kembali dibuat bingung oleh sikap majikannya. Kenapa majikannya itu malah menyalahkannya, memang apa salahnya? Bukankah majikannya itu yang sejak tadi mengajaknya mengobrol, lalu kenapa sekarang malah menyalahkannya?
Tidak menjawab pertanyaan suaminya, mama Risa langsung melangkah dan masuk ke ruang perawatan Alesya.
‘’Al, Alesya bangun sayang.’’ Mama Risa mengelus puncak kepala Alesya dan mengecup keningnya. Tidak terasa air matanya mulai menetes. Selama 3 tahun, ini kedua kalinya Alesya pingsan dan masuk rumah sakit. Pemicunya juga sama, karena mendengar kabar tentang kecelakaan.
‘’Bagaimana keadaannya ma?’’ Papa ikut mengecup kening Alesya, lalu menatap dalam pada wajah putrinya yang nampak pucat.
‘’Kamu sudah menghubungi Nichole?’’ tanya papa lagi.
‘’Hhmm, katanya dia akan kembali besok, saat ini dia sedang berada di Singapura untuk menangani pasiennya yang ada disana.’’ Mama Risa menjawab tanpa sama sekali menatap suaminya, matanya masih terpaku menatap wajah Alesya.
Nichole Paramitha adalah psikiater Alesya sudah hampir 3 tahun terakhir. Wanita itu yang membantu Alesya hingga bisa sedikit mengatasi traumanya.
Bersambung .....
Tidak apa, walaupun aku rapuh bersama bayanganmu disini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!